• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jeruk pamelo merupakan salah satu komoditas buah unggulan nasional yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan potensi pasar yang baik. Di samping itu, jeruk pamelo mempunyai keunggulan komparatif, yakni varietas yang beragam, wilayah/daerah pengembangan tersebar luas yang memungkinkan mempunyai pertumbuhan yang baik pada kondisi biofisik yang ada.

Bibit jeruk pamelo yang ditanam oleh petani sebagian besar berasal dari hasil cangkokan. Kelemahan dari perbanyakan dengan cangkok adalah bibit sulit diproduksi dalam jumlah banyak, memiliki ukuran bibit yang beragam dan perbanyakannya dapat merusak pohon induk. Hal ini dapat diatasi dengan perbanyakan dengan cara okulasi (BPTP 2003). Okulasi adalah salah satu cara meningkatkan mutu tanaman dengan cara menempelkan sepotong kulit pohon yang bermata tunas dari batang atas pada suatu irisan dari kulit pohon lain dari batang bawah pada varietas yang berbeda sehingga tumbuh bersatu menjadi tanaman yang baru. Namun kendala perbanyakan dengan cara okulasi antara lain memiliki cabang

sedikit yang cenderung lurus ke atas, memiliki ukuran cabang primer dan ukuran daun yang tidak seragam. Menurut Wilson (2000) dan Ogren (2010) hal tersebut juga terjadi pada tanaman buah-buahan yang disebabkan oleh efek dominansi apikal.

Pengembangan komoditas memerlukan bibit unggul yang memiliki produktivitas tinggi sehingga memberikan keuntungan bagi yang mengusahakannya. Ketersediaan bibit unggul, mencakup kuantitas dan kualitas produksi yang sesuai dengan kebutuhan konsumen merupakan syarat yang harus dipenuhi. Saat ini dalam era perdagangan bebas, jeruk pamelo mempunyai kesempatan yang besar untuk mengisi pasar internasional. Untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan upaya peningkatan mutu jeruk pamelo sejak dini dipembibitan antara lain melalui perbaikan keragaan bibit untuk menunjang keberhasilan pengembangan produktivitas jeruk pamelo di masa depan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki keragaan bibit pamelo antara lain melalui cara strangulasi, pinching, dan aplikasi zat pemecah dormansi (ZPD) serta kombinasi di antara cara tersebut.

Ciri-ciri bibit jeruk pamelo yang baik adalah: varietas benar atau jelas, memiliki diameter batang bawah 1 cm (okulasi atau sambungan), tinggi maksimal sambungan dari pangkal batang/leher akar 20 cm, tinggi bibit 70 cm, pertumbuhan bibit lurus sehat, serta minimal memiliki tiga percabangan yang seimbang dan vigor (Dirjen Hortikultura 2006). Menurut Susanto dan Supriyanto (2005) bentuk percabangan jeruk pamelo yang paling ideal adalah mengikuti format 1-3-9 yaitu terdiri dari 1 batang utama, 3 cabang primer, dan 9 cabang sekunder. Percabangan yang ideal ini memaksimalkan bagian tajuk terpapar sinar matahari sehingga fotosintesis dapat berlangsung lebih optimal.

Strangulasi merupakan perlakuan pelilitan batang dengan kawat sampai tekanan tertentu yang berakibat pada hambatan translokasi asimilat dari tajuk ke akar. Strangulasi jika diaplikasikan pada tanaman dewasa dapat memperbaiki pembungaan (Thamrin et al. 2009) dan jika diaplikasi ke tanaman muda dapat meningkatkan jumlah tunas vegetatif. Berdasarkan hasil penelitian ini, perlakuan strangulasi baik tunggal maupun ganda yang diaplikasikan pada bibit pamelo mampu meningkatkan jumlah cabang. Pertumbuhan tanaman jeruk yang diamati pada penelitian ini merupakan fase vegetatif. Darmawan dan Baharsyah (2010); Hardjadi (1996); Gardner et al. (1991) menjelaskan bahwa fase vegetatif tanaman berhubungan dengan tiga proses penting yaitu pembelahan sel, perpanjangan sel dan pembentukan jaringan.

Pelaksanaan strangulasi harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat menimbulkan luka fisik pada jaringan kambium. Perlakuan strangulasi yang terlalu lama dapat mengakibatkan luka pada batang atau cabang yang sulit disembuhkan. Berdasarkan hasil

penelitian sebelumnya (Susanto et al. 2002; Rahayu et al. 2008) dan pada penelitian ini, aplikasi strangulasi selama 3 bulan cukup efektif dan tidak menimbulkan luka yang berat. Luka secara alami sembuh dan kambium kembali bersatu setelah dua bulan dari pelepasan kawat strangulasi. Proses pemulihan luka pada batang yang distrangulasi dapat dilihat gambar Lampiran 13.

Perlakuan strangulasi dapat memperbaiki keragaan pada bibit jeruk pamelo kultivar Nambangan dan Cikoneng. Strangulasi menghasilkan cabang lebih banyak dibandingkan kontrol. Strangulasi ganda memberikan pengaruh peningkatan jumlah cabang lebih banyak daripada perlakuan strangulasi tunggal, demikian juga perlakuan strangulasi ganda jarak 15 cm memiliki pengaruh terbaik dibanding perlakuan strangulasi lainnya. Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa perlakuan strangulasi tunggal dan ganda dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan perbaikan keragaan bibit pamelo untuk pengembangan bibit jeruk di masa mendatang.

Pinching merupakan pemotongan tunas apikal tanpa merusak penampilan tanaman untuk merangsang munculnya tunas-tunas lateral yang akan membentuk cabang primer sehingga terbentuk arsitektur pohon yang diinginkan (Aziz 1998). Percobaan pematahan dominansi apikal melalui pinching berhasil memunculkan terbentuknya jumlah tunas lateral menjadi banyak (Wuryaningsih et al. 2008 pada tanaman hias anyelir; Teper et al. 2012 pada kentang), serta mengatur pembentukan cabang dan kanopi yang lebih baik (Islam 2010) pada tanaman jarak pagar). Aplikasi pinching dan zat pengatur tumbuh perlan (GA4+7+6BA) pada tanaman apel menghasilkan sudut cabang terbesar dan banyak serta kanopi yang terbuka saat umur setahun di pembibitan (Bekta dan Ersoy 2010).

Di lain pihak perlakuan pinching mengakibatkan hilangnya dominasi apikal. Menurut

teori ”Nutrien Diversion” dominansi apikal terjadi karena gerakan nutrien ke atas diarahkan

ke tunas apikal bukan ke tunas lateral. Hal ini sebagai akibat adanya produksi auksin pada apikal tanaman. Daun dan beberapa tunas yang terbebas dari dominansi apikal akan mulai tumbuh dan menghasilkan auksin. Adanya sitokinin akan memacu pembelahan sel dan produksi auksin sehingga terbebas dari dominansi (Wilkins 1989). Kombinasi antar keduanya diharapkan mampu memperbaiki keragaan bibit pamelo.

Perlakuan strangulasi tunggal dan ganda yang dikombinasikan dengan perlakuan pinching

dapat meningkatkan kandungan kalium, kandungan gula, kandungan karbohidrat dan rasio C/N. Namun pada kontrol memiliki kandungan klorofil a, klorofil b dan total klorofil yang lebih tinggi dibanding dengan yang diberi perlakuan. Tetapi, tingkat kehijauan daun lebih tinggi pada perlakuan strangulasi ganda tanpa pinching. Dengan demikian kombinasi perlakuan strangulasi dan

pinching dapat digunakan sebagai upaya memperbaiki keragaan bibit pamelo. Pada tanaman yang di-pinching, panjang tunas lateralnya melebihi tanaman kontrol karena terjadi pematahan dominasi apikal akibat pinching. Setelah dilakukan pinching, tidak lagi terjadi suplai auksin dari tunas apikal sehingga kadar auksin dalam ruas dibawahnya berkurang. Sebagai akibatnya, terjadi ekspresi IPT (Isopentenil Transferase) pada tanaman. IPT merupakan enzim yang bertanggung jawab sebagai biokatalisator pada biosintesis sitokinin (Takei et al. 2001). Sitokinin yang dihasilkan dari ruas tanaman tersebut memasuki tunas lateral dan menyebabkan pertumbuhan tunas lateral.

Strangulasi yang diaplikasikan pada fase bibit mengakibatkan meningkatnya kandungan karbohidrat daun dan meningkatkan jumlah tunas. Hal yang sama pada tanaman jeruk pamelo yang telah menghasilkan perlakuan strangulasi pada batang sebatas kambium dimungkinkan untuk menekan hasil fotosintesis dari daun ke akar sehingga terjadi penumpukan karbohidrat pada daun yang selanjutnya berkaitan dengan pembungaan dan pembuahan (Susanto et al. 2002). Peningkatan jumlah tunas pada bibit jeruk pamelo dalam penelitian ini terkait dengan akumulasi karbohidrat yang diarahkan pada pembentukan tunas. Selanjutnya Yamanishi dan Hasegawa (1993) menjelaskan bahwa kandungan karbohidrat di

daun pada tanaman jeruk pamelo yang distrangulasi meningkat dibandingkan dengan tanaman kontrol.

Dalam penelitian ini terhambatnya translokasi fotosintat ditunjukkan oleh tingginya gula total dan karbohidrat daun, sedangkan terganggunya serapan hara ditunjukkan oleh turunnya kandungan N daun sehingga nisbah C/N pada perlakuan strangulasi tinggi. Menurut Cameron dan Dennis (1986) dalam Rai (2004) bahwa nisbah C/N yang tinggi merupakan faktor pendorong tanaman berbunga. Namun hal yang berbeda dalam penelitian ini menggunakan tanaman yang masih dalam stadia bibit kemungkinan nisbah C/N yang tinggi merupakan faktor pendorong terbentuknya cabang. Vemmos (1995) dalam Thamrin et al.

(2009) menyatakan bahwa kandungan Nitrogen, karbohidrat, dan nisbah C/N tinggi yang terdapat dalam tanaman dapat mempengaruhi aktivitas fenologi tanaman.

Pinching yang dilakukan pada fase bibit diharapkan mampu mengatasi dominansi apikal sehingga dapat memunculkan tunas lateral. Kegiatan pinching untuk menghentikan pertumbuhan tunas terminal di ujung batang sehingga tunas lateral yang dorman dapat tumbuh lebih kuat dan selanjutnya membentuk percabangan tanaman yang lebih banyak (Ogren 2010). Penambahan BAP akan menghasilkan tunas sehingga terbentuk cabang yang banyak (Wattimena 1988). Lebih lanjut dijelaskan bahwa efek dari sitokinin berlawanan dengan auksin pada tumbuhan karena sitokinin merangsang pertumbuhan tunas lateral, sedangkan auksin menghambat tunas lateral disebabkan auksin berperan dalam dominansi apikal. Pemberian sitokinin eksogen akan meningkatkan pembuatan protein dalam tubuh tanaman. Protein merangsang pengiriman asam amino, garam anorganik, dan zat pengatur tumbuh. Selain itu menyebabkan tanaman agar tetap hijau dan memperlambat penuaan daun (Wattimena 1990).

Beberapa zat pengatur tumbuh digunakan oleh petani jeruk untuk mengatur pertumbuhan pohon, mengontrol pembuahan dan pembungaan, menstabilkan tingkat produksi, serta meningkatkan kualitas buah dengan mengendalikan fisiologi pematangan (Iwagaki 1991). Ada beberapa bahan kimia yang dapat memecahkan dormansi pada pohon buah-buahan adalah 6-benzyl amino purin, etilen, giberelin, KNO3, kinetin, tiourea, calcium cyanamide, hidrogen cyanamide. Benzil amino purin (BAP) merupakan salah satu zat pemecah dormansi yang sering digunakan untuk merangsang pertumbuhan tanaman buah- buahan. Aplikasi BAP 100 ppm sebagai zat pemecah dormansi efektif memecahkan tunas dorman pada tanaman mangga (Poerwanto dan Susanto 1996).

Menurut Wahyuni (2005) perlakuan KNO3 tidak berpengaruh nyata terhadap pembungaan durian, tapi cenderung mempercepat saat munculnya tunas bunga (rata-rata 27.17 hari) dan meningkatkan jumlah tunas bunga 70.5% dibandingkan kontrol. Selama fase vegetatif, tanaman mempergunakan sebagian besar karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis untuk tumbuh (Gardner et al. 1991; Sitompul dan Guritno 1995). Pada penelitian ini diperoleh bahwa tinggi tanaman dipengaruhi oleh perlakuan strangulasi yang dikombinasikan dengan aplikasi KNO3. Keadaan ini mungkin disebabkan selain pengaruh strangulasi yang mengakumulasi karbohidrat ditajuk akan dimanfaatkan sebagai bahan untuk pertumbuhan organ juga disebabkan dari pengaruh KNO3. Ada kemungkinan bahwa KNO3 meningkatkan pembelahan sel dan pembesaran di zona meristematik (Protacio 2000).

Aplikasi BAP 100 ppm sebagai zat pemecah dormansi efektif memecahkan tunas dorman pada tanaman mangga (Poerwanto dan Susanto 1996). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian BAP dapat merangsang pertumbuhan dan pembungaan yang terjadi pada jeruk Satsuma (Zhu dan Matsumoto 1988). Pemanfaatan ZPD diharapkan mampu mempercepat pemunculan tunas lateral. Efektivitas ZPD dalam mempercepat munculnya tunas lateral telah dibuktikan pada penelitian sebelumnya. Aplikasi KNO3 40 g L-1 setelah pemberian paclobutrazol paling efektif memecahkan tunas bunga dorman pada mangga (Purwanto et al. 1997). Ramírez dan Davenport (2010) telah melaporkan bahwa

aplikasi KNO3 yang disertai perlakuan pemangkasan efektif merangsang pembungaan pada tanaman mangga di Kolumbia. Hal yang berbeda dalam penelitian ini yang menggunakan tanaman jeruk yang masih dalam stadia pertumbuhan sehingga kombinasi antara pinching

(pemenggalan apikal) dan KNO3 diharapkan mampu memperbaiki keragaan bibit jeruk pamelo.

Aplikasi KNO3 40 g L-1 setelah pemberian paclobutrazol paling efektif memecahkan tunas bunga dorman pada mangga (Poerwanto et al. 1997). Khayyat et al. (2010) menunjukkan bahwa aplikasi KNO3 mempengaruhi tingkat pertumbuhan strawberry. Selanjutnya Ginting et al. (2008) melaporkan bahwa aplikasi KNO3 setelah pemangkasan awal dapat memacu perkembangan tunas dorman pada mangga. Aplikasi KNO3 dengan cara penyemprotan selama 3 bulan setelah pemangkasan merangsang munculnya tunas vegetatif sehingga terbentuk kanopi yang baik pada mangga. Aplikasi KNO3 selama lima sampai enam bulan pemangkasan menghasilkan tunas generatif pada kultivar manga keitt.

Kemampuan KNO3 dalam memecah dormansi diduga berhubungan dengan peran ion K+ dalam meningkatkan translokasi sukrosa, peningkatan laju transportasi sukrosa pada apoplas dari mesofil daun, peningkatan muatan pada floem maupun pengaruh langsung dari peningkatan tekanan osmosis. Selain itu Kalium berperan penting dalam translokasi asimilat baik dalam phloem loading maupun dalam aliran asimilat dari source ke sink

(Marschner 1995). Selanjutnya Penelitian yang telah dilakukan pada castorbean menunjukkan bahwa banyaknya fotosintat yang ditranslokasikan dipengaruhi oleh suplai K+ yaitu, kandungan K+ yang lebih tinggi memberikan hasil fotosintesis yang lebih banyak tersalurkan dari source ke sink. Hal ini menunjukkan bahwa K+ mempengaruhi kapasitas

source dan sink dengan mempengaruhi transpor floem(Mengel 1996).

Dalam tanaman ion K+ mudah disalurkan dari organ. Kalium merupakan unsur hara makro utama ketiga setelah N dan P. Kalium bervalensi satu dan diserap dalam bentuk ion K+. Kalium tergolong unsur yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, dalam jaringan tanaman, maupun dalam xylem dan floem. Kalium banyak terdapat dalam sitoplasma dewasa lalu disalurkan ke organ muda. Kalium juga berperan dalam mekanisme pergerakan stomata, tekanan osmotik, dan potensial turgor tanaman sehingga mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap stres air. Kalium merupakan pengaktif dari sebagian besar enzim yang penting untuk respirasi dan fotosintesis (Taiz dan Zeiger 2002).

K+ adalah kation utama pada proses pergerakan stomata, fototrofisme, gravitrofisme, dan pemanjangan sel. Defisiensi K+ akan menurunkan aktifitas fotosintesis, kandungan klorofil dan translokasi karbon (Zhaoetal 2001). Pergerakan tanaman seperti pembukaan dan penutupan stomata, pergerakan daun, dan proses lainnya diatur oleh tekanan turgor yang dihasilkan oleh K+. Tekanan osmotik yang disebabkan oleh akumulasi K dalam sel juga digunakan untuk mengatur perluasan daun (Elumalai et al. 2002).

Molekul klorofil disusun oleh unsur makro seperti N dan Mg, sehingga kandungan klorofil dapat digunakan sebagai indikator tumbuhan terhadap defisiensi mineral. Kandungan nutrien yang rendah berpengaruh terhadap fotosintesis. Bila persediaan Nitrogen dan Magnesium terbatas, maka klorofil tidak mudah terbentuk. Selain berperan sebagai penyususn klorofil, Nitrogen juga merupakan komponen penyusun hormon sitokinin dan auksin (Lakitan 2004), komponen utama bahan kering yang berasal dari bahan protoplasma tumbuhan. Kombinasi perlakuan antara pinching dan zat pemecah dormansi KNO3 dan BAP memberikan pengaruh yang nyata pada peubah analisis komponen vegetatif dan komponen fisiologi pada saat bibit berumur 19 MSP. Peubah analisis komponen vegetatif yang memberikan pengaruh nyata terdiri atas waktu munculnya tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang dan panjang akar primer. Sedangkan peubah analisis komponen fisiologi yang memberikan pengaruh nyata terdiri atas klorofil a, klorofil b, total klorofil, kandungan karbohidrat, rasio C/N dan bobot kering total.

Dalam kloroplas tanaman tingkat tinggi termasuk pamelo terdapat dua macam klorofil yaitu klorofil a dan klorofil b. Menurut Taiz dan Zeiger (1991) bahwa klorofil b berfungsi sebagai antenna fotosintesis yang mengumpulkan cahaya untuk diteruskan ke klorofil a sebagai pusat reaksi. Energi cahaya di ubah menjadi energi kimia di pusat reaksi yang selanjutnya digunakan untuk proses reduksi dalam fotosintesis. Lebih lanjut Paul dan Foyer (2001) mengungkapkan bahwa fotosintesis merupakan salah satu proses metabolisme yang paling terintegrasi dan diatur untuk memaksimalkan penggunaan cahaya yang tersedia untuk meminimalkan efek merusak dari cahaya yang berlebih serta mengoptimalkan keterbatasan penggunaan sumber daya karbon dan Nitrogen.

Daun yang memiliki kandungan klorofil tinggi, merupakan indikator tanaman akan mempunyai laju fotosintesis yang tinggi. Fotosintat yang dihasilkan lebih besar jika di dukung dengan jumlah daun lebih banyak dan kandungan klorofil yang tinggi sehingga memungkinkan tanaman mengalami pertumbuhan yang pesat. Secara keseluruhan kombinasi

pinching dan ZPD dapat memperbaiki keragaan bibit pamelo.

Hasil penelitian secara umum pertumbuhan vegetatif jeruk pamelo dan tidak ditemukan gejala kerusakan akibat perlakuan strangulasi. Sementara dengan perlakuan pinching

memunculkan pertumbuhan cabang yang mengokohkan pertumbuhan batang tanaman. Dari hasil penelitian ini juga dapat diketahui bahwa perlakuan pinching secara tunggal mampu mempercepat pertumbuhan tunas lateral kemudian membentuk cabang, sedangkan aplikasi zat pemecah dormansi baik dengan KNO3 dan BAP yang dikombinasikan dengan pinching pada umur 13 MSP belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah jumlah cabang, diameter batang, lebar tajuk, dan luas daun total. Keempat variabel tersebut ikut mempengaruhi bentuk arsitektur tanaman.

Untuk mendapatkan bibit pamelo yang baik harus mengikuti standar operasional prosedur sebagai berikut:

1. Persiapan bibit hasil okulasi yang diperoleh dari penangkar bibit yang terpercaya dengan stadia pertumbuhan yang seragam dan sehat. Pada percobaan pertama dalam penelitian ini bibit okulasi berumur enam bulan diperoleh dari penangkar bibit jeruk pamelo dari balai penelitian jeruk (Balitjastro Malang). Batang bawah bersumber dari varietas JC (Japan citrus) dan batang atasnya varietas Nambangan. Untuk percobaan dua, tiga dan empat bibit okulasi peroleh dari penangkar bibit jeruk pamelo asal Sumedang yang menghasilkan bibit pamelo varietas cikoneng. Bibit menggunakan batang bawah varietas JC (japan citrus) dan entrisnya atau batang atas adalah varietas Cikoneng.

2. Cara pembuatan bibit okulasi sendiri dibagi menjadi dua diantaranya strangulasi dan

pinching. Strangulasi merupakan teknik melilitkan batang tanaman dengan kawat, diameter kawat yang digunakan harus disesuaikan dengan ketebalan kulit batang atau cabang tanaman. Bahan aplikasi untuk zat pematah dormansi berupa BAP dosis 100 ppm dan KNO3 40 g L-1. Cara Pinching dilakukkan dengan pemangkasan ringan pada tunas muda yang tumbuh diatas tajuk. Perlakuan piching dilakukkan sebanyak dua kali yaitu saat bersamaan dengan strangulasi dan saat tunas muncul dengan ukuran 1 cm setelah strangulasi.

3. Syarat bibit okulasi yang harus dipenuhi anatar lain umur bibit sudah mencapai 8 sampai 12 bulan dan mencapai tinggi antara 60 sampai 100 cm, pertumbuhan bibit lurus serta minimal memiliki tiga percabangan yang seimbang dan vigor dengan bentuk percabangan ideal mengikuti format 1-3-9 yang terdiri atas 1 batang utama, 3 cabang primer, dan 9 cabang sekunder. Syarat lingkungan tumbuh untuk penanaman bibit okulasi antara lain pemupukan dengan menggunakan NPK mutiara dan ZA dengan dosis 15 g L-1 air yang setiap tanamannya diberikan 100 mL pada setiap 2 minggu sekali. Kemudian pemberian pupuk organik bentuk granul setiap satu minggu dengan dosis pupuk 500 g pertanaman. Penyiraman rutin dilakukkan dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Pemangkasan

dilakukan dua kali, pertama sebelum aplikasi strangulasi dilakukkan pada tunas adventif dan tunas samping. Kedua setelah pemangkasan strangulasi secara serentak pada tunas pucuk. Pengendalian OPT secara manual dilakukkan setiap minggu dengan cara mengusap daun dan bagian yang terkena tungau karat dengan menggunakan air, sedangkan secara kimiawi dilakukkan tiap satu bulan sekali dan penyemprotan insektisida dengan dosis 5 mL L-1 air.

Dokumen terkait