• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. 1 Konseling Menyusui

Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu yang mendapatkan konseling menyusui lebih banyak pada kelompok kasus (41,3%) dari pada kelompok kontrol (10,9%). Keadaan ini menyatakan bahwa semakin banyak ibu yang mendapatkan konseling menyusui secara lengkap, maka semakin banyak ibu yang memberikan ASI eksklusif. Pelaksanaan konseling menyusui di Kabupaten Aceh Timur di sebabkan adanya kerja sama antara Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur dengan UNICEF

dalam upaya meningkatkan pemberian ASI eksklusif dalam bentuk pelatihan konseling menyusui.

Peserta pelatihan konseling menyusui di Kabupaten Aceh Timur adalah petugas kesehatan diantaranya dokter, bidan, perawat dan tenaga gizi. Salah satu tujuan dan indikator keberhasilan dari pelatihan konseling menyusui di Kabupaten Aceh Timur adalah diharapkan dengan pelatihan tersebut mampu merubah perilaku petugas kesehatan selalu melaksanakan inisiasi menyusu dini (IMD) dalam setiap pertolongan persalinan serta selalu mendukung pemberian ASI eksklusif misalnya dengan memberikan konseling menyusui pada ibu sejak antenatal care (ANC) sampai menyusui, dan tidak memberikan susu formula pada bayi setelah lahir.

Konseling menyusui di Kabupaten Aceh Timur dilaksanakan dalam bentuk 7 pertemuan ASI / 7 kontak ASI kepada ibu hamil dan ibu menyusui beserta keluarga,

yang dilaksanakan di tempat pelayanan kesehatan maupun di rumah ibu. Hal ini disebabkan tidak semua ibu melakukan pemeriksaan dan melahirkan ketempat pelayanan kesehatan, sehingga bidan desa melakukan kunjungan ke rumah ibu tersebut.

Pelaksanaan konseling menyusui dipuskesmas ada yang dilaksanakan langsung diruang pemeriksaan dan ada yang dilaksanakan diruang khusus untuk melaksanakan konseling. Dari empat puskesmas yang menjadi tempat penelitian hanya Puskesmas Peurlak Barat yang memiliki ruangan khusus untuk pelaksanaan konseling. Dari hasil observasi peneliti di puskesmas Peurlak Barat, setelah ibu hamil dan ibu menyusui dilakukan wawancara dan pemeriksaan, jika ibu tersebut perlu dilakukan konseling menyusui maka ibu tersebut dan keluarganya jika ada dibawa keruangan konseling untuk dilakukan konseling, sedangkan dipuskesmas lainnya langsung dilakukan konseling menyusui di ruang pemeriksaan.

Pelaksanaan konseling menyusui oleh bidan desa dilakukan di posyandu maupun dirumah bidan dan dirumah ibu. Konseling dilkasanakan disposyandu jika ibu melakukan pemeriksaan diposyandu, konseling dilaksanakan dirumah bidan jika ibu melakukan pemeriksaan dirumah bidan, sambil memeriksa bidan juga melakukan konseling sampai dengan selesai pemeriksaan. Konseling dilaksanakan dirumah ibu jika ibu tidak melakukan pemeriksaan kebidan, hal ini dilakukan oleh bidan desa dimana ibu tersebut tinggal, karena konseling ASI tersebut harus dilaksanakan oleh bidan sebanyak 7 pertemuan ASI sesuai dengan jadwalnya. Jika persalinan ibu

ditolong oleh bidan lain atau selain dari bidan, maka bidan desa tersebut harus tetap melakukan kunjungan kerumah ibu tersebut untuk dilkukan konseling menyusui.

Dari ketujuh pertemuan konseling menyusui yang sering tidak dilakukan pada pertemuan ke-tiga setelah persalinan dalam bentuk IMD. Hal ini disebabkan oleh keadaan umum ibu lemah, pendarahan, sakit perut, ibu mau istirahat, bayi menangis, keluarga tidak mengizinkan, melahirkan dimalam hari, ibu dan bayi kedinginan, mati lampu, bidan merasa lelah, bidan dipanggil pasien lain dan ada pekerjaan bidan lain yang harus segera diselesaikan. Keadaan ini juga sangat didukung oleh karakteristik ibu antara lain tempat tinggal di desa terpencil (80,4%), sangat terpencil (8,7%), pendidikan SD (32,6%). Pelaksanaan Konseling menyusui juga sangat di dukung oleh tempat ibu bersalinan dan siapa penolong persalinan ibu tersebut.

Ibu yang mendapatkan pertemuan ASI yang ke-tiga sebahagian besar tempat persalinan mereka di puskesmas dan di posyandu plus dengan penolong persalinan mereka adalah bidan yang telah mengikuti pelatihan konseling menyusui. Ibu yang tidak melakukan pertemuan ASI ke-tiga sebahagian besar tempat persalinan mereka adalah di rumah dan di klinik swasta. IMD lebih dominan dilaksanakan bagi ibu yang melahirkan di puskesmas dan posyandu plus, disebakan antara lain : di pelayanan kesehatan pemerintah mendapatkan penyuluhan tentang IMD oleh petugas kesehatan, jumlah petugas kesehatan yang ikut menolong lebih dari satu orang, sedangakan ibu yang bersalinan di klinik swasta belum tentu petugasnya lebih dari I orang dan melakukan IMD.

Pada kelompok kontrol dari ketujuh pertemuan konseling menyusui, sebagian ibu tidak melaksanakan pertemuan konseling menyusui ke-empat, ke-lima, ke-enam dan ke-tujuh. Keadaan ini dikarenakan keluarga terutama suami tidak mendukung pemberian ASI eksklusif, sehingga ibu merasa takut dengan suaminya apabila ketemu dengan bidan, sehingga bidan juga merasa enggan datang kerumah ibu tersebut setelah persalinan, dikarenakan keluarga terutama suami kurang berkenan terhadap kehadiran bidan dirumahnya. Keadaan ini juga didukung oleh kondisi tempat tinggal, tempat persalinan dan penolong persalinan , dimana seluruh ibu yang tidak mendapat konseling menyusui tersebut tinggal di daerah desa dengan kriteria desa sangat terpencil, persalinan dirumah dan persalinannya ditolong oleh dukun bayi.

Pelaksanaan konseling menyusui yang ke-tiga yaitu pencarian puting payudara sesaat setelah bayi baru lahir atau disebut dengan IMD. IMD dapat melatih motorik bayi, dan sebagai langkah awal untuk membentuk ikatan batin antara ibu dan anak. Untuk melakukan IMD dibutuhkan waktu, kesabaran, serta dukungan dari keluarga. Bayi yang dilahirkan dalam kondisi normal dengan kelahiran tanpa operasi bisa menyusui kepada ibunya tanpa dibantu pada waktu sekitar satu jam. Maka kemungkinan keberhasilan IMD hanya sekitar 50%. Saat bayi mengisap puting payu dara ibu, hormon menyusui meningkat dan susu yang diproduksi bertambah, semakin sering bayi mengisap puting payu dara ibu, semangkin banyak pula Asi yang diproduksi.

Pemberian ASI eksklusif sangat didukung oleh produksi ASI pasca persalinan. Salah satu faktor yang mendukung ibu memberikan ASI eksklusif

dikarenakan ASInya cepat keluar, sebaliknya ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif sebahagian dikarenakan oleh ASInya lama keluar.

5. 2 Pemberian ASI Eksklusif

Sampel dalam penelitian sebanyak 92 ibu, terdiri dari kelompok kasus 46 ibu dan kelompok kontrol 46 ibu. Pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Aceh Timur tahun 2011 sebanyak 15,8%, sementara target nasional untuk cakupan pemberian ASI eksklusif pada tahun 2010 adalah 80%. Ibu yang memberikan ASI eksklusif sebahagia besar bertempat tinggal di desa dengan kriteria desa terpencil sebanyak 80,4% dibandingkan dengan desa biasa dan desa sangat terpencil. Keadaan ini dikarena jumlah desa terpencil lebih banyak dibandingkan jumlah desa biasa dan desa sangat terpencil. Alasan Ibu tidak memberikan ASI eksklusif disebabkan ASI lama keluar, produksi ASI sedikit, bayi menangis, bahkan ada sebahagian kecil ibu mengatakan keluarganya terutama suami dan ibunya tidak mendukung bayinya hanya diberikan ASI saja selama 6 bulan. Masih rendahnya proporsi ibu yang menyusui secara eksklusif pada bayinya berdampak pada status kesehatan bayi. Rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif dapat disebabkan oleh kebiasaan di masyarakat Aceh, terutama suami, orang tua dan mertua memberikan madu pada bayi segera setelah bayi lahir. Pemberian larutan gula, pisang, susu formula sehari setelah bayi lahir kepada bayinya dengan alasan bayi kelaparan bila hanya diberikan ASI saja.

Kabupaten Aceh Timur merupakan kabupaten dimana wilayahnya terdiri dari perbukitan, lautan dan dataran rendah. Kriteria desa lebih banyak desa terpencil,

sehingga memiliki prilaku yang berbeda beda sesuai dengan karakteristik tempat tinggal masing- masing. Tingkat kepercayaan masyarakat Aceh Timur tentang pemberian ASI eksklusif masih rendah, hal dapat dilihat persentase pemberian ASI eksklusif pada tahun 2011 sebanyak 15,8%.

Bidan selalu mengingatkan ibu untuk menyusui bayinya secara eksklusif di setiap pertemuan bidan dengan ibu. Bidan desa menyatakan bahwa mereka hanya bisa memantau ibu dari jarak jauh dan tidak bisa selalu mengontrol ibu dalam memberikan ASI kepada bayinya, terutama mereka yang tinggal di desa terpencil dan sangat terpencil. Hal ini dikarenakan tempat tinggal bidan desa dengan rumah ibu berjauhan ± 1-2 km, kecuali ibu yang bertempat tinggal disekitar tempat kediaman bidan. Bagi ibu – ibu yang bertempat tinggal jauh dari rumah bidan banyak ibu yang sudah memberikan makanan tambahan kepada bayinya tanpa sepengetahuan bidan. Hal ini menunjukan bahwa selain konseling menyusui, faktor jarak tempat tinggal ibu dengan bidan juga dapat mendorong ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Hal ini dapat dilihat bahwa terdapat 15,2% ibu yang bekerja dan 2,2 % ibu melahirkan dengan tindakan operasi tetap memberi ASI secara ekslusif, ternyata tempat tinggal mereka disekitar tempat tinggal bidan desa maupun bidan puskesmas. Hal ini dikarenakan selain bidan melaksanakan konseling menyusui, bidan juga bisa memantau langsung hasil konseling menyusui tersebut.

5. 3 Pengaruh Konseling Menyusui Terhadap Pemberian ASI Eksklusif

Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu yang mendapatkan konseling menyusui lebih banyak pada kelompok kasus (41,3%) dari pada kelompok kontrol (10,9%). Keadaan ini menyatakan bahwa konseling menyusui secara lengkap sangat memengaruhi ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Dari ketujuh konseling menyusui pertemuan ke-tiga yang sering tidak dilakukan oleh ibu, hal ini akan berdampak terhadap menurunnya hormon menyusui sehingga produksi ASI berkurang, dikarenakan semakin tidak sering bayi mengisap puting payu dara ibu semakin sedikit pula ASI yang diproduksi.

Dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa ibu yang melakukan konseling menyusui secara lengkap akan memberikan ASI eksklusif, dimana penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Rahmawati (2008) menunjukan bahwa ibu hamil trimester ketiga yang diberikan konseling ASI eksklusif secara intensif lebih besar kemungkinan untuk menyusui dini dan memberikan kolostorum pada tiga hari pertama kelahiran dibandingkan ibu hamil trimester ketiga yang mendapatkan konseling ASI eksklusif tidak secara intensif (p< 0,05), OR = 23,92 (95% CI=8,43 – 67,83) di Makasar. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pernyatan Albernaz (2008) bahwa konseling laktasi dan konseling menyusui dapat mencegah penghentian menyusui dini dan efektif dalam peningkatan pemberian ASI eksklusif di Brazil.

Penelitian ini juga menunjukan bahwa ibu yang tidak dilakukan pertemuan ASI ke-tiga dalam bentuk IMD sangat didukung oleh karakteristik ibu antara lain

tempat tinggal, tempat persalinan dan penolong persalinan. Ibu – ibu yang dilakukan pertemuan ASI ke-tiga sebahagian besar tempat persalinan mereka di Puskesmas dan di Posyandu plus dengan penolong persalinan mereka adalah bidan yang sudah mengikuti pelatihan konseling menyusui. Ibu yang tidak dilakukan pertemuan ASI ke-tiga sebahagian besar tempat persalinan mereka di rumah dan di klinik swasta. Penolong persalinan mereka sebahagian besar adalah bidan yang belum mengikuti pelatihan konseling menyusui dan sebahagian kecil ditolong oleh dukun bayi . Dinas kesehatan Aceh Timur memiliki 26 Puskesmas, dari 26 Puskesmas yang memiliki Posyandu plus hanya 2 puskesmas yaitu puskesmas Julok dan puskesmas Pante Bidari. Bangunan Posyandu plus beserta peralatannya merupakan sumbangan dari

UNICEF pada tahun 2008. Posyandu Plus mulai aktif pada bulan delapan tahun 2010. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh posyandu plus dalam bentuk pelayanan Kesehatan IBU dan Anak (KIA), tetapi pelaksanaannnya Posyandu Plus di wilayah kerja puskesmas Julok juga menerima pelayanan kesehatan umum lainnya. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat umum lainnya yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan dari bidan yang mengelola posyandu tersebut. Hai ini juga sesuai dengan hasil penelitian Elfida(2010) dalam penelitiannya membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tempat persalinan, pendidikan ibu, pengetahuan, pendapatan keluarga dan tempat tinggal dengan kejadian inisiasi menyusui dini dengan p = < 0.05 di Kabupaten Aceh Timur tahun 2009. Hasil penelitian Roslina di puskesmas Bromo di Kota Medan, Hasil penelitian menunjukan

bahwa variabel yang berpengaruh terhadap peran tenaga kesehatan dalam pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini adalah melatih keterampilan (p=0,008)

Tempat persalinan merupakan salah satu faktor yang mendukung perilaku ibu dalam melakukan inisiasi menyusui dini, karena paparan informasi yang diberikan oleh petugas kesehatan lebih diyakini oleh penerima pelayanan kesehatan. Informasi yang diterima dari petugas kesehatan dianggap sebagai sebuah kebenaran sehingga memberikan persepsi yang positif terhadap informasi yang diperoleh dari petugas kesehatan, sehingga diikuti oleh sikap yang positif dan kemudian diterapkan dalam perilaku kehidupan nyata.

Penyuluhan dan pemahaman dari petugas kesehatan mengenai IMD ditempat pelayanan kesehatan, memungkinkan ibu mengikuti perilaku sesuai anjuran dari petugas kesehatan. Hal ini dibuktikan oleh ibu –ibu yang bertempat tinggal disekitar lingkungan tempat tinggal bidan mayoritas mereka memberi ASI secara eksklusif. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian Nova menunjukan bahwa media promosi kesehatan (leaflet) efektif untuk menaikkan skor pengetahuan dan skor sikap ibu hamil tentang IMD dan ASI eksklusif di wilayah kecamatan Padangsidimpuan Selatan tahun 2010 dengan nilai p=0,000.

Pertemuan ASI, ke-empat, ke-lima dan ke-enam serta ke-tujuh dalam penelitian ini sering tidak dilakukan, dikarenakan keluarga terutama suami tidak mendukung ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Bagi ibu yang mendapatkan dukungan dari keluarga dalam memberikan ASI secara eksklusif, pertolongan persalinan mereka ditolong oleh dukun bayi yang berada di tempat tinggal mereka.

Walaupun persalinan ibu ditolong oleh dukun bayi, bidan desa yang bertugas di desa tersebut selalu berusaha tetap melakukan kunjungan kerumah ibu tersebut untuk melakukan pertemuan ASI selanjutnya selama ibu dan keluarga masih mau menerima kunjungan bidan kerumah mereka. Hal ini dikarenakan ada ibu yang tidak mau bidan datang kerumahnya karena takut dengan keluarga terutama suaminya. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Aidam et al (2005) yang melakukan penelitian tentang faktor –faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif bahwa ibu yang mendapatkan dukungan selama kehamilan lebih cenderung berpeluang lebih besar untuk berprilaku menyusui ASI eksklusif dibanding ibu yang tidak mendapatkan dukungan selama kehamilan OR=2,01 (95% CI; 1,21-3,34). Informasi yang diketahui selama masa kehamilan berdampak pada perubahan perilaku sehingga ibu memiliki perilaku memberikan ASI eksklusif pada bayinya di Ghana.

Hasil Penelitian Emilda (2011) juga membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga (p=< 0,05; 95% CI 1,92-6,02), dukungan tempat kerja (p=< 0,05; 95% CI 1,00-3,15), pengetahuan (p=< 0,05; 95% CI 1,29- 4,07) dengan pemberian ASI eksklusif di Kota Langsa.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori perubahan perilaku menurut Green, (2000), dari tiga faktor tetapi hanya 2 faktor utama yang dapat memengaruhi perilaku individu atau masyarakat, terutama faktor dasar (predisposing factors) yang meliputi: (a) pengetahuan individu; (b) sikap; (c) kepercayaan; (d) tradisi; (e) unsur-unsur yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat dan faktor pendorong (reinforcing

factors) yang meliputi sikap dan perilaku orang lain seperti teman, orang tua, dan petugas kesehatan.

Dukungan keluarga seperti suami dan orang tua sangat penting dalam memengaruhi perilaku ibu untuk memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Motivasi yang diberikan oleh suami dan orang tua cenderung lebih diperhatikan oleh seorang ibu terlebih pada ibu yang masih tinggal bersama dengan orang tua. Selain dukungan dari orang tua, dukungan dari suami memengang peranan yang penting dalam pengambilan keputusan menyusui ASI eksklusif pada ibu. Dukungan dari suami untuk tetap memberikan ASI eksklusif merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ibu untuk selalu memberikan ASI eksklusif pada bayinya

Beberapa faktor yang mempengaruhi ibu untuk menyusui diantaranya adalah faktor dukungan tenaga kesehatan. Dukungan yang diberikan tenaga kesehatan dapat membangkitkan rasa percaya diri ibu untuk membuat keputusan menyusui bayinya. Informasi perawatan payudara selama masa kehamilan, lama menyusui, keuntungan menyusui, inisiasi menyusui dini, merupakan dukungan tenaga kesehatan untuk mensukseskan kelangsungan pemberian ASI eksklusif.

Keberhasilan pelaksanaan IMD sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : kebijakan instasi pelayanan kesehatan tentang IMD dan ASI eksklusif, pengetahuan dan sikap tenaga penolong, pengetahuan dan sikap ibu, motivasi ibu dan penolong, gencarnya promosi susu formula, dan dukungan anggota keluarga. Adapun faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan menyusui adalah social budaya, psikologis dan biologis ibu sendiri.

Pelaksanaan IMD dibutuhkan kesiapan mental ibu. Ibu tidak boleh merasa risih ketika bayi diletakkan diatas tubuhnya. Saat inilah dukungan dari keluarga, terutama dukungan dari suami, dukungan dari petugas kesehatan sangat dibutuhkan oleh ibu yang akan melakukan IMD setelah melahirkan. IMD merupakan awal hubungan menyusui antara bayi dan ibunya, yang akhirnya berkelanjutan dalam kehidupan ibu dan bayi.

ASI diberikan kepada bayi karena mengandung banyak manfaat dan kelebihan. Sebahagian besar pertumbuhan dan perkembangan bayi ditentukan oleh pemberian ASI eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, terutama masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI, belum adanya peraturan pemerintah tentang pemberian ASI eksklusif serta belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi dan kampanye terkait dengan pemberian ASI maupun MP-ASI (Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat, 2010-2014).

Pada tahun 1991 UNICEF dan WHO bersama – sama meluncurkan prakarsa Rumah Sakit Sayang Ibu (RSSB), yang bertujuan meningkatkan pelayanan persalinan yang akan melindungi, mempromosikan, dan mendukung kegiatan menyusui dengan cara menerapkan 10 langkah Menuju Keberhasilan Menyusui.

Semua petugas kesehatan yang merawat ibu dan anak setelah periode persalinan memainkan peran penting dalam mempertahankan paraktek menyusui. Namun banyak petugas kesehatan tidak dapat menjalankan peran ini secara efektif karena mereka belum terlatih untuk melakukannya. Oleh karena itu perlu pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mendukung dan melindungi praktek menyusui

kepada semua tenaga kesehatan yang merawat ibu dan anak dalam bentuk pelatihan Konseling Menyusui.

WHO, UNICEF dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui SK Men.Kes/SK/IV/2004 tanggal 07 April 2004 telah menetapkan rekomendasi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.

Dinas kesehatan Kabupaten Aceh Timur dalam upaya meningkatkan pemberian ASI eksklusif telah bekerjasama dengan UNICEF dalam rangka meningkatkan pemberian ASI ekslkusif dalam bentuk pelatihan konseling Menyusui mulai tahun 2010 sampai sekarang. Pada tanggal 8 Desember tahun 2011 Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur telah mengeluarkan surat Anjuran Pelaksaan IMD dan Pemberian ASI eksklusif kepada pelayanan Unit Pelaksanaan Tehnis (UPT) pelayanan kesehatan masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif.

5. 4 Keterbatasan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan yang tidak dapat dihindari. Adapun ketebatasan tersebut :

1. Penelitian ini menggunakan desain Case– Control dimana peneliti melakukan pengukuran pada variable dependen terlebih dahulu yaitu pemberian ASI eksklusif, sedangkan variabel independen ditelusuri secara retrospektif untuk menentukan ada tidaknya faktor konseling menyusui meliputi 7 pertemuan ASI atau 7 kontak ASI yang berperan, karena kegiatan yang sudah berlalu ditanyakan kembali, kemungkin data yang di

dapatkan tidak sesuai apa yang sudah dilakukan dahulunya. tetapi sebaiknya penelitian ini dilakukan secara prospektif

2. Adanya kemungkinan bias seleksi pada kelompok kontrol yang dapat memengaruhi tingkat keakuratan dan kualitas data yang terjadi akibat pemilihan kelompok kontrol kemungkinan kurang tepat, karena pemilihan kelompok kontrol harus berdasarkan pertimbangan karakteristik yang sama dengan kelompok kasus, tetapi kenyataan dilapangan hanya sebahagian karakteristik kelompok kasus yang bisa disesuaikan dengan kelompok kontrol terutama faktor umur, kriteria desa dan tempat tinggal ibu.

Dokumen terkait