• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penatalaksanaan Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.9 Penatalaksanaan Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler

dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada pasien DSS diperlukan perawatan intensif. Diagnosa dini terhadap tanda – tanda syok merupakan hal yang penting untuk mengurangi kematian (IDAI, 2012). Pada fase demam pasien dianjurkan tirah baring, diberi obat antipiretik atau kompres hangat. Tidak dianjurkan pemberian asetosal/salisilat dikarenakan dapat menimbulkan gastritis, perdarahan atau asidosis sehingga antipiretik yang dianjurkan adalah parasetamol. Pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sir up, susu, selain air putih juga dianjurkan pada pasien demam dengue (IDAI, 2012). Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejala tidak sepesifik, sehingga patut diwaspadai gejala/tanda yang terlihat pada anak yang mungkin merupakan gejala awal perjalanan penyakit DBD. Tanda/gejala awal berupa demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, terus menerus, badan lemah, dan anak tampak lesu. Pertama yang harus dilakukan adalah melihat tanda syok yang merupakan

Universitas Sumatera Utara

tanda kegawatdaruratan seperti gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab dan sebagainya. Jika ditemukan kejang, muntah berulang, kesadaran menurun, hematemesis melena, sebaiknya dilakukan rawat inap. Apabila tidak dijumpai tanda kegawatdaruratan, lakukan pemeriksaan uji torniquet diikuti dengan pemeriksaan trombosit. Apabila uji torniquet (-) atau uji torniquet (+) dengan jumlah trombosit >100.000/ul dapat dilakukan rawat jalan dengan kontrol tiap hari hingga demam hilang dan pemberian obat antipiretik berupa parasetamol. Apabila jumlah trombosti <100.000/ul perlu dirawat untuk observasi. Pada pasien rawat jalan, di beri nasehat kepada orang tua apabila terdapat tanda-tanda syok maka pasien harus di bawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut (IDAI, 2012) .

Gambar 2.7. Tatalaksana kasus tersangka DBD.

Sumber : IDAI (2012).

Universitas Sumatera Utara

Pada keadaan dehidrasi/kehilangan cairan yang disebabkan demam tinggi, anoreksia dan muntah, dapat diberikan cairan pengganti berupa minum 50 ml/kg berat badan dalam 4-6 jam pertama kemudian jika dehidrasi teratasi diberi cairan rumatan 80 – 100 ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Bila terjadi kejang demam, diberikan

antikonvulsif selain diberi antipiretik. Kemudian dilakukan pemeriksaan hematokrit berkala untuk monitor hasil pengobatan sebagai gambaran derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena (IDAI, 2012). Tabel 2.4. Kebutuhan cairan rumatan (IDAI, 2012).

Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml) 10 100xkgBB 10-20 1000+50xkgBB(diatas 10kg) >20 1500+20xkgBB(diatas 20kg) Indikasi diberikan cairan intravena apabila a.Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi b. Nilai

hematokrit meningkat pada pemeriksaan berkala. Pemberian cairan pengganti volume yang berlebihan setelah perembesan berhenti dapat mengakibatkan edema paru begitu juga pada masa konvalesens dimana terjadi reabsorbsi cairan

ekstravaskular akan menyebabkan edema paru dan distress pernafasan apabila cairan tetap diberikan (IDAI, 2012). Jenis cairan yang digunakan larutan kristaloid adalah larutan ringer Laktat (RL), ringer asetat (RA) dan larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). Kemudian cairan koloid seperti dekstran-40, albumin 5%, gelatin dsb. Darah, Fresh Frozen Plasma, dan komponen darah lain diberikan untuk mempertahankan Hb, menaikkan daya angkut oksigen, memberikan faktor pembekuan untuk

mengkoreksi koagulopati. Cairan yang mengandung glukosa tidak diberikan dalam bentuk bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia, diuresis osmotik dan

memperburuk cedera serebral iskemik (Darwis, 2003). Pada pasien DBD derajat I dan II tanpa peningkatan hematokrit dilakukan intervensi sesuai dengan gambar 2.8. Perhatikan tanda syok, raba hati setiap hari

Universitas Sumatera Utara

untuk mengetahui pembesarannya oleh karena pembesaran hati yang disertai nyeri tekan berhubungan dengan perdarahan saluran cerna. Apabila sudah didapati

perbaikan klinis dan laboratoriu m, anak dapat pulang jika memenuhi kriteria (IDAI, 2012).

Gambar 2.8. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan derajat II

Sumber : IDAI (2012) Adapun kriteria memulangkan pasien adalah pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil, tiga hari setelah syok teratasi,

Universitas Sumatera Utara

jumlah trombosit > 50.000/ul dan cenderung meningkat, serta tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis) (IDAI, 2012). Pemberian cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, sekitar 40%. Jumlah urin 12ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi

membaik (IDAI, 2012). Sedatif dapat diberikan untuk menenangkan pasien tapi keadaan gelisah akan hilang dengan sendiri nya apabila pemberian cairan sudah adekuat dan perfusi jaringan membaik (IDAI, 2012).

Gambar 2.9. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan hemokons entrasi = 20% . Sumber : IDAI (2012) Pada pasien syok,

pemberian oksigen 2 liter per menit harus dilakukan dengan menggunakan masker. Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan

Universitas Sumatera Utara

manifestasi perdarahsn yang nyata. Penurunan hematokrit (dari 50% ke 40%) tanpa perbaikan klinis walau diberikan cairan menunjukkan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah dilakukan untuk menaikkan konsentrasi sel darah merah sedangkan plasma segar dan atau suspensi trombosit untuk pasien dengan DIC. DIC biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif. DIC dipicu oleh hiponatremia dan asidosis metabolik sehingga pada keadaan syok berat sebaiknya dilakukan perbaikan pada asidosis sebelum berkembang menjadi DIC. Tatalaksana DBD derajat III & IV selanjutnya dapat dilihat di gambar 2.9. (IDAI, 2012) .

Gambar 2.10. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV Sumber : IDAI (2012)

Universitas Sumatera Utara

Tatalaksana syok perlu dilakukan secara agresif dan simultan mulai dari ABC hingga resusitasi cairan untuk meningkatkan preload yang diberikan secara cepat dan kurang dari sepuluh menit. Resusitasi cairan paling baik dilakukan pada tahap syok hipovolemik kompensasi, sehingga mencegah terjadinya syok dekompensasi dan ireversibel. Cairan kristaloid diberikan 10-30ml/kgBB/6-10 menit kemudian lihat tekanan darah apabila tekanan darah masih rendah (hipotensi) ulangi pemberian cairan kristaloid apabila normotensi diberikan tetesan rumatan kemudian dilakukan pemeriksaan urin apabila didapati >1ml/kgBB/jam maka diberikan tetesan rumatan, apabila <1ml/kgBB/jam dan anuri, diulangi pemberian kristaloid kemudian dilakukan pengecekan urin kembali. Pemasangan CVP dilakukan ketika volume yang diberikan lebih dari 50-100ml/kgBB dalam 1-2 jam pertama untuk menilai fungsi miokard. Bila CVP <10mmHg berarti fungsi miokard masih baik dan resusitasi cairan dapat

diteruskan. Bila CVP >10mmHg berarti terdapat disfungsi miokard atau penurunan kontraktilitas ventrikel kanan, peningkatan resistensi vaskular paru (afterload ventrikel kanan) atau syok kardiogenik sehingga diperlukan pemberian obat-obatan resusitasi seperti epinefrin, sodium bikarbonat, dopamin, glukosa, kalsium klorida, atropin, atau dobutamin (Darwis, 2003). 2.1.10Prognosis Prognosis demam dengue berhubungan dengan antibodi yang didapat atau infeksi awal dengan virus yang menyebabkan terjadinya DBD (Halstead, 2011). Keparahan terlihat dari usia, dan infeksi awal terhadap serotipe dengue virus yang lain sehingga dapat

mengakibatkan komplikasi hemorhagik yang parah (Levin & Weinberg, 2009). Prognosis di tentukan juga oleh lamanya penanganan terhadap terjadinya syok pada sindroma syok dengue (SSD). Prognosis baik jika diatasi maksimal 90 menit. Prognosis akan terlihat buruk jika melebihi 90 menit (Citraresmi et al., 2007).

Universitas Sumatera Utara

2.1.11Komplikasi Pada umumnya infeksi primer dapat sembuh sendiri dan tidak