• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran klinis penderita demam berdarah dengue pada anak di RSUP H Adam Malik Medan pada

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran klinis penderita demam berdarah dengue pada anak di RSUP H Adam Malik Medan pada

tahun 2011 – 2012. Sebagai hasilnya, dari 110 sampel yang diteliti, mayoritas kasus terjadi pada kelompok umur 10 – 14 tahun yaitu sebanyak 41 orang (37,3%) dan kelompok umur 6 – 9 tahun sebanyak 28 orang (25,5%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang mengatakan kategori umur 5 – 14 tahun merupakan kelompok umur paling banyak menderita DBD (Karyanti & Hadinegoro, 2009). Hal ini juga

dikarenakan kelompok usia 10 – 14 tahun kerap sering bermain di luar pada siang hari pukul 15.00 – 17.00 dimana nyamuk Aedes sp. aktif mengigit (Hartoyo, 2008). Mayoritas kasus DBD terjadi pada perempuan yaitu sebanyak 64 orang (58,2%). Hal ini diasumsikan karena perempuan lebih sering berada di rumah dan nyamuk Aedes aegypti bersifat endofilik (lebih suka hinggap/istirahat di dalam rumah) dan endofagik (lebih suka mengigit di dalam rumah) sedangkan nyamuk Aedes albopictus bersifat eksofilik dan eksofagik sehingga memungkinkan anak – anak yang bermain di luar dapat terkena nyamuk ini. Ada juga penelitian yang mengatakan perempuan lebih beresiko diakibatkan dinding kapiler lebih cenderung meningkatkan permeabilitas kapiler (Nopianto, 2012). Namun dalam penelitian yang dilakukan oleh

Hartoyo(2008), insidensi pada laki – laki 1,2 – 1,5 kali lebih besar daripada perempuan. Dilihat dari manifestasi klinis yang didapat, lebih sering dijumpai keluhan demam (100%) dan petekie (73,6%). Hal ini di sebabkan pada penderita DBD, pasien diawali dengan keluhan demam dimana berkisar antara 3 – 7 hari yang kemudian diikuti dengan munculnya bintik – bintik kemerahan baik berupa

pemeriksaan luar ataupun dengan menggunakan tes uji torniquet (WHO, 2009). Pada penelitain di Mumbai juga didapati semua pasien pasti mengalami demam, beberapa muntah dan tanda yang paling umum adalah hepatomegali (Joshi & Baid, 2011). Tanda hepatomegali (24,5%) dan keluhan nyeri perut (19,1%) yang didapat

merupakan keluhan yang mengawali tanda terjadinya syok (IDAI, 2012). Derajat penyakit DBD didapati pasien paling banyak pada DHF grade 2 sebanyak 51 orang (46,4%). Hal ini mungkin dikarenakan pada stage DF dan

Universitas Sumatera Utara

DHF grade 1, orang tua pasien sering tidak siaga dalam tanda – tanda penyakit DBD. Hal ini mungkin dikarenakan karena demam pada DF dan DHF grade 1, orang tua hanya memberikan terapi dengan obat bebas. Sehingga hal inilah yang

memungkinkan ketika dibawa ke rumah sakit sudah masuk ke grade 2. Mayoritas penderita DBD dirawat inap atau diopname dimana didapati sekitar rentang 3 – 4 hari yaitu sebesar 40 orang (36,4%) dan 5 – 6 hari yaitu sebesar 27 orang (24,5%). Hal ini kemungkinan berhubungan dengan teori dimana fase kritis dimulai pada hari ke-3 hingga hari ke-6 sehingga memungkinkan pasien untuk di pantau terus keadaan umumnya supaya tidak jatuh kedalam keadaan syok (WHO, 2009). Sedangkan penderita yang tidak melakukan opname/rawat inap yang disebut sebagai rawat jalan atau hanya dirawat 1 – 2 mungkin didasari atas pertimbangan pribadi dokter yang memberi konsultasi bahwa pasien tersebut tidak memerlukan evaluasi lebih lanjut. Diliat dari insiden tahun 2011 – 2012, didapati penurunan insiden pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011. Dengan rincian perbulan dilihat pada gambar 5.1. Pada tahun 2011 ditemukan insiden mulai menurun pada bulan April dan semakin meningkat setiap bulannya hingga mengalami puncak pada bulan Desember yaitu sebesar 11 dari 68 orang(16,2%), begitu juga pada tahun 2012 insiden menurun pada bulan Mei dan semakin meningkat setiap bulan hingga mengalami puncak di bulan Desember juga sebesar 8 dari 42 orang(19%). Tidak hanya demikian, kasus pada tahun 2011 juga mengalami peningkatan tajam pada bulan Juli yaitu sebesar 9 dari 68 orang(13,2%) sedangkan pada tahun 2012 kasus meningkat tajam pada bulan

Februari hingga Maret yaitu 6 dan 7 dari 42 orang (14,3% dan 16,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan tentang curah hujan berpengaruh transmisi penularan penyakit. Musim yang paling sering menyebabkan kejadian DBD adalah musim hujan yaitu pada bulan Oktober hingga Maret. Musim hujan sangat identik dengan air bersih yang tergenang yang merupakan tempat bagi nyamuk Aedes sp. untuk berkembang biak. Meskipun ada beberapa kasus dijumpai meningkat pada bulan bukan musim hujan seperti bulan Mei (Kamaruddin & Sungkar, 2013). Hal ini dapat disebabkan oleh faktor perilaku individu dimana meliputi kebersihan lingkungan sekitar rumah seperti

Universitas Sumatera Utara

tidak melakukan kegiatan 3M. Pada penelitian sendiri di tahun 2011 didapati kasus meningkat dari bulan Mei hingga Desember dan turun menjelang bulan Januari, sedangkan tahun 2012 didapati kasus puncak terjadi pada bulan Desember hingga Maret dan menurun setelah bulan Maret. Pada penelitian yang dilakukan di kota palembang, didapati kasus tertinggi pada bulan Maret dan terendah pada bulan Agustus. Hal ini diakibatkan karena Maret memiliki curah hujan yang tinggi sekitar 733mm sedangkan Agustus hanya sekitar 146mm (Iriani, 2012). Pada pasien DBD anak tahun 2011 – 2012, hanya 9 orang(8,18%) yang diberi transfusi jenis sel darah merah dan komponen darah dengan rincian berupa PRC sebanyak 2 orang (1,8%), FFP sebanyak 3 orang (2,7%), dan Trombosit sebanyak 4 orang (3,6%). Hal ini berhubungan dengan kasus dengan tingkat keparahan yang dijumpai. Pemberian transfusi hanya diberikan bila sudah mencapai grade III/IV dan pada hasil penelitian hanya sebesar 19 orang yang mencapai grade III/IV. Mungkin dengan pertimbangan dokter bahwa beberapa pasien hanya perlu diberikan cairan resusitasi secara cepat sehingga tidak perlu dilakukan transfusi. Sedangkan 101 pasien (91,82%) lainnya hanya diberikan cairan resusitasi berupa RL. Outcome yang dihasilkan pasien juga baik yaitu 103 orang (93,6%) diantaranya sembuh dengan follow-up berobat jalan dan kembali jika keadaan memburuk sedangkan 7 orang dinyatakan meninggal akibat datang dengan kondisi DSS yang sangat parah (DHF Grade 4). Salah satu kesulitan yang dihadapi dalam melakukan penelitian ini adalah berupa data rekam medis yang tercatat secara komputerisasi dimana tidak ditemukan keseragaman antara jumlah data yang diperoleh di rumah sakit dan data di rekam medis. Begitu juga dengan isi rekam medis yang masih kurang lengkap dari anamnese hingga pengobatan. Sehingga menyulitkan peneliti ketika mengambil data.

Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN