• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas kesenjangan antara pelaksanaan penelitian dengan teori dan peneliti memberikan argumentasi terkait kesenjangan tersebut. Pembahasan ini juga akan mengulas proses pelaksanaan action research

pengembangan metode penugasan primary nursing di ruang Raflesia lantai 1 dan pelajaran yang didapat oleh peneliti (lesson learned) serta keterbatasan penelitian. a. Proses Pelaksanaan Action Research

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan metode penugasan primary nursing di ruang Raflesia lantai 1 RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Serangkaian kegiatan action research satu siklus dilakukan untuk menghasilkan outcome

dalam penelitian ini. Sebelum siklus action research dilaksanakan, peneliti melakukan tahap reconnaissance.

Pada tahap reconnaissance pendekatan peneliti kepada lahan sangat menentukan ditemukannya masalah penelitian yang tepat. Kepercayaan partisipan dipertahankan peneliti technique prolonged engagement yaitu peneliti melakukan pendekatan dalam waktu sekitar dua tahun dengan partisipan karena peneliti sebagai kepala ruangan di ruang Raflesia. Lamanya rentang waktu melakukan pendekatan akan memperoleh kepercayaan yang tinggi antara peneliti dan partisipan sehingga antara peneliti dan partisipan memiliki keterkaitan yang lama dan menjadi semakin akrab, terbuka dan saling mempercayai. Perawat ruang

Raflesia lantai 1 membutuhkan suatu struktur pengembangan metode penugasan

primary nursing dalam bentuk pelaksanaan kerja perawat dalam melakukan

pemberian pelayanan keperawatan kepada pasien/keluarga dan upaya ini akan terfasilitasi dengan dilaksanakannya penelitian action research.

Peneliti sebagai kepala ruangan sebelumnya telah mensosialisasikan kepada seluruh perawat yang bertugas di ruang Raflesia lantai 1 untuk melaksanakan penelitian tentang metode penugasan primary nursing. seluruh perawat ruang Raflesia lantai 1 menyetujui gagasan dari kepala ruangan sebagai peneliti. Pihak manajemen rumah sakit melalui kepala bidang keperawatan juga menyetujui usulan dari peneliti yang juga sebagai kepala ruangan ruang Raflesia.

Penelitian action research tepat dilakukan karena merupakan suatu metode penelitian siklus dalam mengeksplorasi dan menerapkan cara-cara baru untuk memecahkan masalah yaitu kolaborasi partisipan dan peneliti untuk mewujudkan langsung perubahan sehingga memberikan konstribusi bagi perawat. Dengan pendekatan ini partisipan mengidentifikasi masalah, mencari solusi, memonitor proses dan hasil perubahan (Meyer, 2003).

Pada tahapan planning, peneliti melakukan beberapa strategi dan kegiatan diantaranya adalah memperkenalkan struktur metode penugasan primary nursing tentative dalam perumusan struktur metode penugasan primary nursing yang dilakukan oleh peneliti dan partisipan. Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan Holter & Barcott (1993), peneliti memasuki kolaborasi dengan masalah diidentifikasi dan intervensi yang spesifik. Interaksi antara peneliti dan partisipan

ditujukan untuk memperoleh kepentingan partisipan dalam penelitian dan kesepakatan untuk memfasilitasi dan membantu dengan implementasi.

Pada tahapan acting, ditemukan banyak koreksi pelaksanaan pengembangan metode penugasan primary nursing tentative yaitu modifikasi dari Manthey (1980). Elemen primary nursing terdiri dari 4 yaitu : 1) memiliki tanggung jawab, 2) berani membuat keputusan, 3) mampu berkomunikasi interpersonal dengan baik, 4) mampu membuat asuhan keperawatan secara menyeluruh selama 24 jam. Jumlah pasien yang dirawat oleh perawat primer sebanyak 1-6 pasien (Manthey, 1980).

Pada tahap pelaksanaan metode penugasan primary nursing di ruang Raflesia lantai 1 jam kerja perawat disesuaikan dengan budaya jam kerja di Indonesia, yang terpenting tetap tiga shift dalam 24 jam. Perawat primer yang sudah ditunjuk dan dipilih berdasarkan keputusan bersama di ruangan Raflesia lantai 1 diberikan kesempatan sepenuhnya oleh kepala ruangan untuk melaksanakan tugasnya sebagai seorang perawat primer. Dalam pelaksanaan metode penugasan primary nursing di ruang Raflesia lantai 1 kepala ruangan selalu mensosialisasikan kepada pasien/keluarga, dokter dan tim kesehatan lainnya bahwa yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pelayanan keperawatan pasien adalah perawat primer.

Pembentukan struktur metode penugasan primary nursing di ruang Raflesia lantai 1 yang dimodifikasi dari Manthey (1980) menghasilkan bahwa seorang perawat primer harus mampu melakukan kolaborasi dengan semua pihak

(kepala ruangan, dokter, gizi, farmasi, laboratorium, radiologi, perawat primer yang lain, perawat pelaksana dalam satu timnya, dan tim kesehatan yang lain). Kemampuan perawat primer dalam melaksanakan pelayanan keperawatan kepada pasien/keluarga bertujuan untuk meningkatkan kesembuhan pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikannya. Struktur metode penugasan primary nursing yang telah dibentuk sudah dliaksanakan di ruang Raflesia lantai 1.

Alur penerimaan pasien baru mulai dari pasien masuk sampai pulang dalam metode penugasan primary nursing di ruang Raflesia lantai 1 yang dimodifikasi dari Manthey (1980) bahwa seorang perawat primer melaksanakan tugasnya dari mulai penerimaan pasien baru dari IGD/poliklinik sampai melengkapi kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan dan status pasien hingga status dikembalikan ke MR (Medical Record) yang telah diketahui kepala ruangan.

Alur penerimaan pasien baru dimulai dari serah terima petugas IGD/poiklinik kepada perawat primer atau kepada perawat pelaksana (jika perawat primer tidak bertugas) tetapi perawat pelaksana tetap melaporkan pasien baru tersebut kepada perawat primer. Perawat primer langsung berinteraksi kepada pasien/keluarga dalam pemberian pelayanan keperawatan dari mulai peraturan rumah sakit/ruangan, hak dan kewajiban pasien, sarana dan prasarana yang tersedia yang di ruangan, pembiayaan ruangan, dan melakukan pemberian asuhan keperawatan. Perawat primer setiap hari melakukan komunikasi secara

interpersonal kepada pasien/keluarga untuk mengatasi masalah kebutuhan pasien. Perawat primer melaksanakan pemberian asuhan keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan dan masalah pasien. Perawat primer melakukan kolaborasi dengan kepala ruangan, dokter, tim kesehatan lain, dan memberikan pengarahan kepada perawat pelaksana lanjutan. Perawat primer memberikan penkes dan menegakkan

resume keperawatan serta melengkapi dokumentasi asuhan keperawatan sebelum

pasien pulang untuk diserahkan ke MR (Medical Record) melalui kepala ruangan.

Menurut Manthey (1980) keberhasilan metode penugasan primary nursing

harus 1) melibatkan anggota staf dalam membuat keputusan, 2) adanya format dalam pengambilan keputusan, 3) adanya dukungan dari pihak manajemen. Pelaksanaan metode penugasan primary nursing di ruang Raflesia lantai 1 sudah menjalankan ketiga faktor yang di atas.

Keempat elemen yang harus dimiliki oleh seorang perawat primer dalam pelaksanaan metode penugasan primary nursing awalnya mengalami hambatan seperti belum berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab secara penuh terhadap pasien. Dari segi kemampuan berkomunikasi secara interpersonal dan membuat asuhan keperawatan secara menyeluruh kepada pasien/keluarga seorang perawat primer sudah dapat melaksanakannya. Seluruh pasien/keluarga, dokter dan tim kesehatan lainnya sudah merasa puas dengan perawat primer yang sudah mampu melakukan komunikasi secara interpersonal, hal tersebut tercermin pada keramahtamahan perawat primer, perawat primer selalu berinteraksi kepada pasien/keluarga, dokter dan tim kesehatan lainnya.

Setelah dilaksanakan metode penugasan primary nursing selama 1 bulan di ruang Raflesia lantai 1 seorang perawat primer mampu secara mandiri melaksanakan keempat elemen yaitu mampu mengambil keputusan, memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh, mampu berkomunikasi secara interpersonal dan mampu bertanggung jawab. Kepala ruangan sebagai peneliti melihat perawat primer mampu melaksanakan tugasnya, walaupun belum sempurna.

Dalam pelaksanaan metode penugasan primary nursing perawat primer memiliki tanggung jawab terhadap 1-6 pasien dari mulai pasien masuk sampai pulang dalam hal pemberian asuhan keperawatan. Hal-hal yang berkaitan dengan pasien/keluarga seperti kebutuhan ruangan pasien, obat, pemeriksaan penunjang, dan lain-lain menjadi tanggung jawab dari perawat primer. Semua masalah pasien selama 24 jam menjadi tanggung jawab perawat primer.

Dalam pelaksanaan metode penugasan primary nursing perawat primer berani membuat keputusan yang berhubungan dengan kebutuhan pelayanan keperawatan pasien. Perawat primer harus memiliki bekal ilmu dan skill yang tinggi sehingga dalam membuat keputusan berdasarkan ilmu yang dimiliki. Perawat primer dapat berhubungan langsung dengan kepala ruangan, dokter yang merawat pasien, dan tim kesehatan lain.

Dalam pelaksanaan metode penugasan primary nursing perawat primer sudah mampu berkomunikasi baik kepada pasien/keluarga, dokter, kepala ruangan, pihak manajemen, perawat associate dan tim kesehatan lainnya.

Berkomunikasi dalam pemberian pelayanan asuhan keperawatan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam penyelesaian masalah pasien/keluarga yang berhubungan dengan penyakitnya. Perawat primer dalam berkomunikasi dengan perawat associate sebagai penerus dalan pemberian asuhan keperawatan harus benar dan jelas saat pertukaran shift.

Dalam pelaksanaan metode penugasan primary nursing perawat primer mampu melakukan asuhan keperawatan yang dimulai dari pengkajian, penegakan diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan sampai evaluasi. Sejak pasien masuk hingga pulang tahap - tahap asuhan keperawatan tetap direncanakan, dilakukan oleh perawat primer dan dilanjutkan oleh perawat pelaksana. Semua masalah dan kebutuhan pasien selama dirawat yang berhubungan dengan asuhan keperawatan tetap harus dibawah pengawasan perawat primer walaupun yang dinas adalah perawat associate.

Struktur pengembangan metode penugasan primary nursing tentative

tersebut mengalami perubahan beberapa bagian sebagai hasil dari tim perumus struktur pengembangan metode penugasan primary nursing dan peneliti sampai mencapai finalisasi yaitu melahirkan sebuah struktur pengembangan metode penugasan primary nursing yang paling sesuai dengan kondisi partisipan (perawat) yang bertugas di ruang Raflesia lantai 1. Di ruang Raflesia lantai 1 terdiri dari dua perawat primer (1 perawat primer memberikan pelayanan keperawatan terhadap 5 pasien dan perawat primer yang satu lagi memberikan pelayanan keperawatan terhadap 3 pasien).

Hal ini sejalan dengan pernyataan Waterman (2005) yang menjelaskan bahwa antara ide-ide abstrak tidak selalu jelas tergantung pada masalah yang diteliti. Hal ini muncul karena konsep dan teori yang telah dikembangkan merupakan sintesis dari berbagai perspektif yang diperoleh selama periode waktu.

Observasi yang dilakukan selama proses penelitian dan setelah pelaksanaan menggunakan metode penugasan primary nursing memperoleh hasil mengalami peningkatan terhadap pengembangan metode penugasan primary

nursing. Pada observasi awal perawat primer belum mampu melakukan elemen

tanggung jawab dan mengambil keputusan secara otonomi. Setelah diberikan pengarahan pada saat role play oleh peneliti dan pengawas terjadi perubahan pada saat pelaksanaan mandiri, perawat primer sudah mampu melakukan tanggung jawab dan mengambil keputusan secara otonomi terhadap pelayanan keperawatan pasien yang dirawatnya.

b. Pengetahuan Perawat dan Kepuasan Pasien

Proses penelitian satu siklus penelitian action research ini telah menghasilkan sebuah struktur pengembangan metode penugasan primary nursing

yang paling sesuai dengan kondisi partisipan (perawat) yang bertugas di ruang Raflesia lantai 1. Hasi analisis kualitatif dari FGD yang dilaksanakan pada akhir siklus penelitian ditemukan tema bahwa partisipan menyatakan adanya peningkatan pengetahuan yang dirasakan setelah melaksanakan pengembangan metode penugasan primary nursing dari 90% menjadi 100%.

Penelitian oleh Robertson (2006) penelitian action research menyediakan kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan dan menjadi lebih sadar terhadap kemungkinan perubahan. Terjadinya peningkatan pengetahuan perawat tentang metode penugasan primary nursing. Hal ini terkait dengan pelaksanaan seminar tentang pengembangan metode penugasan primary nursing yang sudah dilakukan dalam penelitian ini.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Setiawan, Hattapkit, Boon Young & Engebretson (2010) yang melakukan penelitian di ruang perawatan intensif stroke RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Para perawat merasakan bahwa ada peningkatan pengetahuan mereka setelah diberikan implementasi dalam penelitian tersebut.

Demikian juga hasil yang diperoleh dari uji simple statistic distribusi frekuensi terhadap pengukuran kepuasan pasien sebelum implementasi menggunakan metode penugasan primary nursing dan setelah implementasi menggunakan metode penugasan primary nursing menunjukkan bahwa ada peningkatan yaitu kepuasan pasien dari 63,25% menjadi 80% sangat puas.

c. Pelajaran yang didapat dari penelitian action research (lesson learned)

Pelaksanaan penelitian ini banyak memberikan ilmu bagi peneliti dan perawat. Pelajaran yang diperoleh peneliti adalah peneliti belajar lebih dalam lagi tentang metode penugasan primary nursing terfokus pada kerja perawat primer dan perawat pelaksana selama 24 jam dan tentang action research, peneliti dapat menganalisa data kualitatif dan data kuantitatif, mampu mengumpulkan dan

mengorganisasikan perawat, mampu melakukan pendekatan kepada pihak managerial rumah sakit, meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan terlaksananya seminar serta merasa puas terhadap hasi yang diperoleh dari penelitian ini.

Bagi perawat penelitian ini memberikan tambahan ilmu pengetahuan tentang metode penugasan primary nursing, berani mengeluarkan pendapat, mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain, mampu mengambil keputusan, mampu bertanggung jawab, mampu bekerja dalam satu tim perawat primer dan mampu memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh kepada pasien/keluarga. Perawat mampu menganalisa kelemahan dan kelebihan dari hasil kerja antara peneliti dan partisipan yaitu tentang metode penugasan primary nursing.

d. Keterbatasan penelitian

Selama proses penelitian berlangsung, ada beberapa keterbatasan yang dialami, yaitu waktu untuk berkumpul dan berdiskusi terbatas karena tingginya aktivitas perawat di ruang Raflesia lantai 1 dikarenakan menguutamakan memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien/keluarga. Ruang Raflesia lantai 1 memiliki ketergantungan pasien dengan mayoritas parsial dan total sehingga menuntut beban kerja yang lebih tinggi, ners yang bertugas di ruangan Raflesia lantai 1 tidak memiliki kompetensi yang sama.

Perawat yang menjadi tim perumus struktur metode penugasan primary nursing sulit dikumpulkan karena mereka melaksanakan tugas pada shift yang

berbeda. Hal ini disebabkan pelaksanaan tugas menggunakan tiga shift dinas. Kuesioner Kepuasan Perawat (KKP) belum dapat disebarkan bagi perawat disebabkan adanya kekurangan/kelemahan yaitu tidak dapat dinilai secara pre dan

post, semoga peneliti selanjutnya dapat menyempurnakan penelitian tentang metode penugasan primary nursing secara mendalam di ruang Raflesia.

Peneliti menyadari bahwa penelitian tentang metode penugasan primary

nursing yang belum pernah dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan baru

dimulai di ruang Raflesia lantai 1. Action research yang dilakukan peneliti masih membutuhkan waktu untuk melakukan evaluasi tentang keberhasilan metode penugasan primary nursing di ruang Raflesia lantai 1 minimal 6 bulan sementara peneliti hanya melakukan penelitian selama 9 minggu.

Dokumen terkait