• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kesempatan, Kemauan, Dan Kemampuan Ibu Terhadap Partisipasi Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Kesempatan, Kemauan, Dan Kemampuan Ibu Terhadap Partisipasi Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KESEMPATAN, KEMAUAN, DAN KEMAMPUAN

IBU TERHADAP PARTISIPASI DALAM PENCEGAHAN

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI

KECAMATAN BAITURRAHMAN

KOTA BANDA ACEH

T E S I S

Oleh

Z A I R I N A

067023021/AKK

.

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH KESEMPATAN, KEMAUAN, DAN KEMAMPUAN

IBU TERHADAP PARTISIPASI DALAM PENCEGAHAN

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI

KECAMATAN BAITURRAHMAN

KOTA BANDA ACEH

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M. Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

Z A I R I N A

067023021/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KESEMPATAN, KEMAUAN, DAN KEMAMPUAN IBU TERHADAP PARTISIPASI DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BAITURRAHMAN KOTA BANDA ACEH

Nama Mahasiswa : Zairina

Nomor Pokok : 067023021

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Dr. Dra. Ida Yustina, Msi) (Ir. Evi Naria, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 4 Agustus 200817 April 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Dra. Ida Yustina, Msi

Anggota : 1. Ir. Evi Naria, M.Kes

2. Drs. Tukiman, MKM

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KESEMPATAN, KEMAUAN, DAN KEMAMPUAN

IBU TERHADAP PARTISIPASI DALAM PENCEGAHAN

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI

KECAMATAN BAITURRAHMAN

KOTA BANDA ACEH

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 4 Agustus2008

(6)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aides Aegypti. Kota Banda Aceh khususnya Kecamatan Baiturrahman merupakan salah satu kecamatan yang endemis DBD dengan angka insidens rate DBD 378 per 100.000 penduduk.

Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan tipe explanatory research untuk menganalisis pengaruh kesempatan, kemauan dan kemampuan ibu terhadap partisipasi dalam pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengeu (DBD) di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu rumah tangga yang ada di Kecamatan Baiturrahman dengan sampel 99 ibu yang diambil secara simple random

sampling. Data primer diperoleh menggunakan kuesioner melalui wawancara.

Analisa statistik menggunakan uji regresi linier berganda.

Hasil analisis menunjukkan variabel kesempatan (p = 0.03), kemauan (p =

0.05) dan variabel kemampuan (p = 0.00) berpengaruh terhadap partisipasi dalam

pencegahan penyakit DBD. Partisipasi ibu dalam pencegahan penyakit DBD mayoritas terdapat pada kategori tidak baik yaitu 82.8%.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh agar dapat melibatkan masyarakat sejak awal pelaksanaan program pencegahan penyakit DBD, serta membentuk tim khusus di masyarakat untuk memberikan informasi dan penyuluhan secara berkala kepada masyarakat lainnya, guna meningkatkan kemauan, pengetahuan dan kemampuan masyarakat tentang cara pencegahan penyakit DBD. Diharapkan Dinas Kesehatan juga dapat meningkatkan pengawasan dan melakukan

sweeping jentik, serta memberikan sanksi kepada masyarakat yang rumahnya ada

jentik nyamuk DBD. Kepada perangkat desa/ kelurahan hendaknya dapat bekerjasama dengan masyarakat lainnya untuk melakukan kebersihan lingkungan (PSN DBD) guna mengendalikan jentik-jentik nyamuk DBD.

(7)

ABSTRACT

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is a transmitted disease caused by dengue

virus and transmitted by Aides Aegypti mosquito. One of sub district in the city of

Banda Aceh, Baiturrahman is an DHF endemic area with incidens rate of 378 per 100.000 populations.

The purpose of this survey with explanatory research design is to analyze the influence of opportunity, desire and ability of mothers on their participation in preventing DHF is Baiturrahman sub district, the City of Banda Aceh.

The population of this study was all housewives living in Baiturrahman sub district and 99 of them were selected through simple random sampling to be sample. Primary data were obtained through questionnaire based interviews. Data were analyzed by multiple linier regresion.

The result of this survey shows that all the variable: opportunity (p = 0.03), desire (p = 0.05) and ability (p = 0.00) have influencing the participation in preventing DHF. Majority (88.9%) of mother’s participation in preventing DHF is inadequate category.

It is suggested that Banda Aceh Health Service can provide the community with the opportunity to get involved from the early stage of the DHF prevention program implementation, and establish special team in the community to provide the other members of community with information and periodical extensions to improve their desire, knowledge and ability to prevent DHF. The Banda Aceh Health Service is required to increase control and larvae sweeping and given sanction to the community whose houses have the larvae of DHF transmitting mosquito. The village officer are required to improve coorporation with the other community members to manage the environment in order to control larvae of DHF transmitting mosquito.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadiran Allah SWT, dimana atas rahmat dan hidayahNya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Pengaruh

Kesempatan, Kemauan, Dan Kemampuan Ibu Terhadap Partisipasi Dalam

Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kecamatan

Baiturrahman Kota Banda Aceh”.

Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Komunitas/Epidemiologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih dengan penuh

keikhlasan dan cinta kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,

Sp. A (K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti

dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Pascasarjana.

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh

Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, atas kesempatan yang diberikan menjadi

mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang dijabat oleh Dr.

Drs. Surya Utama, MS, atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa Sekolah

(9)

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kami ucapkan kepada Dr. Dra. Ida Yustina, Msi selaku ketua komisi pembimbing

yang telah banyak membimbing dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis

mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku

pembimbing dua, yang juga telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing

dengan penuh kesabaran dan mengarahkan penulisan tesis ini. Drs. Tukiman, MKM,

selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan masukan demi

kesempurnaan penulisan ini dan drh. Rasmaliah, M.Kes, selaku dosen pembanding

yang telah banyak membantu penulisan ini.

Terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda

Aceh yang dijabat oleh dr. Media Yulizar, M.Kes yang telah memberikan izin untuk

melakukan penelitian ini.

Ucapan terima kasih kepada keluaga tercinta Ayahanda H. Zainudin Usman

dan Ibunda (Alm) Asnah Daud, Ayahanda H. Iskandar, SKM, M.Kes dan Ibunda Hj.

Salmiah serta adik-adikku Zulfansyah, Zuandi, Zulikram, Deni Muntazar, Rita

Wahyuni dan Nyak Na serta seluruh keluarga besar tercinta, yang telah membantu

memberi dorongan dan dukungan baik moril maupun materil yang tak terbatas

kepada penulis.

Teristimewa buat suami tercinta H. Dedi Andria, SKM, M.Kes dan

anak-anakku tersayang Raisya Putri Andria dan Rasya Putra Andria yang tidak

(10)

Akhirnya dengan satu harapan, semoga penulisan akhir ini berguna dan

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 4 Agustus 2008

Tertanda,

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis, lahir di Banda Aceh pada tanggal 26 April tahun 1978, agama Islam,

status sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak. Alamat rumah Jl. Singgahmata

No.17 Blower Banda Aceh.

Riwayat pendidikan, memasuki SD Negeri 7 Banda Aceh selama 6 tahun dan

lulus tahun 1990, kemudian memasuki MTsN 1 Banda Aceh selama 3 tahun dan lulus

tahun 1993, selanjutnya memasuki SLTA Negeri 5 Banda Aceh selama 3 tahun dan

lulus tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh (FKM UNMUHA) selama 5 tahun dan

lulus tahun 2001. Terakhir melanjutkan tugas belajar ke Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara (USU) pada bulan September tahun 2006 dan lulus tahun

2008.

Riwayat pekerjaan, pertama sekali di tempatkan menjadi staf puskesmas Pidie

Kabupaten Pidie pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2004, kemudian di tempatkan

menjadi staf Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh pada tahun 2005 sampai dengan

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis penelitian... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Konsep Partisipasi Masyarakat ... 8

2.2. Faktor-Faktor Pembentuk Partisipasi... 12

2.3. Penyakit Demam Berdarah Dengeu (DBD) ... 24

2.4. Landasan Teori... 34

2.5. Kerangka Konsep ... 36

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 37

3.1. Jenis Penelitian... 37

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 37

3.3. Populasi dan Sampel ... 37

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 39

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 42

3.6. Metode Pengukuran ... 42

(13)

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 47

4.1. Gambaran Umum dan Keadaan Wilayah... 47

4.2. Karakteristik Responden ... 48

4.3. Analisis Univariat ... 49

4.4. Hasil Uji Statistik ... 60

BAB 5 PEMBAHASAN ... 64

5.1. Pengaruh Kesempatan Terhadap Partisipasi ... 64

5.2. Pengaruh Kemauan Terhadap Partisipasi... 68

5.3. Pengaruh Kemampuan Terhadap Partisipasi ... 71

5.4. Tempat Perindukan Nyamuk DBD dan Keberadaan Jentik Nyamuk DBD ... 74

5.4. Keterbatasan Penelitian ... 75

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

6.1. Kesimpulan ... 77

6.2. Saran... 78

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian di Kecamatan Baiturrahman

Kota Banda Aceh ... 39

2. Hasil Perhitungan Uji Validitas Dan Reliabilitas ... 41

3. Metode Pengukuran Variabel Independen dan Variabel Dependen ... 45

4. Distribusi Karakteristik Responden di Kecamatan Baiturrahman Kota

Banda Aceh ... 48

5. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Kesempatan dalam

Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh ... 49

6. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kesempatan dalam

Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh ... 50

7. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Kemauan dalam

Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh ... 51

8. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kemauan dalam

Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh ... 53

9. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Kemampuan dalam

Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh ... 54

10. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kemampuan dalam

(15)

11. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Partisipasi dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh ... 57

12. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Partisipasi dalam

Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh ... 59

13. Distribusi Tempat Perindukan Nyamuk DBD Pada Rumah Responden

di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh ... 59

14. Distribusi Keberadaan Jentik Nyamuk DBD Pada Rumah Responden

di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh ... 60

15. Hasil Uji Regresi Variabel Independen (Kesempatan, Kemauan Dan

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Faktor-Faktor Pembentuk Partisipasi... 35

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 83

2. Angka Insidens Per 100.000 Penduduk Dan CFR (%) Penyakit Demam Berdarah Dengue Tahun 2000 – 2005... 92

3. Angka Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Kota Banda Aceh Tahun 2005 – 2007 dan Perkembangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Menurut Kecamatan Di Kota Banda Aceh Tahun 2007 ... 93

4. Uji Validitas Dan Reliabilitas ... 94

5. Distribusi Frekuensi dan Analisis Univariat ... 100

6. Uji Regresi Linier Berganda ... 110

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aides Aegypti. Sampai saat

ini DBD masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

menimbulkan dampak sosial dan ekonomi serta berkaitan dengan perilaku

masyarakat. Penyakit DBD ini muncul pertama kali pada tahun 1953 di Filiphina dan

selanjutnya menyebar ke banyak negara di dunia, termasuk di Indonesia (Depkes RI,

2005).

Penyakit DBD di Indonesia pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun

1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus

pertama dilaporkan pada tahun 1969, dan pada tahun 1994 DBD telah menyebar ke

seluruh 27 provinsi di Indonesia. Pada saat ini DBD sudah endemis di banyak kota

besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah terjangkit di daerah perdesaan

(Soedarmo, 2005).

Penyakit DBD telah menyebar luas ke seluruh wilayah provinsi dengan

jumlah kabupaten/kota terjangkit sampai dengan tahun 2005 sebanyak 330

kabupaten/ kota (75% dari seluruh kab/kota). Penyakit ini sering muncul sebagai

kejadian luar biasa (KLB) dengan angka Insidens Rate (IR) dan Case Fatality Rate

(19)

tahun. Awalnya pola epidemik terjadi setiap lima tahunan, namun dalam kurun waktu

lima belas tahun terakhir mengalami perubahan dengan periode antara 2 – 5 tahunan,

sedangkan CFR cenderung menurun. Perkembangan angka IR dan CFR DBD dari

tahun 2000 – 2005 terjadi peningkatan. Tahun 2000 angka IR 10,17 per 100.000

penduduk dengan CFR 2% dan sampai dengan tahun 2005 angka IR 43,42 per

100.000 penduduk dengan CFR 1,36%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada daftar

lampiran 2 (Profil Kesehatan Depkes RI (2007).

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terdiri dari 23 Kabupaten/ Kota,

angka IR DBD sebesar 12,4 per 100.000 penduduk dengan CFR 1,90%. Dari jumlah

kabupaten/ kota tersebut empat di antaranya yaitu Kota Lhokseumawe, Kota Banda

Aceh, Aceh Besar dan Aceh Barat Daya merupakan daerah endemis dan tetap terjadi

peningkatan kasus setiap tahunnya. Kota Banda Aceh penyumbang tertinggi kedua

kasus DBD di Provinsi NAD setelah Kota Lhokseumawe (Profil Dinkes Provinsi

NAD, 2007).

Angka IR DBD di Kota Banda Aceh terlihat dari kurun waktu tahun 2005 –

2007 terjadi peningkatan secara fluktuatif, sedangkan CFR DBD cenderung menurun.

Tahun 2005 angka IR 26 per 100.000 penduduk dengan CFR 0.05%, tahun 2006

angka IR 112 per 100.000 penduduk dengan CFR 0.02% dan pada tahun 2007 DBD

terjadi peningkatan yang mencapai angka IR 378 per 100.000 penduduk dengan CFR

0.004%, sedangkan upaya nasional tahun 2010 ditargetkan angka IR DBD adalah 2

(20)

Kota Banda Aceh memiliki 9 Kecamatan, di mana Kecamatan Baiturrahman

merupakan kecamatan yang endemis DBD dengan angka IR 765 per 100.000

penduduk, kemudian disusul oleh Kecamatan Ulee Kareng dan Kecamatan Kuta

Alam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada daftar lampiran 3.

Menyikapi tingginya endemis DBD di beberapa kecamatan dalam Kota Banda

Aceh khususnya Kecamatan Baiturrahman, pemerintah daerah telah melakukan

berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan. Upaya-upaya tersebut antara lain

berupa kegiatan pemutusan rantai penularan DBD dengan melakukan Pemberantasan

Sarang Nyamuk DBD (PSN-DBD) melalui gerakan 3M (menguras, menutup,

mengubur), Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), abatisasi selektif, fogging atau

pengasapan pada semua lokasi kasus terjangkit dan penyuluhan penggerakan

masyarakat. Namun kenyataan di lapangan masyarakat banyak yang tidak paham

dengan pencegahan penyakit DBD yang menyebabkan kasus tersebut terus meningkat

di Kota Banda Aceh.

Purwo (2007) di Denpasar, menyatakan ada perbedaan tingkat pengetahuan

tentang pencegahan penyakit DBD antara di daerah endemis dan non endemis DBD.

Di daerah endemis masyarakat lebih tahu dan mempunyai pengalaman oleh karena

keluarga atau tetangga pernah menderita DBD.

Kecamatan Baiturrahman merupakan Kecamatan yang terletak di Pusat Kota

Banda Aceh yang luas wilayahnya sekitar 10,16 km² dengan jumlah penduduk

(21)

Aceh dalam rangka proses rehabilitasi dan rekonstruksi kembali Kota Banda Aceh.

Dampak dari mobilisasi penduduk dari luar Kota Banda Aceh, maka muncul

permukiman-permukiman baru sebagai tempat tinggal para pekerja rehabilitasi dan

rekonstruksi yang kurang memenuhi syarat kesehatan (Profil Dinas Kesehatan Kota

Banda Aceh, 2007).

Timbulnya peningkatan kasus DBD di Kecamatan Baiturrahman diduga

disebabkan banyaknya bangunan-bangunan yang terbengkalai akibat dampak

Tsunami. Dengan adanya bangunan yang terbengkalai, banyak masyarakat yang

membuang sampah di lokasi tersebut, sehingga diasumsikan bangunan terbengkalai

tersebut akan menjadi tempat perindukan nyamuk DBD.

Perubahan faktor musim dan penyimpangan pola hujan juga berperan dalam

peningkatan jumlah jentik nyamuk DBD. Kondisi tersebut di atas juga dipengaruhi

oleh perilaku masyarakat yang menyimpan air secara tradisional yang disebabkan

oleh kekurangan air bersih yang dialami masyarakat. Hal ini terjadi karena banyaknya

saluran pipa dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang putus dan tidak

berfungsi pasca Tsunami, sehingga beberapa keluarga yang tidak mudah

mendapatkan air enggan membuang air dan menguras bak mandi.

Selain hal tersebut, masyarakat Kecamatan Baiturrahman pasca Tsunami

sudah jarang bahkan hampir tidak pernah lagi melakukan kegiatan gotong-royong

untuk pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD di lingkungan tempat tinggal.

Beberapa studi yang dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terungkap

(22)

melakukan 3M (menguras, menutup dan mengubur), namun hanya 35% dari

masyarakat tersebut yang benar-benar melakukan kegiatan 3M (Soekidjo, 2005).

Menurut keterangan petugas P2P penyakit DBD Dinas Kesehatan Kota Banda

Aceh, peningkatan IR DBD juga disebabkan oleh perilaku masyarakat itu sendiri

yang kurang aktif dalam program penanggulangan penyakit DBD, seperti menolak

sewaktu diadakan penyemprotan DBD, banyak masyarakat yang tidak hadir ketika

dilakukan penyuluhan tentang DBD, menolak petugas kesehatan melakukan

pemeriksaan jentik, bahkan abate yang dibagikan petugas kesehatan pun tidak mau

ditaburkan ke dalam sumur atau bak mandi dengan alasan takut airnya tidak bisa

digunakan lagi (Subdinas P2P Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, 2007).

Partisipasi masyarakat menjadi faktor yang menentukan dalam pencegahan

penyakit DBD ini, sebab sebagus apa pun program yang dilakukan oleh pemerintah

tanpa peran aktif masyarakat program tersebut tidak akan mencapai hasil yang

diharapkan. Putra (2006) di Kabupaten Sumenep, menerangkan faktor perilaku yang

berhubungan dengan endemisitas DBD antara lain kurangnya peran serta masyarakat

dalam program dan kepercayaan masyarakat itu sendiri.

Paul dalam Hikmat (2004) menerangkan, ditinjau dari beberapa aspek upaya

pemberantasan penyakit DBD, faktor yang berperan tidak hanya dilakukan oleh

sektor kesehatan saja, tetapi perlu dilakukan secara terintegrasi dengan

memberdayakan berbagai komponen masyarakat. Geertz menyatakan bahwa

(23)

sungguh. Penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyarakat seringkali

terhambat oleh persepsi yang kurang tepat, yang menilai masyarakat ”sulit diajak

maju” (Mardikanto, 2003).

Dalam melakukan berbagai upaya pencegahan penyakit DBD, peranan ibu

sangat menentukan, karena kebersihan rumah dan lingkungan sekitar rumah biasanya

lebih dominan dilakukan oleh ibu yang lebih banyak waktunya di rumah. Berdasarkan

hasil penelitian Hendra (2003) di Kabupaten Bogor didapati bahwa dalam keluarga,

ibu lebih peduli dan dominan melakukan berbagai upaya pencegahan penyakit DBD,

seperti membersihkan halaman rumah, membersihkan tempat penampungan air,

membersihkan bak mandi, dan lain-lain. Penelitian Amin (2004) di Jakarta Timur

menyatakan bahwa anggota keluarga yang paling dominan menentukan perlu

tidaknya keluarga melakukan tindakan pencegahan penyakit DBD (sebagai

pengambil keputusan) adalah ibu rumah tangga.

Mengacu kepada uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai

pengaruh kesempatan, kemauan, dan kemampuan ibu terhadap partisipasi dalam

pencegahan penyakit DBD di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan tingginya IR DBD di Kecamatan Baiturrahman yaitu sebanyak

378 per 100.000 penduduk dengan CFR 0.004%, dan dikaitkan dengan peran strategis

ibu yang lebih dominan melakukan berbagai upaya pencegahan penyakit DBD,

(24)

membersihkan bak mandi, dan lain-lain. Maka dirumuskan permasalahan dalam

penelitian ini apakah ada pengaruh kesempatan, kemauan, dan kemampuan ibu

terhadap partisipasi dalam pencegahan penyakit DBD di Kecamatan Baiturrahman

Kota Banda Aceh.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh kesempatan, kemauan, dan kemampuan ibu

terhadap partisipasi dalam pencegahan penyakit DBD di Kecamatan Baiturrahman

Kota Banda Aceh.

1.4. Hipotesis Penelitian

Kesempatan, kemauan, dan kemampuan ibu berpengaruh terhadap partisipasi

dalam pencegahan penyakit DBD di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh dalam

mengambil kebijakan dan strategi dalam pelaksanaan program pencegahan

penyakit DBD.

1.5.2. Sebagai tambahan informasi dan referensi mengenai DBD sehingga menjadi

dasar dilakukannya penelitian selanjutnya.

1.5.3. Bagi Program magister Kesehatan sebagai bahan informasi yang dapat

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Partisipasi Masyarakat

Conyers dalam Soetomo (2006), mengemukakan bahwa partisipasi

masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh

determinan dan kesadaran diri masyarakat itu sendiri dalam program pembangunan.

Ada lima cara untuk melibatkan keikutsertaan masyarakat yaitu :

1. Survei dan konsultasi lokal untuk memperoleh data dan informasi.

2. Memanfaatkan petugas lapangan, agar pelaksanaan tugasnya sebagai agen

pembaharu juga menyerap berbagai informasi yang dibutuhkan dalam

perencanaan.

3. Perencanaan yang bersifat desentralisasi agar lebih memberikan peluang yang

semakin besar kepada masyarakat unutk berpartisipasi.

4. Perencanaan melalui pemerintah lokal.

5. Menggunakan strategi pengembangan komunitas (community development).

Chapin dalam Notoatmodjo (2005), mengemukakan partisipasi dapat diukur

dari yang terendah sampai yang tertinggi, yaitu :

1. Kehadiran individu dalam pertemuan-pertemuan.

2. Memberikan bantuan dan sumbangan keuangan.

3. Keanggotaan dalam kepanitiaan.

(26)

Sutton dan Kolaja dalam Notoatmodjo (2005), membagi peran-peran dalam

partisipasi program menjadi tiga, yaitu :

1. Pelaku adalah pihak yang mengambil peran dan tindakan yang aktif dalam

program.

2. Penerima adalah pihak yang nantinya akan menerima manfaat dari program yang

dijalankan.

3. Publik adalah pihak yang tidak terlibat secara langsung dalam pelaksanaan

program, tetapi dapat membantu pihak pelaku.

Dusseldorp dalam Mardikanto (2003), menyatakan bahwa bentuk kegiatan

partisipasi yang dilakukan oleh setiap warga masyarakat dapat berupa :

1. Menjadi anggota kelompok-kelompok masyarakat.

2. Melibatkan diri pada kegiatan diskusi kelompok.

3. Melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan organisasi untuk menggerakkan

partisipasi masyarakat yang lain.

4. Menggerakkan sumberdaya masyarakat.

5. Mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan.

6. Memanfaatkan hasil-hasil yang dicapai dari kegiatan masyarakatnya.

Ditjen PP & PL Depkes RI (2006), mengemukakan bahwa partisipasi adalah

keadaan di mana individu, keluarga, maupun masyarakat umum ikut serta

bertanggung jawab terhadap kesehatan diri, keluarga, ataupun kesehatan masyarakat

(27)

suatu stimulus. Mekanisme ini disebut pemecahan masalah atau proses pemecahan

masalah.

Mengembangkan dan membina partisipasi masyarakat sebenarnya tidak lain

dari pada mengembangkan mekanisme atau proses pemecahan masalah tersebut agar

berlangsung lebih rasional. Sayangnya seringkali apa yang rasional menurut petugas

kesehatan, tidak selamanya dianggap rasional pula oleh masyarakat. Perbedaan

persepsi tersebut menyebabkan hambatan dalam perkembangannya mekanisme atau

proses pemecahan masalah tersebut, sehingga berpengaruh pula terhadap

perkembangan dan pembinaan partisipasi itu sendiri. Sesuai dengan tahap-tahap

dalam pemecahan masalah, maka tahap-tahap partisipasi juga dapat dikelompokkan

menjadi :

1. Partisipasi dalam tahap pengenalan masalah dan penentuan prioritas masalah.

2. Partisipasi dalam tahap penentuan cara pemecahan alias tahap perencanaan.

3. Partisipasi dalam tahap pelaksanaan, termasuk penyediaan sumber daya.

4. Partisipasi dalam tahap penelitian dan pemantapan.

Setiap tahap partisipasi ini jelas bahwa setiap tahap, bentuk ikut sertanya

masyarakat bertanggung jawab dalam perencanaan, dan sebagainya.

Ditjen PP & PL Depkes RI (2005), mengemukakan bahwa partisipasi

diartikan sebagai keikutsertaan seseorang atau kelompok anggota masyarakat dalam

suatu kegiatan. Wujud dari keikutsertaan dimaksud tentu saja adalah perilaku tertentu

yang positif bagi pencapaian tujuan kegiatan. Dalam program pencegahan penyakit

(28)

Craig dan Mayo dalam Yustina (2003), mengatakan Empoworment is road to

participation. Pemberdayaan merupakan syarat bagi terciptanya suatu partisipasi

dalam masyarakat. Belum adanya partisipasi aktif dalam masyarakat untuk

menciptakan kondisi yang kondusif pada proses pembangunan mengisyaratkan belum

berdayanya sebagian masyarakat kita. Keberdayaan memang menjadi syarat untuk

berpartisipasi, karena merupakan sesuatu yang sulit bagi masyarakat ketika mereka

dikehendaki untuk berpartisipasi namun tidak mempunyai pengetahuan yang cukup

tentang segala aktivitas yang mendukung proses pembangunan.

Collins dalam Hikmat (2004), ada beberapa alasan untuk memfokuskan

partisipasi masyarakat (community participation) dalam hal manajemen dan

perencanaan kesehatan, yaitu :

1. Efektivitas program lebih mudah dicapai, hal ini dimungkinkan oleh karena

manajemen dan perencanaan lebih mengarah kepada kebutuhan masyarakat lokal,

selain itu masyarakat dapat memberikan kontribusi yang penting dalam proses

monitoring dan evaluasi program.

2. Melalui partisipasi masyarakat sustainabilitas kesehatan dapat diperoleh dengan

lebih mudah.

3. Dengan proses community participation yang efektif dapat merupakan prinsip

akuntabilitas dari masyarakat terutama dalam hal pembiayaan pelayanan

(29)

4. Dengan community participation tingkat penerimaan program kesehatan oleh

masyarakat dapat lebih mudah diperoleh yang pada gilirannya akan meningkatkan

utilitas dan cakupan pelayanan kesehatan.

5. Pada situasi dengan keterbatasan sumber daya yang ada, masyarakat dapat

berperan dalam hal kontribusi tenaga, lahan, material dan bahkan pembiayaan.

2.2. Faktor-Faktor Pembentuk Partisipasi

Menurut Notoatmodjo (2007), ada beberapa elemen partisipasi, antara lain:

1. Motivasi

Persyaratan utama masyarakat untuk berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa

motivasi masyarakat sulit untuk berpartisipasi di segala program. Timbulnya

motivasi harus dari masyarakat itu sendiri, dan pihak luar hanya merangsangnya saja.

2. Komunikasi

Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide dan

informasi masyarakat. Sebagian media masa merupakan alat yang sangat efektif

untuk menyampaikan pesan yang akhirnya dapat menimbulkan partisipasi.

3. Kooperasi

Kerja sama dengan instansi-instansi di luar kesehatan masyarakat dan instansi

kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Terjelmanya team work antara mereka

(30)

4. Mobilisasi

Partisipasi bukan hanya terbatas pada tahap pelaksanaan program saja, tetapi

partisipasi masyarakat dapat dimulai seawal mungkin sampai ke akhir mungkin, dari

identifikasi masalah, menentukan prioritas, perencanaan program, pelaksanaan

sampai dengan monitoring program.

Cary dalam Notoatmodjo (2005), mengatakan bahwa partisipasi dapat tumbuh

jika tiga kondisi berikut terpenuhi :

1. Merdeka untuk berpartisipasi, berarti adanya kondisi yang memungkinkan

anggota-anggota masyarakat untuk berpartisipasi.

2. Mampu untuk berpartisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi anggota

masyarakat sehingga mampu untuk memberikan sumbang saran yang konstruktif

untuk program.

3. Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk

berpartisipasi dalam program.

Ketiga kondisi itu harus hadir secara bersama. Bila orang mau dan mampu

tetapi tidak merdeka untuk berpartisipasi, maka orang tidak akan berpartisipasi.

Ross dalam Notoatmodjo (2005) berpendapat ada tiga prakondisi tumbuhnya

partisipasi, yaitu :

1. Mempunyai pengetahuan yang luas dan latar belakang yang memadai sehingga

dapat mengidentifikasi masalah, prioritas masalah dan melihat secara

(31)

2. Mempunyai kemampuan untuk belajar cepat tentang permasalahan, dan belajar

untuk mengambil keputusan.

3. Kemampuan mengambil tindakan dan bertindak efektif.

Slamet dalam Mardikanto (2003), menyatakan bahwa tumbuh dan

berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh

tiga unsur pokok, yaitu :

1. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi.

2. Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi.

3. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi.

2.2.1. Kesempatan Untuk Berpartisipasi

Banyak program pembangunan yang kurang memperoleh partisipasi

masyarakat karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk

berpartisipasi. Di lain pihak, juga sering dirasakan kurangnya informasi yang

disampaikan kepada masyarakat mengenai kapan dan dalam bentuk apa mereka dapat

atau dituntut untuk berpartisipasi.

Beberapa kesempatan yang dimaksud adalah (Mardikanto, 2003):

1. Kemauan politik dari penguasa untuk melibatkan masyarakat dalam

pembangunan, baik dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan,

monitoring dan evaluasi, pemeliharaan dan pemanfaatan pembangunan sejak di

tingkat pusat sampai di jajaran birokrasi yang paling bawah.

(32)

3. Kesempatan memanfaatkan dan memobilisasi sumberdaya alam dan manusia

untuk pelaksanaan pembangunan.

4. Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi yang tepat (termasuk

peralatan perlengkapan penunjangnya).

5. Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan menggunakan

peraturan, perijinan, dan prosedur kegiatan yang harus dilaksanakan.

6. Kesempatan mengembangkan kepemimpinan yang mampu menumbuhkan,

menggerakkan, dan mengembangkan serta memelihara partisipasi masyarakat.

Partisipasi masyarakat sering tidak nampak karena mereka merasa tidak diberi

kesempatan untuk berpartisipasi atau dibenarkan berpartisipasi, khususnya yang

menyangkut: pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan, pemantauan

dan evaluasi, serta pemanfaatan hasil pembangunan yang akan dicapai. Karena itu

harus dijelaskan tentang segala hak dan kewajiban setiap warga masyarakat pada

bagian kegiatan apa mereka diharapkan partisipasinya, dan apa bentuk partisipasinya

yang diharapkan (tenaga, uang, pikiran, dll) dari masyarakat (Yustina, 2003).

Pemberian kesempatan berpartisipasi pada masyarakat, bukanlah sekedar

pemberian kesempatan untuk terlibat dalam pelaksanaan kegiatan agar mereka tidak

melakukan tindakan-tindakan yang akan menghambat atau mengganggu tercapainya

tujuan pembangunan. Tetapi pemberian kesempatan berpartisipasi harus dilandasi

oleh pamahaman bahwa masyarakat setempat layak diberi kesempatan karena

(33)

negara, mereka juga punya hak untuk berpartisipasi dan memanfaatkan setiap

kesempatan membangun bagi perbaikan mutu hidupnya (Mardikanto, 2003).

2.2.2. Kemauan Untuk Berpartisipasi

Soewardi dalam Makmur (2008), menyatakan human motivation (kemauan

manusia) adalah kekuatan psikis dalam diri manusia. Dengan motivasi tersebut

manusia meraih apa yang diinginkannya. Bila kemauan itu hilang, manusia akan

melesak ke bawah, yang disebut tergelincir. Sebaliknya bila kemauan itu timbul

manusia akan melejit ke atas, yang disebut menyongsong.

Winardi dalam Makmur (2008), mengemukakan bahwa Kemauan (motivasi)

berkaitan dengan kebutuhan. Kita sebagai manusia selalu mempunyai kebutuhan yang

diupayakan untuk dipenuhi. Untuk mencapai keadaan termotivasi, kita harus

mempunyai tindakan tertentu yang harus dipenuhi. Dengan demikian, kebutuhan

seseoranglah yang akan menjadi dasar untuk melakukan tindakan (perilaku).

Mardikanto (2003), menyatakan kemauan untuk berpartisipasi merupakan

kunci utama untuk tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat. Sebab,

kesempatan dan kemampuan yang cukup belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan

berkembangnya partisipasi masyarakat, jika mereka sendiri tidak memiliki kemauan

untuk turut membangun.

Kemauan untuk membangun ini, ditentukan oleh sikap mental yang dimiliki

masyarakat, yang menyangkut :

(34)

2. Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada umumnya.

3. Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas diri.

4. Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah, dan tercapainya tujuan

pembangunan.

5. Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk memperbaiki

mutu hidupnya.

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

stimulasi atau objek. Sikap juga menggambarkan suka atau tidak suka, setuju atau

tidak setujunya seseorang terhadap semua objek dan sering diperoleh dari

pengalaman sendiri atau dari orang lain. Sikap cenderung memberikan pendapat,

penelitian terhadap suatu hal (Azwar, 2005).

Purwanto dalam Azwar (2005), menyatakan bahwa sikap adalah pandangan

atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap yang

objektif. Jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal. Manusia dapat mempunyai

sikap terhadap bermacam-macam hal. Sikap juga mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Sikap bukan dibawa Sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang

perkembangan seseorang.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena dapat dipelajari.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan terhadap suatu

(35)

4. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat inilah yang

membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki

seseorang.

Alport dalam Azwar (2005) mengemukakan sikap dapat bersifat positif dan

dapat bersifat negatif. Pada sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati,

menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan pada sikap negatif terdapat

kecenderungan untuk menjauhi, menghindar, membenci, tidak menyukai objek

tertentu. Sikap tersebut mempunyai 3 komponen pokok, yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak.

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh.

Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi

memegang peranan penting.

Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu

komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective) dan komponen konatif

(conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercaya oleh

individu pemilik sikap mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek

sikap. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional

subjektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Komponen konatif merupakan aspek

kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang

(36)

2.2.3. Kemampuan Untuk Berpartisipasi

Menurut Robbins dalam Makmur (2008), kemampuan adalah suatu kapasitas

individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Seluruh

kemampuan seseorang pada hakikatnya tersusun dari dua perangkat faktor, yaitu

kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah

kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental, sedangkan

kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas

yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan ketrampilan serupa.

Diharapkan dengan meningkatnya kemampuan masyarakat baik secara

intelektual dan fisik, masyarakat akan memberikan kontribusi secara maksimal

terhadap penyelenggaraan program pemberantasan penyakit DBD. Kesediaan

seseorang untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuannya untuk

berkembang secara mandiri.

Tilaar dalam Makmur (2008), mengemukakan bahwa suatu masyarakat yang

berpartisipasi adalah masyarakat yang mengetahui potensi dan kemampuannya

termasuk hambatan-hambatan karena keterbatasannya. Masyarakat yang mampu

berdiri sendiri adalah masyarakat yang mengetahui arah hidup dan perkembangannya

termasuk kemampuannya untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan masyarakat

lainnya, bahkan pada tingkat nasional, regional dan internasional.

Mardikanto (2003) menyatakan, kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi

(37)

1. Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan untuk

membangun, atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun (memperbaiki

mutu hidupnya).

2. Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan yang dipengaruhi oleh

pendidikan, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

3. Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan menggunakan

sumberdaya dan kesempatan (peluang) lain yang tersedia secara optimal.

Menurut Mardikanto (2003), Kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi

dipengaruhi oleh 3 (tiga) unsur pokok, yaitu:

1. Pendidikan

Cumming dkk dalam Azwar (2005), mengemukakan bahwa pendidikan

sebagai suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu

pembentukan watak yaitu sikap disertai kemampuan dalam bentuk kecerdasan,

pengetahuan dan keterampilan.

Seperti diketahui bahwa pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah

tingkat sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjutan tingkat atas

dan tingkat akademi/ Perguruan Tinggi. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya

nalar seseorang yang lebih baik, sehingga memungkinkan menyerap

informasi-informasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi informasi-informasi atau setiap

(38)

2. Pengetahuan

Purwodarminto dalam Azwar (2005) menyatakan bahwa pengetahuan adalah

segala apa yang diketahui berkenaan dengan suatu hal objek. Pengetahuan merupakan

hasil ”tahu” dan hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu

objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh malalui mata dan telinga.

Margono dalam Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa pengetahuan adalah

kemampuan untuk mengerti dan menggunakan informasi.

Notoatmodjo (2005), menyatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu

unsur yang diperlukan seseorang agar dapat melakukan sesuatu. Unsur-unsur tersebut

adalah :

(1) Pengetahuan/ pengertian dan pemahaman tentang apa yang dilakukannya.

(2) keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat dan kebenaran dari apa yang

dilakukannya.

(3) Sarana yang diperlukan untuk melakukannya.

(4) Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang

dirasakan.

Staton (Notoatmodjo, 2005) menyebutkan ”Pengetahuan atau Knowledge”

(39)

Notoatmodjo (2005), berpendapat bahwa pengetahuan adalah hasil tahu

seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek. Pengetahuan seseorang terhadap

obyek mempunyai intensitas dan tingkat yang berbeda-beda, yang secara garis besar

dapat dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu:

(1) Tahu (know)

Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, termasuk dalam

tingkatan ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

(2) Memahami (comprehension)

Pada tingkatan ini orang sudah paham dan dapat menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar juga.

(3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

(4) Analisis (analisys)

Pada tingkatan ini sudah ada kemampuan untuk menjabarkan materi yang

(40)

(5) Sintetis (synthetis)

Sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada dengan cara meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

(6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau obyek, dimana penilaian berdasarkan pada kriteria yang

dibuat sendiri atau pada kriteria yang sudah ada.

3. Keterampilan

Gie dalam Makmur (2008) menyatakan keterampilan sangat erat kaitannya

dengan sumber daya manusia (SDM). Kegiatan menguasai sesuatu keterampilan

dengan tambahan bahwa mempelajari keterampilan harus dibarengi dengan kegiatan

praktik, berlatih dan mengulang-ngulang suatu kerja. Seseorang yang memahami

semua asas, metode, pengetahuan dan teori dan mampu melaksanakan secara praktis

adalah orang yang memiliki keterampilan.

Keterampilan merupakan pemahaman seseorang akan suatu metode (cara,

teknik), pengetahuan dan teori dan dapat mempraktikkannya dalam kehidupan

(41)

2.3. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan

oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes terutama Aedes Aegypti yang

sering menimbulkan wabah dan kematian. Menemukan kasus DBD secara dini

bukanlah hal yang mudah, karena pada awal perjalanan penyakit gejala dan tandanya

tidak spesifik, sehingga sulit dibedakan dengan penyakit infeksi lainnya. Penegakan

diagnosis DBD (secara klinis) sesuai dengan kriteria World Health Organization

(WHO), sekurang-kurangnya memerlukan pemeriksaan laboratorium, yaitu

pemeriksaan trombosit dan hematokrit secara berkala (Depkes RI, 2005).

Virus Dengue sebagai penyebab DBD ini sampai sekarang dikenal ada empat

tipe (tipe 1, 2, 3 dan 4) termasuk dalam group B Arthropod Borne Virus. Keempat

tipe virus ini ada di berbagai daerah indonesia. Hasil penelitian menunjukkan virus

Dengue tipe 3 merupakan serotype yang dominan menyebabkan kasus yang berat

(Depkes RI, 2005).

Penyakit DBD pada umumnya menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade

terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa.

Masa inkubasi DBD biasanya berkisar antara 4-7 hari. Prognosis DBD sulit

diramalkan dan pengobatan yang spesifik untuk DBD tidak ada, karena obat terhadap

virus Dengue belum ada. Prinsip dasar pengobatan penderita DBD adalah pengantian

(42)

2.3.1. Definisi kasus DBD

1. Diagnosa klinis

Diagnosa DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut World

Health Organization (WHO), terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris (Depkes RI,

2005).

Kriteria Klinis (1) Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas,

berlangsung terus 2-7 hari, (2) Terdapat manifest perdarahan ditandai

sekurang-kurangnya uji torniquet positif. Perdarahan spontan berbentuk perdarahan bawah kulit

(peteki, purpura, ekimosis), mimisan (epistaksis), perdarahan gusi, perdarahan saluran

cerna (hematemesis dan melena), (3) Disertai atau tanpa pembesaran hati, (4) Syok

ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi < 20mm Hg atau nadi

tidak teraba, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.

Kriteria Laboratoris (1) Trombositopenia (100.000/μ1 atau kurang), (2)

Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.

2. Diagnosa Laboratoris DBD

Pemeriksaan serologis didasarkan pada timbulnya antibodi setelah infeksi

(Depkes RI, 2005). Cara yang dilakukan adalah pemeriksaan HI (Haemaglutination

Inhibition) dan uji antibodi IgM dan IgG (ELISA)

a.Deteksi Antigen PCR (Polymerase Chain Reaction).

(43)

2.3.2. Klasifikasi kasus DBD (Depkes RI, 2005).

1. Kasus tersangka DBD :

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas berlangsung terus menerus

selama 2-7 hari disertai manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya uji torniquet

positif) dan/atau trombositopenia(≤ 100.000μ1).

2. Kasus Demam Dengue (DD)

Gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik, nyeri kepala hebat,

nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang dan sendi, mual, muntah dan timbulnya

ruam atau hasil Ig M positif.

3. Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus

selama 2-7 hari disertai manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya uji torniquet

positif), trombositopenia, hemokonsentrasi atau hasil pemeriksaan serologis positif.

4. Kasus Dengue Shock Syndrome (DSS)

DBD derajat III dan IV.

2.3.3. Tempat Potensial Bagi Penularan DBD

Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk

penularnya, antara lain (Depkes RI, 2005):

1. Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis)

2. Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang

(44)

beberapa tipe virus dengeu cukup besar. Tempat-tempat tersebut antara lain

sekolah, rumah sakit, hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah, dll.

3. Permukiman baru di pinggir kota

Karena di lokasi ini penduduknya berasal dari berbagai wilayah, maka

kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa virus

Dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal.

2.3.4. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes Aegypti

Tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah

tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat-tempat atau

bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak

melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat

berkembangbiak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah.

Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan

sebagai berikut (Depkes RI, 2005):

1. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum,

tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.

2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti: tempat

minum burung, vas bunga, perangkap semut, dan barang-barang bekas (ban,

kaleng, botol,plastik, dll).

3. Tempat penampungan air alamiah, seperti: lobang pohon, lobang batu, pelepah

(45)

2.3.5. Perilaku Nyamuk Aedes Aegypti

Biasanya nyamuk Aedes aegypti mencari mangsanya pada siang hari. Aktifitas

menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara

pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, nyamuk Aedes

aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali untuk memenuhi

lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sabagai

penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di

dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat

perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di

tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya (Hadinegoro, 2005).

Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina Aedes

aegypti akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di

atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu

±2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan

pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umumnya nyamuk

batina dapat mencapai 2-3 bulan. Setiap bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan

telur sebanyak 100 butir. telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan

berbulan-bulan pada suhu -2ºC sampai 42ºC, dan bila tempat-tempat tersebut

kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih

(46)

2.3.6. Penyebaran Nyamuk Aedes Aegypti

Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter,

namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah

lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis. Di indonesia

nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum.

Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian ±1000 meter dari

permukaan air laut. Di atas ketinggian ±1000 tidak dapat berkembangbiak, karena

pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan

bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2005).

2.3.7. Variasi Musiman Nyamuk Aedes Aegypti

Pada musim hujan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang

pada musin kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. telur-telur yang tadinya belum

sempat menetas akan menetas. selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat

penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat

perkembangbiakan nyamuk ini. Oleh karena itu pada musim hujan populasi Aedes

aegypti meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor

yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengeu (Depkes RI, 2005).

2.3.8. Pencegahan Penyakit DBD

Sebagaimana diketahui cara pencegahan dan pemberantasan DBD yang dapat

(47)

dan pemberantasan terhadap jentik-jentiknya, karena vaksin untuk mencegah dan obat

untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara yang dianggap paling tepat adalah

Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengeu (PSN-DBD) yang harus

didukung oleh peran serta masyarakat. Apabila PSN-DBD dilaksanakan oleh seluruh

masyarakat maka populasi nyamuk Aedes Aegypti akan dapat ditekan

serendah-rendahnya, sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi. Upaya penyuluhan dan

motivasi kepada masyarakat harus dilakukan secara berkesinambungan dan

terus-menerus, karena keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku

masyarakat (Depkes RI, 2005).

Hadinegoro (2005), menyatakan bahwa Strategi dalam pencegahan penyakit

DBD, maliputi:

1. Fogging

Fogging dilakukan terhadap nyamuk dewasa dengan insektisida. mengingat

kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda bergantungan, maka

penyemprotan tidak dilakukan pada dinding rumah. Kegiatan fogging hanya

dilakukan jika ditemukan penderita/tersangka penderita DBD lain, atau

sekurang-kurangnya ada 3 penderita panas tanpa sebab yang jelas dan ditemukannya jentik

nyamuk Aedes aegypti di lokasi.

2. Penyuluhan kepada masyarakat

Penyuluhan tentang penyakit demam berdarah dan pencegahannya dilakukan

(48)

Kegiatan ini dilakukan setiap saat pada beberapa kesempatan. Selain penyuluhan

kepada masyarakat luas, penyuluhan juga dilakukan secara individu melalui kegiatan

pemantauan jentik berkala (PJB).

3. Pemantauan jentik berkala

Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap 3 (tiga) bulan di rumah dan

tempat-tempat umum. Diharapkan angka bebas jentik (ABJ) setiap kelurahan/ desa

dapat mencapai lebih dari 95% akan dapat menekan penyebaran penyakit DBD.

4. Penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD

Cara yang tepat dalam pencegahan penyakit DBD adalah dengan

melaksanakan PSN-DBD, dan dapat dilakukan dengan cara yaitu

(1) Fisik, cara ini dikenal dengan ”3M” yaitu: Menguras dan menyikat bak mandi

secara teratur seminggu sekali, menutup rapat tempat penampungan air rumah

tangga (tempayan, drum, dan lain-lain), mengubur, menyingkirkan atau

memusnahkan barang-barang bekas (kaleng, ban, dan lain-lain),

(2) Kimia, cara memberantas jentik Aides aegypti dengan menggunakan insektisida

pembasmi jentik yang dikenal dengan istilah larvasida. Larvasida yang biasa

digunakan adalah temephos dimana formulasi yang digunakan adalah dalam

bentuk granule (sand granules), dengan dosis 1 ppm atau 100 gram (± 1 sendok

makan rata) untuk setiap 100 liter air. Larvasida dengan temophos ini mempunyai

efek residu 3 bulan. Larvasida yang lain yang dapat digunakan adalah golongan

(49)

(3) Biologi, pemberantasan jentik Aides aegypti dengan cara biologi adalah dengan

memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo,

dan lain-lain).

Selain itu ditambah juga dengan cara lain :

1. Mengganti air dalam vas bunga, tempat minum burung, atau tempat-tempat lain

yang sejenis semingu sekali.

2. Memperbaki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak.

3. Menutup lubang-lubang dan potongan bambu.

4. Memasang kawat kasa.

5. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar.

6. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang mamadai.

7. Menggunakan kelambu.

8. Memakai obat/lotin yang dapat mencegah gigitan nyamuk.

2.3.9. Pelaksanaan Kegiatan Pencegahan DBD Oleh Masyarakat

Kegiatan pencegahan penyakit DBD yang melibatkan masyarakat adalah

(Depkes RI, 2005) :

1. Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD

Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing, yang sebelumnya telah

diberikan pengarahan langsung oleh ketua RT/RW, tokoh

(50)

Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya dan

merupakan satu kesatuan epidemiologis.

Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukan nyamuk; tempat

penampungan air, barang bekas, lubang pohon/tiang pagar, dll.

cara : Melakukan kegiatan 3M (menguras, menutup, mengubur).

2. Penggerakan masyarakat dalam menaburkan bubuk larvasida

Pelaksana : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas kesehatan.

Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya dan

merupakan satu kesatuan epidemiologis.

Sasaran : Tempat penampungan air (TPA) di rumah dan tempat-tempat

umum.

cara : Larvasida dilakukan di seluruh wilayah terjangkit, dengan

menaburkan larvasida sesuai takaran.

3. Penyuluhan

Pelaksana : Petugas kesehatan, kader dari masyarakat atau kelompok kerja

(Pokja) DBD desa/kelurahan.

Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya dan

merupakan satu kesatuan epidemiologis.

(51)

cara : Memberikan pengarahan dan informasi tentang cara-cara

pencegahan penyakit DBD yang dapat dilaksanakan oleh individu,

keluarga, dan masyarakat, serta situasi DBD di wilayahnya.

2.4. Landasan Teori

Secara umum partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keikutsertaan,

keterlibatan, dan kebersamaan anggota masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu

baik secara langsung maupun tidak langsung. Keterlibatan tersebut dimulai dari

gagasan, perumusan kebijaksanaan, hingga pelaksanaan program. Partisipasi secara

langsung berarti anggota masyarakat tersebut ikut memberikan bantuan tenaga dalam

kegiatan yang dilaksanakan. Partisipasi tidak langsung dapat berupa bantuan

keuangan, pemikiran dan materi yang dibutuhkan (Depkes RI, 2005).

Meningkatkan partisipasi masyarakat tidaklah semata-mata berarti melibatkan

masyarakat dalam tahap perencanaan atau dalam evaluasi program belaka. Dalam

partisipasi tersirat makna dan integritas keseluruhan program itu. Partisipasi

merupakan sikap keterbukaan terhadap persepsi dan perasaan pihak lain. Partisipasi

berarti perhatian mendalam mengenai perbedaan atau perubahan yang akan

dihasilkan suatu program sehubungan dengan kehidupan masyarakat (Depkes RI,

2005).

Untuk menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan,

(52)

kepada masyarakat untuk berpartisipasi, adanya kemauan, dan adanya kemampuan

masyarakat untuk berpartisipasi.

Berdasarkan teori tersebut, dapat dilihat pada gambar berikut ini:

KEMAMPUAN BERPARTISIPASI

KESEMPATAN BERPARTISIPASI KEMAUAN

BERPARTISIPASI

PARTISIPASI MASYARAKAT

DALAM PEMBANGUNAN

Gambar 2.1. Faktor-Faktor Pembentuk Partisipasi

Slamet (Mardikanto, 2003)

Adanya kesempatan-kesempatan yang disediakan/ ditumbuhkan untuk

menggerakkan partisipasi masyarakat akan tidak banyak berarti jika masyarakatnya

tidak memiliki kemampuan untuk berpartisipasi. Tentang hal ini, adanya kesempatan

yang diberikan, sering merupakan faktor pendorong tumbuhnya kemauan, dan

kemauan akan sangat menentukan kemampuannya. Sebaliknya adanya kemauan akan

mendorong seseorang untuk meningkatkan kemampuan dan aktif memburu serta

(53)

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep

penelitian sebagai berikut:

Pembentuk Partisipasi

1. Kesempatan

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

= Variabel yang diuji statistik

= Variabel yang tidak diuji statistik

2. Kemauan

3. Kemampuan

Partisipasi dalam pencegahan penyakit DBD

Karakteristik Ibu

1. Umur

2. Pendidikan

3. Pekerjaan 1. Tempat

perindukan nyamuk 2. Keberadaan

(54)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan tipe explanatory research

atau penjelasan yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal antara

variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun, 1986), yaitu untuk menjelaskan

pengaruh kesempatan, kemauan dan kemampuan ibu terhadap partisipasi dalam

pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Baiturrahman

Kota Banda Aceh.

3.2.Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Baiturrahman

Kota Banda Aceh, dengan pertimbangan di wilayah ini merupakan daerah yang

endemis DBD. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Januari sampai Juli 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu rumah tangga yang ada di

(55)

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari ibu yang berada di

Kecamatan Baiturrahman yang berjumlah 6895 ibu, dengan besar sampel yang

diambil menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Taro Yamane (Notoatmodjo,

2003):

Dimana: N = Besar populasi yaitu sebanyak 6895 ibu

n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan (0,01)

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka jumlah sampel dalam penelitian

ini adalah sebanyak 99 ibu yang berada di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda

Aceh. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara proportional

sampling to size, yaitu mengambil sampel dengan menghitung proporsi jumlah

sampel di setiap unit analisis (kelurahan). Proporsi sampel dalam penelitian ini adalah

perbandingan jumlah sampel dengan jumlah populasi, maka jumlah sampel di setiap

(56)

Tabel 3.1 : Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian di Kecamatan Baiturrahman Kota Banda Aceh

No Nama Kelurahan Jumlah ibu Sampel

1 Ateuk Deah Tanoh 638 9

2 Ateuk Jawo 654 9

3 Ateuk Munjeng 712 10

4 Ateuk Pahlawan 579 8

5 Kampong Baru 583 8

6 Neusu Aceh 688 10

7 Neusu Jaya 672 10

8 Peuniti 796 11

9 Seutui 698 10

10 Sukaramai 875 13

Total 6895 99

Untuk mengambil sampel terpilih setiap desa dilakukan dengan metode simple

random sampling, yaitu mengambil sampel dengan metode acak dengan cara undian

sampai memenuhi jumlah sampel yang diinginkan.

3.4. Metode Pengumpulan data

3.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden (sampel) langsung

melalui wawancara berpedoman pada kuesioner yang telah disusun.

3.4.2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari catatan atau dokumen di Dinas Kesehatan Kota

(57)

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan kepada

30 orang responden di Kecamatan Kuta Alam, dengan alasan kecamatan Kuta Alam

juga merupakan kecamatan yang endemis DBD.

Validitas menunjukkan sejauh mana skor atau nilai yang diperoleh

benar-benar menyatakan hasil pengukuran yaitu dengan mencari korelasi antara

masing-masing pertanyaan dengan skor total variabel dengan nilai Corrected item-total

correlation (r), dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid

dan jika nilai r hitung < r tabel, maka dinyatakan tidak valid (Riduwan, 2005).

Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu

menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari

satu kali pengukuran, dengan ketentuan jika nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan

reliabel dan jika nilai r Alpha < r tabel, maka dinyatakan tidak reliabel (Riduwan,

2005).

Berdasarkan tabel nilai r dengan taraf signifikansi 5% diperoleh nilai r tabel

dengan menggunakan df = n – 2, maka nilai r tabel adalah :

df = n – 2

= 30 – 2 = 28, maka nilai r tabel = 0,361

(58)

Tabel 3.2. : Hasil Perhitungan Validitas Dan Reliabilitas Kuesioner Kesempatan, Kemauan, Kemampuan Dan Partisipasi

No Variabel r tabel r hasil r alpha Keterangan

Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel

Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel

Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel Valid dan reliabel

(59)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel Independen

1. Kesempatan adalah peluang atau keleluasaan ibu untuk ikut serta dalam

melakukan kegiatan pelaksanaan program pencegahan penyakit DBD, meliputi

mendapatkan informasi dan dilibatkan dalam proses kegiatan.

2. Kemauan adalah keinginan ibu untuk ikut serta dalam melakukan kegiatan

program pencegahan penyakit DBD, meliputi penyuluhan, penyemprotan,

pemeriksaan jentik, abatisasi dan PSN-DBD 3M.

3. Kemampuan adalah pengetahuan ibu dalam kaitannya dengan aplikasi

keterampilan untuk melakukan kegiatan pencegahan penyakit DBD, meliputi

PSN-DBD (3M dan abatisasi).

3.5.2. Variabel Dependen

Partisipasi dalam pencegahan penyakit DBD adalah keikutsertaan/ kesediaan

masyarakat dalam upaya tindakan preventif untuk menurunkan kasus penyakit DBD.

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Variabel Independen

1. Variabel Kesempatan

Variabel ini mencakup 6 (enam) pertanyaan dengan menggunakan skala ukur

Gambar

Gambar 2.1.  Faktor-Faktor Pembentuk Partisipasi
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 : Perhitungan Baiturrahman Kota Banda Aceh
Tabel 3.2. : Hasil Kesempatan, Kemauan, Kemampuan Dan Partisipasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa buku teks sains (fisika) adalah komponen penting dalam pembelajaran berupa lembaran-lembaran yang

a) Pengembangan hak milik penguasaan dari pemerintah Republik Indonesia kepada Horrison &amp; Crossfield Ltd terhadap perkebunan yang pernah di kelolanya. b) Melakukan kerja

Teknik Arsitektur FPTK UPI yang telah membantu Peneliti dalam proses..

[r]

Critical review in oral biology and medicine : Inflamation- induced bone remodeling in periodontal disease and the influence of post menopausal osteoporosis.. Journal of

Penyalahgunaan narkotika tak lagi memandang usia, mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa hingga orang tua sekalipun tak luput dari jeratan

Laporan akhir ini disusun untuk mengetahui penerapan metode pencatatan dan penilaian persediaan barang dagang pada PD Ratu Amal Palembang.. Data yang digunakan

Pelayanan publik dalam pengurusan E-KTP sudah sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam pembuiatan E-KTP dal ini memudahkan dalam pembuatan E-KTP yang baik dan benar yang