• Tidak ada hasil yang ditemukan

Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor merupakan salah satu faktor pertumbuhan dalam proses hematopoiesis yang paling banyak diteliti untuk kepentingan terapeutik. Berperan dalam proses proliferasi dan diferensiasi sel-sel progenitor myeloid sum-sum tulang, GM-CSF diketahui menggalakkan fungsi makrofag matur yang menginduksi sekresi berbagai sitokin termasuk IL-6 dan TNF-α dalam darah. GM-CSF merupakan adjuvan yang efisien dan mempunyai profil toksisitas yang rendah. Untuk pengobatan kanker, GM-CSF meningkatkan jumlah monosit dan makrofag dan menunjukkan kemampuan melisiskan tumor. Penggunaan GM-CSF dan erythropoietin pasca hepatectomy juga memungkinkan akselerasi regenerasi liver pada hewan coba.(Ghosh.dkk; 2007., Vassilou.dkk;2010).

Pada jaringan epidermal GM-CSF telah diketahui mempunyai potensi mitogenik untuk keratinosit serta menstimulasi migrasi dan proliferasi sel-sel endotelial. Akselerasi penyembuhan luka telah pula diamati pada hewan coba tikus yang mengalami peningkatan proliferasi keratinosit, menunjukkan overekspresi sitokin jenis ini. Sebagai tambahan, pembentukan struktur neovaskular dan jaringan granulasi juga bertambah. (Cornelissen L.H;2004). Robson dkk (2000) membandingkan penutupan luka pada ulkus dekubitus yang diterapi dengan GM-CSF dan Fibroblast Growth Factor beta (bFGF) secara bersamaan, pemberian tunggal GM-CSF dan bFGF, dan plasebo. Sebanyak 85% pasien yang menerima kombinasi

terapi sitokin mengalami penurunan volume ulkus dibanding plasebo setelah hari ke- 35 pengobatan.

Recombinant human GM-CSF (rhGM-CSF) adalah satu produk agen biologik yang paling sukses diterapkan untuk kepentingan klinis. Penggunaan sargamogastrim (rhGM-CSF yang diturunkan dari jamur) dan Molgramostim (rhGM-CSF yang diturunkan dari bakteria) telah dipakai untuk mengatasi kondisi neutrophenia akibat induksi kemoterapi dalam acute myelogenous leukemia (AML) untuk mempercepat pemulihan netrofil dan menurunkan insiden kondisi yang mengancam jiwa akibat infeksi. Penggunaan rhGM-CSF juga memberi efek menguntungkan pada pasien- pasien yang menjalani transplantasi sum-sum tulang secara autologus maupun allogenik dan juga berperan dalam memobilisasi serta membantu proses engrafment pasca transplantasi sel-sel progenitor darah.

Aplikasi rhGM-CSF mengalami peningkatan penggunaan dalam pengobatan berbagai penyakit termasuk kanker dan komplikasi kemoradiasi seperti mukositis, stomatitis dan diare pasca kemoradiasi. Penggunaan rhGM-CSF topikal diketahui mempercepat proses penyembuhan luka dengan meningkatkan pembentukan jaringan granulasi. Injeksi intradermal dari rhGM-CSF menyebabkan pembesaran dan peningkatan jumlah keratinosit, penebalan epidermis dan percepatan penyembuhan. Penggunaan rhGM-CSF dalam jangka pendek di daerah subkutan secara efektif mempromosi pertumbuhan pertumbuhan struktur pembuluh darah dan rhGM-CSF telah pula dipergunakan dalam usaha memperbaiki gejala dari penyakit Crohn.(Ghosh,dkk 2007).

Pada penelitian ini, kami memberikan rhGM-CSF dan dexamethason yang diadministrasi secara subkutan dengan kontrol pada hewan coba mencit yang dilakukan perlukaan artifisial. Recombinant human GM-CSF dan dexamethason diberikan dari hari ke-1 hingga hari ke-6. Dosis rhGM-CSF dan dexamethason masing-masing adalah 10µg/kgBB dan 10 mgBB, dilakukan titrasi dosis dengan aquabidest untuk menyesuaikan dosis dengan berat badan masing-masing hewan coba. Dosis rhGM-CSF 10µg/kgBB secara subkutan dapat memobilisasi sel progenitor granulosit (cells bearing CD 34+) dari sum-sum tulang ke darah perifer dari hari ke-4 sampai hari ke-7 penyuntikan dan dosis dexamethason 10 mg/kg BB memberikan efek inhibisi terhadap GM-CSF. (Lane.A.Thomas;2000,Adcock dkk;1999). Jumlah keratinosit dan stuktur neovaskular dinilai secara histologis dengan pewarnaan hematoxylin-eosin dan dihitung dibawah mikroskop cahaya (pembesaran 400x) dengan handy taller. Keratinosit ditandai dengan struktur sel keratin yang mempunyai inti, tampak berwarna biru gelap pada inti dengan pewarnaan H.E, struktur neovaskular dikenali secara tidak langsung melalui sel-sel eritrosit yang terperangkap dalam lumen pembuluh darah. Untuk membedakannya dengan struktur pembuluh darah dewasa struktur neovaskular tidak menunjukkan struktur endotel yang nyata.

Jumlah rata-rata keratinosit pada hewan coba yang diberikan rhGM-CSF 186 (±50) sel perlapangan pandang besar dan dibawah 25 (±10) dan 47 (±16) sel perlapangan pandang besar pada kelompok hewan coba yang diberikan dexamethason

dan kelompok kontrol. Pada pengamatan dengan mikroskop cahaya sel keratinosit tampak lebih tersusun teratur dibagian basal-- yang terkesan sel-sel mempunyai volume lebih besar-- hingga mencapai stratum transisi walaupun tidak ditemukan sel- sel keratin seperti yang biasa didapat pada stratum korneum pada kelompok yang diberikan rhGM-CSF. Struktur keratinosit lebih sedikit dijumpai pada kelompok kontrol dan kelompok yang diberikan dexamethason. Hal ini membuktikan fakta bahwa administrasi rhGM-CSF secara subkutan memberi efek positif pada pertumbuhan keratinosit. Bagaimanapun, tidak dijumpainya perbedaan yang bermakna secara statistik antara kelompok kontrol dan kelompok yang diberikan dexamethasone memberikan dugaan bahwa dexamethasone bukan inhibitor GM-CSF yang poten. Adcock (1999) dkk. melakukan penelitian terhadap berbagai agen inhibitor terhadap GM-CSF dan mendapatkan fluticason propionate merupakan inhibitor GM-CSF yang paling poten. Akan tetapi sulit memastikan ketidakbermaknaan dexamethason dibanding kontrol pada penelitian ini dikarenakan masing-masing hewan coba memiliki GM-CSF endogen yang segera beredar dalam darah setelah perlukaan dan juga tidak dihitungnya penanda mitosis keratinosit yang terdapat pada lapisan basal interfolikular epidermis. Amrit Mann (2006) menunjukkan efek GM-CSF antagonis pada tikus double transgenic Tg2-Ant dengan overekspresi GM-CSF dan antagonis GM-CSF dengan hewan coba wildtype sebagai kontrol. Antagonis GM-CSF mampu menekan hyperproliferasi keratinosit yang tergantung GM-CSF, dimana pada kondisi normal, transgenic antagonis GM-CSF tidak menunjukkan adanya perubahan penanda mitosis epidermis dibanding

kelompok kontrol. Penelitian lebih lanjut dengan menggunakan hewan coba transgenic dan teknik pewarnaan immunohistokimia serta perhitungan penanda mitosis dapat mengkonfirmasi hasil penelitian ini.

Migrasi dan proliferasi keratinosit dari daerah pinggir luka bersamaan dengan peningkatan sintesis metallomatrixproteinase (MMPs) akan mengakibatkan migrasi keratinosit lebih jauh menutupi seluruh permulaan luka. Manakala keratinosit yang bermigrasi telah saling bertemu, kecepatan proliferasi epitelial menurun hingga tiga sampai empat kali kecepatan normal untuk selanjutnya sel-sel epidermal akan kembali pada fungsi dan morfologi normal. Pengekalan ekspresi faktor pertumbuhan bersamaan dengan lingkungan luka yang abnormal seperti penurunan kelembaban, iskemia dan trauma berulang, akan mengakibatkan aktifasi sel-sel proinflamasi secara terus menerus. Infiltrasi neutrofil yang eksesif diikuti dengan melimpahnya sel makrofag akan mencetuskan ekspresi TNFα dan IL-1β. Sitokin-sitokin ini adalah kemoattraktan bagi fibroblas dan sel inflamasi yang mengekalkan protein metallomatrix, inhibisi MMPs akibat penurunan tissue inhibitor matrix protein (TIMPs) yang mendegradasi matriks selular, faktor pertumbuhan dan penurunan reseptor faktor pertumbuhan sehingga keterlambatan ataupun kegagalan penyembuhan terjadi ( Cornelissen L.H.2004 )

Hasil yang sama didapati pada perhitungan struktur neovaskular pada masing- masing kelompok. Pada kelompok rhGM-CSF jumlah struktur neovaskular rata-rata 48 (±17) pembuluh darah perlapangan pandang besar, dan jumlah untuk kelompok

dexamethason dan kontrol adalah 8 (±6) dan 7 (±5) pembuluh darah perlapangan pandang besar. Perbedaan yang bermakna antara kelompok rhGM-CSF dibanding kedua kelompok lainnya menyokong efek positif rhGM-CSF bagi proses penyembuhan luka. Diketahui GM-CSF merupakan faktor penting dalam proses proliferasi endotel (Mann. A,2001, Ebner dkk,2003). Plenz dkk (2003) menunjukkan defisiensi GM-CSF mengakibatkan perubahan komposisi matriks kolagen vaskular yang mendukung faktor penting GM-CSF dalam hal mempertahankan integritas dan daya tahan struktur pembuluh darah. Akan tetapi, ekspresi berbagai macam sitokin terjadi pasca perlukaan dan overekspresi satu jenis sitokin akan merangsang ekspresi jenis sitokin lainnya baik secara parakrin maupun autokrin. Efek sinergistik sitokin- sitokin ini akan memainkan peranan dalam proses penyembuhan luka. Vascular endothelial growth factor (VEGF) merupakan stimulator poten bagi proses angiogenesis dan trauma menginduksi ekspresi gen VEGF dengan makrofag serta keratinosit sebagai produser utama. Reduksi VEGF akan menggagalkan penyembuhan luka. Demikian pula faktor pertumbuhan lainnya seperti platelet derived growth factor yang mengontrol pembentukan fibroblas yang tergantung koloni makrofag bersama transforming growth factor beta (bTGF), fibroblast growth factor (FGF) dan insulin like growth factor (IGF) (Cornelissen L.H,2004). Kurangnya struktur neovaskular kelihatannya terletak pada penurunan jumlah koloni makrofag yang diawali oleh translokasi neutrofil pada daerah luka ketimbang efek antagonistik dexamethason yang meluas pada berbagai sitokin -- sehingga dexamethason juga

merupakan inhibitor bagi VEGF,bTGF, PDGF,IGF dan FGF -- yang kesemuanya merupakan faktor pertumbuhan yang terlibat dalam proses penyembuhan luka. Perkiraan efek antagonistik dexamethason terhadap pertumbuhan struktur neovaskular pada proses penyembuhan luka ini memerlukan penelitian lebih lanjut.

Sebagai tambahan, kemungkinan peningkatan jumlah sel progenitor (cells bearing CD 34+) pasca induksi rhGM-CSF dalam darah perifer yang dapat diisolasi dan dimurnikan (purified cells bearing CD 34+ ) membuka peluang investigasi mengenai kemampuan sel progenitor darah tepi yang dapat digunakan bagi terapi target sel (cells targeted therapy)—karena sifat unik sel ini ; differentiate and self renewal---bagi beberapa kondisi klinis tertentu seperti chronic skin ulcers, unhealing wound, atau kondisi penyakit kulit inherited seperti epidermolysis bulosa. Kesemua kemungkinan ini membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Dokumen terkait