• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanaman Brachiaria humidicola (Rendle) Scweick dilakukan dari bulan Juni sampai September 2005. Suhu harian rata-rata selama pemeliharaan sekitar 26,84 0C dan kelembaban nisbi 79,75 % (Stasiun Klimatologi, 2005). Pada minggu pertama, sebagian besar Brachiaria humidicola (Rendle) Scweick dapat tumbuh dengan baik. Namun ada beberapa rumput yang mengalami kematian sebelum dilakukan pengamatan sehingga dilakukan penyulaman. Setelah dilakukan penyulaman Brachiaria humidicola (Rendle) Scweick tumbuh dengan normal.

Minggu ketiga setelah masa tanam, semua rumput Brachiaria humidicola

(Rendle) Scweick sudah terlihat pertumbuhan dan pertambahan stolon. Pertumbuhan paling cepat Brachiaria humidicola (Rendle) Scweick berlangsung pada minggu kelima setelah penanama. Hal ini ditandai dengan banyaknya stolon yang tumbuh hingga menutupi permukaan tanah percobaan. Pada minggu keenam, tujuh dan delapan pertumbuhan agak terhambat. Hal ini disebabkan kapasitas lahan untuk penanaman rumput kurang mencukupi untuk persebaran stolon.

Rumput Brachiaria humidicola (Rendle) Scweick perlakuan kontrol (tanpa pemberian inokulum) memperlihatkan pertumbuhan yang sama dengan yang ditambahkan inokulum CMA. Hal ini dapat dilihat dari panjang stolon dan jumlah stolonnya. Gambar Brachiaria humidicola (Rendle) Scweick dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b)

Rekapitulasi Analisis Ragam

Rekapitulasi analisis ragam produktivitas dari rumput Brachiaria humidicola

(Rendle) Scweick yang ditambahkan inokulum mikoriza ditumbuhkan pada media tanah, pasir, dan zeolit dengan tanaman inang Setaria splendida Stapf dan Sorghum bicolor (L) Moench ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Analisis Ragam

Parameter Perlakuan Panen I Panen II

Pertambahan panjang stolon tn * Pertambahan jumlah stolon tn tn Berat kering tajuk tn tn Persentase infeksi akar tn tn

Jumlah spora - tn

tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata (p<0.05)

Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan panjang stolon untuk panen I tidak nyata sedangkan untuk panen II nyata (p<0.05). Pengaruh perlakuan terhadap jumlah stolon, berat kering tajuk, persentase infeksi akar, serta jumlah spora tidak berpengaruh nyata (p>0.05).

Pertambahan Panjang Stolon

Pertumbuhan tanaman dapat dilihat dari ukuran tanaman yang dapat dijadikan ciri pertumbuhan, salah satunya dengan mengetahui pertambahan panjang stolonnya. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pertambahan panjang stolon

Brachiaria humidicola dapat dilihat pada Tabel 2.

Pertambahan panjang stolon untuk panen I tidak berbeda nyata. Nilai pertambahan stolon berkisar antara 16,83-18,28 cm/minggu (Tabel 2). Pengaruh perlakuan belum mampu meningkatkan pertambahan panjang stolon panen I. Hal tersebut diduga karena CMA yang diintroduksikan masih beradaptasi dengan kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Selain itu aliran fotosintat yang dialokasikan untuk pertumbuhan tanaman ternyata digunakan oleh mikoriza untuk pertumbuhan dan perkembangan mikoriza sehingga pertumbuhan belum maksimal.

Dalam proses fotosintesis, terjadi penangkapan energi matahari yang dirubah menjadi energi kimia. Dalam hal ini CO2 dan air dirubah manjadi karbohidrat sederhana dan O2 dilepaskan ke atmosfer. Karbohidrat yang dihasilkan diubah menjadi lipid, asam nukleat, protein, dan molekul organik lainnya melalui proses metabolisme. Selanjutnya ditransformasikan pada seluruh bagian tanaman yang meliputi akar, batang dan daun serta membentuk jaringan baru dan sistem organ lainnya.

Smith dan Read (1997) menyatakan bahwa CMA sangat tergantung pada pengiriman karbon dari hasil fotosintesis inangnya yang secara kuantitatif antara 4 – 20 % digunakan oleh CMA untuk pertumbuhan vegetatif struktur reproduksi serta respirasi untuk membantu pertumbuhan termasuk penyerapan nutrisi. Apabila hasil fotosintesis yang diproduksi sedikit dan mikoriza menyerap karbohidrat tersebut maka pertumbuhan rumput akan terganggu.

Tabel 2. Rataan Pertambahan Panjang Stolon

Perlakuan Panen I Panen II

...cm/minggu... TSS 18,19 ± 0,97 11,67b ± 2,18 TSB 18,28 ± 0,73 15,07a ± 2,78 PSS 18,12 ± 0,32 16,83a ± 0,88 PSB 16,83 ± 1,10 16,42a ± 0,64 ZSS 17,62 ±1,43 15,35a ± 1,71 ZSB 17,09 ± 0,79 14,53a ± 1,00 Kontrol 18,08 ± 1,94 15,73a ± 0,83

Keterangan: superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05).

Perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap pertambahan panjang stolon panen II. Berdasarkan uji lanjut Duncan, pertambahan panjang stolon untuk TSS nyata (p<0,05) lebih rendah dari perlakuan lainnya yaitu sebesar 11,67 cm, sedangkan untuk perlakuan TSB, PSS, PSB, ZSS, ZSB dan kontrol tidak berbeda.

Perlakuan TSS memiliki rataan pertambahan panjang stolon yang paling kecil, namun jika dilihat persentase infeksi akar cukup bagus. Hal ini diduga karena

terjadi persaingan antara mikoriza yang diintroduksikan dengan mikoriza endogenus dalam perebutan karbohidrat sebagai sumber bahan pangan. Dalam hal ini mikoriza endogenus yang ada dalam tanah lebih dominanan peranannya.

Pertambahan panjang stolon untuk panen II lebih rendah. Hal ini disebabkan kapasitas lahan yang ada kurang mencukupi untuk persebarannya, sehingga pertumbuhannnya terhambat. Perlakuan TSS mengalami penurunan panjang stolon yang paling besar yaitu sekitar 35,84 %, sedangkan perlakuan PSB penurunan panjang stolon yang paling rendah yaitu 2,44 %.

Menurut Islami dan Utomo (1995) mikoriza akan berkembang dengan baik apabila tidak ada hambatan aerasi. Oleh karena itu mikoriza akan dapat berkembang lebih baik pada tanah yang berpasir dibandingkan pada tanah berliat atau gambut. Untuk dapat berkembang dengan baik mikoriza memerlukan ketersedian bahan organik yang cukup. Ketersedian hara terutama nitrogen dan fosfat yang rendah akan mendorong pertumbuhan mikoriza. Sebaliknya kandungan hara yang terlalu rendah atau terlalu tinggi menghambat pertumbuhan mikoriza

Pertambahan Jumlah Stolon

Rumput Brachiaria humidicola (Rendle) Scweick merupakan tanaman yang berkembangbiak secara vegetatif dengan menggunakan stolon. Rataan pertambahan jumlah stolon dapat dilihat pada Tabel 3. Perlakuan tidak berpengaruh terhadap pertambahan jumlah stolon panen I maupun panen II. Pertambahan jumlah stolon untuk panen I berkisar antara 3,25 sampai 4,56 stolon/minggu sedangkan untuk panen II berkisar antara 2,87 sampai 4,42 stolon/minggu (Tabel 3).

Cendawan mikoriza arbuskula dalam simbiosisnya sangat tergantung pada nutrisi dan karbohidrat hasil fotosintesis tanaman inang, sehingga modifikasi ketersedian produk fotosintesis akan mempengaruhi pembentukan dan perkembangan serta fungsi CMA. Pengaruh perlakuan masih belum mampu meningkatkan jumlah stolon. Hal ini disebabkan pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman inang belum optimal sehingga suplai karbohidrat dari akar ke cendawan belum terpenuhi secara optimal juga sehingga perkembangan cendawan akan terhambat. Hal tersebut diduga karena CMA belum mampu meningkatkan eksplorasi akar ke tanah atau belum mampu mempercepat gerakan-gerakan ion-ion hara terutam P ke permukaan akar. Menurut Wachjar et al., (2002) hifa-hifa dapat

meningkatkan eksplorasi akar ke tanah guna penyerapan hara. Selain itu hifa-hifa cendawan mampu mempercepat gerakan-gerakan ion-ion hara ke permukaan akar (Gunawan, 1993).

Menurut Gunawan (1993) mekanisme transfer ion ke akar terjadi terutama melalui aliran masa dan difusi yang bergantung pada pergerakan ion di dalam tanah. Pada kondisi hara yang memadai, ion-ion NO3-, SO4- dan Ca++ sebagian besar bergerak ke akar melalui aliran masa dan serapan ion ini ditentukan oleh kapasitas serapan akar atau mikoriza. Pada ion-ion yang sukar bergerak seperti H2PO4-, NH4+, Zn++ bergerak ke akar melalui proses difusi, sehingga ion yang diserap oleh tanaman bergantung pada gerakan ion tersebut menuju permukaan akar.

Tabel 3. Rataan Pertambahan Jumlah Stolon

Perlakuan Panen I Panen II

………stolon/minggu………. TSS 3,79 ± 0,18 4,03 ± 0,08 TSB 4,56 ± 0,60 4,42 ± 0,96 PSS 3,63 ± 1,00 3,93 ± 1,72 PSB 3,47 ± 0,64 4,30 ± 1,31 ZSS 3,25 ± 1,00 2,87 ± 1,37 ZSB 3,83 ± 0,65 3,78 ± 0,99 K 3,73 ± 0,41 3,83 ± 0,63

Berat Kering Tajuk

Berat kering merupakan salah satu peubah yang digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan dan produktivitas suatu tanaman. Menurut Salisbury dan Ross (1992) masa kering lebih banyak digunakan untuk mengukur pertumbuhan dan produktivitas tanaman karena kandungan airnya tidak terlalu beragam. Rataan produksi bahan kering total Brachiaria humidicola (Rendle) Scweick dapat dilihat pada Tabel 4.

Pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata terhadap berat kering tajuk panen I maupun panen II. Rataan berat kering tajuk panen I berkisar antara 404,04 - 727,62 gram/60 hari atau sekitar 6,73-12,13 gram/hari sedang untuk panen II berkisar antara 1840,97-2743,75 gram/45 hari atau sekitar 40,91-60,97 gram/hari (Tabel 4). Berat

kering tajuk untuk panen II lebih besar dibanding panen I. Hal ini disebabkan rumput

Brachiaria humidicola mempunyai kemampuan regrowth yang bagus setelah terjadi pemangkasan.

Tabel 4. Rataan Berat Kering Tajuk

Perlakuan Panen I Panen II

……….gram………... TSS 619,58 ± 108,62 2222,34 ± 300,79 TSB 727,62 ± 125,81 2743,75 ± 695,15 PSS 500,55 ± 114,14 1840,97 ± 362,56 PSB 404,04 ± 85,84 2151,31 ± 293,78 ZSS 438,70 ± 149,63 2578,45 ± 386,37 ZSB 453,16 ± 91,86 2078,26 ± 257,61 K 462,91 ± 167,99 2524,35 ± 566,36

Mikoriza belum mampu meningkatkan berat kering tajuk baik panen I maupun panen II. Perlakuan kontrol tidak menunjukkan perbedaan dengan perlakuan penambahan mikoriza. Hal ini diduga karena adanya mikoriza endogen yang ada dalam perlakuan kontrol, yang sama efektifnya dalam peningkatan produktivitas

Brachiaria humidicola. Ini dibuktikan dengan tingginya tingkat infeksi akar pada perlakuan kontrol.

Menurut Thompson (1994) ada tiga faktor utama yang menentukan keberhasilan introduksi CMA dilapang yaitu ketergantungan tanaman terhadap mikoriza, status nutrisi tanah dan potensi inokulum CMA. Disamping itu juga kepadatan populasi CMA endogenus. Keberhasilan inokulasi CMA dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dilapang pada tanah tidak steril masih diragukan apakah disebabkan karena pengaruh CMA saja atau merupakan efek kumulatif dari inokulum CMA dan CMA endogenus. Meskipun telah dilakukan inokulasi CMA, namun tidak dapat menjamin bahwa hanya inokulum CMA tersebut yang mengkoloni akar tanaman, karena dilapang terdapat bermacam-macam populasi CMA endogenus.

Selain itu masa penanaman yang hanya dua periode saja menjadi alasan masih belum optimalnya aktivitas CMA yang diinokulasikan. Umumnya rumput

Brachiaria humidicola (Rendle) Scweick akan mencapai puncak produksi bahan kering jika masa penanaman kurang lebih satu tahun (7 periode tanam). Waktu yang singkat ini diduga CMA masih berorientasi dalam peningkatan volume akar tanaman. Smith dan Smith (1995) menyatakan bahwa hifa mempunyai area permukaan lebih besar sesudah 63 hari.

Persentase Infeksi Akar

Proses infeksi CMA diawali oleh adanya propagul yang infektif dapat berupa hifa, fragmen hifa akar, dan spora (Smith dan Read, 1997). Spora cendawan mikoriza arbuskula maupun potongan akar yang dikolonisasi oleh CMA merupakan propagul yang efektif untuk awal kolonisasi pada inangnya, meskipun kemampuan bertahan hidupnya didalam tanah sangat bergantung pada propagul yang dibentuk. (Gunawan, 1993). Berdasarkan Tabel 5, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa persentase infeksi akar untuk panen I dan II tidak berbeda nyata. Secara keseluruhan semua perlakuan terinfeksi dengan baik oleh mikoriza. Menurut Setiadi et al., (1992) bahwa persentase infeksi akar sebanyak 75-100 % termasuk kelas 5 dalam klasifikasi banyaknya akar yang terinfeksi oleh mikoriza. Ditemukannya akar yang terinfeksi mikoriza pada perlakuan kontrol diduga Brachiaria humidicola (Rendle) Scweick terinfeksi oleh mikoriza endogenus yang terdapat dalam tanah. Terjadinya infeksi oleh mikoriza endogenus dimungkinkan karena penelitian dilaksanakan dalam skala lapang sehingga tanah yang digunakan tidak mengalami sterilisasi terlebih dahulu.

Tabel 5. Rataan Persentase Infeksi Akar

Perlakuan Panen I Panen II

...%... TSS 96,19 ± 3,30 96,19 ± 1,65 TSB 97,14 ± 4,95 92,38 ± 4,36 PSS 83,81 ± 17,22 93,33 ± 4,36 PSB 92,38 ± 7,19 93,33 ±7,19 ZSS 90,00 ± 11,70 93,33 ± 7,19 ZSB 96,19 ± 1,65 95,24 ± 1,65 K 89,52 ± 10,03 91,43 ± 4,95

Tingkat infeksi yang tinggi belum mampu meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas Brachiaria humidicola (Rendle) Scweick. Menurut Sieverding (1991) tingkat infeksi CMA yang tinggi pada suatu tanaman, tidak selalu diiringi dengan keefektifan yang tinggi dalam absorbsi hara. Perbedaan keefektifan beberapa jenis isolat CMA dalam meningkatkan penyerapan hara, antara lain dipengaruhi oleh tingkat penyebaran hifa yang sempurna didalam tanah, kemampuan membentuk koloni yang luas, efisiensi absorbsi hara terutama fosfor dari dalam tanah, dan kecepatan waktu dalam transportasi hara melalui hifa menuju tanaman (Bagyaraj, 1992).

Pengamatan infeksi akar menunjukkan adanya struktur hifa dan vesikula, sedangkan arbuskula tidak ditemukan. Tidak ditemukannya arbuskula dikarenakan siklus arbuskula yang relatif pendek berkisar 4-6 hari, setelah itu arbuskula mengalami degenerasi kemudian dicerna oleh tanaman inang (Ismiyati, 2003). Selain itu akar yang diambil sudah agak tua, dimana menurut Brundrett (!991) hifa CMA tanpa arbuskula sering dijumpai pada akar-akar yang lebih tua. Gambar 3 menunjukkan akar Brachiaria humidicola (Rendle) Scweick yang tidak terinfeksi CMA serta Gambar 4 menunjukkan akar yang terinfeksi.

Gambar 3. Akar yang tidak terinfeksi oleh mikoriza

vesikel

Menurut Kusumawati (2005) infeksi akar nyata lebih tinggi dihasilkan dari perlakuan zeolit dengan tanaman inang Sorghum bicolor yaitu sebesar 99,31 %. Tanaman sorghum biasanya digunakan sebagai tanaman inang untuk produksi massal (Setiadi, 1992). Namun dalam penelitian ini inokulum mikoriza yang digunakan belum berpengaruh nyata terhadap presentase infeksi akar Brachiaria humidicola

(Rendle) Scweick. Fakuara (1988) menyatakan bahwa intensitas infeksi CMA dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pemupukan dan nutrisi tanaman, pestisida, intensitas cahaya, musim, kelembaban tanah, pH tanah, kepatadatan inokulum, dan kerentanan tanaman.

Faktor pemupukan diduga sebagai faktor yang mempengaruhi intensitas infeksi. Tanah yang digunakan dalam percobaan ini diduga sudah subur sehingga penambahan pupuk terutama pupuk P kurang efektif. Kelebihan P akan mengurangi kolonisasi CMA dan produksi sporanya. Jika produksi inokulum dilakukan dengan menggunakan medium tumbuh tanah maka penambahan P tidak diperlukan (Gunawan, 1993). Untuk itu perlu dilakukan penelitian lagi dengan menggunakan dosis pupuk P yang berbeda.

Menurut Sieverding (1991) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi penyerapan hara oleh cendawan mikoriza arbuskula adalah: 1) konsentrasi P larutan tanah, konsentrasi P larutan yang tinggi karena tingkat ketersedian P tanah yang memang sudah tinggi atau pemberian pupuk P dalam dosis yang cukup tinggi sebelum terjadi kolonisasi dapat menghambat perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa cendawan mikoriza arbuskula. 2). Jenis tanaman, kebanyakan tanaman mikotropik dapat dikolonisasi oleh kebanyakan jenis cendawan mikoriza arbuskula.

Jumlah Spora

Penghitungan jumlah spora dilakukan untuk mengetahui seberapa tinggi mikoriza dapat berkembangbiak pada kondisi media dan dengan jenis inang yang ada. Pengaruh perlakuan terhadap jumlah spora dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah spora.

Variasi jumlah spora disebabkan oleh jenis tanah, spesies tanaman, spesies CMA dan interaksi ketiganya. Perbedaan jumlah spora juga kemungkinan

disebabkan adanya makroorganisme lain yang hidup rizosfer. Hal ini bisa terjadi mengingat penelitian dilaksanakan di lapang. Interaksi CMA dan makroorganisme dapat mengurangi jumlah spora.

Tabel 6. Jumlah Spora (spora/50 g tanah)

Perlakuan Rataan ...spora/50 g tanah... TSS 18,00 ± 9,85 TSB 13,67 ± 8,08 PSS 16,67 ±2,52 PSB 24,33 ± 6,11 ZSS 24,67 ± 13,50 ZSB 22,00 ± 3,61 K 19,00± 4,58

Hasil penelitian Kusumawati (2005) jumlah spora tertinggi dihasilkan pada media zeolit dengan tanaman inang Setaria splendida yaitu sebesar 3803.5 spora/50 g media, hal ini menunjukkan bahwa dalam satu gram zeolit terdapat 76,07 spora. Dalam penelitian ini jumlah sporanya berkisar antara 13-24 spora/50 g media. Menurut Setiadi et al., (1992) jumlah spora yang baik dalam 1 gram tanah adalah 30-50 spora. Rendahnya jumlah spora diduga banyak spora yang mengalami dormansi dan mati akibat dimakan oleh mikroorganisme lain seperti nematoda.

Spora CMA mengandung lipid dan karbohidrat dan dapat berperan sebagai sumber makanan bagi nematoda.nematoda dapat mengurangi potensi CMA dengan memakan hifa eksternal (Linderman, 1992). CMA tidak akan mengkoloni akar yang sudah terinfeksi nematoda dan sebaliknya nematoda jarang menginfeksi akar yang sudah dikoloni oleh CMA (Ingham, 1988).

Selain itu spora yang ditemukan juga sudah tidak utuh lagi. Sebagian spora kemungkinan mengalami dormansi. Dormansi ini mengakibatkan kurang efektifnya CMA dalam menginfeksi tanaman inang. Menurut Gunawan (1993) terjadinya dormansi kemungkinan spora CMA belum masak.

Pada saat pengambilan sampel tanah tidak dilakukan pengeringan sebelum pemanenan. Hal ini disebabkan penelitian dilaksanakan dilapang. Namun setelah

pengambilan sampel tanah disimpan selama 2 bulan sebelum pengamatan. Menurut Aryanto (2003) penyimpanan tanah selama 3 bulan menyebabkan hasil yang bervariasi terhadap jumlah spora. Dengan adanya penyimpanan selama 3 bulan ini CMA masih bisa menginfeksi akar tanaman inang, salah satunya ditunjukkan dengan jumlah spora yang dihasilkan.

Secara keseluruhan terlihat bahwa perlakuan yang memiliki persentase akar yang besar belum tentu memiliki jumlah spora yang banyak pula. Artinya tidak ada korelasi antara jumlah spora dengan infeksi akar. Hasil ini sesuai dengan pendapat Smith and Read (1997) bahwa tidak dapat dipastikan tanaman dengan persentase infeksi akar yang tinggi mempunyai jumlah spora yang tinggi pula atau sebaliknya. Jumlah spora dapat dihubungkan dengan jumlah infeksi akar, pada waktu spora membentuk miselium disekeliling akar yang mnghambat perkembangan miselium bagian luar atau pertumbuhan akar dihambat oleh miskinnya suplai hara. Spora lebih banyak pada tingkat fosfat rendah, jika kekurangan fosfat membatasi pertumbuhan pertumbuhan dan mempengaruhi keseluruhannya (Fakuara, 1988).

Dokumen terkait