• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Pengaruh Kesempatan Terhadap Partisipasi

Kesempatan merupakan peluang atau keleluasaan seseorang untuk ikut serta dalam melakukan berbagai kegiatan. Mardikanto (2003), menyatakan banyak program pembangunan yang kurang memperoleh partisipasi masyarakat karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi, di mana partisipasi masyarakat sering tidak nampak karena mereka merasa tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi atau dibenarkan berpartisipasi, khususnya yang menyangkut: pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan, pemantauan dan evaluasi, serta pemanfaatan hasil pembangunan yang akan dicapai. Oleh karena itu harus dijelaskan tentang segala hak dan kewajiban setiap warga masyarakat pada bagian kegiatan apa mereka diharapkan partisipasinya, dan apa bentuk partisipasinya yang diharapkan (tenaga, uang, pikiran, dll) dari masyarakat.

Hasil analisa statistik dengan uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel kesempatan berpengaruh secara signifikan terhadap partisipasi dalam

pencegahan penyakit DBD, di mana p = 0,03 < α 0.05.

Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD di Kecamatan Baiturrahman diduga disebabkan kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi.

Berdasarkan pernyataan di atas, hal tersebut dipengaruhi antara lain karena masyarakat di Kecamatan Baiturrahman selama ini merasa tidak mendapatkan informasi secara individual dari petugas kesehatan tentang cara-cara pencegahan

penyakit DBD, dan masyarakat tidak diminta untuk melaporkanke petugas kesehatan

ketika ada kasus DBD di desanya.

Untuk membantu dan mengatasi keadaan ini di masyarakat, hendaknya petugas kesehatan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang cara-cara pencegahan penyakit DBD pada saat datang ke rumah penduduk untuk melakukan penyemprotan (fogging) dan pemantauan jentik berkala (PJB). Dengan demikian masyarakat tidak merasa kekurangan informasi dari petugas kesehatan tentang cara pencegahan penyakit DBD yang sebenarnya.

Selain itu masyarakat diharapkan agar segera melaporkan ke petugas kesehatan ketika ada kasus DBD di desanya. Dengan demikian petugas kesehatan dapat langsung turun ke lokasi untuk melakukan PWS (Pemantauan Wilayah Setempat) ketika ada kejadian kasus DBD, agar kasus DBD tersebut tidak menyebar ke masyarakat lainnya.

Rendahnya partisipasi masyarakat juga disebabkan karena masyarakat merasa kurang dilibatkan dalam tim pelaksanaan program pencegahan penyakit DBD ini. Dengan tidak adanya keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program, masyarakat cenderung menganggap bahwa kesehatan merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat cenderung mengharapkan bantuan menuntut pemerintah

Ditjen PP & PL Depkes RI (2005), mengemukakan bahwa pelaksanaan program pencegahan penyakit DBD seharusnya melibatkan masyarakat, sehingga dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam tim pelaksanaan kegiatan akan dapat menggerakkan masyarakat lainnya untuk melakukan pencegahan penyakit DBD.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Diana (1998) di Kelurahan Mampang Prapatan Jakarta, yang menyatakan bahwa keterlibatan ibu-ibu dalam perencanaan dan pelaksanaan program merupakan hal yang positif, karena para warga sendiri lah yang paling mengetahui keadaan lingkungan tempat hidupnya, sedangkan para pelaksana program di lapangan pada kenyataannya belum mampu melaksanakan pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD ini.

Pemberian kesempatan kepada masyarakat dapat dilakukan dengan cara penggalian gagasan/ ide baik melalui kelompok formal maupun non formal dalam masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam manajemen pembangunan akan menghantarkan masyarakat untuk dapat memahami masalah-masalah yang dihadapi, menganalisa akar-akar masalah tersebut, mendesain kegiatan-kegiatan terpilih, serta memberikan kerangka untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan.

Perencanaan partisipatif merupakan salah satu metode yang efektif untuk men-stimulan keterlibatan masyarakat menyiapkan agenda pembangunan yang diawali dengan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dalam upaya penyelesaian masalah-masalah di masyarakat, yang dilakukan secara bersama-sama (Hasan, 2007).

Hasil penelitian Pandjaitan (2000) di Kecamatan Tambun Bekasi menyatakan bahwa sebanyak 75% tingkat partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan menunjukkan korelasi yang cukup kuat, artinya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan sangat berkaitan erat dengan pelaksanaan program.

Asngari (2001) menyatakan bahwa, penggalangan partisipasi dilandasi adanya pengertian bersama dan adanya pengertian tersebut adalah karena di antara orang- orang itu saling berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Dalam menggalang peran serta semua pihak itu diperlukan : (1) terciptanya suasana yang bebas atau demokratis, dan (2) terbinanya kebersamaan. Selanjutnya Slamet (2003) menyatakan bahwa, partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, dan ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan.

Ndraha (1990) menyatakan bahwa, dalam menggerakkan perbaikan kondisi dan peningkatan taraf hidup masyarakat, maka perencanaan partisipasi harus dilakukan dengan usaha : (1) perencanaan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata (felt need), (2) dijadikan stimulasi terhadap masyarakat, yang berfungsi mendorong timbulnya jawaban (response), dan (3) dijadikan motivasi terhadap masyarakat, yang berfungsi membangkitkan tingkah laku (behavior). Dalam perencanaan yang partisipatif (participatory planning), masyarakat dianggap sebagai mitra dalam perencanaan yang turut berperan serta secara aktif baik dalam hal penyusunan maupun implementasi rencana, karena walau bagaimanapun masyarakat merupakan stakeholder terbesar dalam penyusunan sebuah produk rencana.

5.2. Pengaruh Kemauan Terhadap Partisipasi

Winardi dalam Makmur (2008), mengemukakan bahwa kemauan (motivasi) berkaitan dengan kebutuhan. Manusia selalu mempunyai kebutuhan yang diupayakan untuk dipenuhi. Motivasi juga merupakan faktor pendorong seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan tertentu (faktor pendorong perilaku seseorang). Motivasi sangat dipengaruhi oleh persepsi diri yang dimiliki oleh seseorang, dan persepsi itu muncul dari suatu rangkaian proses yang terus menerus dalam diri individu seseorang dalam menghadapi lingkungan sekitarnya.

Hasil analisa statistik dengan uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel kemauan berpengaruh secara signifikan terhadap partisipasi dalam

pencegahan penyakit DBD di mana p = 0.05 ≤α = 0.05.

Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD di Kecamatan Baiturrahman diduga antara lain disebabkan kurangnya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi. Dengan demikian kemauan masyarakat untuk melakukan berbagai tindakan pencegahan penyakit DBD masih perlu ditingkatkan lagi. Hal ini sangat membantu terlaksananya program-program pencegahan penyakit DBD di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh.

Kemauan yang kurang baik dari masyarakat di Kecamatan Baiturrahman untuk melakukan berbagai tindakan pencegahan penyakit DBD, diduga disebabkan kurangnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat tentang cara pencegahan penyakit DBD, serta kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat di Kecamatan Baiturrahman mengenai cara pencegahan penyakit DBD.

Faktor lain kurangnya kemauan masyarakat di Kecamatan Baiturrahman juga disebabkan oleh minimnya sarana penyediaan air bersih dan banyaknya masyarakat yang sibuk bekerja, sehingga kurang memiliki waktu untuk melakukan berbagai kegiatan pencegahan penyakit DBD. Seyogyanya dengan keadaan lingkungan yang endemis DBD, sesibuk apapun pekerjaan masyarakat hendaknya dapat meluangkan waktunya untuk melakukan berbagai tindakan dan pemikiran yang lebih baik pula dalam pencegahan penyakit DBD.

Ross dalam Notoatmodjo (2005) berpendapat ada tiga prakondisi tumbuhnya partisipasi, yaitu : (1) Mempunyai pengetahuan yang luas dan latar belakang yang memadai sehingga dapat mengidentifikasi masalah, prioritas masalah dan melihat secara komprehensif, (2) Mempunyai kemampuan untuk belajar cepat tentang permasalahan, dan belajar untuk mengambil keputusan, (3) Kemampuan mengambil tindakan dan bertindak efektif.

Mardikanto (2003), menyatakan kemauan untuk berpartisipasi merupakan kunci utama untuk tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat. Sebab, kesempatan dan kemampuan yang cukup belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, jika mereka sendiri tidak memiliki kemauan untuk turut membangun.

Penelitian ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Arief (2005) di Cipayung di mana ibu yang memiliki kemauan (motivasi) tinggi berpeluang untuk berpartisipasi 4,1 kali dalam PSN-DBD dibandingkan para ibu yang tidak memiliki

Untuk mengatasi dan membantu meningkatkan kemauan masyarakat di Kecamatan Baiturrahman, dapat dilakukan dengan melaksanakan sosialisasi dalam hal program pencegahan penyakit DBD dan melakukan penyuluhan secara berkelanjutan, yang dilakukan oleh semua pihak yang terkait, guna mengubah perilaku masyarakat dan menumbuhkan kemauan masyarakat untuk melakukan berbagai tindakan pencegahan penyakit DBD ini.

Rendahnya kemauan masyarakat di Kecamatan Baiturrahman untuk melakukan berbagai tindakan pencegahan penyakit DBD mengakibatkan adanya jentik nyamuk DBD baik di dalam maupun di luar rumah.

Untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemauan masyarakat di Kecamatan Baiturrahman perlu juga dilakukan pengawasan dan sweeping jentik ke setiap rumah, serta memberikan sanksi kepada masyarakat yang rumahnya ada jentik nyamuk DBD. Selain itu perlu juga adanya motivasi dari pemerintah yang positif terhadap masyarakat dengan mengadakan perlombaan kesehatan lingkungan, seperti

perlombaan desa bersih dan rumah bebas jentik nyamuk DBD.

Menurut Permadi dalam Makmur (2008), motivasi merupakan dorongan dari dalam untuk berbuat sesuatu, baik yang positif maupun yang negatif. Motivasi dapat diklasifikasikan menjadi dua: (1) motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal yang timbul dari dalam diri pribadi seseorang itu sendiri, seperti sistem nilai yang dianut, harapan, minat, cita-cita, dan aspek lain yang secara internal melekat pada seseorang; dan (2) motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi eksternal yang muncul dari luar diri

pribadi seseorang, seperti kondisi lingkungan, adanya ganjaran berupa hadiah (reward) bahkan karena merasa takut oleh hukuman (punishment) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi.

5.3. Pengaruh Kemampuan Terhadap Partisipasi

Mardikanto (2003) menyatakan, kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi merupakan kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan untuk membangun. Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dan kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Hasil analisa statistik dengan uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel kemampuan berpengaruh secara signifikan terhadap partisipasi dalam

pencegahan penyakit DBD, di mana p = 0.00 < α 0.05.

Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD diduga disebabkan karena kurangnya kemampuan masyarakat dalam melakukan tindakan pencegahan penyakit DBD.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat digambarkan bahwa masyarakat di Kecamatan Baiturrahman masih rendah pengetahuan dan kemampuannya tentang cara pencegahan penyakit DBD. Hal ini dapat dilihat di mana tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Baiturrahman sebagian adalah SLTA (39.4%).

Sehubungan dengan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pencegahan penyakit DBD, tingkat pendidikan yang tinggi cenderung lebih

mempunyai cara pikir yang rasional, sehingga dapat mengambil keputusan yang berhubungan dengan dirinya termasuk upaya untuk menjaga kesehatan akan dilakukan seobjektif dan sepositif mungkin.

Penelitian ini senada dengan penelitian yang dilakukan Achmad (1997) di Wonosari Kabupaten Gunung Kidul yang menyatakan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan dan kemampuan cenderung ikut berpartisipasi dalam PSN-DBD.

Program pencegahan penyakit DBD akan dapat terlaksana dengan baik apabila semua komponen yang ada di lingkungan masyarakat sama-sama mendukung. Seseorang yang mempunyai kemampuan yang lebih baik akan cenderung melakukan berbagai tindakan dan pemikiran yang lebih baik pula dalam pencegahan penyakit DBD ini.

Diharapkan dengan meningkatnya kemampuan masyarakat baik secara intelektual dan fisik, masyarakat akan memberikan kontribusi secara maksimal terhadap penyelenggaraan program pemberantasan penyakit DBD. Kesediaan seseorang untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuannya untuk berkembang secara mandiri.

Tilaar dalam Makmur (2008), mengemukakan bahwa suatu masyarakat yang berpartisipasi adalah masyarakat yang mengetahui potensi dan kemampuannya termasuk hambatan-hambatan yang dimiliki karena keterbatasannya.

Mardikanto (2003) menyatakan, kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi merupakan: (1) Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-

kesempatan untuk membangun, atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun (memperbaiki mutu hidupnya), (2) Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan yang dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, (3) Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan menggunakan sumberdaya dan kesempatan (peluang) lain yang tersedia secara optimal.

Kemampuan masyarakat dapat ditingkatkan melalui penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan kader kesehatan, serta melakukan penyuluhan secara berkala kepada masyarakat tentang cara pencegahan penyakit DBD melalui dinas terkait. Hal ini sangat membantu mengingat Kecamatan Baiturrahman merupakan daerah yang endemis DBD.

Dengan terlaksananya program-program untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dengan baik, maka diharapkan masyarakat dapat mengetahui penyebab penyakit DBD dan bagaimana cara pencegahan penyakit DBD yang sebenarnya.

Craig dan Mayo dalam Yustina (2003), mengatakan Empoworment is road to

participation. Pemberdayaan merupakan syarat bagi terciptanya suatu partisipasi

dalam masyarakat. Belum adanya partisipasi aktif dalam masyarakat untuk menciptakan kondisi yang kondusif pada proses pembangunan mengisyaratkan belum berdayanya sebagian masyarakat kita. Keberdayaan memang menjadi syarat untuk berpartisipasi, karena merupakan sesuatu yang sulit bagi masyarakat ketika mereka dikehendaki untuk berpartisipasi namun tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang segala aktivitas yang mendukung proses pembangunan.

Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam tindakan pencegahan penyakit DBD dapat dilakukan dengan melaksanakan sosialisasi dalam hal program pencegahan penyakit DBD secara berkelanjutan yang dilakukan oleh semua pihak yang terkait, antara lain Dinas Kesehatan, puskesmas dan perangkat desa/kelurahan. Selain itu perlu juga dilakukan pemutaran film-film dokumenter yang bersifat memperkenalkan bagaimana cara yang tepat dalam pencegahan penyakit DBD.

5.4. Tempat Perindukan Nyamuk DBD dan Keberadaan Jentik Nyamuk DBD

Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD dapat dilihat dengan adanya tempat perindukan nyamuk DBD dan keberadaan jentik nyamuk, baik di dalam rumah maupun di luar rumah.

Hasil observasi peneliti di rumah responden terhadap tempat perindukan nyamuk DBD dan keberadaan jentik nyamuk DBD, terdapat 86.9% rumah responden yang ada tempat perindukan nyamuk DBD, dan sebanyak 71.7% jentik nyamuk berada di dalam rumah. Jika dikaitkan dengan partisipasi ibu, indikator yang dominan mempengaruhi hal tersebut antara lain, 73.7% ibu tidak menguras bak mandi 1 minggu sekali dan 69.7% ibu tidak menutup tempat penampungan air. Hal ini diduga mengakibatkan adanya jentik nyamuk DBD dalam bak mandi dan dalam tempat penampungan air. Keberadaan jentik nyamuk DBD di dalam rumah antara lain pada bak mandi, tempat penampungan air/ember dan tempat tampungan air dispenser.

Observasi peneliti terhadap keberadaan jentik nyamuk di luar rumah terdapat 87.9% jentik nyamuk berada di luar rumah responden. Keberadaan jentik nyamuk

DBD di luar rumah antara lain terdapat pada tumpukan sampah padat barang-barang bekas (plastik, kaleng , botol) dan pada saluran pembuangan air limbah yang tidak bersentuhan langsung dengan tanah di rumah responden. Keberadaan jentik nyamuk di luar rumah juga terdapat pada tempat penampungan air alamiah, seperti tempurung kelapa dan pelepah daun.

Untuk mengatasi hal tersebut, hendaknya perangkat desa/kelurahan dapat bersama-sama dengan masyarakat lainnya untuk melakukan kebersihan lingkungan, dan membersihkan sarang nyamuk (PSN DBD) yang ada di sekitarnya minimal 1 kali seminggu. Hal ini dilakukan guna mengendalikan jentik-jentik nyamuk DBD, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia.

5.5. Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti menemukan beberapa keterbatasan, yaitu :

1. Keterbatasan waktu dan biaya sehingga penetapan lokasi penelitian hanya pada 1

(satu) Kecamatan yaitu Kecamatan Baiturrahman yang endemis DBD di Kota Banda Aceh, sementara masih ada beberapa Kecamatan lainnya yang juga endemis DBD di Kota Banda Aceh yang tidak sanggup dijangkau peneliti, sehingga belum sepenuhnya dapat mengeksplorasikan masalah-masalah penyebab rendahnya partisipasi masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD di Kota Banda Aceh.

2. Penelitian ini menggunakan teknik survai, sehingga relatif tidak mampu

masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD, dan relatif sulit menggali keterbukaan jawaban responden secara pasti terhadap tindakan konkrit dalam pencegahan penyakit DBD.

3. Penelitian tentang faktor pembentuk partisipasi dalam pencegahan penyakit DBD

relatif kurang di Indonesia, sehingga peneliti sulit menemukan perbandingan penelitian dan keragaman variabel penelitian.

Dokumen terkait