• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN

6.2. Pembahasan Hasil Penelitian

6.2.1. Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

Menurut BKKBN (2011), alat kontrasepsi yang termasuk MKJP adalah MOW, MOP, AKDR, serta implan atau yang dikenal dengan susuk KB. Sementara pada Puskesmas Kecamatan Kalideres, pelayanan MKJP terbatas pada AKDR dan implan atau susuk.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa hanya sebagian kecil (12.2%) akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kalideres yang menggunakan kontrasepsi MKJP. Hal ini sesuai dengan hasil studi pendahuluan melalui data sekunder yang menunjukkan bahwa proporsi akseptor KB non MKJP di Puskesmas Kecamatan Kalideres adalah 17.66%. Artinya, proporsi pengguna MKJP masih jauh dari target sebesar 27.5%. Melalui hasil tersebut,

jika tidak ada peningkatan pengguna MKJP maka dapat diperkirakan bahwa Kecamatan Kalideres tetap menjadi kecamatan dengan bayi lahir hidup terbesar di Kota Administrasi Jakarta Barat.

Saat ini, jumlah penduduk Kecamatan Kalideres adalah 406.273 jiwa dengan kepadatan sebesar 13.350 penduduk/ km2. Jika bayi lahir hidup tetap berada dalam jumlah yang cukup tinggi, tentunya kepadatan penduduk akan terus bertambah dan berpotensi menimbulkan permasalahan kesehatan.

6.2.2. Faktor Predisposisi a. Pengetahuan

Pengetahuan tentang pengendalian kelahiran dan keluarga berencana merupakan prasyarat dari penggunaan metode kontrasepsi yang tepat dengan cara yang efektif dan efisien (BPS, etc, 2012). Melalui pengetahuan yang baik tentang kontrasepsi, tentu dapat memberikan peluang untuk dapat memilih kontrasepsi dengan baik dan benar sesuai dengan tujuan ber KB (Asih dan Hadriah, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh (55.6%) akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kalideres tahun 2015 memiliki pengetahuan MKJP yang kurang baik. Pada analisa bivariat diperoleh informasi bahwa dari 50 akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kalideres yang memiliki

pengetahuan kurang baik, 86% diantaranya menggunakan menggunakan non MKJP.

Hasil uji statistik, diketahui p value = 0.749, artinya pada ∝

= 5% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan akseptor KB dengan penggunaan MKJP. Diketahui nilai OR sebesar 0.683 yang artinya akseptor KB yang berpengetahuan kurang baik memiliki kecenderungan untuk menggunakan non MKJP sebesar 0.683 kali lebih besar dibandingkan dengan akseptor yang memiliki pengetahuan baik.

Pengetahuan akseptor KB terkait MKJP tergolong kurang baik. Pengetahuan tergolong kurang baik apabila responden dapat menjawab dengan benar minimal 17 pertanyaan. Pada kelompok MKJP maupun non MKJP, terdapat kesamaan yaitu lebih banyak akseptor yang memiliki pengetahuan kurang dibandingkan pengetahuan yang baik. Pengetahuan yang kurang baik ini terlihat dari jawaban responden yang meliputi: responden lebih banyak mengetahui alat kontrasepsi seperti suntik dan pil, sementara alat kontrasepsi yang lain kurang diketahui. Pada tujuan kontrasepsi, hampir seluruh responden menjawab bahwa kontrasepsi bertujuan untuk menunda kehamilan. Sementara hanya sebagian responden yang menjawab bahwa kontrasepsi bertujuan untuk menjarangkan kehamilan dan meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga.

Tidak sampai separuh responden yang mengetahui bahwa AKDR dimasukkan ke dalam rahim yang terbuat dari tembaga dan hanya boleh dipasangkan oleh dokter atau bidan terlatih. Selain itu hanya sebagian kecil (30.0%) responden yang mengetahui bahwa AKDR dipasangkan di dalam rahim. Namun hampir seluruh responden (73.3%) mengetahui bahwa susuk KB dipasangkan di lengan. Jika disimpulkan, pengetahuan akseptor KB sudah tergolong baik pada pertanyaan seputar tujuan KB. Sementara pada pertanyaan terkait MKJP masih tergolong kurang baik. Dengan demikian, perlu adanya peningkatan pengetahuan akseptor KB terkait alat kontrasepsi MKJP.

Diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik, lebih banyak yang menggunakan non MKJP. Namun demikian, responden dengan pengetahuan kurang baik pun lebih banyak yang menggunakan non MKJP. Hasil tersebut yang diperkirakan menjadi alasan tidak adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan penggunaan MKJP.

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa pengetahuan yang baik belum tentu membuat seseorang menggunakan kontrasepsi sesuai dengan pengetahuannya, begitupun seseorang yang memiliki pengetahuan yang kurang baik, tidak menghalangi dirinya untuk menggunakan MKJP. Hal ini menunjukkan bahwa ada variabel lain yang mempengaruhi penggunaan MKJP.

Melalui penelitian yang dilakukan oleh Verawaty (2013) diketahui bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan pemilihan MKJP. Pengetahuan responden yang baik ataupun kurang tentang MKJP tidak mempengaruhi mereka dalam memilih metode atau alat kontrasepsi yang akan digunakan dalam hal ini MKJP. Mereka memiliki keleluasaan atau kebebasan pilihan dengan mempertimbangkan hal-hal seperti kecocokan, pilihan efektif atau tidaknya, kenyamanan dan keamanan dari efek samping alat kontrasepsi, juga dalam memilih tempat pelayanan yang sesuai dan lengkap.

Menurut Green (1980) beberapa macam pengetahuan kesehatan mungkin dibutuhkan sebelum terjadinya suatu perilaku kesehatan pribadi. Akan tetapi, perilaku sehat mungkin tidak terjadi kecuali jika seseorang menerima isyarat yang cukup kuat untuk memotivasi dirinya untuk bertindak sesuai dengan pengetahuannya.

Meskipun tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan MKJP, namun diketahui bahwa lebih banyak akseptor yang memiliki pengetahuan kurang dibandingkan akseptor yang memiliki pengetahuan baik. Dalam upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai MKJP agar mempermudah dalam pemilihan alat/ cara kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya, maka perlu diadakan kegiatan lintas sektor terkait sosialisasi MKJP.

b. Kepercayaan

Kepercayaan adalah sebuah keyakinan bahwa suatu fenomena atau suatu objek adalah benar atau nyata. Ketika seseorang percaya bahwa suatu perilaku kesehatan akan bermanfaat bagi dirinya, hal tersebut akan meningkatkan motivasi untuk melakukan perilaku kesehatan tersebut sehingga kemungkinan untuk dilakukannya perilaku kesehatan semakin besar (Green, 1980). Analisa univariat menunjukkan sebagian besar akseptor KB (57.8%) di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kalideres memiliki kepercayaan negatif terkait MKJP. Kepercayaan ini terkait mitos yang berkembang dalam masyarakat terkait efek samping dari penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang. Mitos yang dimaksud adalah batang IUD yang dapat menempel di kepala bayi ketika bayi lahir, serta IUD dan implan/ susuk yang dapat berpindah setelah dipasangkan.

Berdasarkan analisis bivariat, diketahui akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kalideres yang merupakan pengguna non MKJP lebih banyak yang memiliki kepercayaan negatif (96.2%) dibandingkan kepercayaan positif (3.8%). Uji statistik menghasilkan p value 0.007 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepercayaan akseptor KB dengan penggunaan MKJP. Selain itu diketahui nilai OR sebesar 7.759 yang artinya akseptor KB dengan kepercayaan negatif memiliki kecenderungan 7.759 kali lebih besar untuk

menggunakan non MKJP dibandingkan dengan akseptor dengan kepercayaan positif.

Kepercayaan tergolong positif jika skor kepercayaan lebih dari 9. Sebagian besar responden mempercayai bahwa alat kontrasepsi yang digunakannya sesuai dengan tujuan kontrasepsi yaitu dapat menunda kehamilan, menjarangkan kehamilan, serta meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga. Namun pada pernyataan terkait mitos pada alat kontrasepsi, kurang dari separuh responden yang tidak percaya dengan mitos terkait alat kontrasepsi. 44% responden yang tidak percaya bahwa batang IUD dapat menempel di kepala bayi saat bayi lahir. Sebagian kecil (28.9%) responden yang tidak percaya bahwa batang IUD dapat berpindah tempat. Serta 33.3% reponden yang tidak percaya bahwa implan/ susuk dapat berpindah tempat.

Responden yang memiliki kepercayaan negatif, lebih banyak menggunakan non MKJP. Sementara responden yang memiliki kepercayaan positif, lebih banyak yang menggunakan MKJP. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin seseorang percaya terhadap mitos mengenai alat kontrasepsi yang termasuk MKJP, maka semakin memiliki kecenderungan untuk menggunakan alat kontrasepsi non MKJP.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Yanti, dkk (2012) diketahui ada hubungan kepercayaan dengan penggunaan kontrasepsi IUD. Hal tersebut disebabkan karena masih banyak

masyarakat yang memiliki kepercayaan negatif terkait penggunaan IUD. Kepercayaan yang negatif mengenai penggunaan IUD dikarenakan masyarakat masih memegang teguh adat istiadat dari suku mereka, petuah orang tua dan juga faktor agama.

Kontrasepsi modern merupakan suatu alat yang dimasukkan atau dipasangkan ke dalam tubuh manusia, yang terkadang akan menimbulkan efek yang berbeda pada masing-masing individu. Cerita mengenai efek samping alat kontrasepsi kemudian menyebar dalam masyarakat tanpa diketahui kebenarannya. Hal tersebut menjadi sebuah keyakinan yang melekat sehingga membuat masyarakat takut atau enggan menggunakan alat kontrasepsi yang termasuk MKJP. Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden memiliki kepercayaan negatif terkait MKJP, sementara responden pengguna MKJP sebagian besar memiliki kepercayaan positif. Berdasarkan hal tersebut maka tenaga kesehatan, kader kesehatan, petugas penyuluh KB serta pihak lain yang terkait memiliki tugas untuk melakukan edukasi khususnya mengenai mitos dan fakta seputar alat kontrasepsi yang termasuk MKJP. Media memiliki peranan penting dalam mensosialisasikan keluarga berencana. Oleh karena itu, perlu dibuat media khusus untuk sosialisasi terkait mitos dan fakta seputar MKJP. Media tersebut dapat berupa video,

karena melalui video, dapat memberikan pengetahuan melalui gambar dan suara.

c. Sikap

Menurut Green (1981), konsep kunci dalam sikap ada dua yaitu (1) sikap merupakan sesuatu perasaan cukup konstan yang langsung terhadap suatu objek (seseorang, perilaku, situasi, atau ide); dan (2) yang melekat pada struktur sebuah sikap adalah evaluasi, dan dimensi baik – buruk. Dalam kaitannya dengan kontrasepsi, menurut Purba (2008) sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Seperti sikap setuju atau tidaknya mereka terhadap informasi alat kontrasepsi dan KB, pengertian alat kontrasepsi dan manfaatnya, serta hal lain yang berkaitan dengan kontrasepsi.

Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kalideres menunjukkan bahwa separuh akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kalideres memiliki sikap positif terhadap penggunaan MKJP, dan separuh lainnya memiliki sikap negatif. Pada variabel ini diberikan pertanyaan terkait manfaat dan akibat yang ditimbulkan dari penggunaan kontrasepsi. Pada analisa bivariat, dapat diketahui pengguna non MKJP di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kalideres lebih banyak yang memiliki sikap negatif (88.9%) terhadap penggunaan MKJP

dibandingkan yang memiliki sikap positif (11.1%). Uji statistik menunjukkan p value = 1. Dengan demikian tidak diperoleh adanya hubungan yang signifikan antara sikap akseptor KB dengan penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kalideres. Diketahui nilai OR sebesar 1.231 yang artinya akseptor KB dengan sikap negatif memiliki kecenderungan 1.231 kali lebih besar untuk menggunakan non MKJP dibandingkan dengan akseptor KB dengan kepercayaan positif.

Sikap tergolong positif jika skor sikap lebih dari 12.5. Dari tiga pernyataan terkait prinsip dasar penggunaan kontrasepsi, lebih dari separuh responden kurang setuju atas pernyataan tersebut. Pada pertanyaan terkait efek samping IUD, dua pernyataan lebih banyak yang menjawab kurang setuju, sedangkan dua pernyataan lainnya lebih banyak yang menjawab setuju. Sementara pada pernyataan terkait efek samping implan/ susuk, responden lebih banyak yang menjawab kurang setuju. Hal tersebut membuat jumlah responden yang memiliki sikap positif dan negatif seimbang.

Jumlah pengguna non MKJP yang bersikap positif hampir sama dengan yang bersikap negatif, meskipun lebih banyak responden bersikap negatif yang menggunakan MKJP. Demikian halnya pada pengguna MKJP. Jumlah responden yang bersikap negatif hampir sama dengan responden yang bersikap positif. Namun pada pengguna MKJP, lebih banyak yang memiliki sikap

positif. Sedikit perbedaan pada sikap masing masing pengguna metode kontrasepsi dapat menjadikan alasan tidak adanya hubungan antara sikap dengan penggunaan MKJP.

Penelitian yang dilakukan oleh Verawaty (2013) diketahui bahwa tidak ada perbedaan antara responden yang bersikap positif dan responden yang bersikap negatif terhadap penggunaan MKJP. Artinya, walaupun responden memberi penilaian baik terhadap manfaat dan efek samping dari penggunaan MKJP, hal tersebut tidak akan mempengaruhi keputusannya dalam menggunakan MKJP.

Sikap merupakan suatu perasaan yang melekat pada diri seseorang. Perasaan yang positif, belum tentu diterjemahkan ke dalam suatu perilaku yang positif. Berbagai hal lain dapat mempengaruhi sikap seseorang untuk berperilaku tidak sesuai dengan sikapnya. Pada penelitian ini, belum diketahui kecenderungan masyarakat apakah memiliki sikap positif atau negatif, karena separuh responden memiliki sikap positif dan separuh lainnya bersikap negatif. Meskipun demikian, separuh responden yang memiliki sikap positif terhadap MKJP belum menggunakan MKJP. Hal ini tentunya disebabkan karena ada pertimbangan lain/ faktor lain yang mempengaruhi seseorang untuk tidak memilih kontrasepsi MKJP.

6.2.3. Faktor Pemungkin

a. Keterpaparan Terhadap Informasi MKJP

Program komunikasi, edukasi, dan informasi (KIE) KB di Indonesia merupakan kegiatan penerangan dan sosialisasi program KB melalui berbagai media. Media memiliki peranan penting dalam mensosialisasikan keluarga berencana. Informasi mengenai keterpajanan media penting bagi perencana program untuk menentukan target populasi yang efektif dalam pelaksanan KIE program KB. Baik media cetak (koran/majalah, pamflet, poster) maupun media eletronik (radio dan televisi) digunakan untuk menyebarluaskan pesan KB. Kegiatan KIE untuk acara televisi dilakukan oleh stasiun TV pemerintah dan swasta di pusat dan daerah. KIE untuk radio juga dilakukan melalui stasiun radio pemerintah dan swasta di seluruh wilayah Indonesia (BKKBN, 2012).

Analisa univariat menunjukkan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kalideres yang terpapar informasi MKJP lebih besar (52.2%) dibandingkan dengan yang tidak terpapar informasi MKJP (47.8%). Sementara pada analisa bivariat diketahui bahwa dari 43 akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kalideres yang tidak terpapar informasi, 81.4% diantaranya menggunakan non MKJP. Uji statistik menunjukkan p value sebesar 0.148 sehingga melalui hasil tersebut dapat diketahui tidak ada hubungan yang signifikan antara keterpaparan terhadap

informasi MKJP dengan penggunaan MKJP. Selain itu diperoleh nilai OR sebesar 0.289 yang artinya akseptor KB yang tidak terpapar informasi MKJP memiliki kecenderungan 0.298 kali lebih besar untuk menggunakan non MKJP dibandingkan akseptor KB yang terpapar informasi MKJP.

Pada penelitian ini, responden yang terpapar informasi MKJP adalah mereka yang pernah mendapatkan informasi minimal dari 7 sumber. Diketahui bahwa informasi MKJP terbanyak diperoleh dari bidan/ perawat, namun pengetahuan responden masih tergolong kurang baik. Hal ini dapat disebabkan karena informasi yang diperoleh belum menyeluruh, atau informasi yang diperoleh tidak melekat pada pengetahuan masyarakat. Masih terbatas pada pernah mendapatkan informasi, namun belum sampai meningkatkan pengetahuan maupun perilaku penggunaan MKJP.

Selain itu, diketahui jumlah pengguna MKJP lebih banyak yang tidak terpapar informasi MKJP. Sementara pada pengguna non MKJP, lebih banyak yang terpapar informasi MKJP. Hasil tersebut diduga menjadi alasan tidak adanya hubungan antara keterpaparan informasi MKJP dengan penggunaan MKJP.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aryanti (2014) menyatakan tidak ada hubungan informasi KB dengan penggunaan kontrasepsi. Menurut Aryanti, tidak adanya hubungan tersebut disebabkan karena jumlah petugas lapangan KB tidak sebanding dengan akseptor KB yang ada di Desa tersebut. Selain itu

responden telah mendapatkan informasi MKJP dari sumber lain walaupun informasi yang diterima tidak lengkap dan akurat.

Dalam penelitian Christiani, dkk (2014) meskipun sosialisasi tentang program KB telah dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti kegiatan posyandu, pengajian, maupun metode jemput bola serta obrolan santai, tetap saja penggunaan MKJP belum mencapai target yang diharapkan. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh pelaksanaan sosialisasi yang belum terlaksana secara maksimal karena acara tersebut masih tergabung dengan acara lain sehingga masyarakat belum betul-betul memahami tentang program KB khususnya MKJP.

Tidak adanya hubungan antara keterpaparan informasi dengan penggunaan MKJP dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh informasi MKJP yang beredar di masyarakat lebih banyak mengenai kontrasepsi secara umum yang belum banyak membahas kontrasepsi jangka panjang. Seperti dalam hasil analisa univariat pada variabel pengetahuan yang menunjukkan bahwa lebih dari separuh akseptor KB memiliki pengetahuan yang kurang mengenai MKJP. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya penyebaran informasi yang lebih luas kepada masyarakat mengenai MKJP, terutama terkait klarifikasi informasi yang salah mengenai MKJP.

b. Keterampilan Terkait Kontrasepsi

Keterampilan adalah kemampuan seseorang dalam menerapkan pengetahuan kedalam bentuk tindakan. Keterampilan seorang karyawan diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Pelatihan dapat memberikan pegawai lama maupun pegawai baru sebuah keterampilan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan (Sirait, 2006).

Berdasarkan analisa univariat diketahui sebagian besar (52.2%) akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kalideres menganggap tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kontrasepsi memiliki keterampilan yang baik. Sementara pada analisa bivariat diketahui dari 43 akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kalideres yang menganggap tenaga kesehatan tidak memiliki keterampilan terkait kontrasepsi, seluruhnya (100%) menggunakan non MKJP. Hasil uji statistik menunjukkan p value sebesar 0.002 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan terkait kontrasepsi berhubungan dengan penggunaan MKJP.

Keterampilan terkait kontrasepsi yang baik jika responden memiliki skor minimal 5 pada variabel ini. Sebagian besar responden ditanyakan riwayat penyakit dan dijelaskan macam macam alat kontrasepsi sebelum digunakannya suatu alat kontrasepsi. Sementara tidak sampai separuh responden yang dijelaskan efek samping kontrasepsi dan diberikan lembar

persetujuan sebelum digunakannya alat kontrasepsi. Seluruh pengguna MKJP menjawab bahwa tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan memiliki keterampilan yang baik. Sementara pada pengguna non MKJP, lebih banyak yang menganggap bahwa tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kurang terampil. Semakin terampil tenaga kesehatan akan membuat akseptor KB menggunakan MKJP. Hal tersebut yang menjadikan alasan adanya hubungan antara keterampilan tenaga kesehatan dengan penggunaan MKJP.

Petugas kesehatan merupakan komponen penting dalam pelaksanaan suatu layanan kesehatan. Oleh karena itu keterampilan petugas kesehatan merupakan faktor pemungkin yang mempengaruhi pemanfaatan suatu pelayanan kesehatan (Syahrir, 2014). Penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang merupakan metode yang dalam pemasangannya membutuhkan tindakan medis. Tentunya dalam hal ini dibutuhkan tenaga kesehatan yang terampil. Dengan adanya tenaga medis yang terampil, hal tersebut membuat seseorang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang.

6.2.4. Faktor Penguat a. Dukungan Suami

Menurut BKKBN (2000), penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab pria dan wanita sebagai pasangan, sehingga metode kontrasepsi yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta

keinginan suami dan istri. Suami dan istri harus saling mendukung dalam penggunaan metode kontrasepsi karena keluarga berencana bukan hanya urusan pria atau wanita saja.

Dukungan suami diartikan sebagai sikap/ tindakan suami terhadap alat/ metode kontrasepsi yang digunakan istrinya. Termasuk saran suami mengenai alat/ metode kontrasepsi apa yang sebaiknya digunakan oleh istri. Berdasarkan analisis univariat diketahui hampir seluruh suami akseptor KB (94.4%) di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kalideres mendukung istrinya untuk menggunakan alat kontrasepsi. Sementara pada analisis bivariat, diketahui bahwa dari 5 akseptor KB yang kurang mendapat dukungan dari suami, seluruhnya (100%) menggunakan non MKJP. Pada uji statistik diperoleh p value 1 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan suami dengan penggunaan MKJP.

Pada penelitian ini diketahui bahwa hampir seluruh suami menyetujui alat kontrasepsi yang digunakan istrinya. Seluruh istri yang menggunakan MKJP diberikan dukungan yang baik oleh suami. Responden yang menggunakan non MKJP pun sebagian besar memiliki dukungan yang baik dari suami. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa suami memberi kebebasan dan dukungan kepada istri untuk menggunakan alat kontrasepsi sesuai dengan keinginan istri. Kategori dukungan baik adalah jika suami setuju,

suami mendukung, serta kontrasepsi yang disarankan suami sama dengan yang digunakan oleh istri.

Pada pengguna MKJP, seluruh responden memiliki dukungan yang baik dari suami, sementara meskipun dukungan suami baik, sebagian responden lainnya lebih memilih untuk menggunakan non MKJP. Dukungan yang baik namun belum membuat akseptor KB menggunakan MKJP diduga membuat tidak adanya hubungan antara dukungan suami dengan penggunaan MKJP.

Selain itu, dukungan yang baik namun belum membuat akseptor KB menggunakan MKJP menunjukkan kesetaraan gender yang meningkatkan peran istri pada pengambilan keputusan dalam keluarga. Menurut instruksi Presiden No. 9 Tahun 2008, gender adalah konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan masyarakat. Sementara yang dimaksud dengan kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Syafrina, dan Thobagus (2008) diketahui ada dukungan positif antara persepsi kesetaraan gender pada laki-laki dengan keterlibatan istri pada pengambilan

keputusan publik dalam rumah tangga. Semakin positif persepsi kesetaraan gender pada laki-laki akan diikuti pula dengan tingginya keterlibatan istri pada pengambilan keputusan publik dalam rumah tangga. Menurutnya, di dalam rumah tangga, pembagian peran antara suami dan istri mempengaruhi keterlibatan istri pada pengambilan keputusan publik. Persepsi kesetaraan gender pada laki-laki dapat diwujudkan dengan memberikan persamaan kesempatan sehingga istri mempunyai peran yang sama dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga.

Dapat disimpulkan bahwa dukungan suami yang baik belum tentu membuat seorang istri menggunakan MKJP. Dengan adanya kesetaraan gender pada pengambilan keputusan dalam keluarga, maka istri memiliki wewenang untuk memutuskan alat kontrasepsi apa yang akan digunakan.

b. Dukungan Teman

Dukungan sosial mengacu kepada suatu dukungan yang

Dokumen terkait