• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan didapatkan setelah penginderaan terhadap suatu objek.10

Pada penelitian ini didapatkan jumlah responden sebanyak 100 orang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan saat perhitungan sampel yang dilakukan. Responden terdiri dari 32 laki-laki (32%) dan 68 perempuan (68%). Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah responden perempuan yang berkunjung ke praktek dokter gigi untuk perawatan selama penelitian ini dilakukan lebih banyak daripada laki-laki. Menurut Centers for Disease

Control perempuan lebih sering ke praktek dokter gigi untuk melakukan pemeriksaan gigi

berkala karena wanita lebih memberi perhatian terhadap kesehatan gigi dan mulut dibandingkan dengan laki-laki.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan responden yang berkunjung ke praktek dokter gigi terhadap penularan HIV/AIDS melalui tindakan kedokteran gigi di praktek dokter gigi. Penelitian ini mengutamakan pengetahuan responden, terdiri dari pengetahuan umum HIV/AIDS dan pengetahuan tentang cara penularan HIV/AIDS. Pengetahuan umum HIV/AIDS meliputi pengetahuan responden mengenai HIV/AIDS, cara mendapat informasi tentang HIV/AIDS dan jenis mikroorganisme HIV. Pengetahuan tentang cara penularan HIV/AIDS meliputi pengetahuan tentang penularan HIV/AIDS secara umum dan pengetahuan tentang penularan HIV/AIDS dalam praktek dokter gigi.

22

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa responden yang paling banyak berkunjung ke praktek dokter gigi adalah kelompok umur 20-29 tahun dan rata-rata umur responden dalam penelitian ini adalah 27,66 tahun. Hal ini sesuai dengan laporan Australian Research Centre for Population Oral Health yang menunjukkan responden umur 25-44 tahun lebih sering mengunjungi praktek dokter gigi untuk perawatan gigi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang paling banyak ke praktek dokter gigi adalah responden yang berpendidikan perguruan tinggi yaitu sebanyak 47%. Berdasarkan riwayat pekerjaan, responden yang paling banyak berkunjung ke praktek gigi

adalah pegawai negeri/pegawai swasta yaitu sebanyak 26%. Hal ini sesuai dengan laporan

Australian Research Centre for Population Oral Health yang menunjukkan kelompok

yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi dan tahap pekerjaan tinggi lebih sering mengunjungi praktek dokter gigi untuk perawatan gigi karena mereka mempunyai penghasilan yang lebih tinggi dan tetap.

Hasil mengenai pengetahuan responden terhadap HIV/AIDS menunjukkan bahwa seluruh responden dalam penelitian ini telah mengetahui HIV/AIDS. Hal ini menunjukkan bahwa informasi tentang HIV/AIDS secara umum telah diterima oleh seluruh masyarakat. Informasi tentang HIV/AIDS dapat diterima dari majalah, televisi, internet, teman, keluarga dan poster. Hasil penelitian menunjukkan responden mendapatkan informasi mengenai HIV/AIDS adalah melalui televisi. Umumnya televisi merupakan satu media utama komunikasi di dalam sebuah negara dan merupakan alat penyampai informasi yang efektif dan dapat mempengaruhi cara seseorang berpikir.

22

Penelitian ini menunjukkan bahwa 85% responden menyatakan HIV adalah sejenis virus dan 15% responden tidak mengetahui HIV termasuk kedalam kelompok mikroorganisme bakteri, virus atau jamur. HIV merupakan sejenis virus penyebab AIDS yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. HIV adalah sejenis virus golongan retrovirus RNA yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik. HIV disebut retrovirus karena memiliki enzim reverse transcriptase.

24

Pengetahuan responden di Kotamadya Medan mengenai penularan HIV/AIDS melalui darah menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Devon Brewer. Sebanyak 100% responden dalam penelitian ini menyatakan penularan HIV/AIDS dapat terjadi melalui darah. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Devon Brewer di

12

Mozambik, Afrika Tenggara yang menemukan 77,3% yang mengetahui penularan HIV/AIDS melalui darah. Pada penelitian ini, sebanyak 87% responden memiliki pengetahuan tentang penularan HIV/AIDS melalui cairan mani atau semen. Persentase ini juga terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Devon Brewer yang menujukkan bahwa hanya 47,9% yang mengetahui penularan HIV/AIDS dapat terjadi melalui semen.25

Penularan HIV/AIDS dalam praktek dokter gigi merupakan suatu hal yang harus diberi perhatian. Hal ini disebabkan karena adanya tindakan di praktek dokter gigi dapat menimbulkan perdarahan seperti diketahui bahwa darah merupakan cara utama penularan HIV/AIDS. Penelitian ini menemukan hanya 68% responden yang mengetahui penularan HIV/AIDS dapat terjadi dalam praktek dokter gigi. Penularan dalam praktek dokter gigi dapat terjadi karena perawatan yang diberikan dokter gigi kepada responden sering menimbulkan perdarahan akibat penggunaan alat-alat tajam.

Hasil penelitian ini terhadap pengetahuan responden mengenai kemungkinan terjadi penularan HIV/AIDS di praktek dokter gigi, menunjukkan bahwa 27% responden menyatakan penularan HIV/AIDS di praktek dokter gigi memiliki risiko yang kecil. Hal ini menunjukkan informasi tentang penularan HIV/AIDS dalam praktek gigi masih belum diterima secara merata oleh masyarakat yang sering menerima perawatan gigi tanpa mengetahui risiko yang dapat dihadapi mereka dalam praktek dokter gigi selama mendapatkan perawatan gigi.

Penularan HIV/AIDS di praktek gigi dapat terjadi melalui tindakan pembersihan gigi atau skeling, perawatan ortodontik, perawatan saluran akar dan proses pencetakan untuk membuat gigi palsu. Tindakan-tindakan ini dapat menularkan HIV/AIDS karena melibatkan perdarahan atau luka yang tidak sengaja timbul pada saat perawatan dan penggunakan alat tajam yang kurang steril. Sebanyak 73% responden dalam penelitian ini menyatakan tindakan penyuntikan gigi dapat menyebabkan penularan. Hal ini disebabkan responden diberi suntikan gigi menggunakan jarum suntik tanpa disterilkan terlebih dahulu.14 Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Devon Brewer di Mozambik yang menunjukkan 90,4% yang menyatakan penularan HIV/AIDS dapat terjadi melalui tindakan penyuntikan.

Penelitian ini menunjukkan pengetahuan responden tentang tindakan pencabutan gigi dapat menularkan HIV/AIDS sebanyak 57%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian di Surabaya yang menunjukkan hanya 19,37% yang mengetahui penularan HIV/AIDS melalui luka pencabutan gigi.

25

9

Walaupun, menunjukkan hasil yang tinggi, masih menunjukkan bahwa informasi tentang pencabutan gigi belum diterima secara merata oleh masyarakat khususnya masyarakat yang berminat untuk mencabutkan

gigi ke dokter gigi. Disamping itu dokter gigi jarang atau bahkan tidak pernah memberikan informasi alternatif penularan penyakit HIV/AIDS melalui pencabutan gigi pada responden yang akan mencabut gigi. Pencabutan gigi melalui alat- alat pencabutan yang kurang steril merupakan cara penularan penyakit HIV/AIDS yang paling tinggi dibanding perawatan gigi yang lain.6

Dokumen terkait