• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan di SDN Lemahireng 01 kelas IV A sebagai kelas eksperimen dengan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model Inquiry Learning dan kelas IV B sebagai kelas kontrol dengan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning berjalan lancar sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan di SDIT Permata Bunda kelas IV A sebagai kelas eksperimen dengan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model Inquiry Learning dan kelas IV B sebagai kelas kontrol dengan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning. Disini guru pada kedua kelompok penelitian sudah melaksanakan sintak pembelajaran dengan runtut. Seperti yang tercantum pada bab 1 yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan keefektifan hasil belajar IPA materi Perubahan Lingkungan dalam pembelajaran menggunakan model Inquiry Learning dan Discovery Learning pada siswa kelas IV Gugus Kartika Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Semester II tahun 2014/2015.

Hasil analisis persyaratan kedua kelompok adalah homogen karena nilai sig SDN Lemahireng 01 adalah 0,211 > 0,05, maka didapat kesimpulkan bahwa kedua varian tersebut (kelas eksperimen dan kelas kontrol) homogen, sedangkan nilai sig SDIT Permata Bunda adalah 0,772 > 0,05, maka didapat kesimpulkan bahwa kedua varian tersebut (kelas eksperimen dan kelas kontrol) juga homogen sehingga kelompok tersebut dapat dilakukan untuk penelitian. dari uji normalitas untuk postest SDN Lemahireng 01 kelompok eksperimen nilai dari Asyimp.sig (2tailed) adalah 0,939 > 0,05, maka dapat diambil kesimpulan nilai postest kelompok eksperimen berdistribusi normal.

Untuk postest kelompok kontrol nilai dari Asymp.sig (2tailed) adalah 0,705 > 0,05, maka diambil kesimpulan nilai postest kelompok kontrol berdistribusi normal, sehingga data dari kedua kelompok tersebut berdistribusi normal. Sedangkan uji normalitas untuk postest SDIT Permata Bunda kelompok eksperimen nilai dari Asyimp.sig (2tailed)adalah 0,562 > 0,05, maka dapat diambil kesimpulan nilai postest kelompok eksperimen berdistribusi normal. Untuk postest kelompok kontrol nilai dari Asymp.sig (2tailed) adalah 0,270 > 0,05, maka diambil kesimpulan nilai postest kelompok kontrol berdistribusi normal, sehingga data dari kedua kelompok tersebut berdistribusi normal.

Analisis deskriptif dari skor hasil belajar siswa setelah pembelajaran diketahuilah bahwa nilai tertinggi yang diperoleh di SDN Lemahireng 01 dalam kelompok eksperimen yaitu 88 dan nilai terendahnya 54, dengan rata-rata skor hasil belajar 75,56. Sedangkan nilai tertinggi yang diperoleh pada kelompok kontrol yaitu 85 dan nilai terendahnya adalah 50 dengan rata-rata skor hasil belajar 68,5. Adapun dari 30 siswa kelompok eksperimen terdapat 29 siswa yang tuntas KKM mata pelajaran IPA kelas IV A di SDN Lemahireng 01 dengan persentase 96,67 % dan 1 siswa tidak tuntas KKM dengan persentase 3,33%. Sedangkan pada 30 siswa kelompok kontrol terdapat 21 siswa tuntas KKM mata pelajaran IPA kelas IVB SDN Lemahireng 01 dengan presentase 70 % dan 9 siswa tidak tuntas KKM dengan presentase 30%.

Analisis deskriptif dari skor hasil belajar siswa setelah pembelajaran diketahuilah bahwa nilai tertinggi yang diperoleh di SDIT Permata Bunda dalam kelompok eksperimen yaitu 82 dan nilai terendahnya 48, dengan rata-rata skor hasil belajar 65,61. Sedangkan nilai tertinggi yang diperoleh pada kelompok kontrol yaitu 84 dan nilai terendahnya adalah 56 dengan rata-rata skor hasil belajar 73,53. Adapun dari 28 siswa kelompok eksperimen terdapat 16 siswa yang tuntas KKM mata pelajaran IPA kelas IV A di SDIT Permata Bunda dengan persentase 57 % dan 12 siswa tidak tuntas KKM dengan persentase 43%. Sedangkan pada 28 siswa kelompok kontrol terdapat 22 siswa tuntas KKM mata pelajaran IPA kelas IVB SDIT Permata Bunda

dengan presentase 78,57 % dan 6 siswa tidak tuntas KKM dengan presentase 21,43 %.

Analisis berikutnya yaitu uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan kriteria signifikan. probabilitas sig (2tailed) dari uji beda. Uji beda pada skor hasil belajar kedua kelompok penelitian ini dilakukan dengan Independent Sample T Test pada SPSS 18 melalui uji gabungan kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol yaitu melihat probabilitas sig.(2tailed) di SDN Lemahireng 01 dan SDIT Permata Bunda Kelas IV menunjukkan koefesien 0,924. Probabilitas ini lebih dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara dua kelompok penelitian yaitu model inquiry learning dengan model discovery learning di SDN Lemahireng 01 dan SDIT Permata Bunda tetapi ada signifikansi sebesar 0,924 yang menggambarkan data sampel menunjukkan populasi.

Analisis berikutnya yaitu uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan kriteria signifikan. probabilitas sig (2tailed) dari uji beda. Uji beda pada skor hasil belajar kedua kelompok penelitian ini dilakukan dengan Independent Sample T Test pada SPSS 18 melalui uji t gain score kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol yaitu melihat probabilitas sig.(2tailed) di SDN Lemahireng 01 dan SDIT Permata Bunda Kelas IV menunjukkan koefesien 0,348. Probabilitas ini lebih dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa melalui gain score tidak ada perbedaan antara dua kelompok penelitian yaitu model inquiry learning dengan model discovery learning di SDN Lemahireng 01 dan SDIT Permata Bunda tetapi ada signifikansi sebesar 0,935 yang menggambarkan data sampel menunjukkan populasi.

Hasil uji beda dan hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua kelompok penelitian terhadap hasil postest tetapi ada signifikansi yang menggambarkan data sampel menunjukkan populasi sebesar 0,924 dan melalui uji t gain score hasil uji beda dan hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua kelompok penelitian terhadap hasil gain score tetapi ada signifikansi yang menggambarkan data sampel menunjukkan populasi sebesar 0,935 sejalan dengan adanya

perbedaan rata-rata antara kedua kelompok penelitian dan jumlah siswa yang tidak tuntas KKM. Dari rata-rata skor hasil belajar, siswa pada kelompok eksperimen berhasil memperoleh rata-rata skor hasil belajar lebih tinggi dibandingkan rata-rata pada kelompok kontrol di SDN Lemahireng 01 sedangkan siswa di SDIT Permata Bunda pada kelompok kontrol berhasil memperoleh rata-rata skor hasil belajar lebih tinggi dibandingkan rata-rata pada kelompok eksperimen. Berdasarkan jumlah siswa yang tuntas KKM, siswa di SDN Lemahireng 01 pada kelompok eksperimen mempunyai jumlah prosentase yang lebih besar dari pada kelompok kontrol, sedangkan di SDIT Permata Bunda jumlah siswa yang tuntas KKM lebih besar yang kelompok kontrol dari pada kelompok eksperimen. Maka uji beda yang dilakukan semakin memperkuat hasil penelitian ini yang menyatakan tidak ada perbedaan antara dua kelompok penelitian terhadap hasil belajar tetapi ada signifikansi yang menggambarkan data sampel menunjukkan populasi.

Hasil belajar yang diperoleh di SDN Lemahireng 01 kelompok eksperimen dengan perlakuan menggunakan model Inquiry Learning dinyatakan lebih unggul dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mendapat perlakuan dengan menggunakan model Discovery Learning. Sedangkan di SDIT Permata Bunda kelompok kontrol dengan perlakuan menggunakan model Discovery Learning dinyatakan lebih unggul dibandingkan dengan kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan dengan menggunakan model Inquiry Learning. Hal yang menyebabkan model Inquiry Learning di SDN Lemahireng 01 lebih unggul dibandingkan dengan model Discovery Learning karena a) Pembelajaran Inquiry menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran Inquiry ini dianggap lebih bermakna. b) Pembelajaran Inquiry dapat memberikan ruang kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan gaya bekajar mereka. c) Inquiry merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. d) Pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan peserta

didik yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, artinya peserta didik yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh peserta didik yang lemah dalam belajar. e) Model ini juga membuat siswa berperan aktif dalam pembelajaran. f) Menumbuhkan motivasi dari kebermaknaan tujuan, proses, dan keterlibatan dalam belajar. g) Mempertimbangkan berbagai macam pilihan strategi serta memilih strategi yang dianggap paling sesuai untuk mencapai tujuan. h) Menyadari serta melakukan umpan balik secara berkelanjutanmengambangkan pembelajarannya. i) Memperoleh makna serta pengetahuan dan melakukan transfer atau aplikasi pada pemecahan masalah yang dihadapi secara kreatif dan inovatif. j) Berpikir secara refleksi sebagai alat untuk mengembangkan aspek kognitif dan transfer pengetahuan. k) berpartisipasi dalam evaluasi untuk mengembangkan kemajuannya.

Sedangkan Hal yang menyebabkan model Discovery Learning di SDIT Permata Bunda lebih unggul dibandingkan dengan model Inquiry Learning karena model Discovery Learning memiliki beberapa kelebihan antara lain yaitu: a) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya. b) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. c) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. d) Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri. e) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri. f) Model ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. g) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. h) Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tentu atau pasti. i) Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik. j) Membantu dan mengembangkan ingatan dan teransfer kepada situasi proses belajar yang

baru. k) Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. l) Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri. m) Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik. n) Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya. o) Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa. p) Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar. q) Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

Selain memiliki kelebihan, model Inquiry Learning juga memiliki beberapa kelemahan, kelemahan-kelemahan tersebut menurut Hosnan (2014:344) antara lain: a) Jika strategi ini digunakan dalam pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik. b) Pembelajaran Inquiry sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentur dengan kebiasaan peserta didik dalam belajar. c) kadang-kadang dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang panjang sehingga sering pendidik sulit menyesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan. d) selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan peserta didik menguasai materi pelajaran, maka pembelajaran Inquiry ini akan sulit diimplementasikan oleh setiap pendidik.

Sedangkan selain memiliki kelebihan, model Discovery Learning juga memiliki beberapa kelemahan seperti yang di paparkan oleh Kurniasih (2014:67) adalah sebagai berikut: a) Model ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. b) Model ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.c) Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. d) Pengajaran Discovery Learning lebih cocok untuk mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat

perhatian.e) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa. f) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

Dalam model pembelajaran Inquiry Learning ada beberapa sintak yang sangat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran diantara adalah merumuskan masalah, merumuskan masalah merupakan langkah membawa peserta didik pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang peserta didik untuk berpikir memecahkan teka-teki itu. Dikatakan teka-teki dalam rumusan masalah yag ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan peserta didik didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran Inquiry. Oleh sebab itu, melalui proses tersebut, peserta didik akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. Sintak yang selanjutnya adalah merumuskan hipotesis. Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatupermasalahan yang sedang dikaji.sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. dengan demikian, setiap individu yang kurang mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis yang rasional dan logis. Selanjutnya adalah mengumpulkan data, mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran Inquiry, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Karena itu, tugas dan peran pendidik dalam tahapan ini adalah mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong peserta didik untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Sering terjadi kemacetan ber-Inquiry adalah manakala peserta didik tidak apresiatif terhadap pokok permasalahan. Tidak apresiatif itu biasanya ditunjukkan oleh gejala-gejala ketidakgairahan dalam belajar. manakala pendidik menemukan gejala-gejala semacam ini, maka hendaknya pendidik secara terus-menerus memberikan dorongan kepada peserta didik untuk belajar melalui penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara merata kepada seluruh peserta didik sehingga mereka terangsang untuk berpikir. Kemudian adalah menguji hipotesis. Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Dalam menguji hipotesis, yang terpenting adalah mencari tingkat keyakinan peserta didik atas jawaban yang diberikan. Disamping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertangungjawabkan.

Sedangkan dalam model pembelajaran Discovery Learning ada beberapa sintak yang sangat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran diantaranya adalah identifikasi masalah karena disini siswa diberikan suatu masalah yang kemudian dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah). Siswa diberikan kesempatan untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan yang mereka hadapi, tehnik ini sangat berguna dalam membangun peserta didik agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. Sintak yang selanjutnya adalah pengumpulan data dimana siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahapan ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar atau tidaknya hipotesis, dengan demikian siswa diberikan kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, mengamati objek, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

Konsekuensinya dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak sengaja siswa dihubungkan dengan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Selanjutnya adalah mengolah data. Dalam kegiatan ini siswa mengolah data atau informasi yang telah diperoleh lalu ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Yang brfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban atau penyelesaian yang perlu mendapat pembuktikan secara logis. Langkah yang terakhir adalah pembuktian. Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan sebelumnya dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan pengolahan data. Berdasarkan hasil mengolah data dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya kemudian dicek kembali, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

Hasil penelitian ini sesuai dengan kajian yang relevan penelitian yang dilakukan oleh Suyono, (2012) melakukan penelitian dengan judul

“Pengaruh Penggunaan Metode Inquiry Learning dalam Pembelajaran IPA terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Kanjengan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan metode Inquiry Learning dalam pembelajaran IPA terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN Kanjengan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora semester II tahun ajaran 2011/2012. Dapat disimpulkan bahwa terlihat dari hasil perhitungan perbedaan ini dapat dilihat pada hasil uji t-test terlihat hasil F hitung levene test sebesar 0,055 dengan sig 0,815 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua populasi memiliki variance sama atau dengan kata lain kedua kelas homogen. Dengan demikian analisis uji beda t-test harus menggunakan asumsi equal variance assumed. Terlihat bahwa skor t adalah 2.647 dengan probalitas signifikasi 0,011 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang positif dan signifikan untuk pembelajaran dengan

menggunakan model Inquiry Learning dengan pembelajaran konvensional. Perbedaan rata-ratanya berkisar antara 1.87400 sampai 14.19225 dengan perbedaan rata-rata 8.03313.

Selain sesuai dengan penelitian yang dilakukan Suyono penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tutik (2011) dalam

skripsinya yang berjudul “ Pengaruh Pemanfaatan Metode Inquiry Learning Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Siwal 01 Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran

2010/2011”, menyimpulkan bahwa didalam penelitiannya, ada pengaruh

pemanfaatan metode Inquiry Learning terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Siwal 01 yang nampak pada hasil rata-rata kelas eksperimen dari hasil pretest sebesar 71,40, setelah dilakukan treatmen dan siswa diberi tes, rata-rata kelas menjadi 76,20, dengan hitung sebesar 2,451 dan t table sebesar 2,406 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,022. Karena tingkat signifikansi pada T-test lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan yang nyata terhadap prestasi belajar siswa dalam pembelajaran dengan pemanfaatan metode Inquiry Learning dan pembelajaran konvensional. Jadi pemanfaatan metode Inquiry Learning dalam pembelajaran itu berpengaruh terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas V pada semester 2 di SD Negeri Siwal 01 pada semester II tahun ajaran 2010/2011. Di dalam penelitiannya jumlah siswa kelas V ada 15 siswa di kelas eksperimen, 12 siswa di kelas kontrol.

Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwi

(2009) dalam skripsinya yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Model

Pembelajaran Inquiry Learning Dalam Meningkatkan Hasil belajar IPS Tentang Aktivitas Ekonomi Melalui Pengembangan Asesmen Pembelajaran Bagi Siswa Kelas IV SD Negeri Mudal Mojotengah Wonosobo Semester II

tahun 2009/2010”, menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran

Inquiry Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV, hal tersebut nampak pada: jumlah siswa yang tuntas dalam pembelajaran yang tidak menggunakan metode Inquiry Learning sebesar 50%, yang

menggunakan metode Inquiry Learning pada siklus I sebesar 86,36 % dan pada siklus II sebesar 100 %, yakni peningkatan ketuntasan terjadi sebesar 36,36 % dan 13,64 %. Di dalam penelitian ini ada 22 siswa, 13 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan.

Penelitian ini juga sesuai dengan yang dilakukan oleh Kusumaningtyas

(2010) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Inquiry Terpimpin Melalui Metode Eksperimen Dan Demonstrasi Terhadap Motivasi Belajar Siswa Mata Pelajaran IPA Kelas V Sekolah Dasar” menyimpulkan bahwa perubahan skor motivasi belajar siswa pada saat pretest menuju posttest pada kedua kelompok eksperimen adalah berbeda secara signifikan. Pembelajaran menggunakan pendekatan inquiry terpimpin melalui metode eksperimen meningkatkan motivasi belajar sebesar 88.6%. pembelajaran menggunakan pendekatan inquiry terpimpin melalui metode demonstrasi meningkatkan motivasi belajar sebesar 77,8%. Hasil di atas menunjukkan bahwa pendekatan inquiry terpimpin efektif meningkatkan motivasi belajar pada kedua kelompok ekperimen.

Selain sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kusumaningtyas penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Laksmi, Javid Nama Ayu (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh

Implementasi Metode Discovery Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V

SDN Gendongan 01 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012”, hasil

penelitian menunjukkan bahwa pada uji perbedaan rata-rata dengan Independent-Samples T Test didapat nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu sebesar 2,154 dengan t tabel sebesar 2,004 maka ada perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan melihat signifikansi, pada hasil uji t adalah 0,036 atau lebih kecil dari 0,05 maka terdapat perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari hasil penelitian didapat bahwa implementasi metode discovery berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012.

Penelitian ini juga sesuai dengan yang dilakukan oleh Astutik, Yuli

(2012) dalam skripsinya yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Metode

Discovery Terhadap Hasil Belajar Kognitif, Afektif, dan Psikomotor Siswa pada Pelajaran IPA Kelas V Sekolah Dasar Gugus Pangeran Diponegoro Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran

2011/2012”, hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil penelitian ini setelah

dilaksanakan dan dianalisis data hasil dari uji t dan deskriptif data. Diketahui bahwa rata nilai post-test untuk kelas eksperimen sebesar 81,20 dan rata-rata kelas kontrol sebesar 70,31 dengan probabilitas signifikasi ranah kognitif 0,001<0,05 serta rata rata skor angket untuk kelas eksperimen sebesar 20,67 dan rata-rata kelas kontrol sebesar 15,92 dengan probabilitas signifikasi ranah afektif 0,000<0,05, maka terdapat perbedaan yang signifikan untuk pembelajaran dengan menggunakan metode discovery dengan metode konvensional. Serta hasil deskriptif data ranah psikomotor diperoleh hasil penilaian unjuk kerja lebih besar dari 34 dengan skor rata-rata sebesar 48.

Dokumen terkait