• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Efek Volume Intravaskular Preloading Cairan Hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% Pada Spinal Anestesi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Efek Volume Intravaskular Preloading Cairan Hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% Pada Spinal Anestesi"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN EFEK VOLUME INTRAVASKULAR

PRELOADING CAIRAN HIPERTONIS NaCl 3% DAN NaCl 0,9%

PADA SPINAL ANESTESI

TESIS

Oleh

Rr. SINTA IRINA

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM MALIK

(2)

PERBANDINGAN EFEK VOLUME INTRAVASKULAR

PRELOADING CAIRAN HIPERTONIS NaCl 3% DAN NaCl 0,9%

PADA SPINAL ANESTESI

TESIS

Oleh

Rr. SINTA IRINA

Pembimbing I

: Dr. Hasanul Arifin, Sp.An

Pembimbing II

: Dr. Muhammad AR, Sp.An

Tesis Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Spesialis Anestesiologi Program Pendidikan Dokter Spesialis I

Anestesiologi dan Reanimasi

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM MALIK

(3)

LEMBARAN PENGESAHAN

PERBANDINGAN EFEK VOLUME INTRAVASKULAR

PRELOADING CAIRAN HIPERTONIS NaCl 3% DAN NaCl 0,9%

PADA SPINAL ANESTESI

Menyetujui

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Dr. Hasanul Arifin, SpAn Dr. Muhammad AR, Sp.An NIP. 130 702 001 NIP 140 191 502

Penguji

Ketua Anggota

Dr.Asmin Lubis,DAF,Sp.An Dr.Chairul Mursin,Sp.An NIP. 130 701 881 NIP. 130 605 510

Mengetahui

Ketua Program Studi Ketua Departemen

Anestesiologi dan Reanimasi Anestesiologi dan Reanimasi

FK USU-RSUP HAM FK USU-RSUP HAM

Medan Medan

Dr. Hasanul Arifin, SpAn Prof. Dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn. KIC

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT karena atas rahmat dan ridho – Nya saya berkesempatan mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta menyusun dan menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian pendidikan keahlian di bidang Anestesiologi dan Reanimasi. Shalawat dan salam saya sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-nya Radhiallahu’anhum yang telah membawa perubahan dari sistem kejahiliyahan ke sistem berilmupengetahuan seperti saat ini. Semoga karya tulis ini merupakan sumbangsih bagi perkembangan Anestesiologi dan Reanimasi di Indonesia dan khususnya di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di universitas ini.

Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di fakultas ini.

Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya dan Rumah Sakit Haji Mina Medan yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar dan bekerja di lingkungan rumah sakit.

(6)

pengarahan dan sumbang saran yang telah diberikan, saya dapat menyelesaikan penelitian ini pada waktunya.

Rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada guru – guru saya Dr. A. Sani P.Nasution, SpAn KIC, Dr. Chairul Mursin, SpAn, Prof. Dr. A. Hanafie, Sp.An KIC, Dr. Nazaruddin Umar, Sp.An KNA, Dr.Asmin Lubis, DAF, SpAn, Dr. Nadi Zaini Bakri, SpAn, Dr. Akhyar Nst, SpAn, Dr.Soejat Harto, SpAn., Dr. Yutu Solihat, SpAn., Dr. Veronica H.Y.,SpAn. KIC, Dr.Tjahaya Indra Utama, SpAn, Dr. Syamsul Bahri Siregar, SpAn dan guru-guru saya sewaktu saya menjalani program pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya Prof. Dr. Karjadi Wirjoatmojo, SpAn. KIC, Prof. Dr. Herlien H Megawe, SpAn. KIC, Prof. Dr. Siti Chasnak Saleh, SpAn.KNA, Prof. DR. Dr. Eddy Rahardjo, SpAn. KIC, Prof. dr. Koeshartono,SpAn.KIC.Pall.Med.(ECU) , Dr. Sri Wahjoeningsih, SpAn. KIC, Dr. Tommy Sunartomo, SpAn.KIC, Dr. Bambang Wahjuprajitno, SpAn. KIC., Dr. Teguh Sylvaranto, Span. KIC, Prof. DR. Dr. Nancy Margarita Rehatta SpAn. KNA, Dr. Hardiono, SpAn. KIC., Dr. Herdy Sulistyono, SpAn. KIC, Dr. Elizeus Hanindito,SpAn.KIC, Dr. Hari Anggoro D., SpAn. KIC, Dr. Puger Rahardjo, SpAn. KIC, Dr. Selina Kusuma, SpAn. KIC dan lain-lain baik di Fakultas Kedokteran USU Medan maupun di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang dengan keikhlasan dan ketulusannya telah mendidik dan memberikan bimbingan kepada saya selama mengikuti program pendidikan ini.

Kepada seluruh pasien dan keluarganya di RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Soetomo Surabaya yang besar perannya sebagai ”guru” kedua saya dalam menempuh pendidikan spesialis. Khususnya yang berperan serta dalam penelitian ini, rasa sakit mereka telah memotivasi saya untuk dapat memberikan yang terbaik dari ilmu yang saya dapatkan dan pelajari, saya ucapkan banyak terima kasih dan mohon maaf bila pelayanan saya kurang berkenan di hati.

(7)

paramedis Anestesiologi dan Reanimasi FK USU dan FK UNAIR yang telah banyak membantu dalam penyelesaian program pendidikan dan penelitian ini.

Rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga saya persembahkan kepada kedua orang tua saya tercinta, khususnya ibunda Dr. Hj. Asmah Yusuf, Sp.R dan ayahanda H.R.Soeyoto Yusuf atas segala jerih payah, pengorbanan, do’a, dan kasih sayang beliau berdua dalam mengasuh, membesarkan dan membimbing saya dengan keringat dan air mata sampai saat ini. Demikian halnya kepada kedua mertua saya Ibunda Hj. Dida Farida dan ayahanda Drs. H. Anwar Hanafie, yang senantiasa memberi nasehat, motivasi, teladan dan telah banyak memberikan bantuan moril dan materil selama saya mengikuti program pendidikan ini.

Rasa terima kasih yang tak terhingga juga saya sampaikan kepada kakanda Dr. R.Yusa Herwanto, Sp.THT dan istri, Drg Yusmaini Maizir, dan khususnya kepada Dr. Rr. Suzy Indharty, Sp.BS, M.Kes yang telah banyak memberikan dukungan moral dan materil kepada saya selama pendidikan saya ini. Hanya Allah SWT yang dapat membalas semua kebaikan dan jasa-jasa beliau.

Dari hati yang tulus saya mengucapkan terimakasih yang tak terkira kepada suami tercinta Ir. Mohammad Ikhsan dan anak-anakku tersayang Ahmad Avicenna Ash-Shiddiq Ikhsan dan Aisyah Aulia Az-zahra Ikhsan atas pengertian, do’a, dorongan semangat kesabaran, dan kesetiaan yang tulus dalam suka dan duka mendampingi saya selama pendidikan yang panjang dan cukup melelahkan.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah kita bersyukur dan kembali, semoga kita semua senantiasa diberi limpahan rahmat dan karunia-Nya.

Amin ya Robbal’alamin.

Medan, Januari 2008

(8)

DAFTAR ISI

Analisa Bioelectrical Impedance (BIA) ... 15

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Desain penelitian... 25

3.2 Tempat dan waktu penelitian ... 25

3.3 Populasi dan sample ... 25

3.4 Kriteria inklusi : ... 25

3.5 Besar sampel ... 26

3.6 Cara Kerja ... 27

3.7 Identifikasi variabel... 28

3.8 Rencana manajemen dan analisa data ... 28

3.9 Definisi operasional ... 29

3.10 Masalah etika ... 30

PROSEDUR KERJA ... 32

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 33

4.1. Karakteristik Sampel Penelitian... 33

Tabel 4.1 ... 34

4.2. Jenis Operasi Pada kedua kelompok Penelitian ... 34

Tabel 4.2 ... 34

4.3 Tinggi Blok Spinal Anestesi pada Preloading Cairan NaCl 3% dan NaCl 0,9% .. 36

Tabel 4.3 ... 36

4.4 Perubahan Hemodinamik (MAP dan Denyut Jantung)... 37

Tabel 4.41 ... 38

Tabel 4.42 ... 38

4.5 Analisa Cairan Intravaskular, Cairan Interstitial, dan Cairan Interselluler... 40

4.5.1. Cairan intravaskular ... 40

(9)

4.5.3. Cairan intraselluler ... 45

4.6. Perubahan Elektrolit Natrium, Kalium dan Clorida Sebelum dan Sesudah Spinal Anestesi ... 47

4.6.1. Perubahan natrium pre operasi dan post operasi ... 48

4.6.2. Perubahan kalium pre operasi dan post operasi ... 48

4.6.3. Perubahan elektrolit clorida pre operasi dan post operasi... 49

4.7 Perubahan hematokrit sebelum dan sesudah operasi ... 50

BAB 5 PEMBAHASAN ... 51

BAB 6 KESIMPULAN & SARAN ... 55

Daftar Pustaka ... 57

LAMPIRAN 1... 1

Lampiran 2 ... 2

Lampiran 3 ... 4

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1

Gerakan cairan antara kapiler dan cairan interstitial ……… 10

Gambar 2

Efek hipernatremia terhadap otak dan respon adaptasi ……… 13

Gambar 3

Tubuh manusia sebagai sirkuit resistor dan kapasitor listrik ………. 14

Gambar 4

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1

Karakteristik Sampel Penelitian pada Kedua Kelompok ……… 30

Tabel 4.2

Jenis Operasi pada Kedua kelompok Penelitian ……… 31

Tabel 4.3

Tinggi Blok Spinal Anestesi pada Preloading Cairan NaCl 3% dan NaCl 0,9% … 31

Tabel 4.4.1

MAP sebelum Preloading, setelah 30 Menit preloading dan setelah blok spinal anestesi ……….. 33

Tabel 4.4.2

Denyut Jantung sebelum Preloading, setelah 30 menit preloading dan setelah blok spinal anestesi ………. 34

Tabel 4.5.1

Cairan intravascular sebelum preloading, setelah 5,10,15,20,25 dan 30 menit preloading dan setelah blok spinal anestesi pada kedua kelompok penelitian …. 36

Tabel 4.5.2

Cairan interstitial sebelum preloading, setelah 5,10,15,20,25 dan 30 menit preloading dan setelah blok spinal anestesi pada kedua kelompok penelitian ……….. 38

Tabel 4.5.3

Cairan interselluler preloading, setelah 5,10,15,20,25 dan 30 menit preloading dan setelah blok spinal anestesi pada kedua kelompok penelitian ……….. 40

Tabel 4.6.1

(12)

Tabel 4.6.2

Perubahan kalium preoperasi dan post operasi ………. 42

Tabel 4.6.3

Perubahan clorida preoperasi dan post operasi ……….. 43

Tabel 4.7

(13)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1

Perubahan Denyut Jantung pada masing-masing kelompok ……….. 34

Grafik 2

Perubahan MAP pada masing-masing kelompok ……….. 35

Grafik 3

Perubahan cairan intravascular pada masing-masing kelompok ………... 37

Grafik 4

Perubahan cairan interstitial pada masing-masing kelompok ………. 39

Grafik 5

Perubahan cairan interstitial pada masing-masing kelompok ………. 41

Grafik 6

Perubahan natrium pre operasi dan post operasi ……….. 42

Grafik 7

Perubahan kalium pre operasi dan post operasi ……….. 42

Grafik 8

Perubahan clorida pre operasi dan post operasi ……….. 43

Grafik 9

(14)

ABSTRAK

Latar belakang dan Tujuan : Spinal anestesi memblok sistem saraf simpatis yang selanjutnya akan memberikan efek-efek pada kardiovasklular sehingga pemberian cairan awal (preload) sebelum spinal anestesi merupakan hal yang lazim dilakukan untuk menghindari penurunan tekanan darah. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui efek volume intravaskular cairan hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% sebagai cairan preloading spinal anestesi.

Metode : Setelah mendapatkan persetujuan dari komite etik FK USU Medan, dikumpulkan sebanyak 67 sampel penelitian, laki-laki dan perempuan, umur 17-60 th, status fisik ASA 1-2, yang menjalani operasi elektif di IBP RSUP HAM Medan dan RS Haji Mina Medan. Penelitian ini memakai metode randomized clinical trial dengan tehnik single blind. Sampel dibagi menjadi dua kelompok secara randomisasi masing-masing subjek. Seluruh subjek mendapat cairan preloading NaCl 3% atau NaCl 09%. Kelompok A mendapat cairan preloading NaCl 3% dan kelompok B mendapat cairan NaCl 0,9%. Pengukuran dilakukan dengan alat BIA (Bioelectrical Impedance Analysis), diukur pada saat sebelum loading cairan, per 5 menit selama 30 menit pertama setelah loading cairan dan setelah spinal anestesi. Pengukuran dan loading cairan dilakukan oleh peneliti sendiri.

(15)

bermakna dengan GLM uji Wilk’s Lambda nilai p = 0,04 dan elektrolit kalium dengan p = 0,001, sementara nilai clorida tidak berbeda bermakna pre dan post operasi dengan nilai p = 0,07. Pada kelompok NaCl 0,9% perubahan natrium tidak berbeda bermakna (p= 0,70), kalium berbeda bermakna (p = 0,01) dan clorida tidak berbeda bermakna (p = 0,27). Hematokrit berbeda bermakna pada uji per kelompok dengan nilai p = 0,001. Namun lebih besar terjadi perubahan hemodilusi pada kelompok NaCl 0,9%.

Kesimpulan:

1. Efek volume intravaskuler tidak berbeda bermakna pada penambahan cairan saline hipertonis namun dapat mempertahankan hemodinamik stabil.

2. Cairan saline hipertonis NaCl 3% hanya sedikit menarik cairan dari intraselluler ke intravaskular

3. Pada penelitian ini tidak didapatkan waktu tercapainya distribusi cairan ke kompartemen tubuh

(16)

ABSTRACT

Background and Objective : Spinal anesthesia blocks sympatic nervous systems that will continue to affect cardiovascular thus an initial preload of fluid before a spinal anesthesia is commonly used to avoid a decrease in blood pressure. The aim of this study is to know the effect of hypertonic intravenous fluid of NaCl 3% and NaCl 0.9 % as a preloading fluid for spinal anesthesia.

Methode : After receiving an approval from the ethic committee of USU Medical Faculty, 67 sample were gathered, men and women, age 17 to 60 yrs old, ASA 1-2 physical status, who underwent an elective surgery in H. Adam Malik General Hospital Medan and H. Mina Medan. This study used a single blind randomized clinical trial. The samples are then divided randomly into two groups. Each subject received a preloading of NaCl 3 % or NaCl 0.9 % fluids (Na 2 mmol/ kgBW). Group A received NaCl 3 % and group B NaCl 0.9 % as preloading fluid. Bioelectrical Impedance Analysis device was used before loading the fluid, every 5 minutes for the first 30 minutes after loading fluid and after spinal anesthesia. The measurement and the loading of the fluid is operated by the researcher herself.

(17)

with a p value of 0.07. There is no difference in natrium alteration In NaCl 0.9% group (p=0.07), and no difference in chloride (p=0.27). A significant difference in hematocrite occurs in each group with a p value of 0.001, while a greater hemodillution alteration occurs in NaCl 0.9 % group.

Conclusion :

1. Effect intravascular volume has no significant difference in the addition of hypertonic saline fluid but hemodinamik still stable

2. NaCl 3% hypertonic saline fluid only extract a small amount of fluid from intracellular to intravascular space

3. In this study, it can’t determine the time needed for distribution of fluid to body compartment

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Spinal anestesi memblok sistem saraf simpatis yang selanjutnya akan memberikan efek-efek pada kardiovaskuler. Sistem saraf simpatis mempersarafi jantung pada reseptor dalam mempengaruhi denyut jantung dan kontraktilitas dan mempengaruhi pembuluh darah pada reseptor . Tekanan darah adalah hasil kali dari cardiac output dan tahanan perifer sistemik, dan cardiac output adalah banyaknya volume darah yang dipompakan jantung per menit (volume sekuncup x denyut jantung). Volume sekuncup dihasilkan dari preload, kontraktilitas jantung, dan after load. Maka bila saraf simpatis terblok akan terjadi penurunan denyut jantung, tahanan perifer sistemik, vasodilatasi sehingga tekanan darah menjadi turun.1,2

Pemberian cairan awal (pre load) sebelum spinal anestesi merupakan hal yang lazim dilakukan untuk menghindari penurunan tekanan darah. Biasanya pemberian cairan pre load adalah cairan isotonis misalnya kristaloid atau koloid. Banyaknya cairan diberikan lebih kurang 10-20 ml per kg BB, tergantung ketinggian blok spinal anestesi. Hal ini bisa ditolerir oleh pasien sehat dewasa muda. Namun pada pasien dengan kelainan jantung, umur tua pemberian cairan harus dengan hati-hati. Bila cairan berlebihan bisa menyebabkan edema paru oleh karena fungsi jantung pada pasien geriatri sudah menurun (ventrikular stiffness), demikian juga pada pasien kelainan jantung.1,2

(19)

Cairan saline hipertonis bermacam-macam konsentrasinya (1,8%-7,5%). Telah banyak penelitian sebelumnya cairan ini dapat digunakan untuk kasus-kasus hipovolemik karena perdarahan6, preloading spinal anestesi,14,15 luka bakar10,kardiogenik, terapi oedem serebral di ICU maupun operasi craniotomi 7 dan resusitasi pasien-pasien sepsis di ICU.9

Pemberian cairan hipertonis melalui vena perifer haruslah menjadi perhatian. Osmolaritas yang dianjurkan untuk menghindari terjadinya thrombophlebitis adalah 1000 mOsm. Osmolaritas cairan NaCl 3% adalah 900 mOsm, sehingga pemberian masih bisa melalui vena perifer. Di Indonesia umumnya cairan saline hipertonis yang ada di pasaran adalah NaCl 3%, maka pada penelitian ini digunakan NaCl 3% oleh karena cairan tersebut lebih mudah didapat dan juga murah harganya dan menghindari terjadinya thrombophlebitis.

Semua sesuatu yang hidup terdiri dari sel. Membran sel merupakan larutan konsentrat kimiawi dan garam yang mempertahankan gradien konsentrasi ion intraselluler dan extraselluler. Gradien ini yang menghasilkan perbedaan potensial listrik melewati membran. Hal ini yang mempertahankan kehidupan sel. Dengan kata lain, tubuh mempunyai sifat kelistrikan, di mana tubuh merupakan suatu konduktor yang baik dan suatu sirkuit biologis. 16

Bioelectrical Impedance analisis adalah pengukuran seluruh tubuh dari tangan ke kaki dengan berdasarkan konduksi dan non konduksi dari berbagai jaringan tubuh. Umumnya massa tubuh yang bukan lemak adalah jaringan konduktif seperti otot, dan lemak merupakan jaringan non konduktif. Impedance adalah suatu ukuran bagaimana arus diperlambat atau dihentikan ketika ia melalui suatu jaringan. Maka jaringan lemak mempunyai impedance yang tinggi dan otot mempunyai impedance yang rendah. Impedance diukur dengan memakai arus listrik yang kecil melalui dua elektroda dan menentukan perbedaan voltase dengan pasangan elektroda lain. 16,17

(20)

intravascular dan interstitial). Dengan BIA dapat ditentukan berapa banyak cairan yang ditarik dari intraselluler ke dalam intravaskular. 16,17

Dalam penelitian ini digunakan BIA untuk menentukan volume cairan masing-masing kompartemen. Bila dibandingkan dengan pengukuran central venous cathether (CVC) yang bersifat invasif, pengukuran BIA lebih menguntungkan oleh karena lebih aman dan bersifat non invasif.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan efek volume intravaskular preloading cairan hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% pada spinal anestesi

1.3 Hipotesa

Terdapat perbedaan efek volume intravaskular preloading cairan hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% pada spinal anestesi

1.4 Tujuan umum:

Untuk mendapatkan dosis dan cairan preloading yang tepat pada tindakan spinal anestesi

Tujuan Khusus:

a. mengetahui efek volume intravaskular preloading cairan hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% pada spinal anestesi.

b. mengetahui waktu tercapainya efek volume dengan preloading cairan hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% pada spinal anestesi

c. mengetahui distribusi cairan pada kompartemen tubuh (intravascular, interstitial, dan interselluler) dengan preloading cairan hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% pada spinal anestesi

(21)

e. mengetahui kenaikan jumlah natrium dalam darah dengan preloading cairan hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% pada spinal anestesi

1.5 Manfaat :

a. mendapatkan cairan yang tepat untuk preloading spinal anestesi terutama untuk pasien-pasien geriatri dan kelainan jantung

b. sebagai bahan acuan penelitian lanjutan dengan menggunakan jumlah kasus yang lebih besar

(22)
(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Spinal anestesi adalah salah satu jenis anestesi regional. Banyak terminologi tentang spinal anestesi ini, bisa dikatakan subarachnoid analgesia, subarachnoid blok atau subarachnoid anestesi. Tempat kerja anestesi ini adalah di ujung saraf dan anestesi lokal diinjeksikan ke ruang subarachnoid dalam cairan serebrospinalis.1 Ruang subarachnoid terbentang dari foramen magnum sampai ke daerah sakral ke-2 (S2) pada orang dewasa dan sakral ke-3 (S3) pada anak-anak. Injeksi anestesi lokal ini memberikan respon fisiologi yang bermakna oleh karena di dalam columna vertebralis terdapat susunan saraf otonom, yaitu saraf simpatis (keluar dari daerah torakolumbal) dan saraf parasimpatis (keluar dari kraniosakral). 1,2

Oleh karena saraf simpatis cabang-cabang sarafnya keluar dari daerah torakolumbal, maka ketika spinal anestesi saraf simpatis akan terblok. Respon fisiologis yang terpenting pada saat spinal anestesi adalah pada sistem kardiovaskuler. Hal ini karena terjadi denervasi simpatis dan tingginya blok saraf. Ada beberapa aspek efek kardiovaskular akibat spinal anestesi.

• Denervasi sistem saraf simpatis

Akibat denervasi sistem saraf simpatis maka akan terjadi vasokonstriksi sebagai reaksi kompensasi dari efek vasodilatasi perifer pada daerah yang terblok. 2

• Sirkulasi arterial

(24)

pembuluh darah lebih kurang 15-18% pada orang normal yang selanjutnya akan memepengaruhi cardiac output dan tekanan darah seterusnya. 2

• Sirkulasi vena

Pembuluh darah vena dan venula tidak begitu peka terhadap tonus autonom yanhg bisa berubah akibat obat-obatan sehingga dapat terjadi vasodilatasi maksimal. Hal ini bisa dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik intraluminal yang bergantung pada gravitasi bumi. Jika terjadi blok pada darah vena di bawah atrium kanan, gravitasi akan menyebabkan darah berkumpul di pembuluh darah. Tapi bila blok terjadi di atas level atrium kanan maka darah akan kembali ke jantung. Hal ini yang akan mempengaruhi aliran balik vena (venous return) yang selanjutnya akan mempengaruhi tekanan darah.2

• Cardiac output

Hal yang sangat mempengaruhi cardiac output adalah pre load. Pada orang normovolemia dengan posisi kaki di atas jantung cardiac aout put tidak akan berubah. Pada posisi kepala di atas, kaki di bawah akan menyebabkan penurunan aliran balik vena ke jantung dan selanjutnya akan menyebabkan penurunan cardiac output.2

• Denyut jantung

(25)

di atas (bila blok spinal anestesi sudah menetap) untuk meningkatkan aliran balik vena.2

• Tekanan darah (Mean arterial bloood Pressure /MAP)

Terjadi penurunan MAP kira-kira 15% pada blok tinggi spinal oleh karena penurunan afterload dan selanjutnya menurunkan tahanan perifer sistemik.2

• Oksigenasi miokard jantung

Penurunan MAP akan menyebabkan penurunan aliran darah ke koroner. Pada orang normal, Hackel dkk menemukan bahwa penurunan MAP dari 119,5 mmHg ke 67,20 mmHg selama spinal anestesi akan menurunkan aliran darah ke koroner 153.2 ml/100gr/menit ke 73,6 ml/100 gr/menit. Penurunan 48% penyediaan oksigen ke miokard oleh karena penurunan 53% kebutuhan oksigen. Konsumsi oksigen miokard meningkat dari 16,1 ml/100 gr/menit menjadi 7,5 ml/100 gr/menit selama spinal anestesi. Penurunan kebutuhan oksigen miokard selama spinal anestesi dihubungkan dengan (1) penurunan after load, oleh karena tahanan selama ventrikel kiri memompakan darah selama sistolik berkurang sehingga kerja ventrikel kiri berkurang (2) penurunan preload, aliran balik vena dan cardiac output menurun sehingga jumlah darah pada kedua ventrikel juga berkurang (3) penurunan denyut jantung.2

• Aliran darah cerebral

(26)

mmHg s/d 63 mmHg pada orang normal. Pada pasien hipertensi mekanisme autoregulasi tidak berlaku. Penurunan MAP 50% pada orang hipertensi (dari 158 mmHg menjadi 79 mmHg) selama spinal anestesi maka akan terjadi penurunan 17% aliran darah cerebral (dari 47 ml/100gr/menit ke 38 ml/100gr/menit). Maka keadaan penurunan tekanan darah selama spinal anestesi pada orang hipertensi harus segera mungkin dikoreksi dibanding dengan orang normotensi. 2

• Aliran darah regional

Terjadi penurunan aliran darah ke hepar sebesar 10%

Penatalaksanaan hipotensi pada spinal anestesi

Hal yang terpenting pada penatalaksanaan hipotensi ini adalah oksigenasi dua organ penting yaitu jantung dan otak. Terapi fisiologis hipotensi selama spinal ini adalah memberikan preload yang cukup dengan menaikkan aliran balik vena ke jantung dan selanjutnya dapat memperbaiki cardiac output. Pada pasien normal penurunan tekanan darah sistolik sampai 30% segera diterapi. Pada pasien hipertensi segera dikoreksi jika tekanan darah sistolik turun sampai dengan 20%. Yang terpenting adalah monitor sistem kardiovaskular dan kesadaran.

Memperbaiki tekanan darah tidaklah dapat dilakukan dengan hanya satu terapi saja. Langkah-langkah untuk menaikkkan tekanan darah

1. pemberian vasopressor seperti ephedrin atau mephenteramine. 2.

posisikan pasien dengan tredelenburg, atau menaikkan kaki. 3.

berikan oksigen. 4.

(27)

anestesi pada blok simpatis saja namun bisa juga utnuk blok di atas T6. Langkah 2-4 menjadi prioritas. 2

Fisiologi Cairan

Jumlah seluruh cairan (Total Body water) adalah persentase dari total berat badan dan menurun secara progressif dengan kenaikan umur. Pada umur 60 tahun Total Body Water (TBW) menurun menjadi hanya 50% berat badan pada laki-laki oleh karena kenaikan dari jaringan adiposa (lemak). Banyaknya cairan sangat bervariasi pada setiap individu tergantung banyaknya jaringan lemak. Pada orang obesitas mempunyai rasio yang lebih rendah. Pada plasma terdapat 93% air, jaringan lemak 10-15% air, jaringan tulang 20% air. 3,4,20

Tubuh manusia terdiri dari lebih kurang 60% cairan pada dewasa (0,6 L/kg BB) dan pada neonatus 75-80% dengan proporsi lebih banyak cairan extraseluler dibandingkan orang dewasa. Cairan tersebut terbagi di intraselluler 75% (0,4 L/kg BB) dan extraselluler 25% (0,2 L/kg BB). Cairan extraselluler terbagi lagi yaitu cairan interstitial 80% (0,15 L/kg BB) dan cairan plasma intravaskular) berjumlah 20% (0,05 L/kg BB). Jadi misal pada orang dewasa 70 kg jumlah cairan seluruh tubuh 40 L, cairan intraselluler 25 L, cairan extraselluler 15 L yang terdiri dari cairan interstitial 12 L dan cairan plasma 3 L. Cairan plasma hanya 7,5% dari seluruh cairan tubuh namun dia memegang peranan penting dalam hemodinamik. Bila dilihat dari perbandingan di atas maka perbandingan volume cairan plasma dan interstitial adalah 1 : 3. 3,4,20

Bila dilihat dari perbandingan di atas maka perbandingan volume cairan plasma dan interstitial adalah 1 : 3. Maka hal ini yang menjadi landasan dalam penggantian cairan untuk kasus-kasus hipovolemia bila dengan cairan kristalloid (Na Cl 0,9%, Ringer Laktat, Ringer Asetat). Bila dipakai cairan koloid (albumin, HES) hampir 100% cairan berada di dalam intravaskular.

(28)

adalah gerakan ion-ion atau molekul-molekul dari daerah konsentrasi lebih tinggi ke daerah konsentrasi lebih rendah. Filtrasi adalah lewatnya zat terlarut dalam larutan melewati membran plasma. Filtrasi ini diatur oleh tekanan hidrostatik. Pada kapiler air dan molekul-molekul yang kecil melewati dinding kapiler. Reabsorbsi terjadi oleh karena adanya tekanan osmotik. Semakin tinggi konsentrasi larutan akan semakin tinggi tekanan osmotik. Perpindahan air tidak akan keluar lagi dari kapiler dengan adanya tekanan hidrostatik, jadi tekanan osmotik dan hidrostatik saling berhubungan erat. 3,4,20

Gambar 1. gerakan cairan antara kapiler dan cairan interstitial

(29)

Cairan saline hipertonis

Saat ini cairan infus yang dipakai bermacam-macam jenisnya baik cairan untuk resusitasi mau pun untuk cairan rumatan. Salah satu cairan resusitasi yang dipakai saat ini adalah cairan saline hipertonis. Banyak literatur yang menyebutkan bahwa saat ini cairan saline hipertonis ni telah banyak digunakan untuk kasus-kasus hipovolemia karena perdarahan 5, resusitasi pasien-pasien kritis di ICU 9, luka bakar 8,10, operasi jantung 11,12, kraniotomi 7, preloading cairan sebelum spinal anetesi 14,15, dan pasca pembedahan.

Pada keadaan sepsis terjadi respons inflamasi sistemik, vasodilatasi perifer, depresi miokard dan kurangnya volume intravaskular. Oleh karena itu dengan cairan saline hipertonis sebagai cairan resusitasi untuk menangani hemodinamik secara cepat dapat dikurangi volume cairan 9 . Begitu juga dengan keadaan shock pada luka bakar, mengurangi terjadi kejadian kelebihan cairan. Pada luka bakar juga terjadi penurunan nilai albumin, sebagai bahan untuk mempertahankan tekanan onkotik pada kapiler sehingga pemberian cairan harus dipantau dengan ketat.8,10

Cairan saline hipertonis merupakan cairan dengan osmolaritas 900 mosm/L, tiga kali lebih besar dari osmolaritas plasma. Dengan osmolaritas yang lebih besar maka cairan interselluler dapat ditarik masuk ke dalam cairan ekstraselluler yaitu ke dalam vaskular. Perpindahan cairan dan perubahan osmolaritas dapat diprediksi. Air dapat melewati membran sel dengan mudah dan berdistribusi secara pasif sebagai respion akibat perbedaan osmolaritas. Jumlah elektrolit natrium dari cairan membatasi cairan yang infuskan ke extraselluler.

Misal pemberian cepat infus 1000 ml NaCl 3% kepada orang 70 kg (dengan TBW 42 liter, ICF 23 liter, ECF 19 liter)

Sebelum diinfuskan cairan hipertonis.

Total isi cairan tubuh : 42 x 290 = 12.180 mOsm

ECF : 19 x 290 = 5.510 mOsm

(30)

Setelah diinfuskan :

Total Body water : 42 + 1 = 43 liter

Total isi cairan tubuh : 12.180 + 900 = 13.080 mOsm

ECF isi cairan tubuh : 5.510 + 900 = 6410 mOsm

ICF isi cairan tubuh : 6670 mOsm

Perkiraan

Osmolality akhir : 13.080 / 43 = 304 mOsm/L

Volume ECF : 6410 / 304 = 21.1 liter

Volume ICF : 6670 / 304 = 21.9 liter.

Dari uraian sebelumnya dapat dilihat bahwa dengan kenaikan volume ECF 2,1 liter yaitu dengan kira-kira 500 ml cairan terdapat di dalam intravaskular sehingga volume darah akan naik kira-kira 10%. Sehingga dengan demikian maka volume cairan yang diperlukan untuk mempertahankan hemodinamik lebih sedikit dibanding cairan kristaloid, Dengan kenaikan osmolaliti akan disensasi oleh osmoreseptor di hypothalamus dan ini merupakan stimulus yang baik untuk mensekresi ADH menahan air di ginjal. Maka rasa haus akan timbul. Kenaikan volume darah kira-kira di bawah level sensitivitas reseptor volume. Reseptor volume akan berespon pada perubahan volume darah di atas 7 sd 10%. Efeknya akan menghambat sekresi ADH. Kenaikan osmolality juga akan menyebabkan ekskresi natrium. Ekspansi volume akan merangsang sekresi atrial natriuretic factor (ANF), sehingga sekresi aldosterone akan terhambat akibat penurunan produksi renin dan angiotensin. Sehingga akhirnya perubahan ini akan menyebabkan natriuresis dan ekskresi air. 7

(31)

akan terlihat jelas pada klinis.7,12,13 Namun hal ini terjadi pada keadaan hiponatremia kronis yang diberi cairan hipertonis segera oleh karena hiperotnisitas secara mendadak. Pada keadaan normonatremia sangat jarang terjadi perubahan mental akibat pemberian cairan hipertonis. 12,13

(32)

gambar 2. Efek hipernatremia terhadap otak dan respon adaptasi

Analisa Bioelectrical Impedance (BIA)

(33)

Pada tubuh yang sehat terdapat sel membran yang mempunyai lapisan lipid yng bersifat non konduktif di antara dua molekul protein yang bersifat konduktif. Lapisan lipid ini bersifat soluble terhadap air sehingga air, ion-ion dan bahan-bahan kimia lainnya dapat keluar masuk sel. Dengan kata lain, tubuh mempunyai sifat kelistrikan, di mana tubuh merupakan suatu konduktor yang baik dan suatu sirkuit biologis. 16 Pada tahun 1940 perubahan status hidrasi dapat dihubungkan dengan perubahan total resistansi dan reaktan kapasitan. Dr. Jan Nyboer yang pertama sekali menghubungkan perubahan bioelectrical impedance dengan perubahan pulsasi aliran darah ke organ, gelombang pulsasi arteri dan respirasi. Hubungan antara total body water dan pengukuran elektrik diteliti pertama sekali oleh Thomasett pada tahun 1962.17

(34)

konduksi dari berbagai jaringan tubuh. Umumnya massa tubuh yang bukan lemak adalah jaringan konduktif seperti otot, dan lemak merupakan jaringan non konduktif. Jaringan lemak mempunyai kandungan air 20% sehingga tidak menghantarkan arus listrik dengan baik, hanya sejumlah kecil arus yang dapat melalui jaringan lemak sehingga jaringan lemak dianggap mempunyai impedance yang tinggi. Otot mempunyai kandungan air lebih banyak (75%) karena itu otot dianggap mempunyai impedance yang rendah.

Impedance (Z) mempunyai dua komponen yaitu resistance (R) dan reactance (Xc). Resistance (R) adalah jumlah arus yang mana jaringan akan menghentikannya. Reactance (Xc) adalah ukuran dari kemampuan jaringan untuk memperlambat arus. Membran sel dapat menyimpan atau menahan suatu muatan listrik untuk waktu yang singkat sehingga dapat memperlambat arus. Reactance merupakan kemampuan dari membran sel untuk memperlambat arus. Membran sel dapat dianggap sebagai kapasitor. Dan jaringan lemak merupakan resistor yang baik oleh karena jaringan lemak terdiri dari 80% fat. 16,17

Ada beberapa teori dasar yaitu tubuh dapat dianggap sebagai silinder. Maka Resistansi (R) adalah dianggap sebagai panjang (L) dan berbanding terbalik dengan diameter (A), sehingga volume adalah hasil kali dari panjang dan diameter. Jaringan lemak terdiri dari 80% fat sehingga jaringan lemak merupakan resistor yang baik. Hubungan ini lebih kompleks pada sistem tubuh kita karena berbagai faktor dan variabel termasuk dalam penghitungan akhir. Perubahan dalam volume, panjang dan lebar, elektrolit, suhu semuanya mempunyai efek resistansi biologi. 18

(35)

Pemakaian elektroda BIA

Impedance (Z) mempunyai dua komponen yaitu resistance (R) dan reactance (Xc). Resistance (R) adalah jumlah arus yang mana jaringan akan menghentikannya. Reactance (Xc) adalah ukuran dari kemampuan jaringan untuk memperlambat arus. Membran sel dapat menyimpan atau menahan suatu muatan listrik untuk waktu yang singkat sehingga dapat memperlambat arus. Nilai reactance yang tinggi mengindikasikan kesehatan yang lebih baik dan integritas membran sel. Maka secara teori reactance adalah pengukuran volume capacitance membran sel dan pengukuran secara tidak langsung volume intracelluler atau massa sel tubuh (body cell mass). Di mana lemak, keseluruhan cairan tubuh (total body water) dan cairan ekstraselluler adalah merupakan tahanan (resistance) hanya membran sel yang merupakan rectance. Oleh karena sel jaringan lemak tidak dikelilingi membran sel maka reactance tidak dipengaruhi oleh jumlah lemak tubuh.

Konduktor adalah sesuatu yang dapat menyimpan muatan listrik, penyimpannya disebut kapasitan (capacitance), kebalikannya adalah reaktan (reactance) dan bila di diukur hubungan resistansi dan reaktan menjadi phase

angle. Membran sel dapat dianggap sebagai kapasitor. Dan jaringan lemak

(36)

dapat menggambarkan adanya suatu penyakit atau tidak. Kapasitansi ini dapat dianggap sebagai tahanan vaskular perifer.

Impedance

Reactance

Vector phase angle

Resistance

Phase angle ( ) = Arc Tan Reactance

---

Resistance

Nilai phase angle berkisar antara 00 – 900. Derajat 0 bila sirkuit tersebut hanya bersifat resistif (tidak ada membran sel di sistem tersebut),dan nilai 90 jika sirkuit tersebut hanya bersifat kapasitif (semua berisi membran, tidak ada cairan). Nilai phase angle pada orang sehat berkisar antara 3 – 10. Nilai phase angle rendah dihubungkan dengan reactance rendah atau dengan kematian sel atau dengan kerusakan selektivitas permeabilitas membrane sel. Nilai phase angle tinggi dihubungkan dengan reactance yang tinggi dan besarnya jumlah membrane sel dan massa sel tubuh (body cell mass). Maka nilai phase angle yang rendah terlihat pada pasien ICU yang sakit akut, kelebihan cairan yang banyak, malnutrisi, infeksi HIV/AIDS, kanker, alkoholik kronis, pecandu narkotik, umur tua ( 80-100 tahun).

(37)

tidak ada arus yang dihantarkan melaluinya. Pada frekuensi yang rendah, semua arus yang dihantarkan melalui tubuh akan dilewatkan hanya melalui cairan ekstraselluler sehingga hanya memungkinkan pengukuran ekstraselluler saja. Frekuensi lebih dari 50 kHz mampu melewati membran sel sehingga memungkinkan pengukuran substansi yang ada dalam dan di luar sel. Frekuensi kurang dari 50 kHz bisa untuk menilai komposisi tubuh16,17 Frekuensi 5 kHz hanya dapat mengukur cairan ekstraselluler dan frekuensi tinggi 500 kHz untuk mengukur keduanya yaitu cairan ekstraselluler dan intraselluler. 19

Dari keterangan-keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep dasar pengukuran bioelectrical impedance adalah jaringan tubuh manusia mempunyai sifat konduksi dan resistif yang berbeda, sehingga bila diberikan berbagai macam frekuensi akan menghasilkan impedance yang berbeda pula.

(38)

Telah banyak tulisan mengenai BIA sekitar 1600 literatur ditemukan di Inggris dari tahun 1996 dan 2003, dan sudah 450 tulisan dipublikasikan dalam tiga tahun terakhir ini.21 Selain dapat mengukur total body water (TBW) BIA juga dapat mengetahui status nutrisi dengan sensitivitas 22% dan spesifisitas 96% 22. Selain itu juga akurat dalam mengetahui fat free mass pada pasien paru obstruktif kronis dengan sensitivitas 86% dan spesifisitas 88%23. Dan pada pengukuran total body water (TBW), cairan interselluler, dan cairan ekstraselluler keakuratan BIA mencapai sensitivitas 86% dan spesifisitas 73-80%.24

Dalam penggunaan BIA ada beberapa kondisi atau faktor yang mempengaruhi keakuratan hasil (Tabel 1). Kondisi yang standard yaitu posisi tubuh, latihan fisik sebelumnya, intake makanan, temperatur kulit. Impedance dapat turun 4-15 Ω setelah 2-4 jam mengkonsumsi makanan, namun hal ini kesalahannnya lebih kecil dari 3%. Dalam memprediksi TBW dapat terjadi kesalahan 1.0-1.5 liter pada pasien-pasien berbaring lama. Hal ini berlangsung mulai ketika lima menit setelah pasien berbaring.

Puasa atau tanpa alkohol

> 8 jam

Makin pendek waktu puasa makin baik

Isi kandung kemih

Isi kandung kemih tidak penuh

Keadaan kulit Masalah temperature Tidak ada luka di daerah elektroda

Posisi elektroda

(39)

Ekstremitas Abduksi Jarak lengan dari tubuh kira-kira 300 dan kaki kira-kira 450

Posisi tubuh Terlentang Untuk pasien rawat jalan

sebelum pengukuran BIA posisi terlentang 5-10menit

Lingkungan pengaruh listrik Tidak kontak dengan bahan-bahan logam

Bentuk tubuh Amputasi Untuk anggota gerak

pengukuran BIA tidak akurat, untuk pengukuran cairan tubuh tetap akurat

Obesitas Gunakan bahan isolator listrik misal handuk antara tangan dan tubuh

Kelainan jantung

Edema Ukur ketika kondisi pasien stabil

Elektrolit

hipotiroid Pachydermia Tidak akurat karena resistansi kulit tinggi

Obat yang mempengaruhi keseimbangan air

Steroid, hormon, diuretik Ukur bila kondisi pasien stabil

(40)

Punksi ascites Gunakan protokol khusus, buat prosedur pengukuran

Protesa

orthopedi atau implant

Misal protese hip Pengukuran pada daerah tubuh yang tidak ada protese

(41)

KERANGKA KONSEPTUAL

Preloading cairan

NaCl 3% NACl 0,9%

INTRAVASKULAR

BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS

(BIA)

Vasodilatasi

Cardiac output

Tekanan Darah

Cardiac Output

Tekanan Darah Tekanan Darah,

elektrolit Na, K,Cl

Jumlah cairan interstitial Jumlah cairan intravascular Jumlah cairan interselluler

(42)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian

Penelitian ini memakai metode randomized clinical trial dengan tehnik pengukuran single blind untuk mengetahui perbedaan effektivitas pemberian Na 2mmol / kg BB dalam cairan NaCl 3% dan NaCl 0,9% pada preloading anestesi terhadap efek volume intravaskular.

Randomisasi dilakukan dengan cara randomisasi sederhana (simple randomization) dengan tabel random. .

Peneliti sendiri yang akan mengobservasi pasien dari sejak awal sebelum pre loading sampai post operasi. Dan yang melakukan spinal anestesi adalah PPDS Anestesiologi & Reanimasi FK USU Medan semester 2 ke atas.

3.2 Tempat dan waktu penelitian

Tempat : Ruang operasi RS Haji Adam Malik dan RS Haji Mina Medan Waktu : bulan Oktober s/d Desember 2007

3.3 Populasi dan sample

Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang menjalani pembedahan dengan spinal anestesi di RS Haji Adam Malik dan RS Haji Mina Medan

Sample penelitian adalah pasien dengan PS ASA 1-2 yang akan menjalani pembedahan elektif dengan spinal anestesi.

3.4 Kriteria inklusi :

a. Pasien PS ASA 1 – 2 b. Umur 17 – 60 tahun

(43)

d. serum elektrolit normal (natrium, kalium, Clorida)

e. tinggi blok spinal anestesi tidak lebih dari Th 8-10

Kriteria eksklusi :

a. Pasien dengan kontraindikasi spinal anestesi

b. Pasien dengan kelainan jantung

c. Pasien dengan gangguan ginjal

d. Pembedahan darurat

e. hiponatremia / hipernatremia

f. Pasien dengan riwayat cedera kepala

g. Penurunan tekanan darah lebih dari 20% tekanan darah basal setelah spinal puncture

h. Pasien mendapat terapi cairan tambahan koloid atau efedrin

i. Pasien dengan penyakit mengandung cairan (misal kista ovarium)

3.5 Besar sampel

Selisih minimal yang dianggap bermakna (X1 – X2) = 6

Besar sample untuk tiap kelompok adalah 34 orang.

(44)

3.6 Cara Kerja

Dalam penelitian ini setelah sample dimasukkan dalam kriteria inklusi dan eksklusi dan mendapat informed consent pasien dibagi secara random menjadi dua kelompok. Randomisasi dilakukan dengan cara randomisasi sederhana (simple randomization) dengan menggunakan tabel random.

Kelompok A : untuk angka 0 – 4, kelompok yang mendapat NaCl 3%

Kelompok B : untuk angka 5 – 9, kelompok yang mendapat NaCl 0,9%

Pasien diinfus dengan cairan maintenance Ringer Laktat atau Ringer Asetat sebanyak 2 ml / kg BB / jam di ruangan perawatan pasien pada sore atau malam hari sebelum operasi (sejak puasa). Pada hari operasi di ruangan premedikasi dinilai dahulu tekanan darah (MAP) dan diukur jumlah cairan interselluler, intravaskular dan cairan interstitial dengan BIA.

Cara pengukuran dengan BIA :

1. Pasien dalam keadaan tidur terlentang dengan kedua ekstremitas kaki dan tangan di regangkan sedikit tidak menyentuh badan ketika pengukuran bioimpedance .

2. Daerah tangan dan kaki yang akan sebagai daerah penempelan elektroda dibersihkan dahulu dengan alkohol 70%.

3. Elektroda ditempelkan di tangan dan kaki yang berseberangan dengan apeks jantung (normal di sebelah kanan).

(45)

pasien disiapkan untuk spinal puncture, pasien dimiringkan lateral dekubitus untuk dilakukan spinal anestesi dengan bupivacain 0,5% 2 ml dan diposisikan supine dan dinilai tingginya blok spinal anestesi. Dan dilakukan kembali pengukuran tekanan darah dan jumlah cairan tubuh dengan BIA.

a. bila tekanan darah, nadi baik beri cairan RL / RA maintenance

b. bila tekanan darah, nadi turun beri cairan koloid dan efedrin 5% 5-10 mg bila perlu

Pengukuran tekanan darah (MAP) dan jumlah cairan setiap kompartemen dilakukan sebelum preloading, setelah preloading (per 5 menit selama 30 menit), setelah spinal puncture dan setelah spinal anestesi.

Post operasi diperiksa kadar hematokrit, elektrolit (Na, K, Cl) dan analisa gas darah. Cairan post operasi diberikan Ringer laktat atau Ringer Asetat sesuai dengan kebutuhan maintenance pasien. Bila hipernatremia (Natrium > 145) beri cairan dekstrose 5% atau D5NaCl 0,45% sesuai dengan rumus :

( natrium yang diinfuskan – serum natrium)

Perubahan serum Na = ___________________________________

Total body water + 1

3.7 Identifikasi variabel

Variabel independen : cairan hipertonis NaCl 3%, NaCl 0,9%

Variabel dependen : tekanan darah (MAP), nadi, jumlah cairan intraselluler, cairan ekstraselluler, cairan intravaskular, kadar elektrolit (natrium, kalium, clorida)

3.8 Rencana manajemen dan analisa data

(46)

Batas kemaknaan : 5%

Interval kepercayaan : 90%

3.9 Definisi operasional

Pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah keadaan tekanan darah (MAP), jumlah cairan intraselluler, cairan ekstraselluler, cairan intravaskular, kadar elektrolit (natrium, kalium, clorida) dalam pemberian NaCl 3% dan NaCl 0,9% pada pre loading spinal anestesi.

• NaCl 3% : cairan saline hipertonis dengan osmolaritas 900 mOsm/L. Diberikan dengan volume sebanding dengan natrium 2 mmol/ kg BB. Kadar natrium dalam cairan NaCl 3% adalah 513 Meq/liter. (Meq ~mmol).

• NaCl 0,9% : cairan saline isotonis dengan osmolaritas 301 mOsm/L. Diberikan dengan volume sebanding dengan natrium 2 mmol / kg BB. Kadar natrium dalam cairan NaCl 0,9% adalah 154 Meq / liter.

• Tekanan darah : hasil kali cardiac output dan tahanan perifer sistemik. Diukur dengan tensimeter elektrik PM 5000 MINDRAY. Tekanan darah yang didapat adalah sistolik / diastolik mm Hg diubah ke minimal arterial pressure (MAP).

sistolik + (2 x diastolik)

MAP = ____________________________ mm Hg 3

• Cairan intraselluler : cairan di dalam sel. Besarnya 75% dari seluruh cairan tubuh. Diukur dengan alat BIA yaitu Maltron Bioscan 916

• Cairan interstitial : cairan di luar sel. Besarnya 80% dari jumlah cairan ekstraselluler. Diukur dengan alat BIA yaitu Maltron Bioscan 916

(47)

• Kadar elektrolit :

Natrium : Nilai normal : 135 – 145

Kalium : Nilai normal : 3,5 – 4,5

Clorida : Nilai normal : 98 -

Diukur dengan alat laboratorium di RS Haji Adam Malik Medan dan RS Haji Mina Medan.

3.10 Masalah etika

Dalam penelitian ini dilakukan spinal anestesi dengan ketinggian blok maksimal pada Thorakal 8- 10. Pada spinal anestesi bisa terjadi beberapa kemungkinan :

a. total blok spinal anestesi. Hal ini bisa terjadi ketika spinal anestesi tergantung pada kecepatan memberikan obat spinal anestesi, posisi pasien saat spinal anestesi. Penanganannya adalah dengan menjaga jalan nafas dan memberikan oksigen 100% kalau perlu intubasi, memberikan cairan koloid dan efedrin dan siap dengan obat-obat darurat (misal adrenalin, sulfas atropine) dan alat-alat darurat (misalnya set intubasi dan DC-Shock)

b. Terjadi post dural puncture headache (PDPH). Hal ini bisa terjadi karena kebocoran cairan serebrospinal ketika spinal puncture dengan menggunakan spinocan nomor besar (no 23 G ke atas). Insiden kejadian PDPH Di RS Adam Malik Medan dan RS Haji Mina Medan dilakukan dengan spinocan yang sudah cukup baik yaitu nomor 25 G – 27 G sehingga insiden PDPH sudah sangat jarang terjadi. Namun bila terjadi dapat diatasi dengan posisi pasien tetap berbaring terlentang selama minimal 24 jam dan rehidrasi cukup adekuat.

(48)

dewasa muda yang sehat. Namun untuk mengantisipasi terjadinya shock maka sudah disiapkan cairan koloid dan efedrin. Maka bila terjadi shock segera diberikan efedrin 5-10 mg, dan cairan koloid sebanyak 250 ml. Bila perlu ditambah lagi efedrin 10 mg dan koloidnya sampai 2 ml/kg BB.

Dalam penelitian ini juga dilakukan preloading spinal anestesi dengan cairan saline hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% sebanyak natrium 2 mmol/kg BB. Pemberian dilakukan dengan cepat dalam 15 menit. Pemberian natrium secara cepat dapat dilakukan dengan ketentuan 1-2 mmol / kg BB dalam satu jam untuk menghindari terjadinya central pontine myelinisasi (CPM). Dalam pemberian natrium dapat menyebabkan hipernatremia (Na > 145) dan menimbulkan manifetasi klinis bila natrium > 160 Meq/L yaitu kejang dan penurunan kesadaran. Hal ini dapat dicegah dengan pengukuran secara tepat berapa jumlah natrium yang akan diberikan dan dapat diatasi dengan pemberian cairan hipotonis yaitu cairan dekstrosa 5% atau D5NaCl 0,45% dengan hitungan :

(natrium yang diinfuskan – serum Natrium)

Perubahan serum Na = ____________________________________

Total body water + 1

Misal seorang wanita 58 tahun 68 kg nilai natrium serum 168 mml perliter. Maka akan segera dikoreksi keadaan hipernatremianya dengan cara memberikan cairan infuse dekstrosa 5%. Perkiraan total body water = 34 liter (0,5 x 68)

Formula perubahan serum Na = (0-168) : (34+1) = -4,8

Tujuan akhir terapi -10 mmol per liter perhari = 10 : 4,8 = 2,1 liter dengan menambahkan 1,5 liter (IWL) = 3,6 liter larutan dekstrosa 5%.

(49)
(50)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Sampel Penelitian

(51)

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Penelitian pada Kedua Kelompok

4.2. Jenis Operasi Pada kedua kelompok Penelitian

Jenis operasi terbanyak dalam penelitian ini adalah orthopedi pada kelompok NaCl 3% 15 (42,9%O) kasus dan kelompok NaCl 0,9% 14 (40,0%) kasus. Jenis operasi dianalisis dengan uji Chi square untuk menilai perbedan proporsi antara kedua kelompok penelitian didapatkan nilai p = 0,88 tidak signifikan.

Tabel 4.2 Jenis Operasi pada Kedua Kelompok Penelitian

Jenis Operasi ( ) Kelompok NaCl 3% Kelompok NaCl 0,9% p

Bedah digestif 8 ( 22,9%) 7 (20%)

Bedah orthopedi 15 ( 42,9%) 14 (40%)

Obstetri & Gynekologi 3 (8,6%) 6 (17,1%) 0,88 (NS)

(52)

Bedah plastik 1(2,9%) 1 (2,9%)

(53)

4.3 Tinggi Blok Spinal Anestesi pada Preloading Cairan NaCl 3% dan NaCl 0,9%

Tinggi blok spinal anestesi pada penelitian ini antara thorakal 12 sampai dengan thorakal 8. Dengan pengujian chi-square didapatkan p = 0,23.

Tinggi blok spinal terbanyak adalah pada thorakal 10 yaitu sekitar 33 (47,1%) sample. Tinggi blok spinal pada thorakal 8 jumlahnya 27 (38,6%) yaitu pada kelompok NaCl 3% adalah 12 (34,3%) dan pada kelompok NaCl 0,9% 15 (42,9%). Tinggi blok spinal thorakal 9 totalnya 1 (1,4%) yaitu pada kelompok NaCl 3% adalah 1 (2,9%) dan pada kelompok NaCl 0,9% tidak ada (0%) dan tinggi spinal thorakal 10 jumlahnya 33( 47,1%) yaitu pada kelompok NaCl 3% 20 (57,1%) dan kelompok NaCl 0,9% 13 (37,1%) dan blok spinal thorakal 11 totalnya 5 (7,1%) sample yaitu pada kelompok NaCl 3% 2,9% dan kelompok NaCl 0,9% 4 (11,4%) dan tinggi blok thorakal 12 berjumlah 4 (5,7%) sample yaitu pada kelompok NaCl 3% 1 (2,9%) dan kelompok NaCl 0,9% 3 (8,6%).

Tabel 4.3 Tinggi Blok Spinal Anestesi pada kedua kelompok Penelitian

_______________________________________________________________________ Tinggi Blok Spinal Kelompok NaCl 3% Kelompok NaCl 0,9% Total p

Thorakal 8 12 (34,3%) 15 (42,9%) 27 (38,6%)

Thorakal 9 1 (2,9%) 0 (0%) 1 (1,4%)

Thorakal 10 20 (57,1%) 13 (37,1%) 33 (47,1%) 0,23 (NS)

Thorakal 11 1 (2,9%) 4 (11,4) 5 (7,1%)

Thorakal 12 1 (2,9%) 3 (8,6%) 4 (5,7%)

(54)

4.4 Perubahan Hemodinamik (MAP dan Denyut Jantung) pada Preloading, Setelah 30 Menit Preloading Cairan dan Setelah Blok Spinal Anestesi.

(55)

spinal (Tabel 4.41) sementara pada kelompok NaCl 3% penurunan MAP sebesar 9 mmHg.

Tabel 4.41 MAP sebelum preloading, setelah 30 menit preloading, dan setelah blok spinal anestesi

Pada analisa dengan uji Mann-Witney U denyut jantung sebelum preloading

berbeda tidak bermakna berubah antar dua kelompok dengan rata-rata 81,22 (SD 11,94) pada kelompok NaCl 3% dan rata-rata 81,7 (SD 10,27) pada kelompok NaCl 0,9%. Terdapat perbedaan bermakna setelah 30 menit preloading cairan dan setelah blok spinal anestesi antara kedua kelompok dengan nilai p =0,01 dan p = 0,007. Denyut jantung pada setelah 30 menit setelah preloading cairan pada kelompok NaCl 3% 81 x/menit dan pada kelompok NaCl 0,9% 76x/menit. Denyut jantung setelah blok spinal anestesi pada kelompok NaCl 3% 73x/menit dan pada NaCl 0,9% 70x/menit. Namun bila diuji per kelompok dengan General Linear

Model Repeated Measurement didapatkan perbedaan bermakna denyut jantung

pada setiap kelompok.

Tabel 4.42 Denyut jantung sebelum preloading, setelah 30 menit preloading, dan setelah blok spinal anestesi dengan uji t - independent

(56)
(57)

4.5 Analisa Cairan Intravaskular, Cairan Interstitial, dan Cairan Interselluler Sebelum Preloading cairan, 30 Menit Pertama (per 5 Menit) Setelah Preloading, dan Setelah Blok Spinal Anestesi pada Kedua Kelompok Penelitian.

Perubahan cairan intravaskular, cairan interstitial dan cairan interselluler dianalisa sebelum preloading cairan, setelah preloading cairan dalam 30 menit pertama diukur per 5 menit dan setelah 15 menit blok spinal anestesi.

4.5.1. Cairan intravaskular

Cairan intravaskular antar kelompok dianalisa dengan uji t – independent ternyata berbeda tidak bermakna dari sebelum preloading, setelah 30 menit pertama preloading dan setelah blok spinal. Dan juga bila diuji dengan menggunakan GLM Repeated Measurement Test Wilks Lambda terdapat perbedaan tidak bermakna pada kelompok NaCL 3%, kelompok NaCl 0,9%

(58)

Tabel 4.5.1. Cairan intravaskular sebelum preloading, setelah 5,10,15,20,25 dan

30 menit preloading dan setelah blok spinal anestesi pada kedua kelompok penelitian

dengan uji t - independent

Cairan Intravaskular Kelompok NaCl 3% Kelompok NaCl 0,9% p Sblm preloading 3,32 (SD 77,9) 3,32 (SD 51,33) 0,98 (NS)

Stlh 5’ preloading 3,34 (SD 0,51) 3,4 (SD 0,51) 0,65 (NS)

Stlh 10’ preloading 3,35 (SD 0,66) 3,40 (SD 0,51) 0, 65 (NS)

Stlh 15’ preloading 3,39 (SD 0,64) 3,39 (SD 0,64) 0,99 (NS)

Stlh 20’ preloading 3,34 (SD 0,62) 3,39 (SD 0,52) 0,54 (NS)

Stlh 25’ preloading 3,39 (SD 0,69) 3,44 (SD 0,53) 0,76 (NS)

Stlh 30’ preloading 3,44 (SD 0,65) 3,44 (SD 0,54) 0,94 (NS)

Stlh blok spinal 3,37 (SD 0,58) 3,48 (SD 0,47) 0,41 (NS)

GLM p = 0,06 (NS) p = 0,0001 (S)

________________________________________________________________________

(59)

G

(60)

4.5.2 Cairan interstitial

Cairan interstitial dianalisa dengan uji Mann-Whitney U antar kelompok didapat pada sebelum preloading, setelah 30 menit pertama yang diamati per 5 menit setelah preloading, dan setelah blok spinal anestesi

berbedatidak bermakna (tabel 4.5.2.)

Tabel 4.5.2 Cairan interstitial sebelum preloading, setelah 5,10,15,20,25, dan 30

menit setelah preloading, dan setelah blok spinal anestesi pada kedua kelompok

penelitian dengan uji t - independent

___________________________________________________________________ Cairan Interstitial Kelompok NaCl 3% Kelompok NaCl 0,9% p

Sblm preloading 11,78 (SD 2,61) 11,83 (SD 1,61) 0,56 (NS)

Stlh 5’ preloading 11,79 (SD 2,16) 12,06 (SD 1,55) 0,53 (NS)

Stlh 10’ preloading 11,88 (SD 2,19) 12,11 (SD 2,19) 0,57 (NS)

Stlh 15’ preloading 11,91 (SD 2,15) 12,13 (SD 1,59) 0,76 (NS)

Stlh 20’ preloading 11,74 (SD 2,06) 12,13 (SD 1,59) 0,39 (NS)

Stlh 25’ preloading 11,77 (SD 2,11) 12,19 (SD 1,59) 0,50 (NS)

Stlh 30’ preloading 12,06 (SD 2,24) 12,22 (SD 1,61) 0,79 (NS)

Stlh blok spinal 11,74 (SD 2,60) 12,29 (SD 1,60) 0,34 (NS)

GLM p = 0,15 (NS) p = 0,006 (S)

(61)

Bila diuji per kelompok dengan General Linier Model Repeated

Measurement dengan uji Wilk’s Lamda didapatkan hasil berbeda tidak

bermakna jumlah cairan interstitial pada kelompok NaCl 3% sebelum preloading, setelah 30 menit preloading dan setelah blok spinal dengan nilai p 0,15, sementara pada kelompok NaCl 0,9% didapatkan berbeda bermakna jumlah cairan interstitial dengan nilai p 0,006.

(62)

Grafik 4. Perubahan cairan interstitial pada masing-masing kelompok

4.5.3. Cairan intraselluler

Cairan intraselluler juga dianalisa seperti pada cairan intravaskular dan interstitial. Didapatkan hasil dengan uji t – independent untuk mendapatkan rata-rata dan SD,didapatkan hasil sebelum preloading, setelah 30 menit preloading dan setelah blok spinal berbeda tidak bermakna pada antar kelompok.

(tabel 4.5.3)

Tabel 4.5.3 Cairan intraselluler sebelum preloading, setelah 5,10,15,20,25, dan

30 menit setelah preloading, dan setelah blok spinal anestesi pada kedua kelompok

penelitian dengan uji t - independent

___________________________________________________________________

Cairan interselluler Kelompok NaCl 3% Kelompok NaCl 0,9% p ___________________________________________________________________

Sblm preloading 17,47 (SD 4,11) 18,49 (SD 4,52) 0,27 (NS)

Stlh 5’ preloading 17,09 (SD 3,76) 18,59 (SD 5,10) 0,17 (NS)

Stlh 10’ preloading 16,74 (SD 3,85) 18,66 (SD 4,99) 0,83 (NS)

Stlh 15’ preloading 16,88 (SD 3,70) 18,77 (SD 4,88) 0,07 (NS)

Stlh 20’ preloading 17,22 (SD 3,64) 18,61 (SD 4,95) 0,25 (NS)

Stlh 25’ preloading 17,32 (SD 3,78) 18,80 (SD 5,06) 0,22 (NS)

Stlh 30’ preloading 16,92 (SD 3,90) 18,93 (SD 5,02) 0,07 (NS)

(63)

GLM p = 0,018 (S) p = 0,24 (S)

______________________________________________________________________

Dengan pengukuran GLM General Linear Model Repeated

Measurement dengan uji Wilk’s Lambda per kelompok di dapatkan hasil bahwa

(64)

INTERSEL

4.6. Perubahan Elektrolit Natrium, Kalium dan Clorida Sebelum dan Sesudah Spinal Anestesi

(65)

4.6.1. Perubahan natrium pre operasi dan post operasi

Elektrolit Natrium Kelompok NaCl 3% Kelompok NaCl 0.9% p Pre op 139.43 (SD 138.94 0.64 (NS)

Post Op 141.46 139.17 0.03 (NS)

GLM p = 0,043 (S) p = 0,704 (NS)

Tabel 4.6.1 Perubahan natrium pre operasi dan post operasi

Grafik 5 Perubahan natrium pre dan post operasi 4.6.2. Perubahan kalium pre operasi dan post operasi

Elektrolit Kalium Kelompok NaCl 3% Kelompok NaCl 0.9% p

Pre op 4.26 4.03 0.03 (NS)

Post Op 4.65 4.38 0.01 (S)

GLM p = 0,0001 (S) p = 0,001 (S)

(66)

Grafik 6

4.6.3. Perubahan elektrolit clorida pre operasi dan post operasi

Elektrolit Clorida Kelompok NaCl 3% Kelompok NaCl 0.9% p

Pre op 105.54 104.48 0.17 (NS)

Post Op 109.62 108.54 0.25 (NS)

GLM p = 0,074 (NS) p = 0,273 (NS) Tabel 4.6.3. Perubahan Clorida pre operasi dan post operasi

Grafik 7. Perubahan clorida pre dan post operasi

(67)

0,001

4.7 Perubahan hematokrit sebelum dan sesudah operasi

Hematokrit sebelum dan sesudah operasi antar kelompok didapat perbedaan bermakna.

Hematokrit Kelompok NaCl 3% Kelompok NaCl 0.9% P Pre op 39,09 (SD 4,13 ) 39,27(SD 5,58) 0,88 (NS) Post Op 38,2 (SD 4,36) 36,7 (SD 4,96) 0,94 (NS)

Tabel 4.7 Perubahan Hematokrit pre operasi dan post operasi

(68)

BAB 5 Grafik 8. Perubahan hematokrit pre dan post operasi

PEMBAHASAN

Dari data deskriptif di atas umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh dan tinggi blok berbeda tidak bermakna antara kedua kelompok sehingga dapat dikatakan sampel yang diambil relatif homogen.

(69)

Perubahan hemodinamik berbeda bermakna baik dalam MAP dan denyut jantung secara statistik namun secara klinis perubahan tersebut tidak begitu bermakna karena masih dalam batas normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa cairan saline hipertonis NaCl 3% sama baiknya dalam mempertahankan hemodinamik pada spinal anestesi. Karabeyoglu dkk, 2001 telah memperlihatkan hasil bahwa cairan saline hipertonis NaCl 3% sama effektifnya dalam mempertahankan hemodinamik dibandingkan dengan NaCl 0,9% dalam operasi TUR-P dengan spinal anestesi, Baraka dkk, 2000 juga memperlihatkan hasil yang sama dalam penelitiannya cairan saline hipertonis NaCl 3% dan cairan Ringer untuk operasi TUR-P dengan spinal anestesi. Xavier dan Iqbal, 2002 mendapatkan bahwa hipertonik sodium clorida (NaCl 3%) dan hipertonik sodium laktat sama baiknya dalam mempertahankan hemodinamik pada post operasi jantung CABG.

(70)

cairan interstital 80% (0,15L/kgBB) dan cairan plasma atau intravaskular berjumlah 20% (0,05 L/kgBB). Dalam penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada perubahan signifikan pada kedua kelompok dengan perubahan cairan intravaskular. Hal ini bisa disebabkan terlalu sedikitnya cairan yang ditambahkan ke dalam tubuh. Misal bila kita memberikan cairan NaCl 0,9% untuk 60 kg maka jumlah cairan NaCl 0,9% adalah 785 ml (Na 2mmol/kg BB), sehingga yang masuk ke dalam intravaskular hanya lebih kurang 196 ml, sementara TBW (Total Body Water) 36 liter. Kita ketahui bahwa NaCl 3% dan NaCl 0,9% sama-sama merupakan kristaloid namun berbeda osmolaritasnya. Dan sifat kristaloid adalah lebih banyak mengisi cairan interstitial dibandingkan intravaskular dan lebih cepat pindah ke kompartemen interstitial. Diharapkan dengan osmolaritas yang lebih tinggi daripada osmolaritas plasma dapat menarik cairan intraselluler ke intravaskular. Faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil pada penelitian ini adalah kecepatan pemberian infus cairan yang cepat sehingga kemungkinan cairan masih berada dalam sirkulasi sentral.

(71)

ke intravaskular. Cairan NaCl 3% lebih tinggi kadar osmolaritasnya dari darah sehingga kadar natrium lebih tinggi dalam darah. Sementara kadar kalium meningkat dan berbeda bermakna pada kedua kelompok. Hal ini bisa terjadi karena proses kerusakan sel pada operasi bisa menyebabkan shift kalium ke luar dari intrasel.

Perubahan Natrium yang dijumpai juga tidaklah sangat meningkat sehingga menimbulkan manifestasi klinis. Perubahan natrium dan kalium hanya berbeda bermakna secara statistik namun secara klinis tidak terlihat perubahan.

Perubahan hematokrit juga berbeda tidak bermakna antar kelompok, namun tetap berbeda bermakna bila diuji per kelompok. Ada perubahan hematokrit menjadi lebih kecil pada kedua kelompok namun lebih besar pada kelompok NaCl 0,9%. Hal ini menjadi logis oleh karena memang jumlah cairan pada kelompok NaCl 0,9% lebih besar tiga kali sehingga hemodilusi lebih besar. Jarvela K, dkk juga mendapatkan hal yang sama untuk perubahan kadar elektrolit dan hematokrit.

(72)

BAB 6

KESIMPULAN & SARAN

Kesimpulan :

1. Cairan saline hipertonis NaCl 3% hanya menarik sedikit cairan dari intraselluler ke intravaskular

2. Walaupun efek volume intravaskular tidak berubah signifikan pada penambahan cairan saline hipertonis namun hemodinamik dalam keadaan stabil, hal ini dikarenakan cairan saline hipertonis dapat meningkatkan kontraktilitas jantung.

3. Tidak didapat waktu tercapainya distribusi cairan ke kompartemen tubuh

(73)

1. Perlu penelitian lanjutan dengan menggunakan cairan koloid untuk menentukan efek volume inravaskular dengan menggunakan BIA.

(74)

Daftar Pustaka

1. B David. Regional anesthesia and analgesia W.B Saunders Company. USA. 1996 p 358-360

2. C Michael, O P Bridenbaugh, G M Nicholas, B J Sorin. Neural Blockade, In Clinical Anesthesia and management of Pain. Lippincott. Raven. Philadelphia. New York. USA 1998. p 203-235

3. Martini, Frederic, Fundamentals of Anatomy & Physiology seventh edition; Pearson. San Fransisco. USA. 2006. p 996-998

4. M Elaine. Human Anatomy and Physiology. third edition ; The Benjamin Cummings. 1995. p 664-665

5. J Andrea, C M Laura. Indications for and Implications of Using Hypertonic Saline. Critical Care Nurse vol 24 no 5 ;October 2004. p 37-39

6. K Robert. Hypertonic Saline Resuscitation in Anesthesia and Surgery. Current AnestesiologyReports 2000. p257-258

(75)

8. H Z Shi. Effects of Hypertonic Sodium Lactate Dextran 70 Resuscitation on Cardiac Function in severely Burned Dogs. Annals of Burns and Fire Disasters. 1997;10

9. O Roselaine, V Irineu. Clinical Review : Hypertonic Saline resuscitation in sepsis. Critical Care; Oktober 2002

10. Belba, Our Experience in the Treatment of Burn Shock by Hypertonic Lactated Saline Solution. Annlas of Burns and Fire Disasters Juni 2005;

18 (2)

11. M Iqbal, L Xavier; Metabolic and Hemodynamic Effects of Hypertonic Solutions. Sodium Lactate versus Sosium Chloride Infusion in Postoperative patients. Shock 2002; 18(4): 306-310

12. A Horacio, M Nicolaos. Hiponatremia. New England Journal Medicine. Agustus 2005; 342 (21): 1581-1587

13. A Horacio, M Nicolaos. Hipernatremia. New England Journal Medicine. Agustus 2005; 342 (22): 1493 -1497

(76)

15. J Kati, H Seppo. The Comparison of Hypertonic Saline (7,5%) and Normal Saline (0,9%) for Initial Fluid Administration Before Spinal Anesthesia. International Anesthesia Research Society. 2000

16. J. Rudolph. Fundamental of Bioelectrical Impedance Analysis,

rudyl@rjlsystems.com. February 1. 1998

17. J. Rudolph, Principles of Bioelectrical Impedance Analysis.

rudyl@rjlsystems.com. April 1997

18. Anonymous. Impedance Analysis Theory. file://local host/biotheorypage htm.

19. Ackland G L, Singh-Ranger D, Fox S, McClaskey B, Down J F, Farrar D, Sivaloganathan M, et al. Assessment of preoperative fluid depletion using bioimpedance analysis. British Journal Anaesthesia 2004; 92 (1): 134-136

20. G Arthur, The body fluid and kidneys, In : G, Arthur, Medical Physiology, 2005, p 292-295

21. K Ursula, B Ingvar, L Antonio, D Paul, E Marinos, G Jose, et al. Bioelectrical impedance analysis – part II : Utilization in clinical practice, Clinical Nutrition (2004) 23, p 1430-1453

(77)

23. H Simon. The Accuracy of bioelectric impedance analysis in assessing fat free mass in patients with chronic obstructive pulmonary disease. Evidence centre critical appraisal. 2004

24. R Petronella, K Bernard. Bioelectrical impedance measurements in patients with gastrointestinal disease: validation of the spectrum approach and a comparison of different methods for screening for nutritional depletion. American Journal of clinical nutrition. Vol 78; No 6. p 1111-1119

25. K Ursula, B Ingvar, L Antonio, D Paul, E Marinos, G Jose, et al. Bioelectrical impedance analysis – part I : review of principles and methods. Clinical Nutrition 2004; 23, p1226-1243

26. L Henry. Requirements for clinical use of bioelectrical impedance analysis (BIA). Agricultural research service. 2007

27. B Don, D J Boness, S J Iverson. Estimation of total body water in Hatbor seals: How useful is bioelectrical impedance analysis?. Marine mammal science October 1998; 14(4). P 765-777

28. D A Schoeller, A Luke. Bioelectrical impedance analysis prediction equations differ between African Americans and Caucasians, but it is not clear why. Nutritional science 2006

(78)
(79)

LAMPIRAN 1

Riwayat Hidup Peneliti

Nama : Dr. Rr. Sinta Irina

Tempat/Tgl Lahir : Medan, 27 September 1976

Agama : Islam

Alamat rumah : Taman Setia Budi Indah Blok E no: 50 Medan

No telepon : 061-8211659 / Hp 085230153231 - 77098943

Nama Ayah : H.R. Suyoto Yusuf

Nama Ibu : Dr. Hj. Asmah Yusuf, Sp.R

Status : kawin

Nama suami : Ir. Mohammad Ikhsan

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Sukabumi- Jawa Barat

Nama Anak : 1. Ahmad Avicenna Ash-Shiddiq Ikhsan

2. Aisyah Aulia Az-zahra Ikhsan

Riwayat Pendidikan :

1982 – 1988 : SD PKMI Methodist 7 Jl.Madong lubis no 7 Medan

1988 – 1991 : SMP Negeri 1 Medan

1991 – 1994 : SMA Negeri 4 Medan

Gambar

Tabel 4.1 ..............................................................................................................
Gambar 3
Tabel 4.7
Grafik 3 Perubahan cairan intravascular pada masing-masing kelompok …………………... 37
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh pelaku yang melanggar pranata sosial hukum Islam yang telah mendapatkan legitimasi religius dan sosiologis, secara akal sehat ( commonsense knowledge ) dapat dianggap

Pada tabel 20 menunjukkan bahwa grafem <m> direpresentasikan dengan grafem < > dapat ditemukan di semua posisi, baik awal, tengah, maupun akhir

Penggunaan kemasan plastik vakum akan memudahkan para pelaku usaha dalam melakukan proses pengemasan suatu produk, terutama bagi produk makanan ringan atau makanan

Dari hasil tes kesegaran jasmani yang telah dilakukan menunjukkan hasil rata-rata tingkat kesegaran jasmani siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Grabag Kabupaten Magelang, 2,69%

Perubahan social, pada umumnya remaja senang bergaul atau berada disekeliling teman sebayanya sebagai sesuatu kelompok tersendiri, baik untuk kegiatan sekolah maupun kegiatan di

Diantara ushul syariah (kaidah pokok syariat) adalah kaum muslimin diperintahkan untuk melaksanakan agama mereka, menunaikan hak-hak Allah ‘Azza wa Jalla dan menunaikan hak para

Oksigenasi merupakan salah satu intervensi kolaboratif yang dilakukan oleh perawat sebagai bagian dari tim kesehatan dalam upaya menyelesaikan masalah pasien terutama yang

argumen utama untuk kurs aluta yang fleksibel adalah bah#a kurs tersebut lebih realistis dibandingkan kurs tetap. Kurs fleksibel juga dapat membantu untuk men%egah defi%it