Pada bab ini penulis mencoba untuk menjelaskan tentang kebijakan pengelolaan dana bimbingan haji pada KBIH Nurul Fawz dan KBIH Al-Ikhlash, digunakan untuk apa saja dana bimbingan haji tersebut dan membahas tentang persoalan-persoalan yang dihadapi dalam pengelolaan dana bimbingan haji tersebut, apa saja yang menjadi kendala lalu yang terakhir membahas tentang strategi apa yang akan dilakukan ke depan dalam masalah pengelolaan dana bimbingan haji.
BAB V : PENUTUP
Pada bab terakhir penulis mengambil kesimpulan dari apa yang telah ditulis dan memberikan saran-saran yang dapat dijadikan masukan
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KELOMPOK BIMBINGAN IBADAH HAJI
( KBIH ) DAN HAJI DI INDONESIA
A. Haji
1. Pengertian haji
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Haji adalah rukun Islam yang kelima ( kewajiban ibadah yang harus dilakukan oleh orang Islam yang mampu dengan mengunjungi Ka’bah pada bulan haji dan mengamalkan amalan-amalan haji seperti ihram, tawaf, sa’I, wukuf dan umrah )11
Dalam buku fiqh praktis, Muhammad Bagir Al-Habsyi menyatakan bahwa haji ( dalam bahasa Indonesia ) berasal dari bahasa arab hajj atau hijj, yang berarti menuju atau mengunjungi sesuatu ( biasanya digunakan untuk mengunjungi sesuatu yang dihormati )12.
Sedangkan menurut istilah agama adalah mengunjungi ka’bah dan sekitarnya di kota Makkah untuk mengerjakan ibadah tawaf, sa’I dan wukuf
11
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai pustaka, 1995 )
12
di arafah dan sebagainya, semata-mata demi melaksanakan perintah Allah SWT dan meraih keridhaan-Nya.13
Menurut H.Baihaqi AK, dalam bukunya fiqh ibadah, menyatakan bahwa haji menurut istilah adalah mengunjungi ka’bah untuk beribadah kepada Allah SWT dengan syarat-syarat tertentu dan rukun-rukun serta beberapa kewajiban tertentu dalam melaksanakannya dalam waktu tertentu.14
Ulama mazhab berbeda pendapat di dalam memberikan pengertian haji. Hal ini disebabkan karena visi pandang yang berbeda di dalam menafsirkan dalil-dalil yang menjadikan wajibnya haji. Namun demikian, mereka tetap sependapat terhadap rukun dan syarat wajib haji yang utama.
Berikut ini adalah pengertian haji yang diberikan oleh masing-masing mazhab, yaitu :15
a. Imam Abu Hanifah berkata : haji menurut bahasa adalah menyengaja suatu perbuatan. Sedangkan menurut istilah adalah berkunjung ke baitullah ( ka’bah ) untuk mengerjakan ibadah dengan cara, tempat dan dalam masa tertentu.
b. Imam Maliki berkata : haji menurut bahasa adalah menyengaja. Sedangkan menurut syara’ adalah wukuf di padang arafah pada malam
13
Muhammad Baqir Al-Habsyi, Fiqh Praktis, ( Bandung : Mizan,1999 ), H.378 14
H.Baihaqi A.K, Fiqh Ibadah, ( Bandung : M2S Bandung,1996 ), Cet.ke-1 H.153 15
Ahmad Abd. Majdi, Seluk Beluk Ibadah Haji dan Umrah, ( Surabaya : Mutiara Ilmu, 1999 ), edisi Revisi, H.17-18
kesepuluh dari bulan dzulhijjah, tawaf di ka’bah 7 kali, sa’I 7 kali, semuanya itu dikerjakan menurut cara-cara tertentu.
c. Imam Syafi’I berkata : haji menurut bahasa adalah menyengaja. Sedangkan menurut syara’ adalah sengaja mengunjungi ka’bah untuk melaksanakan manasik haji.
Pengertian haji menurut mazhab ini, tidak mencakup semua rukun-rukun haji. Karena ia membatasi pengertian hanya dengan menyengaja mengunjungi ka’bah dan tidak menyebutkan wukuf di arafah, sa’I antara bukit safa dan marwah atau mencukur rambut. Padahal hal itu termasuk rukun menurut mazhab syafi’i.
d. Imam Hambali berkata : haji menurut bahasa artinya menyengaja. Sedangkan menurut istilah adalah sengaja mengunjungi Makkah untuk satu perbuatan tertentu seperti tawaf dan sa’I, termasuk wukuf di arafah. Karena Arafah ikut bagian dari Makkah dan dalam waktu tertentu pula.
Pengertian yang lebih tepat adalah haji menurut bahasa artinya sengaja melakukan suatu perbuatan. Menurut istilah adalah sengaja mengunjungi Bait Allah dan tempat-tempat lainnya untuk melaksanakan tawaf, sa’I, wukuf dan semua perbuatan yang ada hubungannya dengan pelaksanaan manasik haji, karena memenuhi
panggilan Allah SWT dan mencari ridha-Nya pada waktu tertentu dan dengan niat tertentu.16
2. Dasar Hukum Haji
Ibadah haji merupakan ibadah besar yang tidak setiap saat orang dapat menunaikannya, karena membutuhkan kekuatan fisik di samping kekuatan dana bagi orang-orang yang jauh dari kota makkah, oleh karena itu Allah SWT hanya mewajibkan bagi orang-orang yang mampu saja baik lahir maupun bathin untuk melaksanakan ibadah haji.
Ibadah haji yang pertama kali bagi seorang muslim hukumnya wajib. Syariat islam mewajibkan haji atas setiap mukallaf, sekali dal seumur hidup. Seluruh ulama sepakat menetapkan, bahwasanya haji itu tidak berulang-ulang, diwajibkan sekali saja untuk seumur hidup. Terkecuali jika di nazarkan. Selain dari satu kali yang wajib, maka yang lebih dari satu kali dipandang sunah.17
Para Imam Mazhab sepakat atas kewajiban haji, karena itu orang yang mengingkari kefarduannya berarti ia kafir. Allah mewajibkan haji kepada umat islam yang mampu, mengandung beberapa hikmah, diantaranya bahwa dengan haji umat islam dapat berkumpul di satu tempat dalam suasana beribadah kepada Allah yang Maha Esa, dengan mengikhlaskan agama yang
16
Abd. Majdi, Seluk Beluk Ibadah Haji dan Umrah, ( Surabaya : Mutiara Ilmu, 1999 ), edisi Revisi, H.18
17
Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji, Ketentuan Umum Tentang Haji dan Umrah, ( Jakarta : Departemen Agama RI, 1998 ), H. 3-4
lurus kepada-Nya sebagai pangkal keberuntungan dan keberhasilan di dunia dan akhirat.
Ibadah haji dan umrah merupakan penutup segala urusan dan penyempurna keislaman seseorang. Bagi yang mampu maka wajib untuk melaksanakannya,
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 97 :
!
" #
$% & &
'()*
++
,
-. #
/01
3
45
6 63
7"
8 9 :;<
6= 3
>)= ?&<
@
" #
)A)*
' B
C.
DEG)H
7"
IJ K0L &M63
7NOP
Artinya : “ padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, ( diantaranya ) maqam Ibrahim ; barangsiapa memasukinya ( baitullah itu ) menjadi amanlah dia ; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu ( bagi ) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah ; barangsiapa mengingkari ( kewajiban haji ), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya ( tidak memerlukan sesuatu ) dari semesta alam. ( QS. : Ali Imran :97 )
Hadits Rasulullah SAW, yang berbunyi :
!"# $ %# " #&
'( ) # *+ ,
6"7ﻝ 8 9ی $ 2+";ﻝ
<ﻡ * &$ =% ﻝ >?ﺡ$ 2
A $
!#Bﻡ
“ dari Abdullah bin Umar ra berkata :
Rasulullah SAW bersabda : islam itu ditegakkan atas lima dasar, bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwasanya nabi Muhamad itu adalah utusan Allah, mengerjakan shalat lima waktu, membayar zakat, mengerjakan haji dan berpuasa pada bulan
Ramadhan.” ( H.R. Muslim )18
Menurut Menteri Agama RI, istita’ah berarti mampu yang mana maksud mampu disini adalah mampu melaksanakan ibadah haji dan umrah ditinjau dari segi :
a. Jasmani
Sehat dan kuat agar tidak sulit melaksanakan ibadah haji dan umrah.
b. Rohani
• Mengetahui manasik haji dan umrah
• Berakal sehat dan memiliki kesiapan mental untuk
melaksanakan ibadah haji dan umrah dengan perjalanan jauh
c. Ekonomi
• Mampu membayar ONH ( Ongkos naik haji )
• ONH bukan sumber kehidupan yang apabila dijual
menyebabkan kemadharatan bagi diri sendiri dan keluarga. d. Keamanan
• Aman dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji dan
umrah
• Aman bagi keluarga dan harta benda serta tugas dan
tanggung jawab yang ditinggalkan dan tidak terhalang / mendapat izin untuk melaksanakan ibada haji dan umrah. 19
18
Abil Husain Muslim bin Hajjaji Qusaeri Annasaiburi, Shahih Muslim, juz 2, ( Beirut : Daarul Fikr,1414/1993 M ), H 32
19
Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji, Ketentuan Umum Tentang Haji dan Umrah, ( Jakarta : Departemen Agama RI, 1998 ), H. 3-4
3. Sejarah Haji
Ibadah haji adalah ibadah yang hampir sama tuanya dengan ibadah shalat, puasa dan zakat. Ibadah yang diwajibkan atas manusia pertama, Adam. Sebuah riwayat, bahkan menuturkan, sebelum diperintahkan kepada Adam, haji merupakan ibadah yang diperintahkan Allah kepada para malaikat. Allah memerintahkan malaikat untuk membangun ka’bah di Bakkah ( sekarang lebih dikenal dengan nama Makkah ), dan kemudian melakukan thawaf ( berputar mengelilingi Ka’bah ).20
Abu al Hasan ar ridha pernah ditanya tentang waktu haji,” kenapa waktunya ditetapkan pada tanggal 10 Zulhijah ?” imam menjawab, “ yang pertama kali melaksanakan haji di Baitullah adalah para malaikat, dan mereka bertawaf disana pada waktu tersebut, maka Allah SWT menetapkan itu sebagai sunah dan waktu pelaksanaan haji sampai hari kiamat. Para nabi seperti nabi Adam as,. Nabi Nuh as., Nabi Ibrahim as., Nabi Isa as., Nabi Musa as., dan Nabi Muhammad saw., juga melaksanakan haji pada waktu tersebut, lalu dijadikan sunah untuk anak-cucu keturunan mereka sampai hari kiamat.21
4. Sekilas Tentang Perjalanan Penyelenggaraan Haji Indonesia
20
“ Perintah Allah untuk berhaji “, Panduan Haji, Republika, Jakarta, h.11, t.th 21
Husain Mazhahiri, Hajinya Para Nabi dan Malaikat, ( Jakarta : Zahra,2006 ) H.111
Pengaturan penyelenggaraan haji Indonesia telah dilakukan sejak zaman penjajahan hingga saat ini. Bedanya, kalau di zaman penjajahan mengandung nuansa politik yang sangat kental, yaitu di satu sisi untuk mengambil hati kaum Muslimin Indonesia di sisi lain dimaksudkan untuk mengawasi dan mengendalikan para hujjaj agar tidak merugikan kepentingan kolonial. Untuk maksud tersebut, pemerintah Belanda antara lain menetapkan ketentuan-ketentuan yang memberatkan kepada para jamaah dan membuka kantor Konsulat di Jeddah pada tahun 1872.22 Sedangkan pada zaman kemerdekaan pengaturan penyelenggaran haji dimaksudkan untuk memberi kemudahan dan perlindungan terhadap jamaaah haji. Hanya saja dari waktu ke waktu penyelenggaraan haji tersebut tetap tidak sepi dari persoalan. Persoalan itu pada umumnya disebabkan oleh ulah pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan pribadi atau kelompok, baik melalui penipuan, pemerasan, penyimpangan dari ketentuan yang berlaku atau cara-cara lain yang merugikan jamaah.
Sebagai ilustrasi mengenai persoalan yang pernah timbul dalam penyelenggaraan haji sejak masa kemerdekan :
1. Sejalan dengan penyempurnaan penyelenggaraan haji pada waktu lalu, didirikan PT Arafat, perusahaan angkutan jamaah haji dengan kapal
22
M. Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia, ( Yogyakarta : LKIS Yogyakarta, 2007 ) H. 257
laut. Namun dalam perjalanannya, ditemukan adanya kelemahan, penyimpangan dan penipuan, sehingga banyak jamaah haji yang dirugikan dan bahkan tidak dapat melaksanakan ibadah haji. Terjadinya penyimpangan, penipuan dan kericuhan antara lain disebabkan oleh adanya sistem kuota, seleksi dan undian. Selain itu, muncul pula persaingan yang tidak sehat antara penyelenggara haji swasta dan kesulitan tehnis administrasi.
2. Ikut sertanya yayasan-yayasan yang tidak berpengalaman juga turut memperburuk persoalan penyelenggaraan haji. Kasus Mukersa Haji dengan Oriental Queen mengenai pembayaran biaya carter kapal yang tidak lunas dan kasus Yayasan Al Ikhlas yang memberangkatkan haji tanpa dokumen lengkap dan pengurusan dana yang tidak benar, serta Kasus Yayasan Mu’awanah Lil Muslimin (YAMU’ALIM) di Semarang merupakan contoh kasus yang muncul dalam penyelenggaraan haji masa lalu.
3. Sedangkan penelantaran jamaah haji ONH Plus di Arab Saudi pada beberapa tahun belakangan ini karena tidak dibekali dengan tiket pulang dan atau ditempatkan di pemondokan yang tidak layak merupakan salah satu contoh kasus yang terjadi di masa kini.
4. Kasus-kasus menonjol lainnya yang pernah terjadi di Arab Saudi, seperti permainan calo/perantara dalam pengadaan rumah pemondokan dan catering, permainan pungutan dam, dan masih
banyak lagi persoalan yang yang tidak dapat disebut satu-persatu dalam paparan ini.
Pengaturan penyelenggaraan ibadah haji paska kemerdekaan
mengalami perubahan dari waktu ke waktu sesuai dengan situasi dan tuntutan pada zamannya, yang dapat diurut sebagai berikut :
TAHUN PENGATURAN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
1949/1950 Pemberangkatan haji pertama ke Arab Saudi
1950-1962 Penyelenggaraan haji dilaksanakan secara bersama-sama oleh Pemerintah dan Yayasan Perjalanan Haji Indonesia ( YPHI ) yang didirikan tanggal 21 Januari 1950 dengan pengurusya terdiri dari para pemuka Islam berbagai golongan
1962-1964 Pemerintah membentuk dan menyerahkan penyelenggaraan haji Indonesia kepada Panitia Perbaikan Perjalanan Haji ( P3H ). Pada periode inilah dimulai penyelenggaraan haji Indonesia dengan suatu panitia yang bersifat inter-departemental ditambah dengan wakil-wakil Badan/Lembaga Non Departemen, yang kemudian ditingkatkan menjadi tugas nasional, yang dimasukkan dalam tugas dan wewenang Menko Kompartimen Kesejahteraan, dengan demikian, urusan haji yang tadinya berbentuk Panitia Negara P3H berubah menjadi Dewan Urusan Haji ( DUHA )
1965-1966 Dewan Urusan Haji menjadi Departemen Urusan Haji dipimpin oleh seorang Menteri dibantu oleh beberapa Deputi Menteri. Pada tahun 1966 Departemen ini digabungkan ke Departemen Agama menjadi Direktorat Jenderal Urusan Haji Departemen Agama dan sejak tahun 1979 hingga sekarang menjadi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan penyelenggaraan haji
1969 Pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No.22 tahun 1969 dan instruksi Presiden No.6 tahun 1969 yang mengatur penyelenggaraan haji hanya oleh Pemerintah, yang dilaksanakan Departemen-Departemen dan Lembaga-Lembaga lain yang terkait di bawah koordinasi Departemen Agama
1978 Transportasi haji ke Arab Saudi ditetapkan hanya dengan pesawat udara
1999 Lahir Undang-Undang Republik Indonesia No.17 tahun 1999 tentang penyelenggaraan haji yang merupakan landasan hukum bagi penyelenggaraan haji Indonesia
2008 Lahir Undang-Undang Republik Indonesia No.13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji sebagai pengganti Undang-Undang No.17 tahun 1999 tentang penyelenggaraan ibadah haji
Kaum Muslimin Indonesia memahami haji sebagai suatu urusan ibadah yang mempunyai keistimewaan dibandingkan dengan ibadah lainnya. Pandangan seperti itu memengaruhi interpretasi calon haji dan merupakan suatu motivasi baginya untuk melaksanakan ibadah haji. Oleh karena perjalanan haji memerlukan biaya yang tidak sedikit dan pelaksanaan haji harus sesuai dengan petunjuk agama maka calon haji harus bekerja keras mengumpulkan biaya dan belajar manasik haji.
Perjalanan haji pada abad XX lebih baik dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya. Fasilitas perjalanan dan pelaksanaan haji dibenahi dan ditata oleh pemerintah Hindia Belanda maupun pemerintah di Hijaz. Kondisi perjalanan haji yang demikian merupakan salah satu faktor bertambahnya jumlah jamaah haji. Akan tetapi, peraturan-peraturan tentang perjalanan haji yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda dianggap menyulitkan jama’ah haji, peraturan-peraturan tersebut tertuang dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie no 318 tanggal 12 Agustus 1902, yang kemudian diubah dan disempurnakan dengan beberapa staatsblad Nederlandsch-Indie sesudahnya, keputusan-keputusan tersebut berisi ketentuan-ketentuan pokok sebagai berikut :
1. Kewajiban jamaah haji memiliki pas-haji
3. Pemberian visa
4. Sanksi terhadap yang melanggar aturan 5. Pembayaran pas-haji
6. Tiket haji pergi pulang23
Oleh karena itu, mereka memandang perjalanan haji melalui pelabuhan embarkasi yang berada dalam wilayah jajahan Inggris jauh lebih murah dan mudah dibandingkan dengan berangkat dari pelabuhan embarkasi di Hindia Belanda.
B. KBIH
1. Pengertian KBIH
Kelompok Bimbingan Ibadah Haji ( KBIH ) adalah organisasi, yayasan, majelis taklim, atau lembaga keagamaan islam sejenis yang menyelenggarakan bimbingan ibadah haji. Dasar pendiriannya adalah Surat Keputusan Menteri Agama ( SKMA ) No.374-A Tahun 1995.24
Sesuai namanya, tugas KBIH adalah memberikan bimbingan ibadah haji kepada masyarakat calon jamaah haji agar mampu melaksanakan ibadah haji secara sah dan sempurna serta mandiri dalam rangka memperoleh haji mabrur.
2. Latar belakang keterlibatan KBIH
Sebelum orde baru, umat islam yang akan menunaikan ibadah haji
23
M. Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia, ( Yogyakarta : LKIS Yogyakarta, 2007 ) H. 156
24
Direktur Pembinaan Haji, “ Prospek, Eksistensi Serta Peran KBIH Dalam Pembinaan dan Bimbingan Manasik Haji “. Disampaikan pada acara Seminar Fiqh Haji tanggal 25-27 Mei 2007 (Bogor). H.2
banyak mengalami kesulitan karena terbatasnya sarana dan prasarana yang diperlukan. Di samping itu, jumlah orang yang akan pergi haji juga dibatasi dengan sistim undian, sehingga seseorang harus menunggu nasib bertahun-tahun, bahkan di antaranya telah meninggal dunia sebelum mendapat undian. Sambil menunggu mendapatkan kotum haji mereka berkelompok di bawah bimbingan ustadz atau gurunya, diantaranya untuk mempelajari ilmu manasik haji serta diskusi masalah keagamaan lainnya.
Setelah era orde baru, yang pada saat itu dikatakan memperjuangkan kepentingan masyarakat, diusahakan berbagai kemudahan dan pelayanan haji yang sebaik-baiknya, sehingga semangat dan keinginan umat islam untuk menunaikan ibadah haji semakin meningkat. Namun demikian, penyelenggaraan urusan haji belum sepenuhnya ditangani oleh pemerintah, yang dalam hal ini oleh Yayasan Perjalanan Haji Indonesia ( YPHI ), yang didalamnya termasuk kelompok Majelis Taklim atau Yayasan Keagamaan25.
Dalam kaitannya dengan penanganan kegiatan manasik haji, diupayakan pola pelaksanaan yang “ dari masyarakat untuk masyarakat “ . dengan pola ini diharapkan dapat dihasilkan pelayanan yang lebih baik dan terarah terhadap keinginan umat islam yang ingin menunaikan ibadah haji. Untuk itu kemudian dibentuk kelompok-kelompok bimbingan ibadah haji,
25
“ Reformasi Haji “Artikel diatas diakses pada tanggal 1 november 2009 dari http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=10267&Itemi d=435
yang lebih dikenal dengan KBIH. Kelompok ini biasanya dipimpin oleh seorang ustadz yang akan memberikan bimbingan manasik haji. Dari hari ke hari KBIH ini tumbuh semakin banyak.
Dengan munculnya jumlah KBIH yang semakin banyak tersebut maka kemudian muncul persaingan yang cukup tajam di antara mereka. Semangat yang menonjol bukan lagi ukhuwwah ( persaudaraan ), tetapi lebih mengarah kepada orientasi bisnis. Dengan dalih ibadah, tidak sedikit di antara KBIH yang saling bersaing secara “ kurang sehat “ dengan cara menampilkan janji-janji fasilitas yang “ lebih “, meskipun fasilitas yang tersebut sesungguhnya telah diberikan/disediakan oleh pemerintah. Melihat kenyataan ini maka pemerintah berusaha untuk melakukan pembinaan terhadap KBIH agar terarah dan tidak berkembang menjadi sebuah eksklusivitas yang mementingkan kelompoknya masing-masing.26
Pada awalnya organisasi KBIH telah tumbuh dan berkembang secara simultan dengan perkembangan penyelenggaraan urusan haji. Sebagaimana kita ketahui, pertumbuhan berlangsung secara pelan namun pasti, dan memberikan makna terhadap syiar agama Islam.
Semula, kegiatan KBIH lebih banyak diwarnai oleh orientasi pada bimbingan manasik haji, dan umumnya berpangkalan di pesantren-pesantren
26
Direktur Pembinaan Haji, “ Prospek, Eksistensi Serta Peran KBIH Dalam Pembinaan dan Bimbingan Manasik Haji “. Disampaikan pada acara Seminar Fiqh Haji tanggal 25-27 Mei 2007 (Bogor). H.4
atau yayasan-yayasan pendidikan islam. Kemudian, kegiatan yang semula hanya manasik haji di tanah air ini berkembang hingga berbagai bentuk bimbingan lainnya di tanah suci, seperti ziarah, dan sebagainya. Begitu berkembangnya kegiatan ini, sampai-sampai para kolektor haji yang sesungguhnya “ tidak menguasai “ juga ikut-ikutan mendirikan KBIH. Dari sinilah kemudian muncul berbagai fenomena ke “ tidak professional “ an pelayanan oleh KBIH, dan bahkan cenderung mengabaikan semangat ukhuwah islamiyah. Untuk itulah kemudian diterbitkan Surat Keputusan Menteri Agama ( SKMA ) No.374-A Tahun 1995, yang pada prinsipnya semakin mengukuhkan kelembagaan KBIH dengan harapan mampu mengantarkan kelompok-kelompok bimbingan yang telah sedemikian tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat semakin terbina dan terarah, sesuai dengan tuntutan masyarakat
3. Fungsi dan Peranan KBIH
Sesuai namanya, tugas KBIH adalah memberikan bimbingan haji kepada masyarakat calon jamaah haji agar mampu melaksanakan ibadah haji secara sah dan sempurna serta mandiri dalam rangka memperoleh haji mabrur.
Fungsi dan peranan dari KBIH ini pada dasarnya adalah :
a. Melaksanakan bimbingan dan tuntunan manasik haji bagi calon jamaah haji yang berada pada kelompoknya
b. Melaksanakan bimbingan dan tuntunan terhadap pelayanan pemeriksaan kesehatan bagi masyarakat calon jamaah haji
c. Melaksanakan bimbingan dan tuntunan manasik haji yang ada di kelompoknya selama di tanah suci
d. Memberikan laporan atas pelaksanaan kegiatan bimbingan dan tuntunan terhadap jamaah haji atau calon jamaah haji yang menjadi tanggung jawabnya.
Ketentuan-ketentuan Pokok yang Berkaitan dengan KBIH27
Secara teknis administratif, KBIH terikat dengan beberapa ketentuan pokok sebagai berikut :
1. Setiap KBIH membimbing minimal 50 orang dan maksimal 480 orang ( satu kloter )
2. Peserta haji di KBIH dibagi menjadi rombongan dan regu, dimana tiap rombongan terdiri atas 50 orang dan tiap regu terdiri atas 10 orang, yang masing-masing dipimpin oleh ketua rombongan ( karom ) dan ketua regu 3. Setiap rombongan dipimpin minimal oleh pembimbing ibadah haji, dan
setiap 250 orang jamaah dilayani oleh minimal seorang dokter.
4. Materi bimbingan manasik haji berpedoman pada buku bimbingan manasik haji yang diterbitkan Departemen Agama.
27
Direktur Pembinaan Haji, “ Prospek, Eksistensi Serta Peran KBIH Dalam Pembinaan dan Bimbingan Manasik Haji “. Disampaikan pada acara Seminar Fiqh Haji tanggal 25-27 Mei 2007 (Bogor). H.6-7
5. Pembimbing manasik haji adalah mereka yang telah mengikuti penataran manasik haji yang diselenggarakan oleh Departemen Agama.
6. Setiap KBIH tidak boleh mengutamakan identitas kelompok.
7. Setiap KBIH dapat membebankan biaya kepada jamaah haji diluar ONH maksimal sebesar Rp 2.000.000,- dan minimal sebesar Rp 500.000,-
C. Kebijakan Haji di Indonesia
1. Kebijakan tentang pengelolaan dana haji
Ongkos naik haji ( ONH ) 28 adalah salah satu syarat utama seseorang dapat menunaikan haji karena menurut Menteri Agama Republik Indonesia kemampuan ekonomi seseorang harus kuat untuk dapat menunaikan ibadah haji. Jangan sampai ongkos naik haji seseorang itu didapat dari sesuatu yang haram seperti judi, mencuri dan sebagainya atau dari sumber kehidupan yang apabila dijual akan mendatangkan mudharat bagi diri sendiri dan keluarga29.
Besarnya Ongkos Naik Haji ( ONH ) atau Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji ( BPIH ) ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) komisi VIII dengan berbagai pertimbangan seperti kurs yang berlaku saat itu, harga minyak dunia dan lain-lain.
28
Belakangan istilah ONH diganti oleh Departemen Agama menjadi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji ( BPIH )
29
Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji, Ketentuan Umum Tentang Haji dan Umrah, ( Jakarta : Departemen Agama RI, 1998 ), H. 3-4
Besarnya BPIH untuk tiap embarkasi atau daerah berbeda-beda,