PEMBAHASAN
Dari data deskriptif di atas umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh dan tinggi blok berbeda tidak bermakna antara kedua kelompok sehingga dapat dikatakan sampel yang diambil relatif homogen.
Keadaan hemodinamik (MAP dan denyut jantung) yang dianalisa antar kelompok dan per kelompok berbeda hasilnya secara statistik. Pada analisa MAP antar kelompok berbeda tidak bermakna pada preloading, setelah preloading dan setelah blok spinal anestesi. Namun bila dianalisa per kelompok maka didapat hasil berbeda bermakna pada kedua kelompok, dan perubahan MAP yang lebih besar pada kelompok NaCl 0,9% dengan perubahan MAP 11 mmHg (tabel 4.4.1.) Pada pengukuran denyut jantung antar kelompok berbeda bermakna pada setelah pre loading, dan setelah blok spinal anestesi (tabel 4.4.2.). Denyut jantung relatif tetap pada kelompok NaCl 3% dan menurun pada kelompok NaCl 0,9% setelah preloading bisa dikarenakan faktor psikis menghadapi operasi, dan rasa sakit pada pemberian infus NaCl 3%. Pengukuran per kelompok didapatkan hasil pada kedua kelompok terdapat perbedaan bermakna pada perubahan denyut jantung.
Perubahan hemodinamik berbeda bermakna baik dalam MAP dan denyut jantung secara statistik namun secara klinis perubahan tersebut tidak begitu bermakna karena masih dalam batas normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa cairan saline hipertonis NaCl 3% sama baiknya dalam mempertahankan hemodinamik pada spinal anestesi. Karabeyoglu dkk, 2001 telah memperlihatkan hasil bahwa cairan saline hipertonis NaCl 3% sama effektifnya dalam mempertahankan hemodinamik dibandingkan dengan NaCl 0,9% dalam operasi TUR-P dengan spinal anestesi, Baraka dkk, 2000 juga memperlihatkan hasil yang sama dalam penelitiannya cairan saline hipertonis NaCl 3% dan cairan Ringer untuk operasi TUR-P dengan spinal anestesi. Xavier dan Iqbal, 2002 mendapatkan bahwa hipertonik sodium clorida (NaCl 3%) dan hipertonik sodium laktat sama baiknya dalam mempertahankan hemodinamik pada post operasi jantung CABG.
Cairan intravaskular bila dianalisa antar kelompok dan per kelompok pada kelompok NaCl 3% juga berbeda tidak bermakna, artinya bahwa tidak didapatkan hasil adanya perubahan cairan intravaskular sebelum preloading, setelah preloading dan setelah blok spinal (tabel 4.5.1). Tapi pada kelompok NaCl 0,9% dengan analisa per kelompok GLM berbeda bermakna (p 0,0001). Demikian juga dengan cairan interstitial berbeda tidak bermakna antar kelompok (tabel 4.5.2), berbeda bermakna hanya pada kelompok NaCl 0,9% (p < 0,006) dengan pengukuran GLM uji Wilk’s Lambda. Sementara cairan intraselluler berbeda bermakna pada kelompok NaCl 3% (p < 0,018) dengan pengukuran per kelompok GLM uji Wilk’s Lambda dan berbeda tidak bermakna dengan analisa antar kelompok. Belum ada literature yang menyatakan secara pasti berapa lama cairan itu mulai shift ke masing-masing kompartemen tubuh. Kelompok NaCl 0,9% bisa menyatakan adanya perubahan signifikan bisa dikarenakan jumlah cairan yang diberikan pada kelompok NaCl 0,9% lebih banyak tiga kali daripada kelompok NaCl 3% sehingga perubahan bisa lebih jelas terlihat. Secara fisiologi cairan tubuh kita ketahui bahwa tubuh manusia terdiri dari 60% cairan (0,6 L/kgBB) dengan proporsi lebih banyak cairan intraselluler 75% (0,4 L/kgBB) dan ekstraselluler 25% (0,2 L/kgBB). Cairan ekstraselluler terbagi lagi yaitu
cairan interstital 80% (0,15L/kgBB) dan cairan plasma atau intravaskular berjumlah 20% (0,05 L/kgBB). Dalam penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada perubahan signifikan pada kedua kelompok dengan perubahan cairan intravaskular. Hal ini bisa disebabkan terlalu sedikitnya cairan yang ditambahkan ke dalam tubuh. Misal bila kita memberikan cairan NaCl 0,9% untuk 60 kg maka jumlah cairan NaCl 0,9% adalah 785 ml (Na 2mmol/kg BB), sehingga yang masuk ke dalam intravaskular hanya lebih kurang 196 ml, sementara TBW (Total Body Water) 36 liter. Kita ketahui bahwa NaCl 3% dan NaCl 0,9% sama-sama merupakan kristaloid namun berbeda osmolaritasnya. Dan sifat kristaloid adalah lebih banyak mengisi cairan interstitial dibandingkan intravaskular dan lebih cepat pindah ke kompartemen interstitial. Diharapkan dengan osmolaritas yang lebih tinggi daripada osmolaritas plasma dapat menarik cairan intraselluler ke intravaskular. Faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil pada penelitian ini adalah kecepatan pemberian infus cairan yang cepat sehingga kemungkinan cairan masih berada dalam sirkulasi sentral.
Perubahan elektrolit Natrium, Kalium dan Clorida antar kelompok berbeda tidak bermakna, tapi bila dianalisa dengan GLM per kelompok hanya pada kelompok NaCl 3% berbeda bermakna kadar elektrolit natrium. Hal ini bisa karena jumlah cairan preloading pada kelompok NaCl 0,9% lebih besar tiga kali sehingga jumlah elektrolit Natrium juga akan lebih besar pada NaCl 3% walau pun pemberian natrium dihitung sama yaitu 2 mmol/kg BB. Atau dengan kata lain lebih besar solvent daripada solution. Dan juga karena adanya perbedaan osmotik antara ekstraselluler dan intraselluler. Membran sel bersifat semipermiabel artinya hanya bisa dilewati oleh air tidak bisa larutan melewatinya. Natrium merupakan elektrolit utama di ekstraselluler yang mengatur nekanisme transport aktif membran sel. Dan natrium juga merupakan elektrolit yang terpenting yang mengatur distribusi air. Cairan isotonis NaCl 0,9% tidak merubah osmolalitas ekstraselluler sehingga ia hanya menaikkan volume ekstraselluler dengan sebesar volumenya itu sendiri, sementara bila pada cairan saline hipertonis diharapkan bukan hanya menaikkan volume ekstraselluler dengan besar volume yang diberikan tapi dengan menarik cairan dari cairan intraselluler
ke intravaskular. Cairan NaCl 3% lebih tinggi kadar osmolaritasnya dari darah sehingga kadar natrium lebih tinggi dalam darah. Sementara kadar kalium meningkat dan berbeda bermakna pada kedua kelompok. Hal ini bisa terjadi karena proses kerusakan sel pada operasi bisa menyebabkan shift kalium ke luar dari intrasel.
Perubahan Natrium yang dijumpai juga tidaklah sangat meningkat sehingga menimbulkan manifestasi klinis. Perubahan natrium dan kalium hanya berbeda bermakna secara statistik namun secara klinis tidak terlihat perubahan.
Perubahan hematokrit juga berbeda tidak bermakna antar kelompok, namun tetap berbeda bermakna bila diuji per kelompok. Ada perubahan hematokrit menjadi lebih kecil pada kedua kelompok namun lebih besar pada kelompok NaCl 0,9%. Hal ini menjadi logis oleh karena memang jumlah cairan pada kelompok NaCl 0,9% lebih besar tiga kali sehingga hemodilusi lebih besar. Jarvela K, dkk juga mendapatkan hal yang sama untuk perubahan kadar elektrolit dan hematokrit.
Dari hasil-hasil penelitian di atas bahwa kadar natrium hanya bertambah pada NaCl 3%, hematokrit yang bertambah besar (hemodilusi), cairan intravaskular berbeda tidak bermakna maka dapat disimpulkan bahwa NaCl 3% memang kurang dapat menarik cairan intraselluler ke dalam ekstraselluler khususnya intravaskular. Dan hemodinamik bisa bertahan relatif stabil pada kelompok NaCl 3% bisa dikarenakan oleh sifat cairan saline hipertonis dapat meningkatkan kontraktilitas jantung. Xavier, Iqbal, 2002 juga meneliti pada cairan saline hipertonis, sodium laktat maupun sodium clorida, juga dapat memperbaiki kontraktilitas jantung. Penelitian Lopes OU, dkk tahun 1981 dan Kien ND 1991 mendapatkan bahwa cairan saline hipertonis dapat menaikkan kontraktilitas jantung pada anjing. Hal lain juga bisa oleh karena pada penelitian ini pada pasien telah diberikan cairan preloading sebanyak kurang lebih 150-250 ml cairan NaCl 3% dan tinggi blok spinal juga tidak lebih dari thorakal 8 sehingga pusat syaraf akselerator jantung tidak terganggu.