• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Aktivitas Masyarakat Pesisir Terhadap Kondisi Ekosistem Mangrove di Pantai Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Aktivitas Masyarakat Pesisir Terhadap Kondisi Ekosistem Mangrove di Pantai Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 1. Kondisi Lokasi Penelitian

a. Petunjuk arah pantai sialang buah b. Kondisi Pantai

c. Mangrove d. Muara

(3)

Lampiran 2. Alat dan Bahan

a. GPS (Global Positioning System) b. Laptop

c. Alat Tulis d. Kamera Digital

(4)

Lampiran 3. Kegiatan Observasi Lapangan dan Wawancara

a. Kegiatan Observasi Lapangan

b. Kegiatan Pengambilan Titik Observasi di Lapangan dengan GPS

(5)

Lampiran 4. Foto Team Penelitian

(6)

Lampiran 5. Wawancara untuk masyarakat yang berdomisili di pesisir Pantai

Tipe hutan yang tumbuh di daerah pantai, yang terpengaruh dengan pasang surut yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang dapat mentoleransi garam (salinitas yang tinggi).

B. Hubungan eksistensi hutan mangrove terhadap masyarakat.

1. Apakah saudara/I mengetahui atau mengenal hutan mangrove a. Ya

b. Tidak

2. Apakah saudara/i memahami manfaat hutan mangrove? a. Ya, Untuk…

b. Tidak

3. Apakah keberadaan hutan mangrove berpengaruh terhadap pendapatan/ perekonomian saudara/i?

a. Ya, Berpengaruh b. Tidak Berpengaruh

4. Apakah saudara/i mengetahui pengaruh hutan mangrove terhadap lingkugan sekitar tempat anda (sebagai penyangga ekosistem pantai/ pelindung pantai)? a. Tahu

b. Tidak Tahu

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

No. :

(7)

Lampiran 5. Lanjutan

5. Adakah perubahan kondisi fisik hutan mangrove dulu (±5 Tahun lalu) dengan yang sekarang, menurut yang saudara amati dan lihat?

a. Ada b. Tidak

6. Apakah saudara/I setuju jika huta diganti (dikonversi) dengan kegunaan lain seperti permukiman, perkebunan/ sawah, industry maupun tambak?

a. Setuju b. Tidak setuju

Berikan alasannya…………

7. Apakah saudara/i pernah atau sedang membuat usaha dengan menggunakan lahan hutan mangrove atau disekitar lahan mangrove?

a.Ya b. Tidak

jika Ya, sejak kapan dan berapa jaraknya dari hutan mangrove……….

8. Sebagai apakah saudara/I memanfaatkan lahan hutan mangrove? a. Hutan (Tidak dimanfaatkan)

b. area memancing/ menangkap ikan maupun mencari cacing (umpan) c. Perkebunan/ kebun campuran, tambak tumpang sari

d. permukiman, industry, Tambak non-tumpang sari, Sawah, lahan gundul 9. Menurut saudara/i apakah kegiatan anda berpengaruh terhadap kondisi

mangrove? a. berpengaruh b. tidak berpengaruh c. tidak tahu

10. Sejak saudar/i tinggal di daerah ini, adakah perubahan garis pantai seperti semakin dekatnya air laut ke daratan?

a. Ada, kira-kira sejauh mana……. b. Tidak

C. Persepsi Masyarakat Terhadap Pengelolaan atau Rehabilitasi Hutan Mangrove

Rehabilitasi hutan mangrove

(8)

Lampiran 5. Lanjutan

1. Menurut saudara/i bagaimana kondisi hutan mangrove didaerah anda saat ini?

a. Baik b. Tidak tahu b. Tidak baik

2. adakah perbedaan kondisi mangrove dulu dengan sekarang (semakin baik atau semakin buruk)

a. semakin baik b. semakin buruk c. tidak tahu

3. bagaimana tanggapan saudara/I melihat kondisi hutan mangrove sekarang? a. Biasa saja

b. Prihatin c. Tidak peduli

4. Menurut saudara apakah hutan mangrove di tempat anda perlu direhabilitasi (diperbaiki)?

a. Perlu b. Tidak Perlu

5. Apakah saudara/i menegtahui cara penanaman mangrove? a. Tahu Tidak Tahu

6. Adakah saudara/i merasakan perubahan terhadap lingkungan karea kondisi mangrove saat ini?

a. Ada, seperti…….. b. Tidak ada

7. Menurut saudara/i siapakah yang seharusnya terlibat dalam proses rehabilitasi mangrove didaerah tempat saudara/i tinggal?

a. Pemerintah b. Masyarakat

c. Pengusaha tambak d. Semua pihak a,b,c

8. Apakah sebelumnya ada usaha rehabilitasi yang dilakukan baik masyarakat, pemerintah maupun pengusaha tambak ditempat saudara/i sebelumnya?

a. Ada, kapan….. b. Tidak ada

9. Apakah saudara/i mau mendukung dan berpartisipasi jika ada kegiatan rehabilitasi atau penanaman mangrove didaerah ini?

a. Mau terlibat Tidak mau terlibat

10. Apa harapan saudara/i untuk perbaikan lingkungan pesisir dan mangrove didaerah ini?

(9)

Lampiran 6. Kuisioner untuk persepsi wisatawan (pengunjung) di pantai Sialang

B. Persepsi Wisatawan (Pengunjung) Pantai

Bagaimana Keadaan Pantai Sialang Buah

1. Keindahan Pantai 3. Keindahan Pasir Pantai

a. Buruk c. Indah e. Tidak Tahu

b. Sangat Buruk d. Sangat Indah 4. Kenyamanan dan Kebersihan Pantai

a. Kurang c. Baik e. Tidak Tahu

b. Cukup d. Sangat Baik

5. Penyediaan fasilitas wisata (Pondok wisata, tempah ibadah, toilet umum

a. Kurang c. Baik e. Tidak Tahu

b. Cukup d. Sangat Baik

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

No. :

(10)

Lampiran 6. Lanjutan

C. Adakah Pengaruh Kegiatan Wisata Terhadap Kondisi Mangrove dan Kelestarian Lingkungan Pesisir

Pengertian Hutan Mangrove

Tipe hutan yang tumbuh di daerah pantai, yang terpengaruh dengan pasang surut yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang dapat mentoleransi garam (salinitas yang tinggi).

1. Apakah saudara/I mengenal atau mengetahui hutan mangrove?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah saudara/I memahami manfaat hutan mangrove? a. Ya, Untuk…

b. Tidak

3. Apakah keberadaan hutan mangrove menambah keindahan pnatai Sialang Buah?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah saudara/I mengetahui fungsi hutan mangrove terhadap pantai (sebagai pelindung pantai)?

a. Ya b. Tidak

5. Adakah pengaruh kegiatan wisata terhadap kondisi lingkungan di Pantai? a. Ada

b. Tidak Ada

6. Apakah saudara/I setuju jika hutan mangrove diganti (dikonversi) dengan kegunaan laim seperti permukiman, perkebunan/ sawah, industry maupun tambak?

a. Setuju, Karena…… b. Tidak Setuju, Karena…..

D. Persepsi Wisatawan Tentang Pengelolaan Lingkungan Pesisir dan Rehabilitasi Hutan Mangrove

Rehabilitasi hutan mangrove

(11)

Lampiran 6. Lanjutan

1. Menurut Saudara/i bagaimana kondisi hutan Mangrove di Pantai Sialang Buah

a. Baik b. Tidak Baik c. Tidak Tahu

2. Bagaimana tanggapan saudara/I melihat kondisi hutan mangrove yang rusak?

a. Biasa Saja b. Prihatin c. Tidak Peduli

3. Menurut Saudara/I apakah hutan mangrove dipantai Sialang Buah perlu diperbaiki (Rehabilitasi) dan lingkungan pesisir dilestarikan?

a. Perlu b. Tidak Perlu

4. Menurut saudara/I siapakah yang harus terlibat dalam memperbaiki atau merahabilitasi hutan mangrove dan menjaga kelestarian pesisir tersebut?

a. Pemerintah b. Masyarakat

c. Pengusaha Tambak/ Industri d. Semua Pihak a,b,c

5. Bagaimana pendapat Saudara/I tentang kelestarian lingkungan di kawasan Pantai Sialag Buah?

a. Kurang Baik b. Cukup Baik c. Baik

d. Sangat Baik

6. Apakah saudara/I merasa nyaman apabila Pantai Sialang Buah dipadati oleh pengunjung lain?

a. Nyaman

b. Kurang Nyaman c. Tidak Nyaman d. Biasa Saja

7. apakah saudara/I merasa nyaman apabila Pantai Sialang Buah dipadati oleh Permukiman?

a. Nyaman

b. Kurang Nyaman c. Tidak Nyaman d. Biasa Saja

8. Apa harapan saudara/I untuk perbaikan lingkungan pesisir dan mangrove di pantai Sialang Buah?

(12)

Lampiran 7. Perhitungan Total Nilai Skoring (TNS)

Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir (Aktivitas Masyarakat)

TNS = (mp x 40) + (llu x 30) + (pl x 20) + (phm x 10)

Keterangan :

TNS = Total Nilai Skoring mp = Mata pencaharian utama llu = Lokasi lahan usaha pl = Pemanfaatan lahan

phm = Persepsi masyarakat terhadap hutan mangrove TNS = (1x 40) + (3 x 30) + (3 x 20) + (1 x 10)

TNS= 40 + 90 + 60 + 10 = 200

Dengan Kriteria Sebagai Berikut :

d. Nilai 100 – 160 : faktor sosial ekonomi kurang berpengaruh terhadap kerusakan kawasan mangrove

e. Nilai 161 – 200 : faktor sosial ekonomi berpengaruh terhadap kerusakan kawasan mangrove

(13)

Lampiran 8. Jumlah Pengunjung Wisata yang berwisata ke Pantai Sialang Buah dalam Satu Tahun

No. Bulan Jumlah Pengunjung

(14)

Lampiran 9. Data Umum Responden Masyarakat yang Berdomisili Pantai Sialang Buah

No. Nama Umur

Jenis

Kelamin Pekerjaaan Alamat

(15)

No. Nama Umur

Jenis

Kelamin Pekerjaaan Alamat

Lama Tinggal

(16)
(17)
(18)

DAFTAR PUSTAKA

Adiprima, K. P dan Sudradjat, A. 2010. Kajian Kesesuaian Lahan Tambak, Konservasi dan Permukiman Kawasan Pesisir Menggunakan Sistem Informasi Geografis Studi Kasus Pesisir Pangandaran, Jawa Barat. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Adisasmita, R. 2006. Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan [Balitbang] Provinsi Sumatera Utara. 2005. Penurunan Kualitas Ekosistem Mangrove Hubungannya dengan Pendapatan Masyarakat Nelayan di Sumatera Utara. Studi Kasus di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Medan.

Basri, Y. Z., Thoby, M dan Mulyadi, S. 2007. Ekonomi Kelautan (Edisi 1). Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Dahuri, R., R. Jacub, P. G. Sapta dan M .J. Sitepu. 2004. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.

Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2006. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 10/Men/2002 Tentang Pedoman Umum Perencanaan Pesisir Terpadu. Jakarta.

Dewanti, R., Arief, M dan Maulana, T 1998. Degradasi Tingkat Kerapatan Kanopi Mangrove di Delta Brantas Menggunakan Analisis NDVI Data Landsat Multitemporal. Warta Inderaja. MAPIN /ISRS. 5 (2) 27-37

Dewanti., Dewi. S dan Zulfikli. 1998. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh dan Uji Validasinya untuk Deteksi Penyebaran Lahan Sawah dan Penggunaan/Penutupan Lahan. Soil Research Institute, CSARD of IAARD Direktorat Jendral Rehabiliotasi Lahan dan Perhutanan Sosial dan Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia. 2000. Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kristis Mangrove 7 (Tujuh) Provinsi (Sumatera Barat, Bengkulu, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur). Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(19)

Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Sulawesi Selatan. Jurnal Litbang Pertanian. 23 (1) : 15-21

Harahab, N. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove dan Aplikasinya dalam Perencanaan Wiayah Pesisir. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Hardjowigeno, S dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Hidayat, W,A., Hidayah, Z dan Nugraha, W, A. 2009. Aplikasi Teknologi Sistem Informasi Geografis Dan Penginderaan Jauh Untuk Penentuan Kondisi Dan Potensi Konservasi Ekosistem Hutan Mangrove Di Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan. Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo. Jurnal Kelautan. 2 (1): 1-7

Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove. Yogyakarta

Kusmana, C., Sri, W., Iwan, H., Prijanto, P., Cahyo, W., Tatang, T., Adi, T., Yunasfi dan Hamzah. 2005. Teknik Rehabilitsi Mangrove. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mangkay, S., Harahab, N., Polii, B dan Soemarno. 2012. Analisis Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan Di Kecamatan Tatapaan, Minahasa Selatan, Indonesia. Universitas Brawijaya. J-PAL. 3 (1) : 8-18 Mawardi, I. 2008. Pengembangan Ekowisata sebagai Strategi Pelestarian Hutan

Mangrove (Studi Kasus Hutan Mangrove di Pantai Utara Kabupaten Idramayu). Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jurnal Teknologi Lingkungan. 7 (3) : 234-242

Mulyadi, 2005. Ekonomi Kelautan. Devisi Buku Perguruan Tinggi. Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Muryani, C., Ahmad., Nugraha, S dan Utami, T. 2011. Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pelestarian Hutan Mangrove di Pantai Pasuruan Jawa Timur. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 18 (2) : 75-84.

Naamin, N. 1991. Penggunaan Hutan Mangrove untuk Budidaya Tambak, Keuntungan dan Kerugiannya. 49-57. Dalam Prosiding Seminar IV Ekosistem Mangrove, Bandar Lampung. MAB Indonesia – LIPI. Bandar Lampung.

(20)

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara (Edisi 2). Djambatan. Jakarta.

Noor, Y. R., M. Khazali dan I. N. N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands Internasional. Bogor.

Pramudyanto, B. 2014. Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan di Wilayah Pesisir. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Banten. Vol 1 (4). 21-40

Rahmawati. 2006. Upaya Pelestarian Mangrove Berdasarkankan Pendekatan Masyarakat. Karya Ilmiah. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Rusdianti, K. dan Sunito, S. 2012. Konversi Lahan Hutan Mangrove serta Upaya Penduduk Lokal dalam Merehabilitasi Ekosistem Mangrove. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 6 (1) : 1-17.

Setiawan, N. 2007. Penentuan Ukuran Sampel Memakai Rumus Slovin dan Tabel Krejcie-Morgan : Telaah Konsep dan Aplikasi, Prosiding Diskusi Ilmiah. Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung.

Sihombing, B. 1995. Analisi Degradasi Tegakan Pada Kawsan Hutan Lindung Wosi Rendani Manokwari. FAPERTA UNCEN. Manokwari.

Simbolon, W. 2010. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan dan Perubahan Kesesuaian Peruntukan Ekosistem Mangrove di Wilayah Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Skripsi. Departemen Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Siregar, E. B. M. dan A. Purwoko. 2002. Pengelolaan Ekosistem dan Lingkungan Pesisir. Makalah pada Lokakarya Partisipasi Publik dalam Pengelolaan Pesisir dan Laut, 28-30 Oktober 2002. Kerjasama Pemkab Deli Serdang dan dengan LPPM USU. Tanjung Morawa. Medan.

Suwargana, N. 2008. Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi. Peneliti Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan jauh, LAPAN. 5 (1) : 64-74.

Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Brilian Interasianal. Surabaya.

Utina R. 2008. Pendidikan Lingkungan Hidup dan Konservasi Sumberdaya Alam Pesisir. UNG-Press. Gorontalo.

(21)

Sawah dan Penggunaan/Penutupan Lahan. Soil Research Institute, CSARD of IAARD. 13 (1) : 745-769.

Vatria, B. 2012. Berbagai Kegiatan Manusia yang dapat Menyebabkan Terjadinya Degradasi Ekosistem Pantai serta Dampak yang Ditimbulkannya. Politeknik Negeri Pontianak. Pontianak. 2 (1) : 14-19.

(22)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2016 di Pantai Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Gambar lokasi penelitian di Pantai Sialang Buah dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning

System (GPS), kamera digital, alat tulis dan laptop. Perangkat lunak

(23)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Data citra satelit dari software Er Mapper 7.1 dan data citra satelit Landsat-7 TM dan Landsat-8 dengan Format Geo TIFF, lokasi perekaman Landsat diambil di sekitar pantai Sialang Buah untuk melihat luas tutupan lahan.

Data berupa peta administrasi kecamatan dan desa dengan shp, yang diperoleh dari dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

Data jumlah masyarakat yang berdomisili di pantai Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu dari Kantor Kepala Desa Sialang Buah. Data jumlah pengunjung wisata dari pihak pengelola wisata pantai, serta data primer seperti wawancara, kuesioner dan observasi di lapangan.

Prosedur Penelitian

Pengumpulan data

Data Primer

Data primer yang dikumpulkan meliputi persepsi terhadap kawasan dan pengambilan foto kondisi mangrove di pesisir. Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer selama penelitian adalah wawancara dan observasi lapangan serta perekaman data citra satelit.

a. Wawancara

(24)

dinas terkait pengelolaan kawasan. Penentuan responden dilakukan dengan metode acak (Purpossive Sampling) yang terdiri dari penduduk sekitar dan wisatawan yang ada dilokasi penelitian. Alasan penggunaan metode pengambilan data ini karena sengaja memilih responden berdasarkan tujuan penelitian yang akan dilakukan dengan ketentuan peran serta (partisipasi) responden dalam kegiatan atau aktivitas yang langsung dilakukan oleh masyarakat di pesisir, alasan lainnya adalah memudahkan dalam wawancara dan kesediaan responden untuk memberi informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian.

b. Observasi Lapangan

Merupakan cara pengumpulan data primer dengan mengamati secara langsung kondisi dan keberadaan mangrove serta lingkungan pesisir di Pantai Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Posisi pengambilan data observasi ditentukan dengan bantuan GPS.

c. Data Citra Satelit

Data citra satelit Landsat-7 TM dengan Format Geo TIFF, dengan melakukan perekaman Landsat di sekitar pantai Sialang Buah untuk melihat luas tutupan lahan dan kondisi mangrove.

Data Sekunder

(25)

strategi pengelolaan kawasan pesisir. Adapun data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat dari Tabel 2.

Tabel 2. Data Sekunder

Tipe Data Asal Data

Data Landsat 7 TM Tahun 2003 dan Landsat 8 Tahun 2013 serta Peta Administrasi Kecamatan dan Desa

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai

Data Jumlah Penduduk / Masyarakat Kantor Kepala Desa Sialang Buah Data Jumlah Wisatawan / Pengunjung Pengelola Tempat Wisata

Analisis Data

Penutupan Lahan Mangrove

Melihat tutupan lahan dilakukan dengan membuat cropping data citra kawasan yang diteliti untuk membedakan antara tanah, hutan dan air. Dengan menggunkan software Er Mapper 7.1 yang akan diakhiri dengan hasil berupa peta hasil komposit Landsat 7 TM dengan RGB 543 dan Landsat 8 degan RGB 654.

Pemotongan citra (cropping) dilakukan untuk membatasi citra sesuai dengan wilayah penelitian karena didalam proses perekaman kondisi permukaan bumi, satelit akan merekam data pada daerah yang luas sesuai dengan resolusi spasial dari sensor yang digunakan oleh satelit tersebut. Pemotongan citra dilakukan untuk membedakan antara tanah, hutan dan air.

Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir (Aktivitas Masyarakat)

(26)

ekonomi masyarakat. Penyebab kerusakan kawasan mangrove diantaranya diduga dari perilaku masyarakat sekitar kawasan yang bertitik pada kondisi ekonomi masyarakat tersebut. Untuk itu, perlu dilakukannya survei sosial ekonomi masyarakat.

Dengan menggunakan skor 1-3 pada peubah, untuk setiap peubah diberi bobot dengan total bobot 100. Maka akan diperoleh kisaran jumlah skor dengan bobot antara 100 – 300. Penentuan besarnya bobot untuk tiap peubah didasarkan kepada peluang peubah tersebut, dimana peubah memberikan kontribusi terhadap kerusakan hutan mangrove secara langsung, untuk menghitung kerusakan mangrove yang dikarenakan faktor sosial ekonomi masyarakat, dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Peubah, Bobot dan Skor Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat Penyebab Kerusakan Mangrove

No. Peubah Bobot Skor

(27)

Tabel 3. Lanjutan

3. Untuk dimanfaatkan

kayunya

Sumber : Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan sosial dan Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia, 2000.

Total niai skoring (TNS) untuk komponen sosial ekonomi sebagai faktor penyebab kerusakan kawasan mangrove secara sederhana dapat disusun dalam model matematis sebagai berikut :

TNS = (mp x 40) + (llu x 30) + (pl x 20) + (phm x 10)

phm = Persepsi masyarakat terhadap hutan mangrove

Dengan Kriteria Sebagai Berikut :

a. Nilai 100 – 160 : faktor sosial ekonomi kurang berpengaruh terhadap kerusakan kawasan mangrove

b. Nilai 161 – 200 : faktor sosial ekonomi berpengaruh terhadap kerusakan kawasan mangrove

(28)

Persepsi Masyarakat Pesisir dan Pengunjung Wisata

Persepsi masyarakat dan pengunjung wisata pesisir bersifat deskriptif dimana melihat gambaran faktual mengenai kondisi lingkungan dan mangrove dari persepsi masyarakat pesisir dan pengunjung wisata. Data diambil dengan observasi langsung lapangan dan dengan metode wawancara dan kuisioner. Kuisioner yaitu data primer atau verifikasi data sekunder dengan memberikan pertanyaan–pertanyaan singkat yang sama pada sejumlah responden yang sah menurut ilmu statistika dengan jumlah populasi sasaran. Sedangkan wawancara yaitu menggali secara terarah pikiran orang lain dalam suatu bidang untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Metode ini dapat digunakan untuk data khusus bersifat non-statistik dan kualitatif atau subjektif (Tuwo, 2011). Berikut persepsi masyarakat dan pengunjung wisata, disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Persepsi Masyarakat dan Pesepsi Wisatawan Tipe Data Informasi yang

Terkandung

(29)

Menurut Setiawan (2007), Jumlah responden penelitian ditentukan dengan Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel responden dengan metode purposive sampling, yaitu dimana pengambilan sampel dilakukan secara sengaja

dengan tujuan tertentu. Jika subjek penelitian atau wisatawan kurang dari 100 maka lebih baik diambil semuanya sebagai sampel dan jika jumlah sampel lebih dari 100 orang maka sampel dapat diambil antara 10% sebagai ukuran sampel, penentuan responden dengan rumus slovin, yaitu:

Keterangan,

n = Ukuran sampel yang dibutuhkan N = Ukuran populasi

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Peta Tutupan Lahan Pantai Sialang Buah Tahun 2003

Hasil pengelolaan citra satelit landsat 7 ETM tahun 2003 dengan lokasi perekaman di sekitar pesisir Desa Sialang Buah, setelah dilakukan proses komposit warna dengan RGB 543 dengan menggunakan software Er Mapper 7.1 untuk memisahkan daratan dengan lautan sehingga dapat terlihat bagian garis pantai sebagai pemisahnya serta pemotongan (cropping) peta dengan software Arcgis 10. Maka hasil nya dapat dilihat pada Gambar 3.

(31)

Peta Tutupan Lahan Pantai Sialang Buah Tahun 2013

Hasil pengelolaan citra satelit landsat 8 tahun 2013 dengan lokasi perekaman di sekitar pesisir Desa Sialang Buah, setelah dilakukan proses komposit warna dengan RGB 654 dengan menggunakan software Er Mapper 7.1. untuk memisahkan daratan dengan lautan sehingga dapat terlihat bagian garis pantai sebagai pemisahnya serta pemotongan (cropping) peta dengan software Arcgis 10. Maka hasil nya dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Peta Tutupan Lahan Pantai Sialang Buah, Bulan Mei – September Tahun 2013

Peta Tutupan Lahan Pantai Sialang Buah Tahun 2016

(32)

untuk memisahkan daratan dengan lautan sehingga dapat terlihat bagian garis pantai sebagai pemisahnya serta pemotongan (cropping) peta dengan software Arcgis 10. Maka hasil nya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta Tutupan Lahan Pantai Sialang Buah, Bulan Mei – Juli Tahun 2016

Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir (Aktivitas Masyarakat)

Dari Hasil kuisioner dan wawancara terhadap responden masyarakat yang tinggal di pantai Desa Sialang Buah, maka diperoleh hasil perhitungan seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Pehitungan Peubah, Bobot dan Skor Faktor Sosial Ekonomi sMasyarakat Penyebab Kerusakan Mangrove

No. Peubah Bobot Skor BobotxSkor

1. Mata Pencaharian 40 1. Nelayan 40

(33)

Tabel 5. Lanjutan

No. Peubah Bobot Skor BobotxSkor

2. Lokasi Lahan Usaha (llu) 30 3. Berjarak < 0,5 km 90 dari Hutan Mangrove

3. Pemanfaatan Lahan (pl) 20 3. Permukiman, Industri, 60 Tambak Non Tumpangsari,

4. Persepsi terhadap Hutan 10 1. Untuk menjaga 10 Mangrove (phm) Kondisi lingkungan

Jumlah 200

Berdasarkan hasil perhitungan Maka Total Nilai Skoring (TNS) yang diperoleh adalah sebesar 200 dimana nilai tersebut menunjukan bahwa faktor sosial ekonomi berpengaruh terhadap kerusakan kawasan mangrove. Hasil perhitungan nilai TNS tersebut didapat berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada masyarakat yang tinggal di pantai Sialang Buah, kuesioner Faktor Sosial Ekonomi masyarakat di sekitar pantai Sialang Buah dapat dilihat pada Lampiran 5.

Persepsi Masyarakat dan Persepsi Wisatawan

Persepsi Masyarakat

(34)

masyarakat mengenai kondisi Pantai Sialang Buah dapat dilihat pada persentase berikut :

Karakteristik Mata Pencaharian Masyarakat

Berdasarkan hasil wawancara dan pembagian kuesioner kepada responden masyarakat yang tinggal di pantai Sialang Buah maka diperoleh hasil persentase yang disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Karakteristik Mata Pencaharian

Berdasarkan wawancara dan pembagian Kuesioner masyarakat pesisir didapat jumlah responden dengan jenis pekerjaan yang mendominasi adalah Nelayan sebesar 74% dan 14% adalah pedagang dan 12% buruh tambak.

Pemahaman dan Persepsi Masyarakat Mengenai Hutan Mangrove

Adapun hasil wawancara dan kuesioner yang dilakukan dengan masyarakat pantai Sialang Buah disajikan dengan persentase sebagai berikut :

(35)

mengenal hutan mangrove dan hanya 12% yang mengatakan tidak mengenal hutan mangrove. Persentase tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Pemahaman Masyarakat Terhadap Hutan Mangrove

Berdasarkan hasil wawancara dan pemb dengan masyarakat pesisir didapat persentase mengenai pengetahuan masyarakat mengenai manfaat hutan mangrove sebanyak 63% masyarakat mengatakan mengetahui manfaat hutan mangrove yaitu sebagai pelindung pantai dan menjaga kelestarian lingkungan dan hanya 33% tidak mengetahui manfaat hutan mangrove. Persentase tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

(36)

Berdasarkan wawancara dan pembagian kuesioner dapat dilihat bahwa masyarakat yang tidak setuju dengan adanya konversi hutan mangrove sebanyak 65% dengan alasan hilangnya mangrove dapat menyebabkan terjadinya banjir dan yang setuju sekitar 35% dengan alasan kayu mangrove dapat dijadikan sebagai bahan bangunan dan lahan mangrove dapat dijadikan perkebunan dan tambak. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Pendapat Masyarakat Mengenai Konversi Mangrove

Berdasarkan hasil wawancara dan pembagian kuisioner mengenai persentase pemanfaatan hutan mangrove yang dilakukan oleh masyarakat dapat dilihat pada Gambar 10.

(37)

Berdasarkan hasil wawancara dan pembagian kuisioner mengenai pengaruh pemanfaatan masyarakat terhadap kondisi hutan mangrove sebanyak 59% mengatakan berpengaruh, 29% mengatakan mengatakan tidak berpengaruh dan 12% mengatakan tidak tahu. Persentase dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Pengaruh Pemanfaatan Terhadap Kondisi Hutan Mangrove

Berdasarkan hasil wawancara dan pembagian kuisioner kepada masyarakat mengenai kondisi hutan mangrove dipantai Sialang Buah sebanyak 88% mengatakan tidak baik dengan alasan semakin sedikitnya lahan hutan mangrove dan 12% responden mengatakan tidak tahu. Persentase dapat dilihat pada Gambar 12.

(38)

Berdasarkan wawancara dengan responden masyarakat mengenai tanggapan terhadap kondisi hutan mangrove yaitu sebanyak 65% mengatakan prihatin, 35% mengatakan biasa saja dan tidak ada yang mengatakan tidak perduli. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Tanggapan masyarakat mengenai Kondisi Hutan Mangrove Berdasarkan wawancara dengan responden masyarakat mengenai rehabilitasi hutan mangrove sebanyak 65% mengatakan perlu karena dapat membantu memperbaiki kondisi lingkungan dan mengurangi banjir, sebanyak 35% mengatakan tidak perlu alasannya karena tidak ada yang akan merawat dan melakukannya.Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 14.

(39)

Berdasarkan wawancara dengan responden masyarakat mengenai pelaku yang sebaiknya melakukan rehabilitasi mangrove sebanyak 88% mengatakan semua pihak seperti pemerintah, masyarakat dan Instasi terkait lainnya, 8% mengatakan hanya pemerintah dan sebanyak 4% mengatakan Instansi terkait saja. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Pelaku Rehabilitasi Hutan Mangrove

Persepsi Wisatawan

Pemahaman dan Persepsi Wisatawan Mengenai Hutan Mangrove

Berdasarkan data wisatawan yang berkunjung ke Pantai Sialang Buah dalam satu tahun sebanyak 2494 orang, sehingga ukuran sampel (N) yaitu sebanyak 208 orang setelah dijumlahkan dengan rumus slovin maka diperoleh responden sebanyak 67 orang.

(40)

Gambar 16. Keindahan Pantai

Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner dengan wisatawan, mengenai Kenyamanan dan Kebersihan pantai yaitu 57% mengatakan baik, 36% mengatakan cukup baik, 7% mengatakan kurang baik. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Kenyamanan dan Kebersihan Pantai

(41)

Gambar 18. Sarana Wisata (Pondok wisata, Tempat Ibadah dan Toilet) Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner dengan wisatawan, mengenai Kesadaran Masyarakat dan Pengelola wisata tentang kelestarian lingkungan yaitu 12% mengatakan baik, 15% mengatakan cukup baik, 72% mengatakan kurang baik dan 1% mengatakan sangat baik. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Kesadaran Masyarakat dan Pengelola tetang Kebersihan di Pantai

(42)

Gambar 20. Pemahaman dan Pengenalan Wisatawan Terhadap Hutan Mangrove

Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner dengan wisatawan, mengenai Hutan Mangrove Menambah Keindahan Pantai sebanyak 67% respoden wisatawan mengatakan bahwa keberadaan mangrove menanbah keindahan pantai dan 33% mengatakan tidak menambah keindahan. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Hutan Mangrove Menambah Keindahan Pantai

(43)

Gambar 22. Pengaruh Wisata Terhadap Kondisi Lingkungan

Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner dengan wisatawan, mengenai konversi hutan mangrove yang mungkin akan dijadikan permukiman, perkebunan, tambak dan lain sebagainya sebanyak 73% responden mengatakan tidak setuju dengan alasan dapat mengurangi keindahan pantai dan kealamian pantai sedangkan 27% mengatakan setuju dengan alasan dapat menambah pendapatan dan mata pencaharian masyarakat sekitar. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 23.

(44)

mengatakan baik dan 27% mengatakan tidak tahu. Adapun persentase pendapat dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24. Kondisi Mangrove Menurut Wisatawan

Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner dengan wisatawan, mengenai Rehabilitasi hutan mangrove sebanyak 78% responden mengatakan Perlu direhabilitasi dengan alasan agar kondisi mangrove tidak semakin rusak dan dapat segera pulih dan sebanyak 22% mengatakan tidak perlu dengan kurang sadarnya masyarakat mengenai kelestarian lingkungan. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25. Pendapat Wisatawan mengenai Rehabilitasi

(45)

pemerintah, 9% mengatakan masyarakat dan 2% mengatakan pihak terkait. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26. Pelaku Rehabilitasi Hutan Mangrove

Berdasarkan wawancara dan pembagian kuisioner pada wisatawan, adapun persentase mengenai Perasaan wisatawan apabila tempat wisata dipadati wisatawan lain dan Permukiman, 82% mengatakan kurang nyaman, 10% tidak nyaman, 8% mengatakan nyaman dan 0% mengatakan sangat nyaman. Adapun persentase dapat dilihat pada Gambar 27.

(46)

Pembahasan

Penutupan Lahan Desa Sialang Buah

Identifikasi peta pada tahun 2003 dilakukan dengan menggunakan citra Landsat 7 TM yang diakusisi pada bulan juni dengan menggunakan komposit Red, Green, Blue (RGB) 5,4,3 untuk melihat gambaran dan mempertajam suatu

lahan/ vegetasi termasuk pertanian. Menurut Wahyunto, dkk (2004), data digital dengan kombinasi band 5,4,3 bila didisplay dengan menggunakan filter standard merah, hijau, biru akan menghasilkan tampilan mendekati warna sebenarnya sehingga memudahkan dalam mengenal obyek untuk mendeteksi penggunaan lahan.

Kenampakan legenda pada peta penutupan lahan dikaitkan dengan penelitian wahyunto, dkk (2004), yang menyatakan kenampakan kombinasi band 5,4,3 menghasilkan biru muda yakni sawah digenangi air, biru tua atau cyan yakni lahan tergenang air seperti tambak, magenta atau pink-merah yakni sawah berair, hijau yakni vegetasi, kuning dan berdekatan dengan daerah pantai atau garis pantai yakni mangrove dan permukiman ditandai dengaan warna ungu dan umumnya terlihat teratur dan tertata serta warna kuning kehijauan yakni menandakan sawah siap panen.

(47)

yang merupakan rekflentasi vegetasi yang terlihat jelas dan terpisah dari badan perairan dengan warna biru hal ini terlihat jelas karena adanya False Color Composit. Dewanti dkk (1998), menyatakan mengkaji tentang karakteristik profil

mangrove lewat data penginderaan jauh, menjelaskan bahwa mangrove di kawasan sepanjang pantai dan pertambakan dapat terlihat jelas dari citra FCC (False Color Composit). Citra yang dibuat dari kombinasi tiga kanal yakni dua kanal dari spektral tampak dan satu kanal inframerah.

Berdasarkan hasil digitasi lahan Desa Sialang Buah dari Tahun 2003- 2016 dengan software Er Mapper 7.1 terlihat perubahan lahan dimana pada tahun 2003 yang terdiri dari sawah digenangi air, permukiman, tambak, vegitasi, sawah berair, dan mangrove. Pada tahun 2013 tutupan lahan terdiri dari sawah digenangi air, permukiman, tambak, vegetasi dan mangrove. Pada tahun 2016 terdiri dari sawah tergenang air, permukiman, tambak, vegetasi dan sawah siap panen, Wahyunto, dkk (2004), menyatakan Sawah irigasi dengan pola tanam dua kali dalam setahun dapat dikenali dengan mudah dari 2 citra yang direkam dalam musim yang berbeda yaitu citra musim penghujan dan kemarau yang direkam pada saat tanaman padi dalam fase air. Citra satelit hasil rekaman musim kemarau dapat digunakan untuk memisahkan rawa dengan genangan permanen yang berbatasan dengan sawah lebak dan tidak pernah ditanami padi. pada citra melalui beberapa kenampakan adanya saluran drainase yang berhubungan dengan sungai besar, dan lokasinya relatif dekat dengan daerah pantai.

(48)

mangrove di pesisir sialang Buah, teknik pengamatan dapat dilakukan dengan teknologi SIG yang dapat dijadikan sebagai data pendukung dalam memetakan suatu kawasan mangrove. Hidayat dkk (2009) menyatakan teknik pengamatan insitu dengan teknologi SIG, dan penginderaan jauh sebagai sistem informasi pendukung. Teknologi SIG dapat digunakan sebagai alat analisis untuk memetakan distribusi mangrove dan selanjutnya sebagai sistem pendukung.

Berdasarkan pengamatan langsung dilapangan yang telah dilakukan dilihat bahwa ada nya permukiman yang berdekatan dengan lahan mangrove serta penebangan hutan mangrove yang kemudian di timbun untuk dijadikan tambak dan ada pula rencana pembangunan arena bermain seperti water boom di pantai Sialang Buah. Kerusakan mangrove dapat menyebabkan terganggunya ekologi, ekonomi dan dapat berakibat terjadinya bencana. DKP (2006) menyatakan Penebangan hutan mangrove secara besar-besaran untuk dikonversikan menjadi usaha pertambakan dapat menyebabkan terputusnya siklus hidup sumberdaya ikan dan udang di sekitarnya. Berkurangnya ikan dan udang di daerah ini berarti mengurangi pendapatan nelayan-nelayan kecil yang biasanya beroperasi di sekitar pantai, penyudu udang, pencari kepiting dan penjala ikan, Rusak atau hilangnya hutan mangrove mengakibatkan pula abrasi pantai yang dapat menyapu pemukiman penduduk dan pada akhirnya justru akan menghancurkan usaha pertambakan itu sendiri di kemudian hari. Selain itu, dengan hilangnya mangrove, intrusi air laut akan semakin mudah meluas ke arah daratan dan menyebabkan sumur-sumur air tawar tidak lagi dapat dimanfaatkan.

(49)

kehilangan tempat tinggal karena semakin berkurangnya jumlah hutan mangrove, sehingga biota pergi berpindah dan mencari tempat hidup nya yang baru. Irwanto (2006) menyatakan bahwa selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem mangrove juga sebagai plasma nutfa (genetif pool) dan menunjang keseluruhan system kehidupan sekitarnya. Habitat mangrove merupakan tempat mencari makan (feeding ground), bagi hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membearkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman bagi juvenil dan larva ikan serta kerang (shellfish) dari predator.

Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir (Aktivitas Masyarakat)

Berdasarkan pengamatan dan wawancara langsung kepada mayarakat yang tinggal di pesisir sialang Buah, maka total nilai skoring yang didapat untuk faktor sosial ekonomi yaitu sebesar 200. Total Nilai Skoring (TNS) ini menunjukan bahwa faktor sosial ekonomi masyarakat berpengaruh terhadap kerusakan kawasan hutan mangrove. Maka dapat disimpilkan bahwa faktor sosial ekonomi masyarakat pesisir Sialan Buah adalah hal yang mempengauhi tingkat kerusakan mangrove di daerah tersebut.

(50)

sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir, terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, supplier faktor sarana produksi perikanan. Dalam bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa pariwisata, penjual jasa transportasi, serta kelompok masyarakat lainnya yang memanfaatkan sumberdaya non-hayati laut dan pesisir untuk menyokong kehidupannya.

(51)

terhadap pengendapan dan sedimentasi, rata-rata tinggi permukaan air serta pencucian dan tumpahan minyak.

Persepsi Masyarakat Pesisir dan Pengunjung Wisata

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat pesisir didapat persentase mengenai pengenalan masyarakat pesisir terhadap hutan mangrove dimana 88% mengatakan mengenal mangrove dan hanya 12% yang kurang mengenal atau tidak mengenal hutan mangrove, sebagian besar masyarakat mengetahui fungsi mangrove adalah sebagai pelindung pantai dari bahaya erosi dan tempat hidup berbagai jenis ikan. Harahab (2010) menyatakan vegetasi hutan mangrove dengan berbagai bentuk perakaran mampu menahan bentuk ancaman abrasi, banjir, tsunami maupun fungsi ekologi yang lain seperti tempat mencari makan (feeding ground), bagi hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membearkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground).

(52)

kurangnya kesadaran masyarakat tentang konservasi itu sendiri. Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan mengancam regenerasi ikan dan udang yang memerlukan hutan (rawa) mangrove sebagai nursery ground larva atau stadium muda ikan dan udang. Pencemaran laut oleh bahan-bahan pencemar yang sebelum hutan mangrove dikonversi dapat diikat oleh substrat hutan mangrove.

Untuk menjaga keberlangsungan ekosistem mangrove yang perannya sangat besar maka perlu dilakukannya rehabilitasi magrove di Pantai Desa Sialang Buah. Berdasarkan hasil wawancara dan pembagian kuisioner kepada masyarakat dan wisatawan sebanyak 65% responden masyarakat mengatakan perlu dilakukannya rehabilitasi mangrove dan sebanyak 70% dari responden wisatawan juga mengataka perlu dilakukannya rehabilitasi mangrove di Pantai tersebut. Mangkay dkk (2012), menyatakan untuk mewujudkan pemanfaatannya agar dapat berkelanjutan, maka hutan mangrove perlu dijaga keberadaannya, pengelolaan hutan mangrove merupakan suatu upaya perlindungan terhadap hutan mangrove menjadi kawasan hutan konservasi dan rehablitasi hutan mangrove seperti kegiatan penghijauan untuk mengembalikan nilai estetika dan fungsi ekologis kawasan hutan mangrove yang telah ditebang dan dialihkan fungsinya kepada kegiatan lain.

(53)

Kehutanan adalah memberikan bantuan bibit tanaman mangrove kepada masyarakat, selain juga melakukan penanaman bersama-sama dengan masyarakat.

Berdasarkan wawancara dengan wisatawan, adapun persentase mengenai pendapat wisatawan tentang pengaruh negatif wisata terhadap kondisi lingkungan Pantai Sialang Buah, 91% mengatakan Ada dan 9% mengatakan tidak Ada. Pramudyanto (2014) menyatakan dampak negatif kegiatan wisata di Pesisir terhadap lingkungan yakni menurunnya kualitas lingkungan pesisir dan laut maupun kelestarian sumberdaya alam,yaitu berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan serta pemanfaatan yang berlebih atas sumberdaya pesisir dan laut. Sehubungan dengan hal tersebut, maka upaya pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan yang mungkin timbul harus menjadi bagian dari kebijakan dan langkah aksi pengelolaan lingkungan pada setiap sektor kegiatan pembangunan.

Pengelolaan Berdasarkan Persepsi Masyarakat dan Wisatawan

(54)

Dari hasil wawancara 65% masyarakat mengatakan perlu dilakukannya rehabilitasi mangrove dan masyarakat mau terlibat apabila pemerintah mengadakan kegiatan rehabilitasi mangrove di Pantai Sialang Buah dan masyarakat juga mengatakan kurang memehami bagaimana cara menanam mangrove, dan 88% responden masyarakat mengatakan pihak yang harus terlibat dalam perbaikan lingkungan dan rehabilitasi mangrove bukan hanya pemerintah, melaikan semua pihak yaitu masyarakat, pemerintah dan juga pengusaha tambak.

Dampak lainnya yang tak kalah berpengaruh adalah kurang sadarnya masyarakat dengan pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian dilingkungan mereka, dimana sering tidak disadarinya aktivitas pembuangan sampah yang menyebabkan terjadinya pencemaran yang juga dapat berakibat negatif terhadap mangrove. Dari hasil wawancara dan pembagian kuesioner dengan responden wisatawan mengenai kesadaran masyarakat dan pengelola wisata mengenai kelestarian lingkungan sebanyak 72% mengatakan kurang baik, karena kurang tersedianya sarana pembuangan sampah yang mengakibatkan wisatawan terpaksa membuang sampah sembarangan. Mawardi (2008) menyatakan hutan mangrove memiliki peran yang penting diatas terancamnya keberlanjutannya karena pencemaran perairan pesisir akibat pembangunan dibagian hulu dan sekitar serta banyaknya sampah dari aktivitas di pesisir yang masuk ke perairan yang dapat menghambat pertumbuhan dan bahkan membunuhnya.

(55)

tidak menyediakan tempat pembuangan sampah yang menyebabkan banyaknya sampah yang dibuang sembarangan oleh wisatawan yang menyebabkan kotornya pasir pantai dan sebagian wisatawan merasa kurag nyaman, wisatawan berharap adanya kepedulian masyarakat atau peneglola tempat wisata dalam menjaga lingkungan pantai tetap bersih dan nyaman.

Berdasarkan hasil wawancara dengan wisatawan sebanyak 82% wisatawan merasa kurang nyaman dengan terlalu padatnya permukiman dan terlalu padatnya jumlah wisatawan yang datang berlibur Pantai Sialang Buah, wisatawan berharap adanya kebijakan yang menekan pertambahan jumlah permukiman agar lingkungan pantai tetap dapat di nikmati sebagai tempat berwisata dan membatasi jumlah wisatawan yang datang agar tidak mengganggu kenyamanan wisatawan lain.

(56)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan nilai TNS yang diperoleh nilai skor yakni 200 yang menyatakan bahwa faktor sosial ekonomi masyarakat (aktivitas masyarakat) berpengaruh terhadap kerusakan kawasan hutan mangrove.

2. Berdasarkan wawancara dengan responden masyarakat sebanyak 88% mengaku mengenal mangrove, Sebanyak 88% masyarakat mengatakan kondisi mangrove tidak baik dan perlu dilakukannya rehabilitasi. Berdasarkan wawancara dengan responden wisatawan 91% mengatakan kegiatan wisata secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi dan kelestarian pantai jika wisatawan melakukan kegiatan yang tidak ramah lingkungan dan masyarakat serta pihak pengelola wisata tidak memperhatikan kebersihan pantai

(57)

Saran

(58)

TINJAUAN PUSTAKA

Wilayah dan Ekosistem Pesisir

Pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan lebih jauh, wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi, "nilai" wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir (Yessi, 2009).

Wilayah pesisir adalah suatu peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), suatu wilayah pesisir (pantai) memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore). Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu sumberdaya dapat pulih, sumberdaya tidak dapat pulih dan jasa-jasa lingkungan (Mulyadi, 2005).

(59)

kawasan tertentu tetap menjadi arahan dalam pengembangan kawasan pesisir agar penataan dan pemanfaatan ruangnya memberikan kesejahteraan masyarakat yang meningkat dalam lingkungan yang tetap lestari (Adisasmita, 2006).

Umumnya ekosistem hutan bakau merupakan sumber daya alam (natural resources) yang memiliki intensitas relasi yang tinggi dengan masyarakat,

mengingat hutan bakau mudah dijangkau dan berada pada kawasan-kawasan yang sudah cukup terbuka/berkembang. Selain itu, potensi ekonomi hutan ini cukup tinggi dengan didukung oleh kemudahan pemanfaatan dan pemasaran hasilnya. Hal ini mendorong laju kerusakan ekosistem hutan bakau umumnya berlangsung cepat (Balitbang Provinsi Sumut, 2005).

Kawasan pesisir Pangandaran merupakan daerah wisata yang berkembang, kegiatan perikanan tambak, kawasan suaka alam, dan kawasan permukiman. Monitoring dan evaluasi pemanfaatan lahan di pesisir Pangandaran perlu dilakukan mengingat banyaknya aktivitas manusia di wilayah tersebut yang dapat mempengaruhi kualitas lingkungan (Adiprimadan Sudradjat, 2010).

Ekositem Mangrove

(60)

Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung aktivitas kehidupan di wilayah pantai dan memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan siklus biologis di lingkungannya. Di samping itu, hutan mangrove mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Indonesia memiliki sumberdaya hutan mangrove yang sangat luas yang tersebar di wilayah pesisir di berbagai provinsi. Potensi kekayaan alam tersebut perlu dikelola dan dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Suwargana, 2008).

Kerusakan mangrove menyebabkan menurunnya fungsi lindung, biologi dan pada akhirnya nilai ekonomi yang bisa dicapai juga berkurang. Oleh karena itu, upaya pemulihan kondisi mangrove harus dilakukan secara terencana dengan memperhatikan faktor. Keberhasilan rehabilitasi mangrove dapat meningkatkan keanekaragaman dan populasi biota laut, termasuk golongan invertebrata. Invertebrata merupakan komponen penting dalam ekosistem mangrove dan menyediakan berbagai sumber makanan bagi manusia dan hewan lain yang lebih tinggi tingkat tropiknya (Nontji, 1993).

(61)

Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove

Mangrove merupakan ekosistem utama yang pendukung kehidupan penting diwilayah pesisir dan lautan. Menurut para ahli, mangrove merupakan ekosistem yang unik dengan berbagai macam fungsi, yaitu : fungsi fisik, fungsi biologis dan fungsi ekonomi. Ekosistem mangrove mempunyai produktivitas yang tinggi dan mampu menopang keanekaragaman jenis yang tinggi (Naamin, 1991).

Mangrove biasanya berada di daerah estuarin sehingga merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibat adanya erosi. Dengan demikian, daerah mangrove merupakan daerah yang subur, baik daratannya maupun perairannya, karena selalu terjadi transportasi nutrien akibat adanya pasang surut. Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-obatan (Gunarto, 2004).

(62)

juga memiliki fungsi ekonomis penting seperti, penyedia kayu, daun mangrove sebagai bahan baku obat-obatan dan lain-lain. Perakaran yang kokoh dari mangrove ini memiliki kemampuan untuk meredam pengaruh gelombang, manahan lumpur dan melindungi pantai dari erosi, gelombang pasang dan angin taufan (Dahuri, dkk., 2004).

Menurut Rahmawati (2006), fungsi ekosistem mangrove mencakup fungsi fisik, menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut (abrasi) dan intrusi air laut dan mengelolah bahan limbah. Fungsi biologis, tempat pembenihan ikan, udang dan tempat pemijahan beberapa biota air, tempat bersarangnya burung, habitat alami bagi berbagai jenis biota. fungsi ekonomis sebagai sumber bahan bakar (arang kayu bakar), pertambakan, tempat pembuatan garam, dan bahan bangunan. ekosistem mangrove baik secara sendiri maupun bersama dengan ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu ekositem pesisir, baik secara fisik maupun biologis, disamping itu, ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah.

(63)

kehutanan juga meningkat dengan pesat dan menjadi faktor utama dalam perubahan lingkungan mangrove (Noor, dkk., 2006).

Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove

Tingkat pencemaran kawasan pesisir dan lautan Indonesia tingkat beban pencemar (pollutan load) di Indonesia pada saat ini telah berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber utama pencemaran pesisir dan lautan terdiri dari tiga jenis kegiatan didaratan, yaitu kegiatan industri, kegiatan rumah tangga dan kegiatan pertanian. Sehingga mengakibatkan kerusakan fisik, habitat ekosistem wilayah pesisir Indonesia umumnya terjadi pada ekosistem mangrove, terumbu karang dan rumput laut (Basri, dkk., 2007).

(64)

faktor alam seperti banjir, kekeringan, hama penyakit, yang merupakan faktor penyebab yang relatif kecil (Rahmawati, 2006).

Berikut beberapa dampak dari kegiatan manusia terhadap ekosistem mangrove dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Dampak dari Kegiatan Manusia Terhadap Ekosistem Mangrove

Kegiatan Dampak potensial

Tebang habis • Berubahnya komposisi tumbuhan : pohon-pohon mangrove akan digantikan oleh spesies-spesies yang nilai komersialnya rendah dan hutan mangrove yang ditebang habis ini tidak lagi berfungsi sebagai daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah pengasuhan (nursery ground) yang optimal bagi bermacam ikan dan udang stadium muda yang komersial penting.

Pengalihan aliran air tawar, misalnya pada pembangunan irigasi

• Peningkatan salinitas hutan rawa mangrove menyebabkan dominasi dari spesies-spesies yang lebih toleran terhadap air yang menjadi lebih asin, ikan dan udang dalam stadium larva dan juvenil mungkin tak dapat mentoleransi peningkatan salinitas, karena mereka lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan.

• Menurunnya tingkat kesuburan hutan mangrove karena pasokan zat-zat hara melalui aliran air tawar berkurang.

Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan

•Mengancam stok ikan dan udang diperairan, pertanian dan perikanan lepas pantai yang memerlukan hutan rawa mangrove sebagai nursery ground larva dan/ atau stadium muda ikan dan udang.

(65)

Tabel 1. Lanjutan

Kegiatan Dampak Potensial

oleh substrat hutan mangrove.

•Pendangkalan perairan pantai karena pengendapan sedimen yang sebelum hutan mangrove dikonversi mengendap dihutan mangrove.

•Intruksi garam melalui saluran-saluran alam yang bertahan keberadaaanya atau melalui saluran-saluran buatan manusia yang bermuara di laut.

•Erosi garis pantai yang sebelumnya ditumbuhi mangrove.

Pembuangan sampah cair (Sewage)

•Penurunan kandungan oksigen terlarut dalam air, bahkan dapat terjadi karena anoksik dalam air sehingga bahan organik yang terdapat dalam sampah cair mengalami dekomposisi anaerobik yang antara lain menghasilkan hidrogen sulfida (H2S) dan

amonia (NH3) yang keduanya merupakan racun bagi

organisme hewani dalam air. Bau H2S seperti telur

busuk yang dapat dijadikan indikasi berlangsungnya dekomposisi anaerobik.

Pembuangan sampah padat

•Kemungkinan terlapisnya pnuematofora dengan sampah yang akan mengakibatkan kematian pohon-pohon mangrove.

•Perembesan bahan-bahan pencemar dalam sampah padat yang kemudian larut dalam air ke perairan disekitar pembuangan sampah.

Pencemaran minyak akibat terjadinya tumpahan minyak dalam jumlah besar

•Kematian pohon-pohon mangrove akibat terlapisnya pnuematofora oleh minyak.

(66)

Tabel 1. Lanjutan

Kegiatan Dampak Potensial

dan ekstrasi mineral (nursery ground) dapat mengakibatkan musnahnya daerah asuhan bagi larva dan bentuk-bentuk juvenil ikan dan udang yang berkomersial penting di lepas pantai, dan dengan demikian mengancam regenerasi ikan dan udang tersebut.

Di daratan sekitar hutan mangrove

•Pengendapan sedimen yang berlebihan yang dapat mengakibatkan terlapisnya pnuematofora oleh sedimen yang pada akhirnya dapat mematikan pohon mangrove

Sumber : Dahuri, dkk., 2004

Masyarakat di sekitar kawasan hutan mangrove mempunyai ketergantungan sangat besar terhadap ekosistem mangrove tersebut, karena mereka dapat berperan sebagai perusak ataupun penjaga hutan mangrove, untuk itu diperlukan upaya-upaya yang dapat memperbaiki dan meningkatkan partisipasi masyarakat dan pengelolaan yang baik agar fungsi ganda dari hutan mangrove

dapat berjalan dengan baik dan dapat dimanfaatkan secara optimal (Erwiantono, 2006).

(67)

mengindahkan asas konservasi lahan dan lingkungan), yang terangkut aliran air sungai atau air limpasan dan diendapkan diperairan pesisir. sementara itu, kerusakan lingkungan berupa degradasi fisik habitat pesisir (mangrove, terumbu karang dan padang lamun), eksploitasi lebih (over exploitation) sumberdaya alam, abrasi pantai, konversi kawasan lindung, dan bencana alam, hampir semuanya terjadi didalam wilayah pesisir. Secara garis besar kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian sumber daya pesisir dan lautan di Indonesia meliputi : pencemaran, degradasi fisik habitat, over-eksploitasi sumberdaya alam, abrasi pantai, konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya da bencana alam (Dahuri, dkk., 2004).

(68)

menjadi hilang dan kehilangan ini jauh lebih besar dari nilai penggantinya ( Muryani, dkk., 2011).

Dasawarsa ini terjadi penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove secara drastis. Ironisnya, sampai sekarang tidak ada data aktual yang pasti mengenai luasan hutan mangrove, baik yang kondisinya baik, rusak maupun telah berubah bentang lahannya, karena umumnya hutan mangrove tidak memiliki boundary yang jelas. Estimasi kehilangan hutan selama tahun 1985 sampai

dengan tahun 1997 untuk pulau Sumatera sebesar 3.391.400 ha atau sebesar 61 % (Simbolon, 2010).

Dampak Kerusakan Hutan Mangrove

Konsekuensi yang akan ditimbulkan akibat terjadinya aktivitas manusia untuk mengeksploitasi dan mengonversi habis daerah pesisirnya, yaitu hilangnya dan terkikisnya pulau-pulau kecil di Indonesia. Perlu memang untuk dicermati dan direnungkan agar kehilangan pulau tidak terus berlanjut. Namun, yang paling penting adalah mencegah hilangnya dan punahnya ekosistem dan habitat mangrove dan pesisir, hilang dan punahnya keanekragaman hayati baik flora maupun fauna baik di darat maupun di perairan (Vatria, 2012).

(69)

Sumatera Utara dengan berbasis pada potensi kawasan yang ada. Fenomena di atas secara langsung menimbulkan akibat berupa sumber daya alam akan terus menurun, polusi akan meningkat hingga ke tingkat yang sulit dikendalikan, jumlah petani dan nelayan miskin akan terus meningkat, tingkat kesehatan masyarakat akan terus menurun, tingkat hubungan antara kriminal dan kemiskinan akan terus meningkat (Siregar dan Purwoko, 2002).

(70)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti gelombang, arus laut dan salinitas dan begitu sebaliknya, di perairan laut masih dipengaruhi proses-proses yang terjadi di darat seperti masuknya air tawar, sedimentasi dan aktivitas manusia. Wilayah pesisir kaya akan sumberdaya alam yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yang berdomisili di pesisir. Selain sebagai tempat mencari makan, manusia juga memanfaatkan pesisir sebagai transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan permukiman dan tempat pembuangan limbah.

(71)

Banyak masyarakat pesisir mengandalkan potensi yang ada dipesisir sebagai suatu hal yang dapat menunjang kebutuhan hidupnya, baik pemanfaatan perikanan maupun ekosistem yang ada dikawasan tersebut, sebagai contoh kawasan pesisir Sialang Buah yang mayoritas penduduknya mengandalkan potensi dari kawasan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti melakukan kegiatan penangkapan, budidaya, permukiman, wisata dan lain sebagainya.

Namun, dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat terdapat permasalahan ekologis yang merupakan dampak kegiatan dan pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan. Kegiatan penebangan mangrove yang berlebihan untuk dimanfaatkan kayunya, alih fungsi lahan mangrove yang dijadikan tambak dan permukiman, serta adanya pencemaran dari kegiatan wisata dan aktivitas rumah tangga yang menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove baik secara langsung maupun tidak langsung.

Diketahui bahwa mangrove memiliki fungsi ekologis, seperti tempat memijah, mencari makan dan daerah asuhan bagi biota perairan dan lain sebagainya, fungsi fisik mangrove sebagai penahan abrasi, penyerap limbah, penahan sedimen dan pencegah intrusi air laut dan lain sebagainya dan fungsi ekonomis mangrove sebagai penyedia kayu bakar, obat-obatan, bahan bangunan dan sebagainya. Maka dari itu, perlu adanya kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan dikawasan tersebut guna menjaga kelestarian ekosistem mangrove agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

(72)

dilakukan penelitian mengenai dampak dari kegiatan masyarakat pesisir terhadap kondisi ekosistem mangrove guna mengetahui seberapa besar dampak dari aktivitas tersebut, agar dapat dilakukannya pengelolaan secara terpadu dengan berwawasan lingkungan dengan memperhatikan keterkaitan antara kepentingan masyarakat dengan kondisi hutan mangrove. Selain itu, diperlukannya strategi dalam pengelolaan ekosistem pesisir terkhususnya hutan mangrove.

Kawasan Desa Sialang Buah memiliki keunikan yang khas, selain jenis mangrove yang cukup banyak, kondisi ekosistemnya pun sangat menarik dengan adanya aliran seperti sungai di antara hamparan hutan mangrove. Keunikan ini dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik ekowisatawan untuk melakukan kegiatan ekowisata melalui perairan ataupun daratan. Kawasan mangrove Desa Sialang Buah memiliki potensi untuk dilakukan kegiatan wisata mangrove melalui track perairan (Risky, 2015).

Perumusan Masalah

(73)

1. Bagaimana pengaruh aktivitas masyarakat terhadap kondisi ekosistem mangrove di Pantai Sialang Buah, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai?

2. Bagaimana persepsi masyarakat dan pengunjung wisata terhadap kondisi ekosistem mangrove dan lingkungan pesisir di Pantai Sialang Buah, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai?

3. Bagaimana kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove di Pantai Sialang Buah, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai?

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh aktivitas masyarakat terhadap kondisi fisik ekosistem mangrove di Pantai Sialang Buah, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Untuk mengetahui persepsi masyarakat dan pengunjung wisata terhadap kondisi ekosistem mangrove dan lingkungan pesisir di Pantai Sialang Buah, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai

3. Untuk mengetahui pengelolaan berkelanjutan hutan mangrove di Pantai Sialang Buah, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai.

Manfaat Penelitian

(74)

Kerangka Pemikiran

Pantai Sialang Buah banyak dimanfaatkan sebagai tempat mata pencaharian bagi masyarakat pesisir seperti kegiatan penangkapan ikan, permukiman, tambak dan wisata. Kegiatan yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung dapat berpengaruh kepada kondisi hutan mangrove di Pantai ini, untuk mempertahankan keberadaan mangrove diperlukan persepsi masyarakat dan pengunjung wisata dalam membuat strategi pengelolaan yang tepat terhadap kondisi mangrove dikawasan ini.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pantai Sialang Buah

Kegiatan Penangkapan

Ikan

Kegiatan Wisata Kegiatan

Permukiman

Kondisi Hutan Mangrove di Pantai Sialang Buah

Pengelolaan Berkelajutan Kegiatan

Tambak

(75)

ABSTRAK

ADE ARTIA GULTOM. Pengaruh Aktivitas Masyarakat Pesisir Terhadap Kondisi Ekosistem Mangrove di Pantai Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai di bawah bimbingan DARMA BAKTI dan RUSDI LEIDONALD.

Pantai Desa Sialang Buah merupakan salah satu kawasan pesisir yang mayoritas penduduknya mengandalkan potensi dari kawasan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti melakukan kegiatan penangkapan ikan, budidaya, permukiman dan merupakan salah satu kawasan pesisir yang cukup diminati sebagai tempat wisata. Dari setiap ativitas pemanfaatan potensi yang ada di pesisir Sialang Buah terdapat permasalahan yang menimbulkan dampak yang mempengaruhi kondisi dan keberadaan ekosistem pesisir seperti mangrove. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh aktivitas masyarakat terhadap kondisi ekosistem mangrove di Pantai Sialang Buah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2016. Perubahan lahan dapat dilihat dengan penyusunan RGB pada citra satelit Landsat 7 ETM dan Landsat 8 yang diolah dengan software Er Mapper 7.1 dan Arcgis 10. Selain itu, dilakukan juga pembagian kuisioner dan wawancara terhadap masyarakat dan wisatawan dengan penetuan responden secara segaja. Serta penggunaan metode survei sosial ekonomi masyarakat yakni Total niai skoring (TNS). Hasil menunjukan bahwa terjadi nya perubahan lahan di Desa Sialang Buah dari tahun 2003-2016. Berdasarkan pembagian kuisioner dan wawancara yang dilakukan, maka TNS yang didapat untuk faktor sosial ekonomi yaitu sebesar 200 hal ini menunjukan bahwa faktor sosial ekonomi masyarakat berpengaruh terhadap kerusakan kawasan hutan mangrove

(76)

ABSTRACT

ADE ARTIA GULTOM. Impact Activity Against of Communities in Coastal Mangrove Ecosystem Condition in the village of Sialang Buah, Teluk Mengkudu districts of Serdang Bedagai under academic Supervision of DARMA BAKTI and RUSDI LEIDONALD.

Sialang Buah village on the coast is one of the coastal areas that predominantly rely on the potential of the region to meet the necessities of life , such as engage in fishing , farming , settlement and is one of the coastal areas of considerable interest as a tourist. Of any activity exploiting the existing potential in Sialang Buah coast there are problems that impacts that affect the condition and whereabouts of coastal ecosystems like mangrove . The purpose of this study to determine the effect of community activities on mangrove ecosystem conditions in Sialang Buah coast. This study was conducted in May-June 2016. The transformation can be seen with the preparation of RGB on satellite imagery and Landsat 7 ETM Landsat 8 is doped with Er Mapper software Er Mapper 7.1 and ArcGIS 10. In addition , the division Also questionnaires and interviews conducted with the public and tourists to the determination of respondent intentionally . And the use of survey methods Socioeconomic namely Total value of scoring ( TNS ) . Results showed that its happening in the Sialang Buah village the land change from year 2003-2016. Based on the distribution of questionnaires and interviews conducted , the TNS obtained for socio-economic factors is score 200 it indicates that socio-economic factors influence the destruction of mangrove forests.

(77)

PENGARUH AKTIVITAS MASYARAKAT PESISIR TERHADAP

KONDISI EKOSISTEM MANGROVE DI PANTAI DESA

SIALANG BUAH KECAMATAN TELUK MENGKUDU

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

ADE ARTIA GULTOM 120302063

Skripsi Sebagai Salah Satu diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen SumberdayaPerairan,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(78)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengaruh Aktivitas Masyarakat Pesisir Terhadap Kondisi Ekosistem Mangrove di Pantai Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

Nama Mahasiswa : Ade Artia Gultom

NIM : 120302063

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, M.S Rusdi Leidonald, S.P. M.Sc

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

(79)

ABSTRAK

ADE ARTIA GULTOM. Pengaruh Aktivitas Masyarakat Pesisir Terhadap Kondisi Ekosistem Mangrove di Pantai Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai di bawah bimbingan DARMA BAKTI dan RUSDI LEIDONALD.

Pantai Desa Sialang Buah merupakan salah satu kawasan pesisir yang mayoritas penduduknya mengandalkan potensi dari kawasan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti melakukan kegiatan penangkapan ikan, budidaya, permukiman dan merupakan salah satu kawasan pesisir yang cukup diminati sebagai tempat wisata. Dari setiap ativitas pemanfaatan potensi yang ada di pesisir Sialang Buah terdapat permasalahan yang menimbulkan dampak yang mempengaruhi kondisi dan keberadaan ekosistem pesisir seperti mangrove. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh aktivitas masyarakat terhadap kondisi ekosistem mangrove di Pantai Sialang Buah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2016. Perubahan lahan dapat dilihat dengan penyusunan RGB pada citra satelit Landsat 7 ETM dan Landsat 8 yang diolah dengan software Er Mapper 7.1 dan Arcgis 10. Selain itu, dilakukan juga pembagian kuisioner dan wawancara terhadap masyarakat dan wisatawan dengan penetuan responden secara segaja. Serta penggunaan metode survei sosial ekonomi masyarakat yakni Total niai skoring (TNS). Hasil menunjukan bahwa terjadi nya perubahan lahan di Desa Sialang Buah dari tahun 2003-2016. Berdasarkan pembagian kuisioner dan wawancara yang dilakukan, maka TNS yang didapat untuk faktor sosial ekonomi yaitu sebesar 200 hal ini menunjukan bahwa faktor sosial ekonomi masyarakat berpengaruh terhadap kerusakan kawasan hutan mangrove

Gambar

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 2. Data Sekunder Tipe Data
Tabel 3. Peubah, Bobot dan Skor Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat Penyebab Kerusakan Mangrove No
Tabel 3. Lanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adanya perbedaan keanekaragaman dan kelimpahan makrozoobentos dari berbagai bentuk penggunaan lahan pada tiap ekosistem kawasan mangrove (Hutan Alam, Hutan Tanaman,

Dari data pada tabel 2 dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat salinitas maka keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove dan jumlah individu jenis tumbuhan mangrove semakin tinggi,

Mangrove merupakan ekosistem utama di kawasan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai. Ekosistem mangrove merupakan salah satu pilar utama pengembangan wilayah di kawasan ini, oleh

Untuk dapat memberikan pelayanan dan produk wisata yang berkualitas, akan lebih baik apabila pendapatan dari pariwisata tidak hanya digunakan untuk kegiatan pelestarian di

Gempabumi  berkekuatan  9,0­9,3  MW  yang  diikuti  tsunami  mengakibatkan  kerusakaan  infra-  struktur  dan  ekosistem  mangrove di  pesisir timur  Pulau 

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “ Kajian Potensi

Partisipasi Masyarakat Pesisir dalam Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu.. Studi Zonasi Mangrove di Kampung Gisi Desa Tembeling Kecamatan

Kerusakan hutan mangrove disebabkan oleh aktivitas manusia dalam melakukan pemanfaatan hutan mangrove secara berlebihan seperti pembukaan lahan kelapa sawit dan