• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 100 orang responden pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Jawa Barat diperoleh hasil 7% ( Tabel 1) responden dengan usia >25 tahun dimana telah dilakukan penelitian yang sama sebelumnya oleh Emalia Mestika memperoleh 2,4% mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatra Utara pada rentang usia >25 tahun dan penelitian yang sama juga dilakukan oleh laina Tushiva pada Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat diperoleh hasil 12,3% responden dengan rentang usia > 25 tahun.16,17 Terdapatnya responden dengan usia > 25 tahun dikarenakan oleh faktor keterlambatan dalam penyelesaian pendidikan sarjana dan keterlambatan dalam progres suatu kasus yang dilakukan. Sesuai dengan keputusan mentri pendidikan nomor 232/U/2000 beban studi program sarjana sekurang-kurangnya 144 (seratus empat puluh empat) SKS dan sebanyak-banyaknya 160 (seratus enam puluh) SKS yang dijadwalkan untuk 8 (delapan) semester dan dapat ditempuh dalam waktu kurang dan 8 (delapan) semester dan selamalamanya 14 (empat belas) semester setelah pendidikan menengah.18 Maka dapat disimpulkan bahwa rentang usia yang ideal untuk mahasiswa kepaniteraan klinik adalah 21-25 tahun.

Berdasarkan jenis kelamin diperoleh 19% frekuensi responden berjenis kelamin laki-laki (Tabel 2). Persentase yang cukup rendah dibandingkan dengan hasil penelitian laina Tushiva diperoleh hasil sebesar 36,2% frekuensi responden berjenis kelamin laki-laki.17 Dari perbandingan ini dapat kita lihat mahasiswa kepaniteraan klinik lebih kecil persentasenya berjenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan yang berjenis kelamin perempuan, hal ini menunjukkan bahwa fakultas kedokteran gigi lebih banyak diminati oleh perempuan.

klinik yang tidak dapat menganalisa penyebab elongasi pada foto radiografi intraoral adalah sebesar 71% (Tabel 4). Pada penelitian yang dilakukan oleh Haghnegahdar A dkk yang meneliti tentang frekuensi kesalahan umum dalam pembuatan radiografi intraoral yang dilakukan oleh mahasiswa dengan persentase kegagalan elongasi sebesar 9,4%.3 Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dalam melihat radiografi yang mengalami elongasi dikategorikan baik, namun tidak sebanding dengan rendahnya tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dalam menganalisa penyebab elongasi.

Elongasi dalam radiografi intaoral adalah suatu penyimpangan gambaran gigi dan jaringan sekitarnya yang terlihat lebih panjang daripada sebenarnya. Elongasi disebabkan karena kesalahan angulasi vertikal. Angulasi vertikal yang terlalu kecil akan mengakibatkan gambar yang dihasilkan lebih panjang dari yang sebenarnya.9

Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak dapat melihat radiografi yang mengalami foreshortening pada hasil foto radiografi intraoral adalah sebesar 94% (Tabel 5) dan persentase tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak dapat menganalisa penyebab foreshortening sebesar 72% (Tabel 6). Penelitian yang dilakukan oleh Haghnegahdar A dkk yang meneliti tentang frekuensi kesalahan umum dalam pembuatan radiografi intraoral yang dilakukan oleh mahasiswa dengan persentase kegagalan foreshortening sebesar 5%.3 Maka dapat disimpulkan bahwa rendahnya tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dalam melihat radiografi yang mengalami foreshortening dan sebanding juga dengan rendahnya tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dalam menganalisa penyebab foreshortening.

Foreshortening adalah pemendekan gambar gigi dan jaringan pendukung dari yang sebenarnya disebabkan oleh kesalahan teknik yang dilakukan oleh operator dengan sudut penyinaran yang terlalu besar dari sinar-x sehingga menyebabkan hasil foto radiografi terlihat lebih pendek.9

Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak dapat melihat radiografi yang menyebabkan cone cutting sebesar 26% (Tabel 7) dan persentase pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak dapat menganalisa penyebab

kesalahan cone cutting sebesar 3% (Tabel 8). Sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Haghnegahdar A dkk (2013) dengan persentase kegagalan cone cutting sebesar 18,2% dan didukung juga oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hui-Lin Chiu dkk (2008) dengan frekuensi kegagalan cone cutting yang dilakukan oleh operator sebesar 27,62 %.3,9 Hal ini menunjukkan bahwa bahwa semakin rendah tingkat kesalahan teknik yang menyebabkan terjadinya cone cutting yang dilakukan oleh seorang operator maka akan semakin tinggi tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dalam mengamati hasil foto dan menganalisa kesalahan cone cutting.

Cone cutting terlihat sebagai zona bening pada radiografi setelah diproses, hal ini disebabkan kesalahan pemusatan sinar yang dilakukan oleh operator yang kurang memperhatikan keselarasan antara sinar-x terhadap film.9 Untuk memperbaiki kesalahan ini, operator harus memperhatikan sinar yang dipusatkan kembali pada daerah yang tidak terpapar.

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak dapat melihat radiografi yang mengalami spot hitam dengan persentase sebesar 16% (Tabel 9) dan tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak dapat menganalisa penyebab terdapatnya spot hitam pada film sebesar 70% (Tabel 10). Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jayasinghe R.D dkk (2013) tentang tipe kesalahan processing secara umum yang sering dilakukan oleh mahasiswa dengan persentase sebesar 5,6%.20 Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa tipe kesalahan processing secara umum sebanding dengan pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dalam melihat radiografi yang mengalami spot hitam namun tidak sebanding dengan rendahnya pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang penyebab dari kesalahan hasil foto radiografi tersebut.

Sport hitam adalah gambaran titik hitam (dark sport) yang terdapat pada radiografi intraoral. Spot hitam dapat menimbulkan diagnosa yang salah sebagai sebuah kelainan patologis. Apabila ada spot hitam terdapat pada bagian mahkota

itu dituntut kemampuan mahasiswa kepaniteraan klinik untuk mengidentifikasi spot hitam sebagai sebuah hasil kegagalan radiografi. Spot hitam terjadi akibat kesalahan penanganan film oleh operator yaitu terjadinya kontak antara film dengan larutan developer.

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak dapat melihat radiografi yang mengalami dense image dengan persentase sebesar 57% (Tabel 11) dan tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dalam menganalisa penyebab dense image sebesar 18% (Tabel 12). Pada penelitian yang dilakukan oleh Haghnegahdar A dkk memperoleh hasil kegagalan processing pada hasil foto radiografi dengan persentase 2,2%.3 Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya tingkat kesalahan dalam processing film yang dilakukan mahasiswa seharusnya berbanding lurus dengan tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dalam melihat dan menganalisa dense image pada hasil foto radiografi, namun dari hasil yang diperoleh berbanding terbalik, mahasiswa tidak dapat menginterpretasikan dense image namun cukup baik dalam menganalisa penyebab dense image.

Dense image adalah hasil foto radiografi yang terlihat gelap (dark radiograph) yang disebabkan oleh kosentrasi larutan developer yang terlalu tinggi yang tidak disesuaikan dengan waktu developing yang tepat, sehingga menyebabkan gambar terlihat lebih gelap dari yang seharusnya.6,17,18 Perhatian operator terhadap pengaturan waktu dan suhu larutan developer menjadi point terpenting dalam processing film, sehingga kegagalan dense image dapat ditanggulangi.

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik secara individual tentang kesalahan dan kegagalan pembuatan radiografi intraoral dikategorikan menjadi tiga berdasarkan total skor maksimal. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa secara individual dikategorikan baik sebesar 26% atau sebanyak 26 orang (Tabel 13), kategori sedang sebesar 67% atau sebanyak 67 orang (Tabel 13), kategori kurang 7% atau sebanyak 7 orang (Tabel 13). Dari hasil penelitian ini persentase terbesar tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik secara individual dikategorikan sedang (67%).

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik secara individual dalam melihat kegagalan dalam foto radiografi intraoral dikategorikan menjadi tiga berdasarkan total skor maksimal. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa secara individual dikategorikan baik sebesar 24% atau sebanyak 24 orang (Tabel 14), kategori sedang sebesar 27% atau sebanyak 27 orang (Tabel 14), kategori kurang 49 % atau sebanyak 49 orang (Tabel 14). Dari hasil penelitian ini persentase terbesar tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik secara individual dalam melihat kegagalan hasil foto radiografi dikategorikan kurang (49%).

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik secara individual dalam menganalisa kesalahan dalam pembuatan radiografi intraoral dikategorikan menjadi tiga berdasarkan total skor maksimal. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa secara individual dikategorikan baik sebesar 71% atau sebanyak 71 orang (Tabel 15), kategori sedang sebesar 25% atau sebanyak 25 orang (Tabel 15), kategori kurang 4% atau sebanyak 4 orang (Tabel 15). Dari hasil penelitian ini persentase terbesar tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik secara individual dalam menganalisa kesalahan dalam pembuatan radiografi intraoral dikategorikan baik (71%).

Dokumen terkait