• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1 Metode dan Analisa Indikator EAFM Yang Digunakan 6.1.1. Metode EAFM

Penerapan metode EAFM dalam menilai kondisi pengelolaan kawasan perikanan atau unit perikanan sangat bermanfaat sehingga status kawasan perikanan atau unit perikanan dapat di tentukan. Metode EAFM ini mudah dipahami karena indikatornya sederhana dan sangat terukur untuk diimplementasikan sehingga mampu menggambarkan kondisi pengelolaan perikanan yang ada dengan catatan apabila data untuk dianalisis tersedia atau masih dapat diperoleh dari instansi terkait.

Pilot test dalam rangka melakukan penilaian status pengelolaan perikanan di Kabupaten Wakatobi yang berbasis ikan karang dan ikan tuna dapat di lakukan dengan menggunakan metode EAFM karena sebagian besar data dapat di peroleh dari berbagai sumber yaitu; Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi, hasil-hasil penelitian Coremap II Kabupaten Wakatobi, hasil-hasil penelitian Balai Taman Nasional Kabupaten Wakatobi dan hasil-hasil peneltian yang dilakukan oleh praktisi WWF-TNC, Staf pengajar Universitas, Mahasiswa, KMB Sultra maupun hasil-hasil penelitian lainnya yang relevan.

Untuk mendapatkan informasi saat ini khususya data-data yang sifatnya kualitatif maka dilakukan assessment dengan menggali informasi dari masyarakat di Kabupaten Wakatobi melalui wawancara terhadap nelayan ikan karang dan nelayan ikan tuna dan wawancara kepada pihak pemerintah yang meliputi; Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi dengan menggunkan kuesioner.

Metode EAFM ini akan sangat mudah diterapkan dengan waktu yang relatif singkat apabila semua data yang behubungan dengan setiap domain dan indikator yang akan dinilai tersedia dengan personil atau organisasi pelaksana yang cukup kecil namun apabila datanya sebagian besar belum tersedia maka akan cukup sulit dan butuh waktu yang lebih lama serta organisasinya atau personilnya cukup banyak untuk diterapkan karena melakukan pendataan untuk setiap domain dan indikatornya dengan membutuhkan berbagai macam bidang ilmu atau keahlian. Selain itu mengingat keberadaan data statistik perikanan dan data-data perikanan lainnya yang ada di setiap instansi terkait masih banyak yang meragukan maka penerapan metode ini perlu di lakukan secara hati-hati dan harus di

dahului sosialisasi pada setiap instansi terkait serta diiringi dengan pembenahan data khususnya dalam proses pengumpulan data sumberdaya perikanan di lapangan yang seragam di seluruh Indonesia.

Pemanfaatan metode EAFM untuk melakukan assessmen dalam menilai status sumberdaya perikanan tertentu perlu dikaji lebih jauh khususnya tiap-tiap indikator serta rengkingnya pada masing-masing domain terutama sumberdaya perikanan yang memiliki ruaya yang luas seperti ikan tuna, cakalang atau tenggiri dan sebagainya yang umumnya berada jauh dari pantai. Kondisi ini akan berbeda dengan sumbedaya perikanan yang ruayanya sempit seperti ikan karang dan ikan-ikan pelagis kecil yang umumnya berada dekat dengan pantai.

6.1.2. Analisa Indikator EAFM a. Domain Sumber Daya Ikan

Indikator CPUE Baku

Kriteria CPUE baku yang diterapkan agak sulit untuk diukur dan dapat membeikan penafsiran yang berbeda-beda karena sifanya kualitatif. Oleh karena itu perlu di pikirkan agar kriteria ini mudah terukur dengan menyebutkan batasan setiap kriteria misalnya kisaran persentase penurunan atau peningkatanyaitu. Hal lain yang perlu dilakukan adalah penentuan persyaratan responden yang menjadi narasumber dan salah satunya adalah memiliki pengalaman sebagai nelayan minimal 15 tahun. Selain itu perlu dipikirkan agar model pendataan di setiap instansi terkait harus dapat menggambarkan perubahan CPUE perikanan yaitu jumlah produksi setiap jenis ikan harus disandingkan dengan jumlah alat tangkap atau jumlah trip penangkapan untuk menangkap ikan tersebut sehingga mudah melakukan analisis data untuk menilai CPUE.

Ukuran ikan

Indikator ukuran ikan secara kualitatif dapat diterapkan dengan baik namun alangka baiknya bila bisa disinkronkan dengan data-data kuantitatif. Oleh karena itu pendataan ukuran ikan yang selama ini dilakukan oleh instansi terkait hanya berupa data bobot (berat) secara keseluruhan sehigga sulit menggambarkan ukuran ikan sehingga perlu dilakukan model pendataan dengan menekankan ukurn panjang ikan agar penentuan skor kriteria ini dapat digunakan secara efektif.

Proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap

Kriteria indikator ini dapat digunakan namun gambarannya sangat kualitatif hanya didasarkan dari data interview yang relatif sulit menentukan persentasenya, sehingga data ini lebih obyektif bila diperoleh dari survei/sampling pada nelayan dengan konsekuensi waktu lebih lama. Disamping itu apabila pendataan ukuran ikan telah dilakukan dengan baik oleh instansi terkait maka skor untuk menilai kriteria ini dapat dilakukan dengan baik.

Komposisi spesies

Batasan kriteria komposisi atau proporsi ikan target dan non target perlu di pertegas dan dapat terukur dengan menyebutkan persentasenya. Yang tergambar di dalam pelaksanaan EAFM ini masih berupa data kualitatif dan dapat menmbulkan penafsiran yang berbeda namun secara umum skor kriteria ini dapat digunakan secara efektif

Indikator Spesies ETP

Kriteria pada indikator jumlah speseis ikan ETP di lapangan menimbulkan penafsiran yang berbeda dan tidak operasional dimana bila yang tertangkap 1 jenis tetapi jumlah individunya banyak maka penilaiannya sulit di kategorikan. Oleh karena itu kriteria ini perlu dimodifikasi dan penekanannya pada jumlah individu dan bukan pada spesies sehingga bisa operasional yaitu skor 1= banyak individu ETP (ETP > 3 individu), skor 2 = sedikit individu ETP (ETP berksar 1 – 3) da skor 3= tidak ada ETP yang tertangkap.

Indikator "Range Collapse" sumberdaya ikan

Penilaian kriteria indikator ini bersifat kualitatif sehingga melalui wawancara dengan nelayan mudah mendapatkan infomasi sehingga dapat digunakan secara efektif. Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah nelayan yang menjadi sasaran interview harus memiliki pengalaman atau telah menekuni bidang penangkapan ikan minimal 15 tahun dengan petimbangan bahwa nelayan tersebut mengetahui perkembangan perikanan yang mereka lakukan selama ini.

b. Domain Habitat

Indikator Kualitas perairan

Krteria sub indikator pencemaran perairan harus ditentukan berdasarkan uji laboratorium apabila secara visual ada indikasi adanya masukan bahan B3 ke perairan yang berasal dari aktivitas disekitarnya atau kegiatan-kegiatan industri di pesisir dan laut. Tetapi apabila indikasi tesebut tidak ada maka kita bisa langsung menyimpulkan bawa tidak ada

pencemaran. Selain itu berdasarkan definisi/penjelasan berkaitan dengan limbah yang teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual (Contoh :B3-bahan berbahaya & beracun), dengan kriteria indikator 1= tercemar; 2=tercemar sedang; dan 3= tidak tercemar, maka sumberdaya yang sangat berpengaruh adalah yang berada tidak jauh dari pantai sedangkan sumberdaya yang berada di perairan lepas (ikan pelagis) dengan mobilitas yang tinggi kriteria ini perlu di kaji ulang agar bobotnya lebih kecil.

Sub indikator tingkat kekeruhan (NTU) untuk mengetahui laju sedimentasi perairan relatif sulit dilakukan karena kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Pada kriteria kekeruhan menggunakan satuan mg/m^3 merupakan satuan kekeruhan sedangkan acuan yang ditetapkan menggunakan satuan NTU. Kesulitannya adalah mengkonversi mg/m^3 ke NTU atau sebaliknya. Oleh karena itu sebaiknya untuk laju sedimentasi harus mengunakan TSS (mg/m^3).

Sub indikator eutrofikasi kriterianya sangat efektfi digunakan dan tidak menimbulkan intepretasi lain karena sifatnya kuantitatif dengan mengukur konsentrasi klofil-a mellaui konsentrasi plankton di perairan yang dikaji.

Indikator Status lamun

Sub indikator tutupan lamun dengan kriteria skor yang telah di tetapkan dapat digunakan secara efektif sedangkan keanekaragaman jenis lamun tidak efektif bila menggunakan alat ukur indeks ekologi seperti indeks keanekaragaman Shanon-Wiener atau indeks Simpson karena hasilnya akan rendah sehubungan dengan keberadaan lamun di Indonesia hanya 12 jenis sehingga kriterianya perlu di modifikasi berdasarkan jumlah spesies lamun yang ditemukan. Sub indikator ini kurang efektif bila digunakan untuk menilai status sumberdaya perikanan pelagis yang jauh dari pantai maka rankingnya atau bobotnya dibedakan dengan sumberdaya perikanan yang terkait langsung dengan lamun

Indikator Status Mangrove

Sub indikator tingkat kerapatan, perubahan luasan, keanekaragaman mangrove dapat dan mudah diterapkan dengan kriteria yang ada dalam pengkajian ini khususnya unuk menilai sumberdaya yang terkait dengan keberadaan mangrove (ikan karang) namun untuk sumberdaya yang tidak terkait langsung atau yang hidup di laut lepas dan jauh dari pantai (ikan tuna) maka bobot dan rankingnya perlu di kaji ulang. Sedangkan sub indikator

Indeks Nilai Penting (INP) perlu di pertegas apakah INP mangrove secara keseluruhan atau INP setiap jenis mangrove yang ada di lokasi tersebut.

Indikator Status Terumbu Karang

Sub indikator Persentase tutupan karang keras hidup (live hard coral cover) dengan kriteria yang telah ditetapkan dapat digunakan secara efektif dikarenakan metode pegukuran kondisi karang yang digunakan secara umum sama. Selain itu data pendukung sangat banyak dan mudah di akses. Sedangkan krieria nilai indek keanekaragaman jenis karang sulit di lakukan karena sangat sulit menghitung junlah individu karang. Kenakaragaman yang dimaksud dalam pilot test ini adalah bentuk pertumbuhan (life form) yang tidak cocok diterapkan untuk menghitung keanekaragaman karena basisnya adalah bukan spesies dan individu serta pengambilan sampel bukan berbasis luas tetap panjang transek. Oleh karena itu sub indikator keanekaragaman karang perlu ditinjau ulang sehingga lebih aplikatif untuk menilai status sumberdaya perikanan.

Indkator Habitat Unik/khusus.

Indikator ini dapat di lakukan analisis dengan mencari informasi dari masyarakat atau dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Menentukan nilai dari kriteria skor mengenai diketahui atau tidaknya habitat unik/khusus (spawning ground, nursery ground, feeding ground, upwelling) dapat dilakukan dengan efektif.

Indikator Status dan produktivitas Estuari dan perairan sekitarnya

Dalam menentukan status dan produksi estuaria dan perairan yang terdefinisi dalam kriteria skor yaitu : 1 = produktivitas rendah; 2 = produktivitas sedang; dan 3 = produktivitas tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut perlunya penentuan parameter fisika (misalnya : kecerahan, kekeruhan), kimia (misalnya pH, konsentrasi nitrat, atau fosfat) atau biologi (kelimpahan/keanekaragaman plankton) perairan untuk menentukan keproduktifan perairan estuaria tersebut. Selain itu bagi kawasan yang merupakan kepulauan dan tidak terdapat sungai perlu di tentukan kriteria lain untuk menentukan status produktif rendah, sedang dan tinggi.

c. Domain Teknik Penangkapan Ikan

Indikator Metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan atau ilegal Penilaian kriteria dengan skor yang telah ditentukan yaitu : 1 = frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun; 2 = frekuensi pelanggaran 5 - 10 kasus per tahun; dan 3

= frekuensi pelanggaran < 5 kasus per tahun. Berdasarkan skor kriteria tersebut perlu ditentukan jumlah pelanggaran tingkat kecamatan, kawasan atau kabupaten termasuk level pelanggaran (ringan, sedang dan berat), sehingga bobot pelanggaran dapat di lebih proporsional.

Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan

Indikator ini dapat di terapkan namun perlu di dukung oleh data penunjang khsusunya yang berhubungan dengan Lenght of maturity dari jenis sumberdaya yang akan dikaji. Sehingga kriteria skor yang telah ditentukan yaitu : 1 = lebih dari 50% ukuran target spesies < Lm; 2 = 25-50% ukuran target spesies < Lm; dan 3 = <25% ukuran target spesies < Lm mudah di lakukan. Untuk memenuhi data tersebut harus dilakukan sampling ukuruan ikan target/ikan dominan namun dapat membutuhkan waktu yang relatif agak lama untuk mendapatkan data tersebut..

Fishing capacity dan Effort

Indikator ini tidak dapat diterapkan disebabkan beberapa hal, yaitu; data dan informasi yang mendukung untuk menilai kriteria ini tidak tersedia; indikator ini spesifik bidang ilmu penangkapan sehingga perlu adanya exsecise agar dipahami semua yang melalkukan metode EAFM ini.

Indikator Selektivitas penangkapan

Kriteria untuk menilai status indikator selektivitas penangkapan dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.

Indikator Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan

dokumen legal.

Kriteria untuk menilai status indikator selektivitas penangkapan dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Namun demikian kapal yang digunakan untuk menangkap ikan baik ikan karang maupun ikan tuna memiliki ukuran kurang dari 5 GT sehingga tidak memiliki dokumen dan izin dalam melakukan operasi penngkapan.

Indikator Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan..

Kriteria untuk menilai status indikator sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan yang ada dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Namun demikian awak kapal yang menangkap ikan baik ikan karang maupun ikan tidak memiliki dokumen atau sertifikat dalam melakukan operasi penangkapan ikan.

d. Domain Sosial

Indikator Partisipasi pemangku kepentingan

Kriteria untuk menilai status indikator partisipasi pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya ikan dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Namun kegiatan-kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan belum terekam dengan baik.

Konflik perikanan

Kriteria untuk menilai status indikator konflik kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya ikan khususnya berkaitan dengan resources conflict, policy conflict, fishing gear conflict, konflik antar sector dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Namun kegiatan-kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan belum terekam dengan baik khususnya di DKP Kabupaten tetapi harus dicroscek dipihak penegak hukum..

Indikator Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan

(termasuk di dalamnya TEK, traditional ecological knowledge).

Kriteria untuk menilai status indikator Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK, traditional ecological knowledge). dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Informasi ini umumnya hanya di peroleh melalui wawancara dengan nelayan sedang pada instansi terkait tidak dapat diperoleh karena tidak terekam dengan baik.

e. Domain Ekonomi

Indikator Kepemilikan aset

Kriteria untuk menilai status indikator kepemilikan aset dalam dalam memanfaatkan sumberdaya ikan dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.

Nilai Tukar Nelayan (NTN)

Kriteria untuk menilai status indikator nilai tukar nelayan (NTN) dalam dalam memanfaatkan sumberdaya ikan dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.

Pendapatan rumah tangga (RTP)

Kriteria untuk menilai status indikator pendapatan rumah tangga perikanan (RTP) dalam dalam memanfaatkan sumberdaya ikan dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.

Saving rate

Kriteria untuk menilai status indikator saving rate dalam memanfaatkan sumberdaya ikan dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif jika responden memberikan informasi tabungan dengan income mereka, namun sebagian besar mereka enggan memberikan informasi tentang tabungan mereka.

f. Domain Kelembagaan

Indikator Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung

jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik secara formal maupun non-formal (Alat).

Kriteria skor untuk menilai tingkat kepatuhan (compliance) seluruh pemangku kepentingan WPP terhadap aturan main baik formal maupun tidak formal dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Namun di KabupatenWakatobi belum ada RRP sehingga penilaiannya dilakukan pendekaan dengan menggunakan aturan-aturan pengeloaan sumberdaya perikanan yang terkait.

Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan

Kriteria untuk melakukan penilaian terhadap indikator kelengkapan dekumen pengelolaan perikanan dan membandingkan situasi sekarang dengan yang sebelumnya serta ada atau tidak penegakan aturan main dan efektivitasnya dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.

Mekanisme pengambilan keputusan

Kriteria untuk melakukan penilaian terhadap indikator ada atau tidak mekanisme pengambilan keputusan dalam pengelolaan perikanan dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.

Rencana pengelolaan perikanan

Kriteria untuk melakukan penilaian terhadap indikator ada atau tidak rencana pengelolaan perikanan dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif. Namun di Kabupaten Wakatobi khususnya di WPP 714 belum ada RPP.

Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan

Kriteria untuk melakukan penilaian terhadap indikator tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem di Kabupaten Wakatobi dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.

Kapasitas pemangku kepentingan

Kriteria untuk melakukan penilaian terhadap indikator seberapa besar frekuensi peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan perikanan berbasis ekosistem di Kabupaten Wakatobi dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif.

Keberadaan otoritas tunggal pengelolaan perikanan

Kriteria untuk melakukan penilaian terhadap indikator keberadaan otoritas tunggal pengelolaan perikanan berbasis ekosistem di Kabupaten Wakatobi dengan skor yang telah ditentukan dapat digunakan secara efektif, namun di lokasi ini belum ada otoritas tunggal dalam pengeloaan perikanan.

6.2 Performa Perikanan Yang Dikaji 6.2.1. Perikanan Berbasis Ikan Karang

Berdasarkan hasil penilaian pada indikator setiap domain melalui pemberian nilai pada kriteria maka performa perikanan berbasis ikan karang di Kabupaten Wakatobi menunjukkan bahwa terdapat tiga pengelompokan berdasakan nilai komposit, yaitu domain yang berkualifikasi sedang adalah Domain Sumberdaya Ikan, Domain Sosial dan Ekonomi. Domain yang berkualifikasi baik dimiliki oleh Domain Teknik Penangkapan dan Domain Kelembagaan, sedangkan domain yang termasuk dalam kualifikasi baik sekali adalah Domain Habitat.

Hasil dari nilai komposit dari keenam domain tersebut diperoleh nilai agregat, dimana nilai aggregat tersebut dibandingkan ke dalam lima rentang nilai (Tabel 7). Berdasarkan nilai aggregat pada Tabel 29 yang mencapai 206,9, maka penilaian terhadap perikanan berbasis ikan karang di Kabupaten Wakatobi termasuk dalam kategori status baik.

Penilaian status keberlanjutan sumberdaya ikan karang menggunakan indeks keberlanjutan yang ditetapkan berdasarkan enam domain, yaitu domain sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, teknik penangkapan, sosial, ekonomi dan kelambagaan. Hasil analisis memperlihatkan bahwa nilai indeks keberlanjutan sebesar 69,12 pada skala keberlanjutan 0 – 100 yang termasuk dalam kategori berkelanjutan. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya ikan karang di Kabupaten Wakatobi masih memperhatikan aspek-aspek sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, teknik penangkapan, sosial, ekonomi dan kelembagaan secara terpadu (integrated) (Tabel 37).

Tabel 37. Penilaian Dimensi Status Keberlanjutan Sumberdaya ikan karang di Kabupaten Wakatobi

Dimensi Keberlanjutan Nilai Indeks Aspek

keberlanjutan Bobot

Indeks Pembobotan

Sumberdaya Ikan 180 60.00 0.167 10.02

Habitat & ekosistem 257.5 85.83 0.167 14.33 Teknik Penangkapan Ikan 210 70.00 0.167 11.69

Sosial 200 66.67 0.167 11.13

Ekonomi 185 61.67 0.167 10.30

Kelembagaan 209.1 69.70 0.167 11.64

Total Indeks Gabungan 69.12

Kategori keberlanjutan Berkelanjutan

Sumber : Data Primer yang diolah (2012)

a. Domain Sumberdaya Ikan

Parameter yang digunakan untuk melihat kontribusi domain sumberdaya terhadap performa ikan karang di Kabupaten Wakatobi sebanyak tujuh indikator. Pemberian skor terhadap ketujuh parameter domain ini akan memberikan gambaran seberapa besar keberlanjutan ikan karang pada domain sumberdaya ikan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan domain sumberdaya ikan karang sebesar 60 pada skala sustainabilitas 0 – 100, yang termasuk dalam kategori berkelanjutan. Hasil analisis menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pembangkit utama dalam peningkatan status dan keberlanjutan domain sumberdaya ikan perikanan ikan karang di Kabupaten Wakatobi sesuai dengan urutan prioritasnya adalah; CPUE baku, proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap, ukuran ikan, komposisi jenis dan range collapse sumberdaya ikan (Gambar 18). Sedangkan indikator spesies ETP memilii kontribusi yang kurang dalam peningkatan status domain sumberdaya ikan karang di Kabupaten Wakatobi.

Gambar 18. Peran masing-masing indikator dalam berdasarkan indeks pembobotan dalam Domain Sumberdaya ikan.

b. Domain Habitat dan Ekosistemnya

Parameter yang digunakan untuk melihat kontribusi domain habitat dan ekosistem terhadap performa ikan karang di Kabupaten Wakatobi sebanyak tujuh indikator. Pemberian skor terhadap ketujuh parameter indikator domain ini akan memberikan gambaran seberapa besar keberlanjutan ikan karang pada domain tersebut.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan domain habitat dan ekosistem untuk pengelolaan ikan karang sebesar 85,83 pada skala sustainabilitas 0 – 100, yang termasuk dalam kategori berkelanjutan. Hasil analisis menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pembangkit utama dalam peningkatan status dan keberlanjutan domain habitat dan ekosistem perikanan ikan karang di Kabupaten Wakatobi sesuai dengan urutan prioritasnya adalah; (1) kualitas perairan,(2) status lamun, (3) status terumbu karang, (4) Status mangrove, (5) habitat unik/khusus, (6) Status dan produktivitas Estuari dan perairan sekitarnya dan (7) Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat (Gambar 19).

Gambar 19. Peran masing-masing indikator berdasarkan indeks pembobotan dalam Domain Habitat dan Ekosistem.

c. Domain Teknik Penangkapan Ikan

Parameter yang digunakan untuk melihat kontribusi domain teknik penangkapan ikan terhadap performa ikan karang di Kabupaten Wakatobi sebanyak enam indikator. Pemberian skor terhadap keenam parameter indikator domain ini akan memberikan gambaran seberapa besar keberlanjutan ikan karang dari aspek teknik penangkapan ikan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan domain teknik penangkapan ikan untuk pengelolaan ikan karang sebesar 70 pada skala sustainabilitas 0 – 100, yang termasuk dalam kategori berkelanjutan. Hasil analisis menunjukkan bahwa yang menjadi faktor pembangkit utama dalam peningkatan status dan keberlanjutan pengelolaan ikan karang dari aspek domain teknik penangkapan ikan di Kabupaten Wakatobi sesuai dengan urutan prioritasnya adalah; (1) metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan atau ilegal, (2) modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan, (3) selektivitas penangkapan, (4) kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal, (5) sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan dan (6) fishing capacity dan effort (Gambar 20). Dua indikator pada domain ini yang memiliki paling sedikit kontribusi dalam peningkatan status domain teknik pennagkapan dalam pengelolaan dan keberlanjutan ikan karang adalah sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan dan fishing capacity dan effort dimana fishing capasity da effort disebabkan tidak ada informasi yng cukup untuk dianalisis.

Gambar 20. Peran masing-masing indikator dalam berdasarkan indeks pembobotan dalam Domain Teknik Penangkapan Ikan

d. Domain Sosial

Parameter yang digunakan untuk melihat kontribusi domain sosial terhadap performa ikan karang di Kabupaten Wakatobi sebanyak tiga indikator. Pemberian skor

Dokumen terkait