• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 PEMBAHASAN UMUM

Berdasarkan seluruh pengamatan yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa peningkatan kualitas tanah bekas tambang nikel melalui pemberian bahan organik dapat mencerminkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Jika melihat pengaruh kompos dan bahan humat terhadap sifat-sifat kimia tanah menunjukkan bahwa terjadi peningkatan C-organik, N total, P, KTK, kation basa yang dipertukarkan (Ca-dd, Mg-dd, K-dd dan Na-dd) serta kejenuhan basa dibandingkan kontrol. Sebagaimana yang dikemukakkan Hermawan (2002) bahwa pemberian bahan organik dapat meningkatkan pH tanah, N total, P tersedia, K tersedia, dan meningkatkan serapan hara N, P, dan K tanaman. Hal ini menunjukkan adanya peran bahan humat dan kompos dalam menyediakan nutrisi seperti N, P, K, Ca, Mg, Na dan Mn. Unsur hara yang tersedia dengan jumlah yang cukup dalam tanah dapat mempengaruhi proses fisiologi dan metabolisme tanaman lebih baik serta meningkatkan pertumbuhan tanaman (Palanivell et al. 2013).

Lahan bekas tambang nikel, selain pH dan unsur hara yang rendah, juga logam-logam berat sering kali berada dalam konsentrasi yang toksik sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman. Logam-logam berat, sepert Ni dan Cr di lahan bekas tambang nikel berada pada kadar tinggi (Widiatmaka et al. 2010). Logam berat Ni dalam konsentrasi rendah memiliki peran penting bagi tumbuhan untuk pembentukan biji, diperlukan oleh enzim urease untuk memecah urea, membebaskan N menjadi bentuk tersedia bagi tanaman dan diperlukan untuk penyerapan Fe oleh tanaman. Sementara Cr belum diketahui manfaatnya bagi tumbuhan (Munawar 2011; Kubicka et al. 2015). Hasil penelitian yang telah dilakukan di lahan bekas tambang nikel memperlihatkan pada penelitian ini bahwa penambahan bahan humat dan kompos mampu menurunkan konsentrasi logam berat Cr, sedangkan logam berat Ni tidak mengalami penurunan. Hal ini diduga karena kompos mengandung kadar Ni cukup besar.

Menurut Verloo (1993 dalam Notohadiprawiro 2006), bahwa ketersediaan logam berat tanah sangat dipengaruhi pH, reaksi pengkompleksan, KTK, dan Anion dalam larutan tanah. pH larutan tanah memiliki pengaruh terhadap kelarutan unsur logam berat. Kenaikan pH menyebabkan logam berat mengendap. Jika pH meningkat, maka KTK juga mengalami peningkatan, sehingga logam berat terjerap lebih banyak atau lebih kuat serta mengakibatkan mobilitas logam berat menjadi menurun. Dalam reaksi pengkompleksan, seringkali ion logam berat terkoordinasi pada senyawa organik, terutama asam-asam humat dan fulvat, membentuk khelat. Selain itu, mekanisme penjerapan logam berat tanah dapat terjadi dengan melibatkan anion dalam larutan tanah. Hal ini tergantung pada macam anion, dimana anion yang terjerap dapat membantu penjerapan kation logam berat. Keadaan ini menyebabkan peningkatan kerapatan muatan negatif pada permukaan komponen penjerap. Dapat pula sebaliknya, anion yang terjerap menghalangi penjerapan kation logam berat karena menutupi tapak jerapan.

Tanaman biasanya melakukan mekanisme umum dalam mempertahankan homeostasis di bawah konsentrasi ion logam berat yang tinggi. Namun, ada sebagian tanaman yang tidak mampu bertahan dalam waktu lama pada kondisi logam berat yang tinggi. Pada konsentrasi tinggi dan waktu yang relatif lama, logam berat dapat mengganggu aktivitas kerja enzim dengan struktur protein atau mengganti elemen penting yang mengakibatkan gejala defisiensi. Sebagai konsekuensinya, terjadi gejala menyerupai klorosis, pertumbuhan yang lambat, akar kecokelatan yang menurunkan efektivitas, berpengaruh terhadap fotosistem, gangguan terhadap siklus sel dan akhirnya mati (Szczygłowska et al. 2011; Boardman et al. 2013). Konsentrasi logam berat yang tinggi dalam tanah secara negatif dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman serta mengganggu fungsi metabolisme dalam tanaman, termasuk fisiologis dan proses biokimia, penghambatan fotosintesis, dan respirasi dan degenerasi organel sel utama, bahkan menyebabkan kematian tanaman. Oleh karena itu, pemberian bahan organik dapat berpengaruh untuk mengurangi sifat racun dari logam berat dengan membentuk senyawa kompleks (Lone et al. 2008; Hur et al. 2011). Pemberian bahan organik dapat mengurangi pengaruh buruk dari logam berat dan mempertahankan kehidupan mikroorganisme tanah dalam keadaan normal. Sebagian mikroorganisme akan mempergunakan sebagian bahan organik sebagai sumber energinya. Pemberian kompos dan bahan humat mampu meningkatkan asam-asam organik dengan berat molekul yang tinggi, mampu menahan laju

aliran logam berat dalam jumlah tinggi hanya sampai akar sehingga residu logam ditemukan di akar lebih tinggi dan secara nyata mampu menahan penyerapan logam berat oleh tanaman. (Fleming et al. 2013; Kumpiene et al. 2013). Pemberian bahan organik pada tanah yang terpapar dengan logam berat ini merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki pH tanah, C-total dan KTK, agar unsur logam berat tersebut terikat secara kuat dalam sistem tanah membentuk kompleks.

Jumlah logam berat yang diserap tumbuhan ditentukan oleh berbagai faktor tanah dan biologi (macam, fase pertumbuhan dan fase perkembangan tumbuhan) (Verloo 1993 dalam Notohadiprawiro 2006). Tanah yang memiliki kandungan bahan organik yang tinggi dapat meningkatkan asam-asam organik, sehingga mampu menahan laju aliran logam berat hanya sampai akar tanaman (Vivas et al. 2006). Selain itu, tumbuhan yang terkontaminasi logam berat dapat melakukan mekanisme pertahanan dengan mengeluarkan protein fitokhelatin sebagai protein pertahanan dan pengikat logam berat ke dalam tubuh tumbuhan. Setelah masuk ke dalam sel, logam berat berikatan dengan fitokhelatin dan membentuk kompleks logam-khelat yang akan ditranspor ke vakuola untuk mengurangi efek toksiknya bagi tumbuhan (Hidayati 2005).

Jika melihat pengaruh yang baik terhadap peubah-peubah seperti tinggi tanaman, diameter batang, panjang akar, bintil akar dan biomassa tanaman, dapat dikatakan bahwa pemberian kombinasi bahan humat dan kompos mampu memacu pertumbuhan tanaman sengon menjadi lebih baik dibanding kontrol. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Palanivell et al. (2013) yang menjelaskan bahwa pemberian bahan humat dan kompos meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, dan produksi kering tanaman jagung. Penelitian dilakukan oleh Wang et al. (2014) menyebutkan bahwa pemberian kompos secara nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pernah dilaporkan juga oleh Petrus et al. (2010) menyebutkan bahwa penambahan atau aplikasi humat dari kompos limbah sagu dapat meningkatkan produksi tanaman bahan kering dan serapan hara.

Hasil percobaan rumah kaca dan lapangan memperlihatkan bahwa pemberian bahan humat dan kompos memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap tinggi tanaman sengon dibandingkan kontrol. Peningkatan tinggi tanaman terjadi karena adanya peningkatan unsur hara N, P, K, dan kapasitas tukar kation yang terjadi akibat pemberian bahan humat dan kompos pada tanah sehingga menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Menurut Tan (1998) peningkatan hara terlarut dalam tanah dapat menyebabkan tanaman menyerap unsur hara dalam tanah yang digunakan untuk pertumbuhannya. Bahan organik memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap peningkatan ketersediaan fosfor bagi tanaman, karena: (1) pembentukan senyawa fosfohumik yang lebih mudah diserap tanaman, (2) reaksi pertukaran dengan ion-ion humat, (3) terbungkusnya partikel Fe2O3 oleh humus, sehingga mengurangi kapasitas fiksasi tanah, dan (4) membentuk senyawa kompleks yang stabil (khelat) dengan besi dan aluminium (Leiwakabessy et al. 2003).Tirta (2006) juga menjelaskan bahwa kandungan nitrogen yang tinggi menyebabkan pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, luas daun, jumlah tunas, jumlah akar, dan panjang akar) lebih baik, karena fungsi nitrogen dapat meningkatkan jumlah dan luas daun. Selain itu, luasnya permukaan daun juga berpengaruh terhadap proses fotosintesis. Unsur Kalium juga banyak terlibat

dalam proses biokimia dan fisiologi yang sangat vital bagi pertumbuhan dan tanaman serta ketahanan terhadap cekaman. Jika mengalami pelapukan akibat pemberian bahan organik, mineral-mineral K anorganik akan melepaskan ion K dan dijerap oleh koloid liat dan organik sebagai ion K+ dapat ditukar dan dibebaskan ke dalam larutan tanah sehingga mudah tersedia bagi tanaman (Munawar 2011).

Secara fisiologis diketahui bahwa tinggi merupakan pertumbuhan dari tanaman secara vertikal dan setiap harinya mengalami perubahan. Pada usia awal pertumbuhan tanaman, sel-sel secara aktif membelah dan tumbuh pada bagian terujung dari tanaman, disebut daerah pertumbuhan primer atau promeristem. Selain itu, pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor, antara lain: sinar matahari, suhu, udara, air dan unsur hara yang terkandung dalam tanah. Faktor ini memiliki korelasi positif yang kuat dalam menentukan sifat-sifat tanah menjadi kondusif bagi pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno 2010; Munawar 2011).

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain hasilnya menyebutkan bahwa pemberian asam humat dan kompos mampu memacu pertumbuhan tinggi tanaman Vitex pinnata lebih baik selama umur 8 bulan (Widuri dan Yasir 2013). Hasil penelitian yang dilakukan Mansur et al. (2007) juga mengatakan bahwa pemberian kompos dapat meningkatkan pertumbuhan Shorea becariana di lahan bekas tambang batubara PT Maruwai Coal. Penelitian yang dilakukan oleh Syukur dan Nur (2006) menunjukkan bahwa pemberian kompos limbah tanaman obat dan kotoran sapi takaran 20 ton/ha mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai sampai minggu ke-16. Penelitian juga dilakukan oleh Palanivell

et al. (2015) menyebutkan bahwa pemberian bahan humat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman padi.

Sementara itu pada pengamatan diameter batang, hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan kompos lebih baik dalam meningkatkan diameter batang dibanding bahan humat dan kontrol. Perlakuan terbaik dalam meningkatkan diameter batang adalah H2P2, namun tidak berbeda nyata dengan H0P1, H0P2, H1P1, H1P2 dan H2P1. Hal ini sejalan dengan peneltian Palanivell (2013), bahwa kompos jerami padi mampu meningkatkan diameter batang tanaman jagung dan meningkatkan serapan kation dibandingkan bahan humat. Peningkatan diameter batang dan tinggi tanaman menyebabkan peningkatan biomassa tanaman. Sebagaimana dikemukakkan oleh Chelik et al. (2010), bahwa kompos menyediakan unsur hara makro tambahan dan mikro yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, kompos mampu memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan porositas tanah dan penetrasi akar di tanah. Pertumbuhan akar yang baik memungkinkan tanaman menyerap air dan nutrisi penting untuk digunakan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan kompos memberikan pengaruh terhadapat peningkatan panjang akar dan bintil akar lebih baik dibandingkan kontrol. Marschner et al. (1987) menjelaskan bahwa bahan organik jika diberikan ke tanah secara langsung dapat menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan akar. Dilaporkan pula oleh Novizan (2002) bahwa pemberian kompos memacu pertumbuhan akar muda dan penyerapan sumber hara yang sangat esensial seperti sumber N, P, dan S. Demikian pula halnya bahan humat dapat membantu meningkatkan masukan (uptake) nutrisi melalui konversi hara

menjadi bentuk tersedia serta menstimulasi peningkatan aktivitas mikrobiologi tanah serta merangsang pertumbuhan akar lebih baik (Baldotto et al. 2011; David et al. 2014). Li et al. (2010) juga melaporkan bahwa pemberian bahan organik meningkatkan ketersediaan P yang cukup tinggi dalam tanah sehingga berpengaruh terhadap peningkatan panjang akar tanaman. selain itu, pemberian bahan organik mampu memicu pertumbuhan mikroorganisme untuk merangsang pertumbuhan akar dengan melepaskan hormon auksin. Hormon ini berperan penting dalam penyerapan air dan unsur hara oleh akar. Mikroorganisme yang paling banyak berperan dalam pertumbuhan akar sengon adalah bakteri

Rhizobium. Mikroorganisme ini bersimbiosis dengan akar tanaman sengon membentuk bintil akar. Bakteri yang aktif memfiksasi nitrogen ditandai dengan pembentukan pigmen hemoprotein (lehemoglobin). Nitrogen yang terfiksasi sebagai amoniak dikeluarkan dari bakteroid ke sel-sel tanaman legum dan dibawa sebagai senyawa C-N ke dalam sistem vaskuler (Munawar 2011).

Berdasarkan pengamatan biomassa tanaman diperoleh fakta bahwa perlakuan bahan humat dan kompos memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan biomassa tanaman. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Palanivell et al. (2013) yang menunjukkan bahwa penggunaan kompos dan bahan humat mampu meningkatkan produksi bahan kering atau biomassa tanaman jagung. Peningkatan biomassa yang signifikan merupakan efek sinergis dari bahan humat dan kompos dari dalam tanah. Pasokan substrat organik melalui pemberian bahan organik dapat meningkatkan aktivitas organisme tanah yang berperan dalam penguraian senyawa organik dan memperbaiki struktur tanah, agregasi dan aerasi, meningkatkan kapasitas menahan air serta meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman (Suharja 2009; Paat 2011). Unsur hara yang tersedia bagi tanaman akan diserap dan digunakan untuk menyusun bagian tubuh tanaman. Jumlah unsur hara yang dibutuhkan untuk menyusun bagian-bagian tubuh tanaman berbeda untuk setiap jenis tanaman, sehingga produksinya pun berbeda (Hardjowigeno 2010).

Dikemukakan pula oleh Suprihatno et al. (2012), bahwa akumulasi peningkatan biomassa ini dapat disebabkan oleh ketersediaan unsur hara, kondisi tanah dan iklim setempat. Hal ini akan berpengaruh terhadap proses fotosintesis yang dilakukan oleh daun tanaman, karena hasil fotosintesis yang berupa karbohidrat akan ditranslokasikan ke organ lain seperti batang, ranting dan akar. Unsur hara yang memiliki peran penting dalam proses fotosintesis adalah magnesium dapat ditukar karena merupakan bahan utama dalam pembentukan klorofil. Peran lain Mg yakni mampu mengaktikan enzim ribulosa-1.5-bifosfat-karboksilase/oksigenase (rubisco), glutamin sintetase atau glutathione synthase, dan berperan asimilasi karbon, nitrogen, dan belerang, peningkatan transpor hara oleh floem (Cakmak et al. 1994), dan serta menurunkan pengaruh toksik dari Mn (Mou et al. 2011). Jika Mn dalam tanah menurun maka terjadi peningkatan Mg pada akar muda dan daun tanaman (Jezek et al. 2014).

Menurut Sutaryo (2009), biomassa tanaman memiliki peran penting dalam siklus biogeokimia terutama siklus karbon. Tanaman akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) dengan memproduksi karbohidrat dan menyimpan dalam tubuhnya, seperti dalam akar, umbi, batang, daun dan buah melalui proses fotosintesis. Sampai waktunya karbon tersebut tersiklus kembali ke atmosfer dan menempati sejumlah kantong karbon, seperti biomassa atas permukaan, biomassa

bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik tanah. Keseluruhan hasil dari proses fotosintesis ini biasa disebut dengan produktifitas primer. Namun, melalui respirasi sebagian dari produktifitas primer akan hilang melalui proses dekomposisi dan hewan pemakan tumbuhan (herbivora). Selain itu, adanya suksesi alami dan aktifitas manusia, seperti pemanenan, silvikltur dan degradasi dapat menyebabkan perubahan kuantitas biomassa.

Keseluruhan pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh proses fisiologis yang terjadi di dalam tubuh tanaman tersebut, yaitu proses fotosintesis, respirasi, dan penyerapan air serta mineral. Proses-proses fisiologis di atas dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti media tanam, sinar matahari dan cuaca. Media tanam juga sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dari segi ketersediaan hara, ketersediaan air, keremahan media yang mempengaruhi ketersediaan oksigen dan pergerakan serta penetrasi akar (Daniel et al. 1987).

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa bahan humat dan kompos dapat menjadi alternatif untuk perbaikan sifat-sifat tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bahan humat yang digunakan berasal dari ekstrak batubara jenis lignit dengan ciri berwarna coklat yang merupakan batubara muda menurut istilah geologi. Batubara jenis lignit diekstrak menjadi bahan humat cair yang mengandung antara lain asam fulvat, asam humat dan humin (Herjuna 2011). Kompos yang digunakan dalam penelitian ini merupakan campuran kotoran guano, kotoran kambing dan sekam padi. Bahan humat dan kompos yang digunakan untuk peningkatan kualitas tanah di lahan bekas tambang menunjukkan peran positif dalam meningkatkan ketersediaan hara dan pertumbuhan tanaman, meskipun beberapa parameter sifat tanah, seperti ketersediaan logam berat belum menurun drastis dan juga beberapa parameter pertumbuhan tidak menunjukkan interaksi antara kedua bahan tersebut dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Pemanfaatan bahan humat dan kompos telah banyak digunakan di negara-negara maju untuk mengganti peran pupuk kimia yang digunakan dalam jumlah berlebih. Palanivell et al. (2013) melaporkan bahwa penggunaan bahan organik untuk perbaikan kualitas tanah dapat mengurangi jumlah penggunaan pupuk kimia 90%. Selain itu, pemanfaatan bahan organik menjadi alternatif untuk menghindari terjadinya pencemaran udara, air, dan polusi udara melalui pembuangan limbah dan pembakaran. Upaya pemanfaatan limbah bahan organik telah banyak dilakukan untuk perbaikan tanah-tanah pertanian yang kurang subur, karena bahan organik mengandung unsur hara yang penting untuk pertumbuhan tanaman. Laporan mengenai pemanfaatan bahan organik (bahan humat dan kompos) dalam bidang pertambangan belum banyak dilakukan, khususnya pada pertambangan nikel. Melalui kemampuan bahan humat dalam mengikat dan mereduksi ion-ion logam dalam tanah serta kandungan unsur hara yang lengkap dimiliki oleh kompos menjadi dasar untuk perbaikan lahan bekas tambang nikel.

Penggunaan bahan humat dan kompos sebagai alternatif ameliorasi tanah dilakukan sejak berkembangnya sistem pertanian organik dan sistem pertanian alami dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di sekitar. Selain itu, semakin mahalnya sumber energi untuk pembuatan pupuk, menyebabkan harga pupuk buatan semakin mahal dan penggunaan berlebih dari pupuk kimia dapat merusak tanah dan mikroorganisme (Suwarno dan Idris 2007).

Secara ekonomi pemanfaatan bahan organik, seperti bahan humat dan kompos dapat menekan pengeluaran biaya pemupukan yang tinggi, memiliki

harga terjangkau dan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat serta menekan penggunaan pupuk kimia. Namun, mengingat kebutuhan pemupukan di lahan bekas tambang yang sangat besar belum mampu menunjang ketersediaan bahan organik secara kontinyu. Sebagai contoh PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. di Sulawesi Tenggara melakukan pemberian kompos di setiap lubang tanam yaitu 4 kg (Taufik 2015, komunikasi pribadi). Apabila dikonversi dalam luasan hektar, dengan jarak tanam yang digunakan adalah 2 x 2 m, maka jumlah tanaman sengon adalah sebanyak (10000 / 4) = 2500 tanaman. Dengan demikian, jumlah kompos yang diperlukan adalah (4 x 2500) = 10000 kg/ha atau 10 ton/ha. Sementara, luasan kegiatan reklamasi lahan setiap tahun bukan hanya 1 hektar, tetapi sampai ratusan hektar. Hal ini menjadi pertimbangan bagi perusahaan untuk menambahkan pupuk jenis yang lain agar pemupukan di lahan reklamasi tambang dapat dilakukan secara berkesinambungan.

Penyebab utama kedua bahan yang digunakan dalam penelitian ini belum dapat diterapkan dalam reklamasi skala besar adalah karena di daerah Sulawesi Tenggara belum terdapat industri skala besar untuk menyediakan stok bahan humat dan kompos bagi kebutuhan reklamasi tambang. Oleh karena itu, agar bahan humat dan kompos dapat digunakan untuk kegiatan perbaikan kualitas tanah dibutuhkan upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas penggunaan pupuk dengan memperhatikan 4 hal berikut: (1) tepat jenis yaitu memiliki kombinasi jenis pupuk berdasarkan komposisi unsur hara utama dan tambahan berdasarkan sifat kelarutan, sifat sinergis dan antagonis antar unsur hara dan sifat tanahnya, (2)

tepat waktu dan frekuensi yakni harus memperhatikan logistik pupuk, iklim dan sifat fisik tanah, (3) tepat dosis yaitu dosis pupuk yang digunakan berdasarkan analisa status hara tanah dan kebutuhan tanaman; dan (4) tepat cara yaitu cara pemberian yang ditentukan berdasarkan jenis pupuk, umur tanaman dan jenis tanah (Rachman 2009).

Dokumen terkait