• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON DI PERAIRAN ESTUARI MAYANGAN, JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON DI PERAIRAN ESTUARI MAYANGAN, JAWA BARAT"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON

DI PERAIRAN ESTUARI MAYANGAN, JAWA BARAT

PUTU CINTHIA DELIS

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Struktur Komunitas Fitoplankton di Perairan Estuari Mayangan, Jawa Barat adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012

Putu Cinthia Delis C24080070

(3)

RINGKASAN

Putu Cinthia Delis. C2408070. Struktur Komunitas Fitoplankton di Perairan

Estuari Mayangan, Jawa Barat. Di bawah bimbingan Ario Damar dan Niken T. M. Pratiwi.

Perairan Estuari Mayangan terletak di Desa Mayangan, Kecamatan Legon Kulon, Subang, Jawa Barat dengan wilayah didominasi oleh kawasan hutan mangrove. Salah satu komunitas biota yang hidup di daerah tersebut adalah fitoplankton. Fitoplankton merupakan salah satu produser primer yang dapat memanfaatkan energi matahari dan unsur hara menjadi bahan organik yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh zooplankton dan organisme herbivora lain sebagai makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur komunitas fitoplankton di perairan Estuari Mayangan, Jawa Barat.

Pengambilan sampel air dan fitoplankton dilakukan di lima stasiun pengamatan selama lima bulan (Juni-Oktober 2011). Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, sedangkan analisis fitoplankton dilakukan di Laboratorium Biologi Makro 1, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Setelah data kelimpahan fitoplankton diperoleh, data diuji terlebih dahulu menggunakan analisis ragam satu arah untuk mengetahui apakah data bebeda secara spasial atau temporal. Setelah dilakukan pengujian, menunjukkan tidak ada perbedaan antar stasiun sehingga analisis data dilakukan secara temporal dengan stasiun sebagai ulangan. Setelah itu dilakukan analisis data antara lain: indeks keanekaragaman (Shanon-Wienner), indeks keseragaman (Shanon-Wienner), indeks dominansi (Simpson), pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan kelimpahan fitoplankton dengan Indeks Bray-Cutris, pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan kualitas air dengan Indeks Canberra, korelasi kelimpahan fitoplankton dengan kualitas air menggunakan analisis PCA, dan pengaruh keberadaan kualitas air terhadap kelimpahan kelas fitoplankton dengan menggunakan analisis regresi linear berganda.

Analisis ragam satu arah menunjukkan bahwa kelimpahan fitoplankton tidak berbeda secara spasial, namun berbeda secara temporal. Kelimpahan fitoplankton tertinggi ditemukan pada bulan Oktober, sedangkan pada bulan Juni-September kelimpahan fitoplankton tidak berbeda nyata. Kelas fitoplankton dengan jumlah genus tertinggi adalah Bacillariophyceae (Diatom). Jumlah genus pada kelas Bacillariophyceae berkisar antara 26-32 genera. Kelas Bacillariophyceae memiliki kelimpahan tertinggi dengan kisaran 963-28.263 sel/L. Genus yang ditemukan dalam jumlah banyak pada bulan Juni adalah Talasionema, pada bulan Agustus adalah Surirella, sedangkan pada bulan Juli, September, dan Oktober adalah

Chaetoceros. Genus Chaetoceros juga merupakan genus yang mendominasi pada

bulan Oktober.

Perairan Estuari Mayangan memiliki indeks keanekaragaman berkisar antara 0,74-2,57. Selain itu, indeks keseragaman dan indeks dominansi menunjukkan perairan Estuari Mayangan memiliki komposisi jenis yang cukup seimbang dengan nilai kisaran masing-masing 0,25-0,86 dan 0,10-0,69. Pengelompokan waktu

(4)

pengamatan berdasarkan kualitas air menunjukkan tidak ada perbedaan kondisi kualitas air dari kelima bulan pengamatan. Pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan kelimpahan fitoplankton menunjukkan adanya 2 kelompok, yaitu kelompok I (Juni-September) dan kelompok II (Oktober). Kelas Bacillariophyceae pada bulan Juni-September dipengaruhi oleh pH, silika, DIN, dan ortofosfat, sedangkan pada bulan Oktober lebih dipengaruhi oleh kecerahan. Kelimpahan kelas Cyanophyceae pada bulan Oktober dipengaruhi oleh kecerahan, kelas Chrysophyceae dipengaruhi oleh DIN, dan kelas Dinophyceae dipengaruhi oleh silika dan ortofosfat. Kondisi kelimpahan fitoplankton di perairan Estuari Mayangan secara umum cukup baik untuk mendukung kehidupan organisme herbivora.

(5)

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON

DI PERAIRAN ESTUARI MAYANGAN, JAWA BARAT

PUTU CINTHIA DELIS

C24080070

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Struktur Komunitas Fitoplankton di Perairan Estuari Mayangan, Jawa Barat

Nama : Putu Cinthia Delis

NIM : C24080070

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Ario Damar, M. Si. Dr. Ir. Niken T. M. Pratiwi, M. Si. NIP. 19660428 199002 1 001 NIP. 19680111 199203 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc. NIP. 19660728 199103 1 002

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa, karena berkat anugerah-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Struktur Komunitas Fitoplankton di Perairan Estuari Mayangan, Jawa Barat; disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada Juni 2011 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Ario Damar, M. Si. selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Ir. Niken T. M. Pratiwi, M. Si. selaku dosen pembimbing kedua serta Ir. Agustinus M. Samosir, M. Phil. selaku Ketua Komisi Pendidikan S1 yang telah banyak membantu dalam memberikan bimbingan, dukungan, maupun arahan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan Penulis. Namun demikian Penulis mengaharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, Agustus 2012

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Mahaesa karena Anugerah-Nya yang besar sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi “Struktur Komunitas Fitoplankton di Perairan Estuari Mayangan, Jawa Barat” dengan baik. Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, diantaranya:

1)

Dr. Ir. Ario Damar, M. Si dan Dr. Ir. Niken T. M. Pratiwi, M. Si. masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi yang telah banyak memberi arahan dan masukan hingga menyelesaikan skripsi ini.

2)

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc. sebagai dosen penguji tamu yang selalu

memberi motivasi kepada penulis dan juga telah memberi saran dan perbaikan pada skripsi ini.

3)

Kepala bagian Ekobiologi dan Konservasi Sumberdaya Perairan (EKSP), Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, yang telah memberi kesempatan kepada Penulis untuk ikut serta dalam penelitian bagian EKSP.

4)

Ir. Agus Samosir, M. Phil selaku Komisi Pendidikan Program S1 atas saran, nasehat dan perbaikan yang diberikan.

5)

Dr. Ir. Etty Riani H., MS. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberi semangat dan nasihat

6)

Seluruh dosen MSP yang telah memberikan ilmu dan pengalaman serta saran selama perkuliahan.

7)

Staf Tata Usaha MSP yang saya hormati terutama Ibu Widar, Ibu Maria dan Ibu Zaenab atas arahannya.

8)

Bang Zahid dan keluarga besar Bapak Nita yang telah banyak memberikan bantuan selama di lapangan, serata Bapak Ruslan, Ibu Siti, Ibu Anna, Mbak Farila, Bang Budi, dan Bang Deni yang membantu selama analisis di laboratorium.

9)

Keluarga tercinta, Ayahanda I Gede Swibawa, Ibunda Lilis Suryani, dan adikku Made Arya Vidiarama, serta keluarga besar yang selalu memberikan kasih sayang.

10)

Teman-teman MSP 45 dan Donny Fandri atas motivasi, dukungan, dan bantuannya.

11)

Seluruh tim penelitian Mayangan: Dea, Gita, Dina A, Rina AR, Kanti, Indah, Sakina, Vinni, Intan, Imanda, Rio, dan Fair.

12)

Teman-teman Wisma Seroja (Ayu, Dea, Rena, Nidiya, Ria, Sri, Lilis, Mbak Yessy, Mbak Echa, dan lain-lain) atas dukungannya.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro, Lampung tanggal 22 Agustus 1990 dari pasangan Bapak I Gede Swibawa dan Ibu Lilis Suryani. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal penulis ditempuh di SD Xaverius 3 Way Halim, Bandar Lampung (2002), SMP Negeri 4 Bandar Lampung (2005) dan SMA Negeri 2 Bandar Lampung (2008). Tahun 2008 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN) di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama perkuliahan Penulis aktif dalam kegiatan Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma IPB (2008-2012) dan Organisasi Brahmacaria Bogor (2008-2012). Selain itu, Penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (2011/2012) dan dipercayakan sebagai bendahara umum. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten Ekologi Perairan (2010/2011), Biologi Perikanan (2010/2011), Metode Statistika (2011/2012) dan Ekosistem Perairan Pesisir (2011/2012).

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul “Struktur Komunitas Fitoplankton di Perairan Estuari Mayangan, Jawa Barat” yang dibimbing oleh Dr. Ir. Ario Damar, M. Si. dan Dr. Ir. Niken T. M. Pratiwi, M. Si.

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 1 1.3. Tujuan ... 2 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1. Definisi Fitoplankton ... 3

2.2. Struktur Komunitas Fitoplankton ... 3

2.3. Perairan Estuaria ... 5

2.4. Parameter Fisika-Kimia Perairan yang Mempengaruhi Struktur Komunitas Fitoplankton ... 5

2.4.1. Suhu ... 6

2.4.2. Kecerahan ... 6

2.4.3. Salinitas ... 6

2.4.4. Padatan tersuspensi total (TSS) ... 7

2.4.5. Tingkat keasaman (pH) ... 7 2.4.6. Amonia (NH3) ... 7 2.4.7. Nitrat (NO3) ... 8 2.4.8. Ortofosfat (PO4) ... 8 2.4.9. Silika (SiO2) ... 9 3. METODE PENELITIAN ... 10

3.4. Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

3.5. Alat dan Bahan ... 11

3.6. Pengambilan Contoh Parameter Biologi, Fisika, dan Kimia ... 11

3.6.3. Fitoplankton ... 11

3.6.4. Parameter fisika ... 12

3.6.5. Parameter kimia ... 12

3.7. Pengumpulan Data ... 13

3.7.1. Kelimpahan fitoplankton ... 13

3.7.2. Analisis ragam satu arah ... 13

3.7.2. Keanekaragaman ... 14

3.7.3. Keseragaman ... 14

3.7.4. Dominansi ... 15

(11)

xi

3.8.1. Pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan

kelimpahan jenis fitoplankton ... 15

3.8.2. Pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan kualitas air ... 16

3.8.3. Korelasi kelimpahan fitoplankton dengan parameter kualitas air ... 17

3.8.4. Pengaruh parameter kualitas air terhadap kelimpahan kelas fitoplankton ... 17

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1. Hasil ... 19

4.1.1. Komposisi jenis fitoplankton ... 19

4.1.2. Komposisi kelimpahan fitoplankton ... 20

4.1.3. Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) jenis fitoplankton ... 21

4.1.4. Pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan kelimpahan fitoplankton ... 22

4.1.5. Pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan kualitas air ... 22

4.1.6. Korelasi kelimpahan fitoplankton dengan parameter kualitas air ... 23

4.1.7. Pengaruh parameter kualitas air terhadap kelimpahan fitoplankton ... 26 4.2. Pembahasan ... 28 5. KESIMPULAN ... 33 5.1. Kesimpulan ... 33 DAFTAR PUSTAKA ... 34 LAMPIRAN ... 38

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan

indeks dominansi (C) fitoplankton ... 21

2. Matriks korelasi Pearson antara kelimpahan fitoplankton dan

kualitas perairan bulan Juni-September ... 25

3. Matriks korelasi Pearson antara kelimpahan fitoplankton dan

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Peta lokasi penelitian di perairan Estuari Mayangan... 10

2. Lokasi stasiun pengambilan sampel ... 11

3. Komposisi berdasarkan jenis dari masing-masing kelas fitoplankton pada bulan Juni-Oktober tahun 2011 di perairan

Estuari Mayangan. ... 19

4. Grafik Kelimpahan Fitoplankton pada bulan Juni-Oktober tahun

2011 di perairan Estuari Mayangan ... 20

5. Dendrogram pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan

kelimpahan fitoplankton di perairan Estuari Mayangan ... 22

6. Dendrogram pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan

kualitas air di perairan Estuari Mayangan ... 23

7. Grafik biplot PCA parameter kualitas air dan kelas fitoplankton

pada bulan Juni-September 2011 di perairan Estuari Mayangan ... 24

8. Grafik biplot PCA parameter kualitas air dan kelas fitoplankton

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil analisis uji ragam satu arah pada kelimpahan fitoplankton ... 39

2. Kelimpahan fitoplankton di perairan Estuari Mayangan bulan

Juni-Oktober 2011 ... 40

3. Kondisi kualitas air di perairan Estuari Mayangan bulan

Juni-Oktober 2011 ... 42

4. Hasil uji homogenitas terhadap kualitas air di perairan Estuari

Mayangan ... 43

5. Data curah hujan tahun 2011 di kantor irigasi Kecamatan

Binong, Kabupaten Subang, Jawa Barat ... 44

6. Matriks pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan

kelimpahan fitoplankton menggunakan indeks Bray-Cruits ... 44

7. Matriks pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan kualitas

air menggunakan indeks Canberra ... 44

8. Hasil analisis menggunakan PCA untuk pengamatan bulan

Juni-September 2011 di perairan Estuari Mayangan ... 45

9. Hasil analisis menggunakan PCA untuk pengamatan bulan

Oktober 2011 di perairan Estuari Mayangan ... 46

10. Hasil analisis regresi Linear berganda pada bulan

Juni-September di perairan Estuari Mayangan. ... 47

11. Hasil analisis regresi Linear berganda pada bulan Oktober di

perairan Estuari Mayangan. ... 48

(15)

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perairan Estuari Mayangan terletak di Desa Mayangan, Kecamatan Legon Kulon, Subang, Jawa Barat dengan wilayah didominasi oleh kawasan hutan mangrove yang merupakan sumberdaya alam yang potensial bagi perikanan. Plankton, khususnya fitoplankton merupakan salah satu produser primer utama di perairan yang dapat memanfaatkan energi matahari dan unsur hara menjadi bahan organik yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh zooplankton dan organisme herbivora lain sebagai makanan (Nontji 2008). Fitoplankton memiliki peran yang sangat penting bagi perairan karena merupakan dasar dari rantai makanan (Haumahu 2004). Kajian-kajian mengenai plankton di berbagai negara juga menunjukkan bahwa ada kolerasi positif antara keberadaan plankton dengan hasil tangkapan ikan (Nontji 2008).

Menurut Nontji (2008), hampir dari seluruh ikan pelagis kecil dan larvanya memanfaatkan plankton (fitoplankton atau zooplankton) sebagai makanannya (plankton feeder). Beberapa jenis ikan di perairan Estuari Mayangan yang memanfaatkan plankton sebagai makanannya antara lain ikan tembang (Sardinella

fimbriata), ikan bandeng (Chanos chanos), dan ikan selanget (Anodontosoma chacunda). Informasi mengenai struktur komunitas fitoplankton sangat penting

untuk mengetahui keseimbangan komunitas fitoplankton di suatu perairan. Keadaan struktur komunitas fitoplankton yang tidak seimbang dapat berakibat pada organisme lain di perairan tersebut dan bila informasi tersebut diketahui sejak dini dapat dilakukan pengelolaan yang lebih baik. Pemahaman mengenai lokasi konsentrasi kelimpahan fitoplankton di suatu perairan juga dapat digunakan untuk memperkirakan lokasi yang tepat untuk mencari ikan (Nontji 2008).

1.2. Perumusan Masalah

Beberapa aspek biologi perikanan telah dikaji di perairan Estuari Mayangan, namun informasi mengenai struktur komunitas fitoplankton masih minimum. Oleh karena itu, kajian mengenai struktur komunitas fitoplankton di lokasi ini perlu

(16)

dilakukan, tidak hanya sebagai informasi dasar tentang potensi kesuburan daerah tersebut, namun juga sebagai informasi ilmiah untuk pengelolaan dasar kawasan tersebut.

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur komunitas fitoplankton yang ada di perairan Estuari Mayangan, Jawa Barat. Struktur komunitas yang dikaji mencakup komposisi jenis, kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi, dan pengaruh kualitas air terhadap kelimpahan fitoplankton.

(17)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Fitoplankton

Plankton merupakan makhluk (tumbuhan atau hewan) yang hidupnya melayang atau mengambang dalam air, yang selalu terbawa hanyut oleh arus, sedangkan fitoplankton, disebut juga sebagai plankton nabati atau algae, yaitu tumbuhan berukuran sangat kecil yang hidupnya mengapung atau melayang dalam perairan (Nontji 2008). Fitoplankton memiliki fungsi penting sebagai produser primer di suatu perairan karena bersifat autotrof, maka dapat menghasilkan sendiri bahan organik makanannya. Fitoplankton memiliki klorofil sehingga mampu berfotosintesis, yaitu menangkap energi matahari dan mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik.

Fitoplankton merupakan tumbuhan yang banyak ditemukan di semua perairan dan umumnya berukuran mikroskopis seperti Flagellata, Diatom dan Cocolithopore. Jenis fitoplankton yang sering dijumpai di perairan dalam jumlah besar adalah fitoplankton dari kelas Diatom dan Dinoflagellata (Nybakken 1988). Qiptiyah & Rakhman (2008) mengatakan bahwa ada dua faktor yang dapat membatasi produktivitas fitoplankton, yaitu cahaya dan zat-zat hara, aktivitas grazing dari zooplankton juga mempengaruhi kelimpahan fitoplankton. Bila zat hara di suatu perairan berlimpah, maka kemungkinan akan terjadi blooming atau peledakan populasi fitoplankton di perairan tersebut (Praseno & Adnan 1978 in Siregar 2002). Menurut Russel-Hunter (1970) in Thoha (2007), di perairan sepanjang pantai tropis terutama di sekitar mulut sungai, melimpahnya Diatom lebih dipengaruhi oleh pengaruh dari daratan, yaitu terbawanya nutrisi yang berasal dari areal persawahan, ladang, limbah industri, dan limbah rumah tangga melalui air sungai ke laut dan juga karena adanya turbulensi (pengadukan) oleh gelombang pasang dan arus laut dari daerah yang dalam ke daerah yang lebih dangkal.

2.2. Struktur Komunitas Fitoplankton

Komunitas biotik adalah kumpulan populasi-populasi yang hidup dalam daerah atau habitat fisik yang telah ditentukan (Odum 1994). Komunitas dapat

(18)

disebut dan diklasifikasi menurut bentuk atau sifat struktur utama seperti misalnya jenis dominan, bentuk-bentuk hidup atau indikator-indikator, habitat fisik dari komunitas, sifat-sifat, atau tanda-tanda fungsional seperti misalnya tipe metabolisme komunitas (Odum 1994). Beberapa parameter yang biasanya digunakan untuk mendeskripsikan struktur komunitas adalah keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi. Keanekaragaman jenis merupakan parameter yang biasa digunakan dalam mengetahui kondisi suatu komunitas tertentu, parameter ini mencirikan kekayaan jenis dan keseimbangan dalam suatu komunitas (Pirzan & Pong-Masak 2008).

Pirzan & Pong-Masak (2008) menyatakan bahwa, suatu ekosistem, termasuk ekosistem pantai yang tersusun dari beberapa komunitas, seperti fitoplankton akan saling berinteraksi dengan faktor biotik lainnya untuk membentuk suatu keseimbangan bagi keberlanjutan ekosistem tersebut, dan keberadaan organisme atau biota akan sangat terkait dengan faktor lingkungan perairannya. Perubahan satu di antara faktor lingkungan akan mempengaruhi keanekaragaman fitoplankton, penambahan unsur nitrogen dan fosfat akan memperlihatkan pertumbuhan fitoplankton yang signifikan pada kisaran salinitas 0-31 ppt (Pirzan & Pong-Masak 2008). Menurut Soedibjo (2006), rendahnya nilai keanekaragaman fitoplankton diakibatkan kualitas perairan yang tidak baik, sehingga hanya marga-marga yang toleran terhadap pencemaran yang dapat menghuni perairan tersebut.

Berdasarkan kelimpahannya, Parsons et al. (1984) in Haumahu (2004) menyatakan bahwa pada umumya fitoplankton yang mendominasi seluruh perairan di dunia adalah Diatom genus Chaetoceros, sedangkan dinoflagellata umumnya melimpah di perairan tropis. Dinoflagellata yang umum ditemukan di permukaan laut adalah Ceratium, Peridinium, Prorocentrum, Gonyaulax, Exuviella, Oxytoxum dan Gymnodinium (Raymont 1980 in Haumahu 2004). Thoha (2007) menyatakan bahwa, di ekosistem perairan Teluk Gilimanuk, Taman Nasional, Bali Barat, ditemukan Diatom dengan frekuensi kejadian lebih dari 90%. Arinardi et al. (1996;1997) in Soedibjo (2006) mencatat kisaran indeks keanekaragaman fitoplankton di perairan kawasan tengah Indonesia berkisar antara 0,07-1,74, sedangkan di perairan kawasan timur Indonesia berkisar antara 1,15-2,53.

(19)

2.3. Perairan Estuaria

Estuaria (aestus, air pasang), merupakan suatu badan air pantai setengah tertutup yang berhubungan langsung dengan laut terbuka sehingga sangat terpengaruh oleh gerakan pasang surut, yaitu saat air laut bercampur dengan air tawar dari buangan air daratan (Pritchard 1967 in Odum 1994). Secara khusus, komunitas estuaria terdiri dari campuran antara jenis-jenis endemik (jenis-jenis yang terbatas pada zona estuaria) dan jenis-jenis yang datang dari laut ditambah sedikit jenis-jenis yang mempunyai kemampuan osmoregulasi untuk menembus ke arah atau dari lingkungan air tawar (Odum 1994). Daerah estuari merupakan tempat yang baik untuk perkembangan berbagai larva dan telur ikan maupun tempat untuk mencari makan bagi berbagai biota laut (Nybakken 1988) karena daerah estuari merupakan daerah yang subur akibat berkumpulnya bahan-bahan organik yang terbawa oleh sungai ataupun oleh pasang surut. Menurut Schelske & Odum (1961)

in Odum (1994), produktivitas di daerah estuari cukup tinggi karena:

a. Estuaria merupakan suatu daerah tangkapan nutrien

b. Estuaria mendapat keuntungan dari keragaman jenis produsen yang dapat berfotosintesis sepanjang tahun.

c. Gerakan pasang surut yang menyebabkan air yang berfluktuasi sehingga mengantarkan nutrien ke daerah estuari.

Menurut penelitian Qiptiyah & Rakhman (2008), serasah-serasah mangrove yang terdapat pada perairan estuari dapat mengakibatkan kelimpahan plankton di daerah mangrove menjadi relatif lebih tinggi, selain itu, aktivitas grazing zooplankton di perairan mangrove yang rendah juga menyebabkan kelimpahan fitoplankton menjadi relatif lebih tinggi.

2.4. Parameter Fisika-Kimia Perairan yang Mempengaruhi Struktur Komunitas Fitoplankton

Parameter fisika dan kimia perairan merupakan variabel yang berperan terhadap kelimpahan fitoplankton. Beberapa parameter fisika dan kimia perairan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton di suatu perairan, antara lain:

(20)

2.4.1. Suhu

Suhu biasa dinyatakan dalam satuan derajat Celsius (oC) atau derajat Farenheit (oF). Suhu pada suatu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam sehari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Suhu dapat mempengaruhi kondisi ekosistem di suatu perairan, menurut Effendi (2003), algae dari filum Chlorophyta akan tumbuh baik pada kisaran suhu 30oC-35oC, Diatom pada suhu 20oC-30oC, sedangkan filum Cyanophyta lebih dapat mentolerir suhu yang lebih tinggi dibandingkan Chlorophyta dan Diatom. Umumnya, kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 20 oC-30 oC.

2.4.2. Kecerahan

Menurut Effendi (2003), kecerahan merupakan ukuran transparasi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan Secchi disk dan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai kecerahan pada suatu perairan dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, padatan tersuspensi, dan ketelitian saat pengukuran. Kecerahan suatu perairan akan berkaitan erat dengan proses fotosintesis fitoplankton di perairan tersebut.

2.4.3. Salinitas

Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas biasa dinyatakan dengan satuan g/kg atau promil (o/oo). Nilai salinitas pada perairan tawar biasanya kurang dari 0,5o/oo, perairan payau berkisar 0,5 o/oo - 30 o/oo, dan perairan laut 30 o/oo - 40 o/oo, sedangkan pada perairan pesisir, nilai salinitas lebih dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai (Effendi 2003). Menurut hasil penelitian oleh Purnamaningtyas &

Syam (2010) diketahui bahwa rata-rata salinitas di perairan Mayangan adalah 28,22 0/00 dengan standar deviasi ± 3,46 0/00.

(21)

2.4.4. Padatan tersuspensi total (TSS)

Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi dengan diameter lebih besar dari 1µm. TSS terdiri dari lumpur, pasir halus, serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah yang terbawa ke badan air. TSS yang tinggi dapat meningkatkan nilai kekeruhan yang berakibat dapat menghambat penetrasi cahaya matahari ke perairan sehingga berpengaruh terhadap proses fotosintesis fitoplankton (Effendi 2003).

2.4.5. Tingkat keasaman (pH)

Tingkat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter yang menggambarkan konsentrasi ion hidrogen di suatu perairan (Effendi 2003). Semakin tinggi nilai pH maka nilai alkalinitas semakin tinggi, namun kadar karbondioksida bebas semakin rendah. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan lebih menyukai lingkungan perairan dengan pH antara 7-8,5. Rata-rata pH di perairan Mayangan adalah 7,88 dengan standar deviasi ± 0,22 (Purnamaningtyas & Syam 2010).

2.4.6. Amonia (NH3)

Amonia di perairan bersumber dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik dari dalam tanah dan air hasil dekomposisi oleh mikroba dan jamur. Proses tersebut dikenal dengan istilah amonifikasi. Sumber amonia lain adalah reduksi gas nitrogen dari difusi, limbah industri dan domestik. Amonia bebas yang berada di perairan bersifat toksik bagi organisme air, namun amonia bebas tidak dapat diukur secara langsung. Di perairan alami, pada suhu dan tekanan normal, amonia berada dalam bentuk gas dan membentuk kesetimbangan dengan gas amonium (NH4).

Amonium (NH4) merupakan sumber nitrogen yang dapat secara langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton (Effendi 2003). Raymont (1980) in Pirzan & Pong-Masak (2008) menyatakan bahwa, bentuk ion nitrat dan amonium memiliki peran yang penting bagi fitoplankton meskipun dapat berbeda untuk tiap jenis fitoplankton, ada jenis plankton yang lebih dahulu menggunakan nitrat dan ada juga yang lebih dahulu menggunakan amonium. Berdasarkan hasil penelitian

(22)

Purnamaningtyas & Syam (2010) nilai rata-rata amonia di perairan Mayangan adalah 2,165 mg/L dengan standar deviasi sebesar ± 0,368 mg/L.

2.4.7. Nitrat (NO3)

Nitrat merupakan bentuk utama nitrogen di suatu perairan, bersifat stabil, dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan fitoplankton (Effendi 2003). Nitrat adalah sumber nitrogen bagi tumbuhan yang dapat dikonversi menjadi protein. Senyawa nitrat merupakan hasil oksidasi dari nitrogen yang masuk ke perairan melalui proses difusi. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri

Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Nilai Rata-rata nitrat di perairan Mayangan menurut penelitian

Purnamaningtyas & Syam (2010) adalah 3,472 mg/L dengan standar deviasi sebesar ± 0,559 mg/L.

2.4.8. Ortofosfat (PO4)

Fosfor biasa ditemukan pada perairan dalam bentuk senyawa anorganik terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik berupa partikulat. Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan langsung oleh algae. Menurut Effendi (2003), fosfor merupakan unsur esensial bagi fitoplankton, terutama dalam pembentukan korofil-a dan transfer energi sel, sehingga merupakan salah satu faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton. Kandungan fosfat yang tinggi di suatu perairan dapat mengakibatkan terjadinya blooming fitoplankton dan menyebabkan terjadinya dominansi pada spesies fitoplankton tertentu (Pirzan & Pong-Masak 2008). Sumber fosfor di perairan alami berasal dari pelapukan batuan mineral dan dari dekomposisi bahan organik, selain itu fosfor juga banyak terdapat pada limbah industri dan domestik dari kegiatan manusia (Effendi 2003). Nilai rata-rata fosfat di perairan Mayangan adalah sebesar 0,099 mg/L dengan standar deviasi sebesar ± 0,093 mg/L (Purnamaningtyas & Syam 2010).

(23)

2.4.9. Silika (SiO2)

Menurut Effendi (2003), silikon (Si) biasa ditemukan dalam bentuk yang berikatan dengan oksigen (O2) sehingga membentuk silika (SiO2), merupakan unsur yang tidak larut dalam air dan biasanya berbentuk koloid. Silika di perairan bersumber dari pelapukan batuan. Silika merupakan unsur yang esensial bagi fitoplankton, terutama Diatom. Diatom membutuhkan silika dalam pembentukan cangkang atau frustules. Kadar silika di perairan payau dan laut adalah 1.000 – 4.000 mg/L.

(24)

3.

METODE PENELITIAN

3.4. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Oktober 2011 (musim kemarau) di perairan Estuari Mayangan (Gambar 1). Pengambilan sampel air dan fitoplankton dilakukan sebanyak lima kali dengan frekuensi per bulan. Pengambilan sampel dilakukan pada lima (5) stasiun dalam setiap bulannya. Analisis kualitas air dilakukan di laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan dan Analisis fitoplankton dilakukan di laboratorium Biologi Makro 1, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Perairan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di perairan Estuari Mayangan

Stasiun penelitian terbagi menjadi lima titik sub stasiun. Stasiun 1 merupakan daerah muara yang dekat dengan pemukiman penduduk. Stasiun 2 merupakan daerah yang lokasinya berada di laut. Stasiun 3 dan stasiun 5 merupakan daerah muara yang lokasinya jauh dari pemukiman penduduk. Stasiun 4 merupakan

(25)

daerah yang berlokasi di hutan mangrove. Lokasi kelima titik stasiun disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Lokasi stasiun pengambilan sampel

3.5. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kapal, planktonnet berukuran 25 dengan meshsize 64 µm, ember bervolume 10 L, Secchi disk dengan diameter 30 cm, alat pengukur kedalaman dengan tali tambang yang diberi skala dan pemberat, salinorefraktometer, pH kertas indikator, thermometer air raksa, botol sampel plankton berukuran 50 ml, botol sampel air 1 L, cool box, SRC, buku identifikasi fitoplankton, mikroskop, spektrofotometer. Bahan yang digunakan adalah air sampel, lugol, dan es.

3.6. Pengambilan Contoh Parameter Biologi, Fisika, dan Kimia 3.6.3. Fitoplankton

Pengambilan contoh fitoplankton dilakukan di lima stasiun pengamatan. Pada setiap stasiun pengamatan, air di permukaan sebanyak 100 L disaring menggunakan

planktonnet berukuran 25 dengan meshsize 64 µm untuk diambil sampel

fitoplanktonnya. Penyaringan air sebanyak 100 L diambil menggunakan ember berukuran 10 L. Setelah air tersaring sebanyak 50 ml dilakukan pengawetan dengan

5

3

4

1 2

(26)

menggunakan larutan lugol sebanyak 10 tetes atau sampai sampel berwarna jingga. Identifikasi fitoplankton selanjutnya dilakukan di laboratorium Biologi Makro 1, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Perairan, Institut Pertanian Bogor..

3.6.4. Parameter fisika

Pengukuran parameter fisika dilakukan di lapangan (insitu). Parameter fisika yang diamati, yaitu suhu air, kedalaman air, TSS dan kecerahan. Suhu diukur dengan menggunakan thermometer air raksa, yang dipasang tali dan dicelupkan ke permukaan perairan dan setelah itu dibaca skalanya. Kedalaman diukur menggunakan tali tambang yang diberi pemberat, tambang ditenggelamkan sampai dasar permukaan kemudian diukur panjang talinya. Parameter TSS hanya diambil sampel airnya untuk kemudian dianalisis di laboratorium. Pengukuran kecerahan dilakukan dengan menggunkan Secchi disk, mula-mula Secchi disk dimasukkan ke dalam air, pada saat Secchi disk tidak terlihat pertama kali dicatat panjang talinya sebagai d1 kemudian Secchi disk diangkat ke permukaan dan saat Secchi disk mulai terlihat dicatat panjang talinya sebagai d2. Perhitungan untuk kecerahan adalah sebagai berikut :

3.6.5. Parameter kimia

Parameter kimia yang diukur adalah pH, amonia, nitrat, fosfat, dan silika. Pengukuran pH dilakukan di lapangan dengan menggunakan kertas lakmus dan kemudian dicocokkan dengan pH indikator. Sampel air untuk amonia, nitrat, ortofosfat, dan silika diambil sebanyak 500 ml menggunkan botol sampel kemudian disimpan di dalam cool box yang berisi es agar sampel tetap dalam kondisi baik. Pemberian es dimaksudkan untuk menjaga komposisi air contoh agar tetap sama seperti kondisi di lapangan. Selanjutnya, pengukuran kandungan amonia, nitrat, ortofosfat, dan silika dilakukan di laboratorium Produktifitas dan Lingkungan Perairan dengan metode spektrofotometri.

(27)

3.7. Pengumpulan Data 3.7.1. Kelimpahan fitoplankton

Air sampel dimasukkan ke dalam SRC (Sedgewick Rafter-counting cell) untuk dilakukan pengamatan fitoplankton di bawah mikroskop. SRC merupakan alat berukuran 50mm x 20mm x 1mm dengan volume 1 ml. Metode yang digunakan dalam pencacahan fitoplankton adalah metode strip dengan tiga kali ulangan setiap sampel. Buku identifikasi yang digunakan adalah “Illustration of The Marine Plankton” oleh Yamaji (1979). Rumus perhitungan kelimpahan fitoplankton menggunakan SRC dengan metode strip adalah sebagai berikut (APHA 2005):

Keterangan:

N = Jumlah individu per liter (ind/l)

n = Jumlah fitoplankton yang diamati pada SRC (ind) S = Total strip pada SRC (20 strip = 1000mm2) P = Jumlah strip yang diamati (7 strip = 350mm2) Vr = Volume air yang tersaring dalam botol film (50ml) Vo = Volume SRC (1ml)

Vs = Volume air yang disaring (100L)

3.7.2. Analisis ragam satu arah

Analisis ragam satu arah dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya perbedaan data kelimpahan fitoplankton baik secara spasial atau temporal. Hasil analisis ragam satu arah digunakan sebagai dasar pada analisis selanjutnya. Beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan yaitu, analisis dilakukan secara spasial, temporal, atau spasial-temporal. Analisis ragam satu arah dilakukan menggunakan bantuan software SPSS Versi 20. Persamaan umum analisis ragam satu arah menurut Walpole (1995) adalah sebagai berikut.

(28)

Keterangan:

xij = pengaruh perlakuan i ulangan kej µ = rata-rata perlakuan

αi = pengaruh perlakuan ke-i = galat perlakuan I ulangan ke-j H0 : α1 = α2 = … = αk = 0

H1 : sekurang-kurangnya satu α1 tidak sama dengan nol

Jika p > 0,05 maka gagal tolak H0, sedangkan p < 0,05 maka tolak H0.

3.7.2. Keanekaragaman

Indeks keanekaragaman Shanon-Wienner digunakan untuk memberikan informasi mengenai distribusi kelimpahan jenis fitoplankton pada suatu perairan. Melalui indeks tersebut kekayaan jenis fitoplankton dapat diketahui (Ludwig & Reynold 1988). Penentuan keanekaragaman fitoplankton menggunakan indeks keanekaragaman Shanon-Wienner (Odum 1994), adalah:

Keterangan:

H’ = Indeks keanekaragaman

pi = Peluang kepentingan untuk tiap jenis = ni/N ni = Jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah total individu

3.7.3. Keseragaman

Keseragaman yang tinggi dalam suatu komunitas terjadi apabila semua jenis fitoplankton memiliki kelimpahan individu yang sama besar. Keseragaman suatu komunitas dikatakan rendah apabila kelimpahan individu tiap jenis sangat berbeda (Ludwig & Reynold 1988). Keseragaman dapat dihitung dengan menggunakan Indeks keseragaman Shanon-Wienner (Odum 1994), yaitu:

(29)

Keterangan:

E = Indeks keseragaman

H’ = Indeks keanekaragaman Shanon-Wienner S = Jumlah jenis

Kriteria keseragaman:

E ≈ 0 = keseragaman rendah

E ≈ 1 = Jumlah individu masing-masing jenis sama

3.7.4. Dominansi

Dominansi merupakan keadaan jika proporsi kelimpahan suatu jenis fitoplankton lebih besar dibandingkan jenis lainnya dalam satu komunitas. Keberadaan dominansi dalam suatu komunitas dapat diketahui dengan menggunakan Indeks dominansi Simpson 1949 in Odum 1994, yaitu:

∑( )

Keterangan:

C = Indeks dominansi

pi = Peluang kepentingan untuk tiap jenis = ni/N ni = Jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah total individu s = Jumlah jenis

Kriteria dominansi:

C ≈ 0 = dominansi rendah

C ≈ 1 = ada satu jenis yang mendominasi

3.8. Analisis Data

3.8.1. Pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan kelimpahan jenis fitoplankton

Pengelompokan kelimpahan jenis fitoplankton antar waktu pengamatan dilakukan dengan Indeks Bray-Curtis (Brower & Zar 1990) sehingga dapat diketahui

(30)

bulan yang memiliki kemiripan komposisi jenis fitoplankton, rumus yang dapat digunakan yaitu:

∑ ∑ ( )

Keterangan:

IB = Nilai kesamaan Indeks Bray-Curtis Aij = Jumlah jenis ke-i pada bulan ke-j Bik = Jumlah jenis ke-i pada bulan ke-k S = Jumlah taksa

Setelah nilai Indeks Bray-Curtis diperoleh, dibuat dendrogram untuk mengetahui dan memperjelas tingkat pengelompokan waktu pengamatan.

3.8.2. Pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan kualitas air

Tingkat kesamaan antar waktu pengamtan dapat diketahui berdasarkan parameter lingkungan dengan menggunakan Indeks Canberra (Brower & Zar 1990). Melalui indeks tersebut dapat diketahui bulan-bulan yang memiliki kemiripan karakteristik perairan, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

( ) ∑| | ( )

Keterangan:

IC = Nilai kesamaan Indeks Canberra

Aij = Nilai data parameter ke-i pada bulan ke-j Bik = Nilai data parameter ke-i pada bulan ke-k n = banyaknya parameter

Setelah nilai Indeks Canberra diperoleh, kemudian dibuat dendrogram untuk mengetahui tingkat pengelompokan antar waktu pengamatan untuk memperjelas hasilnya.

(31)

3.8.3. Korelasi kelimpahan fitoplankton dengan parameter kualitas air

Korelasi kelimpahan fitoplankton dengan kualitas air diduga menggunakan

Principal Components Analysis (PCA). PCA merupakan teknik analisis statistik

multivarian yang digunakan untuk merinci kemiripan matrix menjadi aksis yang saling tegak lurus (Ludwig & Reynold 1988). Analisis PCA dibagi menjadi beberapa kelompok bulan sesuai dengan hasil pengelompokan menggunakan dendrogram. Data yang digunakan untuk analisis PCA merupakan data yang tidak homogen. Kehomogenan suatu data ditentukan menggunakan uji homogenitas bersadarkan time series dengan metode Pettitt’s test dengan software XLSTAT Versi 2012.1.01.

Setelah parameter yang tidak homogen diketahui, parameter-parameter tersebut kemudian dianalisis menggunakan PCA. Analisis PCA dilakukan dengan bantuan software XLSTAT Versi 2012.1.01. Hasil analisis PCA disajikan dalam bentuk biplot PCA dan untuk memperjelas besarnya korelasi yang terbentuk antar kedua variabel maka ditampilkan pula koefisien korelasi Pearson. Nilai koefisien korelasi yang positif dan mendekati satu menunjukkan hubungan yang berbanding lurus antar variabel. Nilai koefisien korelasi yang negatif dan mendekati minus satu menjelaskan hubungan yang berbanding terbalik antar variabel. Sedangkan nilai koefisien korelasi yang mendekati nol menjelaskan bahwa antar variabel tidak memiliki pengaruh nyata. Fitoplankton yang memiliki hubungan yang dekat dengan parameter kualitas air tertentu diuji dengan menggunakan regresi linear berganda untuk dianalisis pengaruhnya.

3.8.4. Pengaruh parameter kualitas air terhadap kelimpahan kelas fitoplankton

Pengaruh beberapa parameter kualitas air terhadap kelimpahan fitoplankton dianalisis dengan menggunakan metode regresi linear berganda. Analisis regresi digunakan untuk mencari hubungan linear dari kedua peubah tersebut serta mengetahui apakah model yang digunakan sesuai dilihat dari nilai koefisien determinasi. Analisis regresi linear berganda dilakukan dengan bantuan Microsoft

Excel 2007. Bentuk persamaan yang digunakan dalam analisis regresi berganda

(32)

Keterangan:

Y = kelimpahan fitoplankton (peubah tak bebas) = kualitas air (peubah bebas)

= konstanta

(33)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Berdasarkan hasil analisis ragam satu arah diketahui bahwa data kelimpahan fitoplankton di perairan Estuari Mayangan tidak berbeda secara spasial (p > 0,05), namun berbeda secara temporal (p < 0,05) (Lampiran 1). Oleh karena itu, pengolahan data selanjutnya dilakukan secara temporal. Hal tersebut dilakukan untuk melihat pengaruh waktu terhadap kelimpahan fitoplankton serta parameter yang mempengaruhinya.

4.1.1.Komposisi jenis fitoplankton

Komposisi jenis fitoplankton memiliki kemiripan pada setiap bulan pengamatan. Pada bulan Juni-Oktober ditemukan empat kelas fitoplankton (Bacillariophyceae, Cyanophyceae, Chrysophyceae, dan Dinophyceae). Bila dibandingkan tiap bulan pengamtan, jumlah genus paling banyak ditemukan pada bulan Agustus dan jumlah genus paling sedikit ditemukan pada bulan Oktober. Pada setiap bulan pengamatan, kelas Bacillariophyceae (Diatom) selalu memiliki jumlah genus paling banyak. Kelas fitoplankton yang memiliki jumlah genus paling sedikit adalah kelas Cyanophyceae. Komposisi jenis masing-masing kelas fitoplankton disajikan pada Gambar 2.

Gambar 3. Komposisi berdasarkan jenis dari masing-masing kelas fitoplankton pada bulan Juni-Oktober tahun 2011 di perairan Estuari Mayangan.

Bacillariophyceae; Cyanophyceae; Chrysophyceae; Dinophyceae

5 10 15 20 25 30 35 40 45

Juni Juli Agst Sept Okt

Ju m lah g en u s Bulan

a.

13,51% 5 genera 5,41% 2 genera 2,70% 1 genera 5,41% 2 genera 72,97% 27 genera

Bacillariophyceae

Cyanophyceae

Chlorophyceae

Chrysophyceae

Dinophyceae

a.

13,51% 5 genera 5,41% 2 genera 2,70% 1 genera 5,41% 2 genera 72,97% 27 genera

Bacillariophyceae

Cyanophyceae

Chlorophyceae

Chrysophyceae

Dinophyceae

a.

13,51% 5 genera 5,41% 2 genera 2,70% 1 genera 5,41% 2 genera 72,97% 27 genera

Bacillariophyceae

Cyanophyceae

Chlorophyceae

Chrysophyceae

Dinophyceae

a.

13,51% 5 genera 5,41% 2 genera 2,70% 1 genera 5,41% 2 genera 72,97% 27 genera

(34)

4.1.2. Komposisi kelimpahan fitoplankton

Kelimpahan fitoplankton pada bulan Juni-September lebih rendah dibandingkan kelimpahan fitoplankton pada bulan Oktober. Kelimpahan fitoplankton pada bulan Juni, Juli, Agustus, dan September berturut-turut adalah 20,17x102 sel/L; 20,50x102 sel/L; 27,78x102 sel/L; dan 12,65x102 sel/L. Kelimpahan fitoplankton pada bulan Oktober, yaitu 297,25x102 sel/L. Pada bulan Oktober, genus

Chaetoceros memiliki komposisi kelimpahan yang sangat tinggi dibandingkan

dengan genus lainnya. Grafik kelimpahan fitoplankton disajikan pada Gambar 3.

Gambar 4. Grafik Kelimpahan Fitoplankton pada bulan Juni- Oktober tahun 2011 di perairan Estuari Mayangan. Bacillariophyceae; Cyanophyceae; Chrysophyceae; Dinophyceae

Proporsi kelimpahan pada masing-masing kelas fitoplankton menunjukkan bahwa Bacillariophyceae memiliki kelimpahan yang lebih tinggi dibandingkan kelas lain. Genus dari kelas Bacillariophyceae yang ditemukan dengan jumlah terbanyak berbeda setiap bulan pengamatan. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa pada bulan Juli, September, dan Oktober genus Chaetoceros selalu ditemukan dalam jumlah terbanyak. Pada bulan Juni, genus Talasionema ditemukan paling banyak, sedangkan pada bulan Agustus genus yang paling banyak ditemukan adalah

Surirella. 0 50 100 150 200 250 300 350

Juni Juli Agst Sept Okt

Kelim p ah an ( 1 0 2 s el/L ) Bulan

a.

13,51% 5 genera 5,41% 2 genera 2,70% 1 genera 5,41% 2 genera 72,97% 27 genera

Bacillariophyceae

Cyanophyceae

Chlorophyceae

Chrysophyceae

Dinophyceae

a.

13,51% 5 genera 5,41% 2 genera 2,70% 1 genera 5,41% 2 genera 72,97% 27 genera

Bacillariophyceae

Cyanophyceae

Chlorophyceae

Chrysophyceae

Dinophyceae

a.

13,51% 5 genera 5,41% 2 genera 2,70% 1 genera 5,41% 2 genera 72,97% 27 genera

Bacillariophyceae

Cyanophyceae

Chlorophyceae

Chrysophyceae

Dinophyceae

a.

13,51% 5 genera 5,41% 2 genera 2,70% 1 genera 5,41% 2 genera 72,97% 27 genera

(35)

4.1.3. Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) jenis fitoplankton

Indeks keanekaragaman fitoplankton pada bulan Juni-September memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan pada bulan Oktober. Semakin besar nilai indeks keanekaragaman menunjukkan semakin beragamnya kehidupan di perairan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka perairan Estuari Mayangan pada bulan Juni-September memiliki keanekaragaman dan kestabilan komunitas biota yang tergolong lebih baik dibandingkan pada bulan Oktober. Indekas keanekaragaman fitoplankton disajikan pada Tabel 2.

Indeks keseragaman fitoplankton bulan Juni-September juga memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan pada bulan Oktober (Tabel 2). Keseragaman jumlah individu pada tiap jenis fitoplankton untuk bulan Juni- September tergolong tinggi, yaitu mendekati satu bila dibandingkan dengan bulan Oktober. Indeks keseragaman yang mendekati satu menunjukkan bahwa jumlah individu tersebar merata pada setiap spesies (Setyobudiandi et al. 2009). Perbedaan nilai indeks keseragaman pada bulan Oktober terjadi karena pada bulan Oktober kelimpahan genus Chaetoceros jauh lebih banyak dibandingkan genus lainnya.

Indeks dominansi fitoplankton bulan Juni-September lebih kecil dibandingkan pada bulan Oktober (Tabel 2). Pada bulan Oktober indeks dominansi menunjukkan nilai yang mendekati nol. Hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah genus Chaetoceros yang sangat tinggi, yaitu mencapai 80% dari kelimpahan rata-rata fitoplankton. Namun, secara umum untuk bulan pengamatan Juni-September, kondisi perairan Estuari Mayangan masih tergolong baik karena memiliki indeks dominansi yang rendah, yaitu mendekati 0. Sedangkan pada bulan Oktober, kondisi perairan Estuari Mayangan didominasi oleh genus Chaetoceros.

Tabel 1. Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) fitoplankton Bulan Indeks H' E C Juni 1,98-2,27 0,56-0,86 0,15-0,23 Juli 2,39-2,42 0,68-0,72 0,12-0,15 Agustus 1,70-2,57 0,51-0,70 0,11-0,33 September 2,15-2,55 0,62-0,78 0,10-0,23 Oktober 0,74-2,56 0,25-0,81 0,10-0,69

(36)

4.1.4. Pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan kelimpahan fitoplankton

Pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan kelimpahan fitoplankton dengan taraf kesamaan 60,00 % menunjukkan bahwa kelima bulan pengamatan terbagi menjadi dua kelompok (Gambar 5). Kelompok I (Juni, Juli, Agustus, dan September) dan kelompok II (Oktober). Perbedaan karakteristik antara kelompok I dan kelompok II terdapat pada kelimpahan masing-masing genus. Kelompok II memiliki kelimpahan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok I. Pada kelompok I ditemukan beberapa genus yang tidak ditemukan di kelompok II, yaitu Cyclotella dan Diploneis, selain itu di kelompok II juga terdapat beberapa genus yang tidak ditemukan di kelompok I, yaitu Bacillaria. Komposisi kelimpahan jenis fitoplankton disajikan pada Lampiran 2.

Gambar 5. Dendrogram pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan kelimpahan fitoplankton di perairan Estuari Mayangan

4.1.5. Pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan kualitas air

Pengelompokan waktu pengamatan dilakukan pada sembilan parameter, yaitu suhu, pH, TSS, kecerahan, salinitas, silika, NO3-N, NH3-N dan PO4-P. Pengelompokan waktu pengamatan dengan taraf kesamaan 60,00 % menunjukkan bahwa waktu pengamatan terbagi dalam satu kelompok (Gambar 6). Hal tersebut menunjukkan bahwa karakteristik perairan selama lima bulan pengamatan tidak terlalu berbeda secara signifikan. Kondisi kualitas air di Estuari Mayangan disajikan pada Lampiran 3.

63.00% 63.40% 66.40% 7.92%

Okt Sept Juni Juli Agst

60.00% 7.50% 17.50% 27.50% 37.50% 47.50% 57.50% 67.50% 77.50% 87.50% 97.50% T ar af k esam aa n Bulan

(37)

Gambar 6. Dendrogram pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan kualitas air di perairan Estuari Mayangan

4.1.6. Korelasi kelimpahan fitoplankton dengan parameter kualitas air

Pengelompokan kelimpahan fitoplankton menggunakan dendrogram didapaatkan dua kelompok, yaitu kelompok I (Juni-September) dan kelompok II (Oktober). Oleh karena itu, analisis korelasi kelimpahan fitoplankton dengan parameter kualitas air menggunakan PCA dilakukan berdasarkan pengelompokan tersebut. Setelah dilakukan uji homogenitas terhadap data pada masing-masing kelompok, diketahui bahwa pada kelompok I (Juni-September) data parameter suhu, kecerahan, salinitas, dan TSS menunjukkan adanya homogenitas data (p > 0,05) sehingga data tersebut tidak dimasukkan dalam analisis PCA. Pada bulan Oktober, parameter yang memiliki homogenitas data (p > 0,05) adalah suhu, pH, TSS, dan salinitas sehingga data tersebut tidak dimasukkan ke dalam analisis PCA (Lampiran 4).

Data hasil analisis PCA ditampilkan dalam grafik biplot sehingga diketahui korelasi parameter kualitas air terhadap kelimpahan kelas fitoplankton (Gambar 7 dan 8). Dua variabel yang memiliki nilai korelasi positif akan digambarkan sebagai dua buah garis dengan arah yang sama atau membentuk sudut sempit. Dua variabel yang memiliki nilai korelasi negatif akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah yang berlawanan atau membentuk sudut lebar (tumpul). Dua variabel yang tidak berkorelasi akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan sudut yang mendekati 90o (siku-siku). Besarnya korelasi antara kelimpahan fitoplankton dan

81.80%

83.91% 86.42%

88.63%

Juni Sept Juli Agst Okt

50.00% 57.00% 64.00% 71.00% 78.00% 85.00% 92.00% 99.00% T ar af k esam aa n 60,00 % Bulan

(38)

kualitas air, ditampilkan dengan koefisien korelasi Pearson (Tabel 2 dan 3). Nilai korelasi Pearson yang mendekati 1 menunjukkan dua variabel yang memiliki hubungan berbanding lurus yang kuat, korelasi mendekati -1 menunjukkan hubungan kuat namun berbanding terbalik, sedangkan nilai korelasi yang mendekati 0 menujukkan kedua variabel tidak saling berhubungan (Mattjik & Sumertajaya 2011).

a. Pengamatan bulan Juni-September 2011

Hasil analisis menggunakan PCA pada bulan Juni-September menunjukkan kontribusi masing-masing sumbu. Sumbu F1 sebesar 40,06 % dicirikan oleh silika, DIN, dan ortofosfat. Sumbu F2 sebesar 18,92 % dicirikan oleh Cyanophyceae. Total keragaman sebesar 58,98 % (Gambar 7).

Gambar 7. Grafik biplot PCA parameter kualitas air dan kelas fitoplankton pada bulan Juni-September 2011 di perairan Estuari Mayangan

Hasil analisis bulan Juni-September menunjukkan bahwa kelas Bacillariophyceae memiliki korelasi positif dengan pH, silika, DIN, dan ortofosfat. Kelas Cyanophyceae memiliki korelasi positif dengan pH. Kelas Chrysophyceae

pH Silika DIN PO4-P Bac Cya Chr Dino -1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1 -1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1 F 2 ( 1 8 ,9 2 %) F1 (40,06 %)

(39)

memiliki korelasi positif dengan pH. Kelas Dinophyceae memiliki korelasi positif dengan pH. Matriks korelasi Pearson bulan Juni-September disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Matriks korelasi Pearson antara kelimpahan fitoplankton dan kualitas perairan bulan Juni-September

Variables pH Silika DIN PO4-P

pH 1 -0,009 0,239 0,218 Silika -0,009 1 0,771 0,653 DIN 0,239 0,771 1 0,877 PO4-P 0,218 0,653 0,877 1 Bacillariophyceae 0,154 0,054 0,171 0,121 Cyanophyceae 0,196 -0,429 -0,238 -0,004 Chrysophyceae 0,035 -0,366 -0,503 -0,327 Dinophyceae 0,078 -0,386 -0,383 -0,486

b. Pengamatan bulan Oktober 2011

Hasil analisis menggunakan PCA pada bulan Oktober menunjukkan kontribusi masing-masing sumbu. Sumbu F1 sebesar 41,27 % dicirikan oleh kecerahan, silika, kelas Bacillariophyceae, dan kelas Cyanophyceae. Sumbu F2 sebesar 26,58 % dicirikan oleh ortofosfat. Total keragaman sebesar 73,85 % (Gambar 8).

Gambar 8. Grafik biplot PCA parameter kualitas air dan kelas fitoplankton pada bulan Oktober 2011 di perairan Estuari Mayangan

Kec DIN Silika PO4-P Bac Cya Chr Dino -1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1 -1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1 F 2 ( 2 6 ,5 8 %) F1 (47,27 %)

(40)

Hasil analisis bulan Oktober menunjukkan kelas Bacillariophyceae memiliki korelasi positif dengan kecerahan dan ortofosfat. Kelas Cyanophyceae memiliki korelasi positif dengan kecerahan. Kelas Chrysophyceae memiliki korelasi positif dengan DIN. Kelas Dinophyceae memiliki korelasi positif dengan silika dan ortofosfat. Matriks korelasi Pearson bulan Oktober disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Matriks korelasi Pearson antara kelimpahan fitoplankton dan kualitas perairan bulan Oktober

Variables Kecerahan DIN Silika PO4-P

Kecerahan 1 -0,382 -0,879 -0,330 DIN -0,382 1 0,368 -0,260 Silika -0,879 0,368 1 0,677 PO4-P -0,330 -0,260 0,677 1 Bacillariophyceae 0,806 -0,577 -0,575 0,144 Cyanophyceae 0,971 -0,174 -0,842 -0,412 Chrysophyceae -0,299 0,095 -0,157 -0,603 Dinophyceae -0,207 -0,278 0,211 0,380

4.1.7. Pengaruh parameter kualitas air terhadap kelimpahan fitoplankton a. Pengamatan bulan Juni-September 2011

Berdasarkan biplot PCA bulan Juni-September terlihat bahwa Bacillariophyceae merupakan satu-satunya kelas yang memiliki posisi paling dekat dengan parameter kualitas air, oleh karena itu uji dilakukan pada kelas Bacillariophyceae. Pengaruh parameter kualitas air terhadap kelimpahan Bacillariophyceae diuji menggunakan regresi linear berganda. Berdasarkan persamaan diperoleh koefisien determinasi sebesar 15,49 %. Parameter pH dan DIN memberikan pengaruh positif terhadap kelimpahan Bacillariophyceae, sedangkan parameter silika dan ortofosfat memiliki pengaruh yang negatif. Pengaruh parameter pH, silika, DIN, dan ortofosfat terhadap kelimpahan Bacillariophyceae disajikan pada persamaan berikut :

(41)

Keterangan

Yb = ln kelimpahan Bacillariophyceae X1 = ln pH

X2 = ln 1+ silika (mg/l)

X3 = ln 1+ DIN (Dissolved Inorganic Nitrogen) (mg/l) X4 = ln 1+ ortofosfat (mg/l)

b. Pengamatan bulan Oktober 2011

Biplot PCA bulan Oktober menunjukkan bahwa setiap kelas Bacillariophyceae dan kelas Cyanophyceae dekat dengan kecerahan, kelas Chrysophyceae dekat dengan DIN, sedangkan kelas Dinophyceae dekat dengan silika dan ortofosfat. Berdasarkan hasil regresi, kecerahan memberikan pengaruh positif terhadap kelimpahan kelas Bacillariophyceae dan kelas Cyanophyceae dengan koefisien determinasi masing-masing sebesar 56,24 % dan 94,73 %. Parameter DIN memberikan pengaruh negatif terhadap kelimpahan kelas Cyanophyceae dengan koefisien determinasi sebesar 7,18 %. Kelas Dinophyceae mendapat pengaruh negatif dari keberadaan silika, namun mendapatkan pengaruh positif dari keberadaan ortofosfat dengan koefisien determinasi sebesar 18,87 %. Pengaruh parameter kualitas air terhadap kelimpahan masing-masing kelas fitoplankton disajikan pada persamaan berikut:

Keterangan Yb = ln kelimpahan Bacillariophyceae Ycy = ln kelimpahan Cyanophyceae Ych = ln kelimpahan Chrysophyceae Yd = ln kelimpahan Dinophyceae X1 = ln kecerahan (cm) X2 = ln 1+ silika (mg/l)

X3 = ln 1+ DIN (Dissolved Inorganic Nitrogen) (mg/l) X4 = ln 1+ ortofosfat (mg/l)

(42)

4.2. Pembahasan

Komposisi jenis fitoplankton di perairan Estuari Mayangan selama bulan Juni-Oktober 2011 didominasi oleh kelas Bacillariophyceae (Diatom) sedangkan jumlah genus terendah adalah kelas Cynaophyceae. Kelas Bacillariophyceae merupakan kelas fitoplankton yang paling sering ditemukan di perairan. Nontji (2008) menyatakan bahwa Kelas Bacillariophyceae memiliki jenis yang lebih banyak dan beragam di perairan, diperkirakan terdapat 1.400-1.800 jenis di dunia dengan kelimpahan mencapai ribuan hingga jutaan individu per liter. Tingginya proporsi jenis Kelas Bacilariophyceae didukung oleh pernyataan Nybakken (1988) bahwa, jenis fitoplankton yang sering dijumpai di perairan dengan jumlah besar adalah fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae (Diatom), selanjutnya kelas Dinoflagellata. Selain memiliki jumlah jenis yang tinggi, di perairan Estuari Mayangan kelas Bacillariophyceae juga memiliki kelimpahan tertinggi dibandingkan kelas fitoplankton lainnya. Bacillariophyceae merupakan kelompok yang memiliki kemampuan berkembang lebih cepat dibandingkan dengan Dinoflagellata dan jenis lainnya (Sidabutar 1997) sehingga Bacillariophyceae memiliki proporsi kelimpahan yang lebih besar di perairan.

Di perairan muara Sungai Bengawan Solo, Syafarina (2002) menemukan bahwa kelas Bacillariophyceae memiliki jumlah jenis dan kelimpahan tertinggi, yaitu 19 genera dengan kelimpahan 942-3.636 ind/L. Penelitian yang dilakukan di Estuari Sungai Brantas juga menunjukkan bahwa kelas Bacillariophyceae memiliki jumlah jenis dan kelimpahan tertinggi, yaitu 20 genera dengan kelimpahan 1.369-1.216.015 sel/L (Daniel 2007). Thoha (2007) menemukan kelas Bacillariophyceae dengan frekuensi kejadian lebih dari 90% di ekosistem perairan Teluk Gilimanuk, Taman Nasional, Bali Barat. Struktur komunitas fitoplankton di Pantai Jepara juga didominasi oleh kelas Bacillariophyceae dengan kandungan klorofil-a dan betakaroten (Widyorini 2009).

Tingginya kelimpahan fitoplankton khususnya Bacillariophyceae di beberapa perairan diduga karena kadar nitrat dan amonia yang tinggi (Ornolfsdottir et al. 2004). Hal serupa juga ditemukan oleh Chen & Chen (2006) bahwa nitrat menjadi faktor pembatas kelimpahan fitoplankton. Semakin tinggi konsentrasi nitrat maka laju reproduksi fitoplankton juga tinggi. Selain itu, kelimpahan Bacillariophyceae

(43)

juga dipengaruhi oleh silika. Silika memiliki peran penting dalam metabolisme dan reproduksi pada kelas Bacillariophyceae. Pertumbuhan Bacillariophyceae akan terganggu jika kadar silika dalam air rendah walaupun nitrat dan ortofosfat tinggi (Jezequel 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Huang et al. (2012) di Estuari Pearl menunjukkan hasil yang berbeda, kelimpahan fitoplankton didominasi oleh Cyanophyceae, sedangkan kelas Bacillariophyceae merupakan urutan kedua. Hal tersebut diduga karena tingginya konsentrasi nitrat dan ortofosfat sehingga status perairan menjadi eutrofik hingga hipereutrofik yang memungkinkan Cyanophyceae tumbuh lebih pesat.

Bila dilihat secara temporal, kelimpahan fitoplankton tertinggi di perairan Estuari Mayangan ditemukan pada bulan Oktober, dan didominasi oleh genus

Chaetoceros dari kelas Bacillariophyceae. Di Teluk Ambon, Sidabutar (1997)

mendapatkan genus Chaetoceros sebagai jenis yang paling dominan dengan presentasi sebesar 71% dari kelimpahan total. Berdasarkan penelitian mengenai komunitas Diatom di Pulau Pari oleh Thoha & Basukriadi (2001), genus

Chaetoceros memiliki kelimpahan tertinggi, yaitu 26.693 sel/L. Menurut Thoha &

Basukriadi (2001), sebaran Chaetoceros di suatu perairan dipengaruhi oleh sinar matahari dengan panjang gelombang 450-550 mm. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Osawa et al. (2005) di Laut Hitam, kelimpahan

Chaetoceros lebih dipengaruhi oleh kedalaman, kelimpahan tertinggi ditemukan

pada kedalaman 400 m dan berkurang pada kedalaman 1300 m dan 2090 m. Thoha

& Amri (2011) menunjukkan bahwa genus Thalasiotrix dan Chaetoceros dengan

presentase 26% dan 25% merupakan genus yang mendominasi hampir di semua stasiun pengamatan di Perairan Kalimantan Selatan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yan et al. (2012) menunjukkan bahwa spesies yang mendominasi perairan estuari Xiaoqing adalah Skeletonema costatum sebesar 11,3%. Hal tersebut karena Skeletonema costatum merupakan spesies yang lebih dipengaruhi faktor suhu dan salinitas selain nitrat dan ortofosfat.

Kelimpahan genus Chaetoceros yang mendominasi perairan Estuari Mayangan terutama pada bulan Oktober diduga karena bulan Oktober merupakan akhir musim kemarau. Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh Kantor Irigasi Kecamatan Binong, Kabupaten Subang, Jawa Barat, bulan Oktober memiliki curah

(44)

hujan yang tinggi yaitu sebesar 63 mm (Lampiran 5). Curah hujan tersebut merupakan curah hujan tertinggi selama musim kemarau jika dibandingkan bulan sebelumnya yaitu bulan Juni, Juli, Agustus dan September dengan curah hujan masing-masing 29 mm, 5 mm, 0 mm, dan 0 mm. Curah hujan yang tinggi diduga mengakibatkan masuknya pasokan air tawar dari daratan sehingga mengubah kondisi perairan di Estuari Mayangan. Pasokan air tawar dari daratan dapat mengubah kisaran salinitas, suhu, dan kandungan nutrien di daerah estuari.

Chaetoceros, khususnya Chaetoceros gracilis memiliki toleransi salinitas

yang sangat lebar, yaitu 6-50 o/oo dan toleransi suhu dengan kisaran 37-50 oC (Isnansetyo & Kurniastuty 1995 in Akbar 2008). Berdasarkan hasil penelitian oleh Raghavan et al. (2008), jenis Chaetoceros calcitrans dapat tumbuh baik pada kisatan salinitas 20-25 o/oo, temperatur 20-25 oC, dengan kandungan CO2 yang mencukupi. Sutomo (2005) menyatakan bahwa Chaetoceros gracilis memiliki daya adaptasi yang cepat terhadap lingkungan baru, terbukti dalam percobaan bahwa

Chaetoceros gracilis memiliki pertumbuhan yang paling cepat dibandingkan Tetraselmis sp. dan Chrolella sp. Kondisi Chaetoceros yang memiliki adaptasi

salinitas dan suhu yang tinggi menyebabkan Chaetoceros mampu tumbuh secara pesat terutama saat masuknya pasokan air tawar ke daerah estuari.

Indeks keanekaragaman fitoplankton di perairan Estuari Mayangan selama lima bulan pengamatan berkisar antara 0,74-2,57. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada bulan Juli dan indeks keanekaragaman terendah terdapat pada bulan Oktober. Menurut Gao & Song (2005) kestabilan komunitas terjadi jika tidak terdapat dominasi spesies tertentu. Jika terjadi tekanan pada lingkungan (pencemaran) maka akan menyebabkan kestabilan terganggu yang ditandai oleh penurunan jumlah spesies yang dapat bertahan pada lingkungan tersebut. Pada lingkungan yang tidak stabil ditandai dengan hidup satu hingga dua spesies saja.

Indeks keanekaragaman di perairan Estuari Mayangan memiliki kondisi yang serupa dengan perairan lain, yaitu di perairan kawasan tengah Indonesia yang berkisar antara 0,07-1,74 dan di perairan kawasan timur Indonesia yang berkisar antara 1,15-2,53 (Arinardi et al. 1996;1997 in Soedibjo 2006). Indeks keanekaragaman fitoplankton di perairan Estuari Mayangan juga serupa dengan di perairan Bandengan dan Pulau Panjang dengan nilai berturut-turut 1,70-2,45 dan

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di perairan Estuari Mayangan
Gambar 2. Lokasi stasiun pengambilan sampel
Gambar 5. Dendrogram pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan kelimpahan                        fitoplankton di perairan Estuari Mayangan
Gambar 6. Dendrogram pengelompokan waktu pengamatan berdasarkan kualitas                     air di perairan Estuari Mayangan
+3

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Istilah “penelitian tindakan kelas” Dalam penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan dua siklus tindakan, setiap siklus terdiri dari (a) perencanaan tindakan,

Berdasarkan tiga variabel bebas (jumlah unit usaha, nilai produksi, dan investasi) yang digunakan dalam model penelitian ini hanya ada satu variabel yang signifikan dalam

Dalam penelitian ini, digunakan larva Aedes aegypti instar 3, karena pada stadium ini, larva membutuhkan makanan untuk berkembang sehingga perasan seledri dapat

Untuk mencapai tujuan tersebut maka lingkup pekerjaan yang dilakukan meliputi pengukuran tegangan antar muka larutan Surfactant pada berbagai kosentrasi dan minyak, pengukuran

Saran yang dapat diberikan peneliti sehubungan dengan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis kewajaran harga saham dan keputusan investasi dengan metode

- Dengan menggunakan HP/Laptop siswa membuka google classroom yang telah dibuat walikelas pada mapel FISIKA pada bagian materi dan mempelajarinya. - Peserta didik

Banyak hal yang diatur dalam konstitusi mengenai HAM, salah satunya dalam Pasal 28E ayat (1) dan (2) dan 29 ayat (2) UUD 1945 memberikan kebebasan kepada warga negara untuk

Secara garis besar langkah penerapan pembelajaran ATI dalam kelas adalah: Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,