• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Peta Tutupan Lahan Pantai Sialang Buah Tahun 2003

Hasil pengelolaan citra satelit landsat 7 ETM tahun 2003 dengan lokasi perekaman di sekitar pesisir Desa Sialang Buah, setelah dilakukan proses komposit warna dengan RGB 543 dengan menggunakan software Er Mapper 7.1 untuk memisahkan daratan dengan lautan sehingga dapat terlihat bagian garis pantai sebagai pemisahnya serta pemotongan (cropping) peta dengan software Arcgis 10. Maka hasil nya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta Tutupan Lahan Pantai Sialang Buah, Bulan Juni – Agustus Tahun 2003

Peta Tutupan Lahan Pantai Sialang Buah Tahun 2013

Hasil pengelolaan citra satelit landsat 8 tahun 2013 dengan lokasi perekaman di sekitar pesisir Desa Sialang Buah, setelah dilakukan proses komposit warna dengan RGB 654 dengan menggunakan software Er Mapper 7.1. untuk memisahkan daratan dengan lautan sehingga dapat terlihat bagian garis pantai sebagai pemisahnya serta pemotongan (cropping) peta dengan software Arcgis 10. Maka hasil nya dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Peta Tutupan Lahan Pantai Sialang Buah, Bulan Mei – September Tahun 2013

Peta Tutupan Lahan Pantai Sialang Buah Tahun 2016

Hasil pengelolaan citra satelit landsat 8, tahun 2016 dengan lokasi perekaman di sekitar pesisir Desa Sialang Buah, setelah dilakukan proses komposit warna dengan RGB 654 dengan menggunakan software Er Mapper 7.1.

untuk memisahkan daratan dengan lautan sehingga dapat terlihat bagian garis pantai sebagai pemisahnya serta pemotongan (cropping) peta dengan software Arcgis 10. Maka hasil nya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta Tutupan Lahan Pantai Sialang Buah, Bulan Mei – Juli Tahun 2016

Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir (Aktivitas Masyarakat)

Dari Hasil kuisioner dan wawancara terhadap responden masyarakat yang tinggal di pantai Desa Sialang Buah, maka diperoleh hasil perhitungan seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Pehitungan Peubah, Bobot dan Skor Faktor Sosial Ekonomi sMasyarakat Penyebab Kerusakan Mangrove

No. Peubah Bobot Skor BobotxSkor

1. Mata Pencaharian 40 1. Nelayan 40

Tabel 5. Lanjutan

No. Peubah Bobot Skor BobotxSkor

2. Lokasi Lahan Usaha (llu) 30 3. Berjarak < 0,5 km 90 dari Hutan Mangrove

3. Pemanfaatan Lahan (pl) 20 3. Permukiman, Industri, 60 Tambak Non Tumpangsari,

4. Persepsi terhadap Hutan 10 1. Untuk menjaga 10 Mangrove (phm) Kondisi lingkungan

Jumlah 200

Berdasarkan hasil perhitungan Maka Total Nilai Skoring (TNS) yang diperoleh adalah sebesar 200 dimana nilai tersebut menunjukan bahwa faktor sosial ekonomi berpengaruh terhadap kerusakan kawasan mangrove. Hasil perhitungan nilai TNS tersebut didapat berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada masyarakat yang tinggal di pantai Sialang Buah, kuesioner Faktor Sosial Ekonomi masyarakat di sekitar pantai Sialang Buah dapat dilihat pada Lampiran 5.

Persepsi Masyarakat dan Persepsi Wisatawan Persepsi Masyarakat

Berdasarkan keterangan dari Kepala Desa Sialang Buah diketahui jumlah kepala keluarga yang tinggal di Pantai Sialang Buah berjumlah 102 kepala keluarga melalui perhitungan dengan rumus slovin maka diperoleh jumlah responden masyarakat yaitu sebanyak 51 orang. Karakteristik dan persepsi

masyarakat mengenai kondisi Pantai Sialang Buah dapat dilihat pada persentase berikut :

Karakteristik Mata Pencaharian Masyarakat

Berdasarkan hasil wawancara dan pembagian kuesioner kepada responden masyarakat yang tinggal di pantai Sialang Buah maka diperoleh hasil persentase yang disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Karakteristik Mata Pencaharian

Berdasarkan wawancara dan pembagian Kuesioner masyarakat pesisir didapat jumlah responden dengan jenis pekerjaan yang mendominasi adalah Nelayan sebesar 74% dan 14% adalah pedagang dan 12% buruh tambak.

Pemahaman dan Persepsi Masyarakat Mengenai Hutan Mangrove

Adapun hasil wawancara dan kuesioner yang dilakukan dengan masyarakat pantai Sialang Buah disajikan dengan persentase sebagai berikut :

Bedasarkan hasil wawancara dan pembagian kuesioner mengenai pengenalan masyarakat terhadap hutan mangrove 88% masyarakat mengatakan

mengenal hutan mangrove dan hanya 12% yang mengatakan tidak mengenal hutan mangrove. Persentase tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Pemahaman Masyarakat Terhadap Hutan Mangrove

Berdasarkan hasil wawancara dan pemb dengan masyarakat pesisir didapat persentase mengenai pengetahuan masyarakat mengenai manfaat hutan mangrove sebanyak 63% masyarakat mengatakan mengetahui manfaat hutan mangrove yaitu sebagai pelindung pantai dan menjaga kelestarian lingkungan dan hanya 33% tidak mengetahui manfaat hutan mangrove. Persentase tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

Berdasarkan wawancara dan pembagian kuesioner dapat dilihat bahwa masyarakat yang tidak setuju dengan adanya konversi hutan mangrove sebanyak 65% dengan alasan hilangnya mangrove dapat menyebabkan terjadinya banjir dan yang setuju sekitar 35% dengan alasan kayu mangrove dapat dijadikan sebagai bahan bangunan dan lahan mangrove dapat dijadikan perkebunan dan tambak. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Pendapat Masyarakat Mengenai Konversi Mangrove

Berdasarkan hasil wawancara dan pembagian kuisioner mengenai persentase pemanfaatan hutan mangrove yang dilakukan oleh masyarakat dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Pemanfaatan yang Dilakukan Masyarakat Terhadap Lahan Hutan Mangrove

Berdasarkan hasil wawancara dan pembagian kuisioner mengenai pengaruh pemanfaatan masyarakat terhadap kondisi hutan mangrove sebanyak 59% mengatakan berpengaruh, 29% mengatakan mengatakan tidak berpengaruh dan 12% mengatakan tidak tahu. Persentase dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Pengaruh Pemanfaatan Terhadap Kondisi Hutan Mangrove

Berdasarkan hasil wawancara dan pembagian kuisioner kepada masyarakat mengenai kondisi hutan mangrove dipantai Sialang Buah sebanyak 88% mengatakan tidak baik dengan alasan semakin sedikitnya lahan hutan mangrove dan 12% responden mengatakan tidak tahu. Persentase dapat dilihat pada Gambar 12.

Berdasarkan wawancara dengan responden masyarakat mengenai tanggapan terhadap kondisi hutan mangrove yaitu sebanyak 65% mengatakan prihatin, 35% mengatakan biasa saja dan tidak ada yang mengatakan tidak perduli. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Tanggapan masyarakat mengenai Kondisi Hutan Mangrove Berdasarkan wawancara dengan responden masyarakat mengenai rehabilitasi hutan mangrove sebanyak 65% mengatakan perlu karena dapat membantu memperbaiki kondisi lingkungan dan mengurangi banjir, sebanyak 35% mengatakan tidak perlu alasannya karena tidak ada yang akan merawat dan melakukannya.Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Tanggapan Masyarakat Tentang Rehabilitasi Hutan Mangrove di Pantai Sialang Buah

Berdasarkan wawancara dengan responden masyarakat mengenai pelaku yang sebaiknya melakukan rehabilitasi mangrove sebanyak 88% mengatakan semua pihak seperti pemerintah, masyarakat dan Instasi terkait lainnya, 8% mengatakan hanya pemerintah dan sebanyak 4% mengatakan Instansi terkait saja. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Pelaku Rehabilitasi Hutan Mangrove

Persepsi Wisatawan

Pemahaman dan Persepsi Wisatawan Mengenai Hutan Mangrove

Berdasarkan data wisatawan yang berkunjung ke Pantai Sialang Buah dalam satu tahun sebanyak 2494 orang, sehingga ukuran sampel (N) yaitu sebanyak 208 orang setelah dijumlahkan dengan rumus slovin maka diperoleh responden sebanyak 67 orang.

Berdasarkan wawancara dengan wiatawan, adapun persentase mengenai keindahan pantai yaitu 64% mengatakan indah, 19% mengatakan buruk, 11% mengatakan sangat buruk dan 6% mengatakan sangat indah. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Keindahan Pantai

Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner dengan wisatawan, mengenai Kenyamanan dan Kebersihan pantai yaitu 57% mengatakan baik, 36% mengatakan cukup baik, 7% mengatakan kurang baik. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Kenyamanan dan Kebersihan Pantai

Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner dengan wisatawan, mengenai Sarana wisata yaitu 18% mengatakan baik, 64% mengatakan cukup baik, 15% mengatakan kurang baik dan 3% mengatakan sangat baik. Adapun persentase pendapat wisatawan terhadap sarana wisata (pondok wisata, tempat ibadah dan toilet) di pantai dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Sarana Wisata (Pondok wisata, Tempat Ibadah dan Toilet) Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner dengan wisatawan, mengenai Kesadaran Masyarakat dan Pengelola wisata tentang kelestarian lingkungan yaitu 12% mengatakan baik, 15% mengatakan cukup baik, 72% mengatakan kurang baik dan 1% mengatakan sangat baik. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Kesadaran Masyarakat dan Pengelola tetang Kebersihan di Pantai

Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner dengan wisatawan, mengenai pemahaman dan pengenalan wisatawan terhadap Hutan Mangrove, 73% mengatakan mengenal hutan mangrove dan 27% tidak mengenal hutan mangrove. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Pemahaman dan Pengenalan Wisatawan Terhadap Hutan Mangrove

Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner dengan wisatawan, mengenai Hutan Mangrove Menambah Keindahan Pantai sebanyak 67% respoden wisatawan mengatakan bahwa keberadaan mangrove menanbah keindahan pantai dan 33% mengatakan tidak menambah keindahan. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Hutan Mangrove Menambah Keindahan Pantai

Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner dengan wisatawan, mengenai adakah pengaruh kegiatan wisata terhadap kodisi lingkungan sebanyak 91% mengatakan Ada dan hanya 9% mengatakan tidak Ada. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Pengaruh Wisata Terhadap Kondisi Lingkungan

Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner dengan wisatawan, mengenai konversi hutan mangrove yang mungkin akan dijadikan permukiman, perkebunan, tambak dan lain sebagainya sebanyak 73% responden mengatakan tidak setuju dengan alasan dapat mengurangi keindahan pantai dan kealamian pantai sedangkan 27% mengatakan setuju dengan alasan dapat menambah pendapatan dan mata pencaharian masyarakat sekitar. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 23.

Gambar 23. Tanggapan Wisatawan Mengenai Konversi Hutan Mangrove Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner dengan wisatawan, mengenai Kondisi Mangrove sebanyak 70% mengatakan tidak baik, 3%

mengatakan baik dan 27% mengatakan tidak tahu. Adapun persentase pendapat dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24. Kondisi Mangrove Menurut Wisatawan

Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner dengan wisatawan, mengenai Rehabilitasi hutan mangrove sebanyak 78% responden mengatakan Perlu direhabilitasi dengan alasan agar kondisi mangrove tidak semakin rusak dan dapat segera pulih dan sebanyak 22% mengatakan tidak perlu dengan kurang sadarnya masyarakat mengenai kelestarian lingkungan. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25. Pendapat Wisatawan mengenai Rehabilitasi

Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner dengan wisatawan, mengenai pelaku rehabilitasi sebanyak, 73% mengatakan semua pihak, 16%

pemerintah, 9% mengatakan masyarakat dan 2% mengatakan pihak terkait. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26. Pelaku Rehabilitasi Hutan Mangrove

Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner pada wisatawan, adapun persentase mengenai Perasaan wisatawan apabila tempat wisata dipadati wisatawan lain dan Permukiman, 82% mengatakan kurang nyaman, 10% tidak nyaman, 8% mengatakan nyaman dan 0% mengatakan sangat nyaman. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 27.

Gambar 27. Tanggapan Wisatawan Apabila Tempat Wisata Dipadati Wisatawan Lain dan Permukiman

Pembahasan

Penutupan Lahan Desa Sialang Buah

Identifikasi peta pada tahun 2003 dilakukan dengan menggunakan citra Landsat 7 TM yang diakusisi pada bulan juni dengan menggunakan komposit Red, Green, Blue (RGB) 5,4,3 untuk melihat gambaran dan mempertajam suatu lahan/ vegetasi termasuk pertanian. Menurut Wahyunto, dkk (2004), data digital dengan kombinasi band 5,4,3 bila didisplay dengan menggunakan filter standard merah, hijau, biru akan menghasilkan tampilan mendekati warna sebenarnya sehingga memudahkan dalam mengenal obyek untuk mendeteksi penggunaan lahan.

Kenampakan legenda pada peta penutupan lahan dikaitkan dengan penelitian wahyunto, dkk (2004), yang menyatakan kenampakan kombinasi band 5,4,3 menghasilkan biru muda yakni sawah digenangi air, biru tua atau cyan yakni lahan tergenang air seperti tambak, magenta atau pink-merah yakni sawah berair, hijau yakni vegetasi, kuning dan berdekatan dengan daerah pantai atau garis pantai yakni mangrove dan permukiman ditandai dengaan warna ungu dan umumnya terlihat teratur dan tertata serta warna kuning kehijauan yakni menandakan sawah siap panen.

Berdasarkan hasil penelitian pendeteksian hutan mangrove dapat dilakukan melalui identifikasi jenis obyek yang inderanya yaitu berdasarkan nilai spektral yang memiliki oleh citra Landsat, citra yang diolah dengan Er mapper yakni dikombinasikan menjadi tiga kanal yaitu dua kanal spectral dan satu kanal inframerah, kombinasi tersebut yakni 6,5,4 masing-masing dengan filter Read, Green, Blue (RGB). Mangrove terlihat berwarna hijau maupun kuning terang

yang merupakan rekflentasi vegetasi yang terlihat jelas dan terpisah dari badan perairan dengan warna biru hal ini terlihat jelas karena adanya False Color Composit. Dewanti dkk (1998), menyatakan mengkaji tentang karakteristik profil mangrove lewat data penginderaan jauh, menjelaskan bahwa mangrove di kawasan sepanjang pantai dan pertambakan dapat terlihat jelas dari citra FCC (False Color Composit). Citra yang dibuat dari kombinasi tiga kanal yakni dua kanal dari spektral tampak dan satu kanal inframerah.

Berdasarkan hasil digitasi lahan Desa Sialang Buah dari Tahun 2003- 2016 dengan software Er Mapper 7.1 terlihat perubahan lahan dimana pada tahun 2003 yang terdiri dari sawah digenangi air, permukiman, tambak, vegitasi, sawah berair, dan mangrove. Pada tahun 2013 tutupan lahan terdiri dari sawah digenangi air, permukiman, tambak, vegetasi dan mangrove. Pada tahun 2016 terdiri dari sawah tergenang air, permukiman, tambak, vegetasi dan sawah siap panen, Wahyunto, dkk (2004), menyatakan Sawah irigasi dengan pola tanam dua kali dalam setahun dapat dikenali dengan mudah dari 2 citra yang direkam dalam musim yang berbeda yaitu citra musim penghujan dan kemarau yang direkam pada saat tanaman padi dalam fase air. Citra satelit hasil rekaman musim kemarau dapat digunakan untuk memisahkan rawa dengan genangan permanen yang berbatasan dengan sawah lebak dan tidak pernah ditanami padi. pada citra melalui beberapa kenampakan adanya saluran drainase yang berhubungan dengan sungai besar, dan lokasinya relatif dekat dengan daerah pantai.

Mengingat pentingnya nilai ekosistem mangrove dalam mendukung kelestarian sumberdaya pesisir, begitu juga ancaman terhadap kelestariannya, maka perlu dilakukan penelitian untuk menentukan kondisi terkini dari ekosistem

mangrove di pesisir sialang Buah, teknik pengamatan dapat dilakukan dengan teknologi SIG yang dapat dijadikan sebagai data pendukung dalam memetakan suatu kawasan mangrove. Hidayat dkk (2009) menyatakan teknik pengamatan insitu dengan teknologi SIG, dan penginderaan jauh sebagai sistem informasi pendukung. Teknologi SIG dapat digunakan sebagai alat analisis untuk memetakan distribusi mangrove dan selanjutnya sebagai sistem pendukung.

Berdasarkan pengamatan langsung dilapangan yang telah dilakukan dilihat bahwa ada nya permukiman yang berdekatan dengan lahan mangrove serta penebangan hutan mangrove yang kemudian di timbun untuk dijadikan tambak dan ada pula rencana pembangunan arena bermain seperti water boom di pantai Sialang Buah. Kerusakan mangrove dapat menyebabkan terganggunya ekologi, ekonomi dan dapat berakibat terjadinya bencana. DKP (2006) menyatakan Penebangan hutan mangrove secara besar-besaran untuk dikonversikan menjadi usaha pertambakan dapat menyebabkan terputusnya siklus hidup sumberdaya ikan dan udang di sekitarnya. Berkurangnya ikan dan udang di daerah ini berarti mengurangi pendapatan nelayan-nelayan kecil yang biasanya beroperasi di sekitar pantai, penyudu udang, pencari kepiting dan penjala ikan, Rusak atau hilangnya hutan mangrove mengakibatkan pula abrasi pantai yang dapat menyapu pemukiman penduduk dan pada akhirnya justru akan menghancurkan usaha pertambakan itu sendiri di kemudian hari. Selain itu, dengan hilangnya mangrove, intrusi air laut akan semakin mudah meluas ke arah daratan dan menyebabkan sumur-sumur air tawar tidak lagi dapat dimanfaatkan.

Dampak penebangan mangrove yang dilakukan oleh masyarakat secara perlahan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dimana biota akan merasa

kehilangan tempat tinggal karena semakin berkurangnya jumlah hutan mangrove, sehingga biota pergi berpindah dan mencari tempat hidup nya yang baru. Irwanto (2006) menyatakan bahwa selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem mangrove juga sebagai plasma nutfa (genetif pool) dan menunjang keseluruhan system kehidupan sekitarnya. Habitat mangrove merupakan tempat mencari makan (feeding ground), bagi hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membearkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman bagi juvenil dan larva ikan serta kerang (shellfish) dari predator.

Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir (Aktivitas Masyarakat)

Berdasarkan pengamatan dan wawancara langsung kepada mayarakat yang tinggal di pesisir sialang Buah, maka total nilai skoring yang didapat untuk faktor sosial ekonomi yaitu sebesar 200. Total Nilai Skoring (TNS) ini menunjukan bahwa faktor sosial ekonomi masyarakat berpengaruh terhadap kerusakan kawasan hutan mangrove. Maka dapat disimpilkan bahwa faktor sosial ekonomi masyarakat pesisir Sialan Buah adalah hal yang mempengauhi tingkat kerusakan mangrove di daerah tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Pantai Desa Sialang Buah diketahui bahwa mayoritas masyarakat yang tinggal di sana menggantungkan perekonomiannya pada sumberdaya laut dan pesisir baik sebagai nelayan maupun buruh nelayan pembudidaya, pengolah hasil tangkapan ikan, pedagang, pengelolah tempat wisata pantai maupun sebagai pemberi jasa pengangkutan hasil tangkapan ikan. Nikijuluw (2001) menyatakan masyarakat pesisir didefinisikan

sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir, terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, supplier faktor sarana produksi perikanan. Dalam bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa pariwisata, penjual jasa transportasi, serta kelompok masyarakat lainnya yang memanfaatkan sumberdaya non-hayati laut dan pesisir untuk menyokong kehidupannya.

Lokasi usaha dan permukiman yang terlalu dekat dengan ekosistem mangrove bahkan langsung memanfaatkan lahan mangrove menjadi salah satu pemicu rusaknya ekosistem hutan mangrove akibat akitivitas perekonomian masyarakat di Pantai Sialang Buah yang akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan secara langsung maupun tidak langsung dan dampak terbesar yang mungkin akan terjadi adalah terancamnya masyarakat pesisir akibat bencana alam seperti gelombang laut yang akan terus mengikis pantai dan perlahan menghabiskan daerah daratan pantai, dan kerusakan ekosistem mangrove akan berdampak pada potensi ekonomi dan sosial dari kawasan tersebut akan semakin berkurang dan mungkin akan hilang, dan masyarakat yang mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan akan semakin sulit mencari ikan. Utina (2008) menyatakan bahwa perlu pemahaman masyarakat secara menyeluruh dari berbagai fungsi eosistem mangrove ini sehingga ada upaya konservasi dan pemeliharaan. Selain peran dan fungsi, umumnya ekosistem mangrove tahan terhadap gangguan dan tekanan lingkungan, namun demikian sangat peka

terhadap pengendapan dan sedimentasi, rata-rata tinggi permukaan air serta pencucian dan tumpahan minyak.

Persepsi Masyarakat Pesisir dan Pengunjung Wisata

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat pesisir didapat persentase mengenai pengenalan masyarakat pesisir terhadap hutan mangrove dimana 88% mengatakan mengenal mangrove dan hanya 12% yang kurang mengenal atau tidak mengenal hutan mangrove, sebagian besar masyarakat mengetahui fungsi mangrove adalah sebagai pelindung pantai dari bahaya erosi dan tempat hidup berbagai jenis ikan. Harahab (2010) menyatakan vegetasi hutan mangrove dengan berbagai bentuk perakaran mampu menahan bentuk ancaman abrasi, banjir, tsunami maupun fungsi ekologi yang lain seperti tempat mencari makan (feeding ground), bagi hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membearkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground).

Berdasarkan wawancara dengan responden masyarakat Adapun persentase perasaan dan tanggapan masyarakat melihat kondisi hutan mangrove saat ini di Pantai Sialang Buah 65% masyarakat mengatakan prihatin, 35% mengatakan biasa saja dan 0% mengatakan tidak peduli yang mungkin disebabkan bertambahnya penduduk yang tinggal di Pantai tersebut yang akan menyebabkan daerah tersebut sulit untuk direhabilitasi bahkan di konservasi. Sihombing (1995) menyatakan bahwa masalah-masalah yang timbul dalam konservasi alam antara lain : masalah habitat yang terdesak akibat bertambahnya penduduk yang mengakibatkan peningkatan dalam pemanfaatan sumberdaya alam karena memerlukan lahan untuk dikonversikan demi memenuhi kebutuhan. Serta

kurangnya kesadaran masyarakat tentang konservasi itu sendiri. Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan mengancam regenerasi ikan dan udang yang memerlukan hutan (rawa) mangrove sebagai nursery ground larva atau stadium muda ikan dan udang. Pencemaran laut oleh bahan-bahan pencemar yang sebelum hutan mangrove dikonversi dapat diikat oleh substrat hutan mangrove.

Untuk menjaga keberlangsungan ekosistem mangrove yang perannya sangat besar maka perlu dilakukannya rehabilitasi magrove di Pantai Desa Sialang Buah. Berdasarkan hasil wawancara dan pembagian kuisioner kepada masyarakat dan wisatawan sebanyak 65% responden masyarakat mengatakan perlu dilakukannya rehabilitasi mangrove dan sebanyak 70% dari responden wisatawan juga mengataka perlu dilakukannya rehabilitasi mangrove di Pantai tersebut. Mangkay dkk (2012), menyatakan untuk mewujudkan pemanfaatannya agar dapat berkelanjutan, maka hutan mangrove perlu dijaga keberadaannya, pengelolaan hutan mangrove merupakan suatu upaya perlindungan terhadap hutan mangrove menjadi kawasan hutan konservasi dan rehablitasi hutan mangrove seperti kegiatan penghijauan untuk mengembalikan nilai estetika dan fungsi ekologis kawasan hutan mangrove yang telah ditebang dan dialihkan fungsinya kepada kegiatan lain.

Berdasarkan wawancara dengan responden masyarakat Adapun persentase mengenai pelaku rehabilitasi hutan mangrove masyarakat 88% mengatakan semua pihak, 8% mengatakan pemerintah saja dan 4% menjawab instansi terkait. Harahab (2010), menyatakan banyak lembaga yang harus terlibat dengan pengelolaan mangrove, mulai lembaga formal pemerintah daerah dan pusat maupun lembaga sosial masyarakat. Peran pemerintah, khususnya dari sub Dinas

Kehutanan adalah memberikan bantuan bibit tanaman mangrove kepada masyarakat, selain juga melakukan penanaman bersama-sama dengan masyarakat.

Berdasarkan wawancara dengan wisatawan, adapun persentase mengenai pendapat wisatawan tentang pengaruh negatif wisata terhadap kondisi lingkungan Pantai Sialang Buah, 91% mengatakan Ada dan 9% mengatakan tidak Ada. Pramudyanto (2014) menyatakan dampak negatif kegiatan wisata di Pesisir terhadap lingkungan yakni menurunnya kualitas lingkungan pesisir dan laut maupun kelestarian sumberdaya alam,yaitu berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan serta pemanfaatan yang berlebih atas sumberdaya pesisir dan laut. Sehubungan dengan hal tersebut, maka upaya pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan yang mungkin timbul harus menjadi bagian dari kebijakan dan langkah aksi pengelolaan lingkungan pada setiap sektor kegiatan pembangunan.

Pengelolaan Berdasarkan Persepsi Masyarakat dan Wisatawan

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat yang tinggal di Pantai Sialang Buah, sebanyak 59 % masyarakat menyadari adanya dampak kegiatan

Dokumen terkait