• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENELITIAN

4.3. PEMBAHASAN PENELITIAN

Pada penelitian ini seluruh subyek penelitian berjumlah 32 orang, terdiri atas dua kelompok yaitu 16 orang kelompok yang mendapatkan perlakuan dan 16 orang kelompok kontrol. Keseluruhan subyek mengikuti penelitian sampai selesai. Pada kedua kelompok penelitian semuanya laki-laki. Sesuai dengan penelitian Yunus dkk. Di RSUP Persahabatan mendapatkan laki-laki (86,2%) dibanding perempuan (13,6%).41 Penelitian Riyadi dkk mendapatkan pasien PPOK laki-laki (92,8%) dibanding perempuan (7,2%),42 dan penelitian Amira dkk mendapatkan pasien PPOK keseluruhannya laki-laki (100%).43 Berdasarkan ini dapat digambarkan bahwa pasien PPOK lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Sebaran subyek menurut rerata umur antara kelompok perlakuan 64,94 (SD 7,938) dan kelompok kontrol 66 (SD 7,367), hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,687).

Hal ini sesuai dengan penelitian Wihastuti dkk mendapatkan rerata usia penderita PPOK adalah 65,4 dan penelitian Abidin dkk yang mendapatkan rerata usia penderita PPOK 66,2 dan Amira dkk mendapatkan umur 67,44.44 Perubahan faal paru terjadi secara perlahan-lahan sesuai dengan pertambahan usia. Sekitar usia diatas 30 tahun seseorang mulai berkurang fungsi parunya sekitar 25-30 ml pertahunnya dari nilai VEP1 dan seorang perokok akan mengalami penurunan yang lebih cepat yaitu sekitar

125 ml pertahunnya. Karena paru mempunyai cadangan yang cukup sejumlah bagian paru tidak berfungsi sebelum gejala muncul. Hal ini dapat terjadi hingga 30 tahun lamanya dan setelah paru mengalami kerusakan yang luas baru gejala akan muncul.45 Menurut laporan survey di Inggris tentang kunjungan berobat penderita PPOK meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Angka konsultasi per 10.000 populasi naik dari 417 paa umur 45-64 menjadi 866 pada umur 65-74 dan meningkat menjadi 1032 pada umur 75-84.46

Sebaran subjek penelitian berdasarkan suku, didapati hasil penderita PPOK terbanyak adalah suku jawa yaitu dari kelompok perlakuan 14 orang (87,5%) dan kontrol sebanyak 9 orang (56,25%). Hal ini sesuai dengan penelitian Nuryunita dkk (2006) di tempat yang sama, didapati hasil penderita PPOK terbanyak berasal dari suku jawa sebesar 70%.47

Sebaran subjek penelitian berdasarkan pendidikan didapati hasil penderita PPOK terbanyak memiliki pendidikan SD (81,25%), sedangkan penelitian Amira dkk mendapatkan hasil penderita PPOK di BP4 RS Pirngadi terbanyak memiliki pendidikan SMA (56,25%).43 Lama menderita PPOK pada kelompok perlakuan

adalah 8,44 tahun dan kontrol adalah 7, 75 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian Nuryunita dkk mendapatkan hasil lama penderita PPOK terbanyak lebih dari 5 tahun.47

Sebaran subyek penelitian berdasarkan derajat PPOK, hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p=0,719). Klassifikasi derajat sangat berat pada kelompok perlakuan (62,5%) dan kelompok kontrol (56,25) merupakan peserta penelitian terbanyak. Derajat PPOK yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan GOLD 2008. Sebaran subyek penelitian berdasarkan IMT 19,86 (SD 3,84) sedangkan pada kelompok kontrol 22,04 (SD 4,17), hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p=0,135). Rerata IMT pada kelompok perlakuan dan kontrol pada penelitian ini masih dalam batas normal. Riyadi dkk mendapatkan IMT pada penderita PPOK sebesar 19,7 pada kelompok perlakuan dan 20,2 pada kelompok kontrol dan Abidin dkk mendapatkan rerata IMT pada penderita PPOK sebesar 20,4.42

Pada penelitian ini semua penderita PPOK memiliki riwayat merokok, 16 orang dari kelompok perlakuan sudah berhenti merokok dan 3 orang dari kontrol yang masih merokok. Nilai rerata Indeks Briksman dari kelompok perlakuan adalah 510,38 dan kontrol adalah 600,44. Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan PPOK. 90% penderita PPOK adalah perokok atau bekas perokok. Merokok dapat menyebabkan terjadinya PPOK anatara lain melalui mengurangi fungsi maksimum

paru yang dapat dicapai, menyebabkan percepatan awal terjadinya penurunan faal paru dan menyebabkan makin cepatnya penurunan faal paru.3

Nilai VEP1 sebelum penelitian pada kelompok perlakuan dan kontrol tidak

terdapat perbedaan yang bermakna. Pada kelompok perlakuan setelah penelitian didapatkan peningkatan nilai VEP1 namun secara statistik tidak terdapat perbedaan

yang bermakna (p=0,239) sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan penurunan nilai VEP1 namun secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,17).

Nilai VEP1 pada PPOK mengalami penurunan sekitar 50 ml/tahun.45

Paltiel dkk melakukan penelitian pada 32 pasien PPOK mendapatkan hasil tidak ada perbedaan yang bermakna dalam VEP1.48 Belman dkk juga melaporkan

hasil yang tidak berbeda bermakna dalam VEP1 terhadap pasien PPOK yang

mendapatkan latihan pernafasan.49 Wouters menjelaskan tentang 3 tipe otot penderita PPOK yaitu myosin heavy chain-1 (MHC-1), MHC-2A dan MHC-2B. Tipe otot MHC-2B terdapt paling banyak pada PPOK daripada kedua tipe otot yang lain. Pada penelitian itu didapatkan korelasi yang tidak bermakna antara MHC-2B dengan nilai VEP1 (p=0,38) dan korelasi yang bermakna antara MHC-2A dengan VEP1

(p=0,05).50Sarmiento dkk melakukan penelitian terhadp 14 pasien PPOK dengan melakukan latihan pernafasan 30 menit tiap hari selama 5 minggu didapati peningkatan serat otot tipe I (MHC-1) sebanyak 38% dan peningkatan serat otot ttipe II (MHC-2) sebanyak 21%. Hal ini yang menyebabkan latihan pernafasan tidak akan terjadi perubahan VEP1 yang bermakna. 32

Nilai KVP sebelum penelitian pada kelompok perlakuan dan kontrol tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Pada kelompok perlakuan setelah penelitian didapatkan peningkatan nilai KVP 485 ml sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan penurunan KVP 8,75 ml dan secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,03). Guell dkk meneliti tentang manfaat rehabilitasi paru dengan salah satu komponen latihannya adalah latihan pernafasan didapati hasil peningkatan KVP secara bermakna dan perubahan VEP1 yang tidak bermakna. Guell dkk

mengatakan latihan pernafasan akan menyebabkan peningkatan fleksibiliti dinding dada dan kekuatan otot-otot pernafasan. KVP tergantung atas kekuatan otot-otot pernafasan sedangkan VEP1 tidak, hal ini lah menyebabkan latihan pernafasan dapat

meningkatkan nilai KVP sedangkan VEP1 tidak berubah.51 Ries dkk. Meneliti

penderita PPOK yang mendapat program latihan pernafasan didapatkan hasil perbaikan volume residu (VR), kapasitas paru total (KPT), kapasitas residu fungsional (KRF) dan KVP sedangkan VEP1 tidak terjadi perbaikan. Hal ini

disebabkan pada program latihan tersebut akan menyebabkan perbaikan otot-otot ventilasi sehingga dapat mengurangi hiperinflasi paru.52

Mekanisme sesak nafas pada PPOK oleh karena kebutuhan ventilasi yang meningkat akibat peningkatan ruang rugi fisiologi, hipoksia, hiperkapnia, onset awal asidosis laktat, penekanan pergerakan saluran nafas, hiperinflasi, kelemahan otot nafas dan kelemahan otot ekstremitas oleh karena efek sistemik, deconditioning dan nutrisi yang buruk.21

Dua tujuan untuk mengukur sesak nafas adalah untuk membedakan pasien sesak nafas yang lebih ringan dan sesak nafas yang lebih berat dan untuk mengevaluasi perubahan sesak nafas setelah pemberian pengobatan.21 Pada Penelitian ini untuk mengukur derajat sesak nafas adalah dengan skala MRC (Medical Resecarch Council), skala ini terdiri atas 5 poin. Perubahan derajat sesak nafas pada penelitian ini didapati hasil pada kelompok perlakuan didapati penurunan derajat sesak nafas 1 skala dan kelompok kontrol didapati penurunan 0,18, hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,02).

Lisboa dkk melakukan penelitian pada 20 pasien PPOK dengan melakukan latihan pernafasan selama 30 menit selama 10 minggu mendapatkan hasil dapat mengurangi sesak nafas dibandingkan kontrol.9 Sanchez-Riera dkk melakukan penelitian pada 20 pasien PPOK dengan melakukan latihan pernafasan selama 15 menit 2x sehari selama 24 minggu didapati hasil perbaikan dalam sesak nafas tapi tidak signifikan bermakna dibandingkan kontrol.10 Harver dkk melakukan penelitan pada 20 pasien PPOK dengan melakukan latihan pernafasan 15 menit 2x sehari selama 8 minggu didapati hasil perbaikan dalam sesak nafas dan berbeda bermakna dibandingkan kontrol.53

Ortega dkk melakukan latihan pernafasan untuk melihat manfaat strength,

endurance training. Strength training adalah latihan dengan berbagai cara untuk menguatkan otot-otot pernafasan sedangkan endurance adalah latihan yang menetap pada satu cara tertentu. Kombinasi dari manfaat tersebut akan memperbaiki ventilasi, mengurangi volume akhir ekspirasi dan sesak nafas.53 Mota dkk melakukan penelitian

latihan pernafasan pada 16 pasien PPOK dalam waktu yang singkat (5 minggu) di dapati hasil tidak ada perubahan dalam faal paru diantara dua kelompok, peningkatan uji jalan 6 menit sebesar 13% pada kelompok perlakuan dan tidak ada perubahan dalam kelompok kontrol dan pengurangan derajat sesak nafas pada kelompok perlakuan (3±1 vs 2±1, p<0.01) tetapi tidak pada kelompok kontrol (2±2 vs 2±1). Menurut Mota dkk latihan pernafasan dapat mengurangi sesak nafas karena dapat mengurangi hiperinflasi melalui 2 cara, yaitu memodifikasi keseimbangan antara paru dan dinding dada (meningkatkan otot inspirasi dan mengangkat diafragma untuk mengurangi volume udara yang terperangkap di rongga dada) dan meningkatkan aktivitas otot ekspirasi untuk mengkompensasi aktivitas otot inspirasi.54

Kapasitas fungsional adalah kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penilaian obyektif kapasitas fungsional pada penelitian ini dilakukan dengan uji jalan 6 menit. Perubahan jarak jalan setelah penelitian pada kelompok perlakuan didapatkan peningkatan 48,75 m dan kelompok kontrol didapati penurunan 4,37 m, hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,001).

Weiner dkk melakukan latihan pernafasan pada pasien PPOK diperoleh hasil peningkatan jarak jalan 6 menit sebanyak 69 m pada kelompok perlakuan dan penurunan 10 m pada kontrol,48 Beckerman dkk mendapatkan peningkatan 72 m pada kelompok perlakuan dan penurunan 16 m pada kontrol56 dan Hill dkk mendapatkan peningkatan 28 m dan kelompok kontrol tidak berubah.57

Mota dkk menyatakan bahwa pada latihan pernafasan dapat mengurangi kebutuhan oksigen yang ditandai selama latihan pernafasan diamati bahwa saturasi oksigen, denyut jantung tidak berubah sementara aktivitas semakin meningkat. Hal ini lah yang mendasari bahwa latihan pernafasan dapat meningkatkan kapasitas fungsional penderita PPOK.55 Weiner dkk , mengamati 38 pasien PPOK yang mendapatkan latihan pernafasan dan diamati selama 1 tahun didapati peningkatan kapasitas fungsional, penurunan derajat sesak nafas dan tidak ada perubahan dalam faal paru setelah pengamatan 3 bulan. Terjadi penurunan faal paru pada kelompok kontrol sedangkan pada kelompok perlakuan tidak ada perubahan setelah pengamatan 9 bulan, tidak terjadi perubahan derajat sesak nafas yang bermakna setelah 9 bulan dan tidak ada perubahan uji jalan menit yang bermakna setelah pengamatan 6 bulan.56

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait