• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Efek Volume Intravaskular Preloading Cairan Hipertonis NaCl 3% Dan NaCl 0,9% Pada Spinal Anestesi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Efek Volume Intravaskular Preloading Cairan Hipertonis NaCl 3% Dan NaCl 0,9% Pada Spinal Anestesi"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN EFEK VOLUME INTRAVASKULAR

PRELOADING CAIRAN HIPERTONIS NaCl 3% DAN NaCl 0,9%

PADA SPINAL ANESTESI

TESIS

OLEH

Rr. SINTA IRINA

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN

(2)

PERBANDINGAN EFEK VOLUME INTRAVASKULAR

PRELOADING CAIRAN HIPERTONIS NaCl 3% DAN NaCl 0,9%

PADA SPINAL ANESTESI

TESIS

Oleh

Rr. SINTA IRINA

Pembimbing I

: dr. Hasanul Arifin, SpAn

Pembimbing II

: dr. Muhammad AR, SpAn

Tesis ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Spesialis Anestesiologi Program Pendidikan Dokter Spesialis I

Anestesiologi dan Reanimasi

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN

(3)

LEMBARAN PENGESAHAN

PERBANDINGAN EFEK VOLUME INTRAVASKULAR

PRELOADING CAIRAN HIPERTONIS NaCl 3% DAN NaCl 0,9%

PADA SPINAL ANESTESI

Menyetujui

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

dr. Hasanul Arifin, SpAn dr. Muhammad AR, SpAn

NIP. 130 702 001 NIP. 140 191 502

Penguji

Ketua Anggota

dr. Asmin Lubis, DAF, SpAn dr. Chairul Mursin, SpAn

NIP. 130 701 881 NIP. 130 605 510

Mengetahui

Ketua Program Studi Ketua Departemen

Anestesiologi dan Reanimasi Anestesiologi dan Reanimasi

FK USU-RSUP HAM FK USU-RSUP HAM

Medan Medan

dr. Hasanul Arifin, SpAn Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn, KIC

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobil’alamin. Segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT karena atas rahmat dan ridho – Nya saya berkesempatan mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesilogi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta menyusun dan menyelesaikan penelitan ini sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian pendidikan keahlian di bidang Anestesiologi dan Reanimasi. Shalawat dan salam saya sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-nya Radhiallahu’anhum yang telah membawa perubahan dari system kejahiliyahan ke system berilmu pengetahuan seperti saat ini. Semoga karya tulis ini merupakan sumbangsih bagi perkembangan Anestesiologi dan Reanimasi di Indonesia dan khususnya di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan rasa terima kasi dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di universitas ini

Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Fakultas ini.

Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, Rumah Sakit Umum Dr. SAoetomo Surabaya dan Rumah Sakit Haji Mina Medan yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar dan bekerja di lingkungan rumah sakit.

Dengan penuh rasa hormat, saya sampaikan terima kasih tak terhingga kepada dr. Hasanul Arifin, SpAn dan dr. Muhammad AR, SpAn dan juga dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. Kes sebagai pembimbing penelitian saya, dimana atas bimbingan pengarahan dan sumnag saran yang telah diberikan, saya dapat menyelesaikan penelitian ini pada waktunya.

(5)

Anggoro D, SpAn, KIC, dr. Puger Rahardjo, SpAn, KIC, dr. Selina Kusuma, SpAn, KIC dan lain-lain baik di Fakultas Kedokteran USU Medan maupun di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang dengan keikhlasan dan ketulusannya telah mendidik dan memberikan bimbingan kepada saya selama mengikuti program pendidikan ini.

Kepada seluruh pasien dan keluarganya di RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU dr. Soetomo Surabaya yang besar perannya sebagai “guru” kedua saya dalam menempuh pendidikan spesialis. Khususnya yang berperan serta dalam penelitian ini, rasa sakit mereka telah memotivasi saya untuk dapat memberikan yang terbaik dari ilmu yang saya dapatkan dan pelajari, saya ucapkan banyak terima kasih dan mohon maaf bila pelayanan saya kurang berkenan di hati.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh teman-teman Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi dan Reanimasi, Karyawan, paramedis Anestesilogi dan Reanimasi FK USU dan FK UNAIR yang telah banyak membantu dalam penyelesaian program pendidikan dan penelitian ini.

Rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga saya persembahan kepada kedua orang tua saya tercinta, khususnya ibunda dr. Hj. Asmah Yusuf, SpR dan ayahanda H.R. Soeyoto Yusuf atas segala jerih payah, pengorbanan, do’a, dan kasih saying beliau berdua dalam mengasuh, membesarkan dan membimbing saya dengan keringat dan air mata sampai saat ini. Demikian halnya kepada kedua mertua saya ibunda Hj. Dida Farida dan ayahanda Drs. H. Anwar Hanafie, yang senantiasa member nasehat, motivasi, teladan dan telah banyak memberikan bantuan moril dan material selama saya mengikuti program pendidikan ini.

Rasa terima kasih yang tak terhingga juga saya sampaikan kepada kakanda dr. R. Yusa Herwanto, SpTHT dan istri drg. Yusmaini Maizir, dan khususnya kepada dr. Rr. Suzy Indharty, SpBS, M. Kes yang telah banyak memberikan dukungan moral dan materil kepada saya selama pendidikan saya ini. Hanya kepada Allah SWT yang dapat membalas semua kebaikan dan jasa-jasa beliau.

Dari hati yang tulus saya mengucapkan terima kasih yang tak terkira kepada suami tercinta Ir. Mohammad Ikhsan dan anak-anakku tersayang Ahmad Avicenna Ash-Shiddiq Ikhsan dan Aisyah Aulia Az-zahra Ikhsan atas pengertian, do’a, dorongan semangat kesabaran, dan kesetiaan yang tulus dalam suka dan duka mendampingi saya selama pendidikan yang panjang dan cukup melelahkan.

Akhirnya hanya kepada Allah jualah kita bersyukur dan kembali, semoga kita semua senantiasa diberi limpahan rahmat dan karunia-Nya.

Amin ya Robbal’alamin

Medan, Januari 2010

(6)

DAFTAR ISI

Fisiologi Cairan ... 7

Cairan Saline Hipertonis ... 8

Analisa Bioelectrical Impedance (BIA) ... 10

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Desain Penelitian ... 18

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

3.3 Populasi dan sample ... 18

3.4 Kriteria inklusi ... 18

3.5 Besar Sampel ... 19

3.6 Cara Kerja ... 19

3.7 Identifikasi variabel ... 20

3.8 Rencana manajemen dan analisa data ... 21

3.9 Definisi Operasional ... 21

3.10 Masalah Etika ... 22

PROSEDUR KERJA ... 23

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 24

4.1 Karakteristik Sampel Penelitian ... 24

Tabel 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

4.2 Jenis Operasi Pada Kedua Kelompok Penelitian ... 25

(7)

4.3. Tinggi Blok Spinal Anestesi Pada Preloading Cairan NaCl3% dan NaCl 0,9% ... 26

Tabel 4.3. ... 26

4.4 Perubahan Hemodinamik (MAP dan Denyut Jantung) ... 27

Tabel 4.4.1 ... 27

Tabel 4.4.2 ... 28

4.5 Analisa Cairan Intravaskular, Cairan Interstitial, dan Cairan Intersellular ... 29

4.5.1 Cairan Intravaskular ... 29

4.5.2 Cairan interstitial ... 31

4.5.3 Cairan Intraselluler ... 32

4.6 Perubahan Elektrolit Natrium, Kalium dan Clorida Sebelum dan Sesudah Spinal Anestesi ... 33

4.6.1 Perubahan Natrium pre operasi dan post operasi ... 33

4.6.2 Perubahan kalium pre operasi dan post operasi ... 33

4.6.3 Perubahan elektrolit clorida pre operasi dan post operasi ... 34

4.7 Perubahan hematrokit sebelum dan sesudah operasi ... 34

BAB 5 PEMBAHASAN ... 36

BAB 6 KESIMPULAN & SARAN ... 39

Daftar Pustaka ... 40

LAMPIRAN 1 ... 43

LAMPIRAN 2 ... 44

LAMPIRAN 3 ... 46

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1

Gerakan cairan antara kapiler dan cairan interstitial ... 7 Gambar 2

Efek hipernatremia terhadap otak dan respon adaptasi ... 10 Gambar 3

Tubuh Manusia sebagai sirkuit resistor dan kapasitor listrik ... 11 Gambar 4

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1

Karakteristik Sampel Penelitian pada Kedua Kelompok ... 24 Tabel 4.2

Jenis Operasi pada Kedua Kelompok Penelitian ... 25 Tabel 4.3

Tinggi Blok Spinal Anestesi pada Preloading Cairan NaCl 3% dan NaCl 0,9% ... 26 Tabel 4.4.1

MAP sebelum Preloading, setelah 30 menit preloading dan setelah blok spinal anestesi ... 27 Tabel 4.4.2

Denyut Jantung sebelum preloading, setelah 30 menit preloading dan setelah blok spinal anestesi . 28 Tabel 4.5.1

Cairan intravascular sebelum preloading, setelah 5,10,15,20,25 dan 30 menit preloading dan setelah blok spinal anestesi pada kedua kelompok penelitian ... 30 Tabel 4.5.2

Cairan interstitial sebelum preloading, setelah 5,10,15,20,25 dan 30 menit preloading dan setelah blok spinal anestesi pada kedua kelompok penelitian ... 31 Tabel 4.5.3

Cairan intersellular reloading, setelah 5,10,15,20,25 dan 30 menit preloading dan setelah blok spinal anestesi pada kedua kelompok penelitian ... 32

Tabel 4.6.1

Perubahan Natrium preoperasi dan post operasi ... 33 Tabel 4.6.2

Perubahan Kalium preoperasi dan post operasi ... 33 Tabel 4.6.3

Perubahan Clorida preoperasi dan post operasi ... 34 Tabel 4.7

(10)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1

Perubahan Denyut Jantung pada masing-masing kelompok ... 28 Grafik 2

Perubahan MAP pada masing-masing kelompok ... 29 Grafik 3

Perubahan Cairan intravascular pada masing-masing kelompok ... 30 Grafik 4

Perubahan cairan interstitial pada masing-masing kelompok ... 31 Grafik 5

Perubahan cairan intrasellular pada masing-masing kelompok ... 32 Grafik 6

Perubahan natrium pre operasi dan post operasi ... 33 Grafik 7

Perubahan kalium pre operasi dan post operasi ... 33 Grafik 8

Perubahan clorida pre operasi dan post operasi ... 34 Grafik 9

(11)

ABSTRAK

Latar belakang dan Tujuan : spinal anestesi memblok system saraf simpatis yang selanjutnya akan memberikan efek-efek pada kardiovaskuler sehingga pemberian cairan awal (preload) sebelum spinal anestesi merupakan hal yang lazim dilakukan untuk menghindari penurunan tekanan darah. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui efek volume intravascular cairan hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% sebagai cairan preloading spinal anestesi.

Metode : setelah mendapatkan persetujuan dari komite etik FK USU Medan, dikumpulkan sebanyak 67 sampel penelitian, laki-laki dan perempuan, umur 17-60 th, status fisik ASA 1-2, yang menjalani operasi elektik di IBP RSUP HAM Medan dan RS Haji Mina Medan. Penelitian ini memakai metode randomized clinical trial dengan tehnik single blind. Sampel dibagi menjadi dua kelompok secara randomisasi masing-masing subjek. Seluruh subjek mendapat cairan preloading NaCl 3% atau NaCl 0,9%. Kelompok A mendapat cairan preloading NaCl 3% dan kelompok B mendapat cairan NaCl 0,9%. Pengukuran dilakukan dengan alat BIA (Biolectrical Impedance Analysis), diukur pada saat sebelum loading cairan, per 5 menit selama 30 menit pertama setelah loading cairan dan setelah spinal anestesi. Pengukuran dan loading cairan dilakukan oleh peneliti sendiri.

Hasil : Terdapat perbedaan bermakna perubahan MAP yang lebih besar pada kelompok NaCl 0,9% dibandingkan kelompok NaCl 3% dengan pengukuran per kelompok

(12)

bermakna pada uji per kelompok dengan nilai p=0,001. Namun lebih besar terjadi perubahan hemodilusi pada kelompok NaCl 0,9%

Kesimpulan :

1. Efek volume intravaskuler tidak berbeda bermakna pada penambahan cairan saline hipertonis namun dapat mempertahankan hemodinamik stabil.

2. Cairan saline hipertonis NaCl 3% hanya sedikit menarik cairan dari intraselluler ke intravascular

3. Pada penelitian ini tidak didapatkan waktu tercapainya distribusi cairan ke kompartemen tubuh

(13)

ABSTRACT

Backgraound and objective : Spinal anesthesia blocks sympatic nervous systems that will continue to affect cardiovascular thus an initial preload of fluid before a spinal anesthesia is commonly used to avoid a decrease in blood pressure. The aim of this study is to know the effect of hypertonic intravenous fluid of NaCl 3% and NaCl 0,9% as a preloading fluid for spinal anesthesia.

Method : After receiving an approval from the ethic committee of USU Medical Faculty, 67 sample were gathered, men and women, age 17 to 60 yrs old, ASA 1-2 physical status, who underwent an elective surgery in H. Adam Malik General Hospital Medan and H. Mina Medan. This study used a a single blind randomized clinical trial. The samples are then divided randomly into two groups. Each subject received a preloading of NaCl 3% or NaCl 0,9% fluids (Na 2 mmol/kgBW). Group A received NaCl 3% and group B NaCl 0,9% as preloadng fluid. Bioelectrical Impedance Analysis device was used before loading the fluid, every 5 minutes for the first 30 minutes after loading fluid and after spinal anesthesia. The measurement and the loading of the fluid is operated by the researcher herself.

Result : There is a significant difference of MAP greater in NaCl 0,9% group than NaCl 3% group with using General Linear Measurement in each group with Wilk’s Lambda test. There is a significant difference of alteration in heart rate after spinal anesthesia block between the two group with p value of 0,007 using Mann Whitney test. There is no significant change in intravascular volume only in NaCl 0,9% group before pre loading, after the first 30 minutes of preloading and after spinal anesthesia block with a p value of 0,006. While a significant difference in intracellular fluid with GLM Wilk Lambda test in NaCl 3% group with a p value of 0,01. There is a significant difference in natrium electrolyte in NaCl 3% group with GLM Wilk’s Lambda test with a p value of 0,04 and kalium electrolyte with a p value of 0,001, while chloride value has no significant difference in pre and post operative with a p value of 0,07. There is no difference in natrium alteration in NaCl 0,9% group (p=0,07), and no difference in chloride (p=0,27) a significant difference in hematocrite occurs in each group with a p value of 0,001, while a greater hemodillution alteration occurs in NaCl 0,9% group.

(14)

1. Effect intravascular volume has no significant difference in the addition of hypertonic saline fluid but hemodinamik still stable.

2. NaCl 3% hypertonic saline fluid only extract a small amount of fluid from intracellular to intravascular space.

3. In this study, it can’t determine the time needed for distribution of fluid to body compartment

(15)

ABSTRAK

Latar belakang dan Tujuan : spinal anestesi memblok system saraf simpatis yang selanjutnya akan memberikan efek-efek pada kardiovaskuler sehingga pemberian cairan awal (preload) sebelum spinal anestesi merupakan hal yang lazim dilakukan untuk menghindari penurunan tekanan darah. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui efek volume intravascular cairan hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% sebagai cairan preloading spinal anestesi.

Metode : setelah mendapatkan persetujuan dari komite etik FK USU Medan, dikumpulkan sebanyak 67 sampel penelitian, laki-laki dan perempuan, umur 17-60 th, status fisik ASA 1-2, yang menjalani operasi elektik di IBP RSUP HAM Medan dan RS Haji Mina Medan. Penelitian ini memakai metode randomized clinical trial dengan tehnik single blind. Sampel dibagi menjadi dua kelompok secara randomisasi masing-masing subjek. Seluruh subjek mendapat cairan preloading NaCl 3% atau NaCl 0,9%. Kelompok A mendapat cairan preloading NaCl 3% dan kelompok B mendapat cairan NaCl 0,9%. Pengukuran dilakukan dengan alat BIA (Biolectrical Impedance Analysis), diukur pada saat sebelum loading cairan, per 5 menit selama 30 menit pertama setelah loading cairan dan setelah spinal anestesi. Pengukuran dan loading cairan dilakukan oleh peneliti sendiri.

Hasil : Terdapat perbedaan bermakna perubahan MAP yang lebih besar pada kelompok NaCl 0,9% dibandingkan kelompok NaCl 3% dengan pengukuran per kelompok

(16)

bermakna pada uji per kelompok dengan nilai p=0,001. Namun lebih besar terjadi perubahan hemodilusi pada kelompok NaCl 0,9%

Kesimpulan :

1. Efek volume intravaskuler tidak berbeda bermakna pada penambahan cairan saline hipertonis namun dapat mempertahankan hemodinamik stabil.

2. Cairan saline hipertonis NaCl 3% hanya sedikit menarik cairan dari intraselluler ke intravascular

3. Pada penelitian ini tidak didapatkan waktu tercapainya distribusi cairan ke kompartemen tubuh

(17)

ABSTRACT

Backgraound and objective : Spinal anesthesia blocks sympatic nervous systems that will continue to affect cardiovascular thus an initial preload of fluid before a spinal anesthesia is commonly used to avoid a decrease in blood pressure. The aim of this study is to know the effect of hypertonic intravenous fluid of NaCl 3% and NaCl 0,9% as a preloading fluid for spinal anesthesia.

Method : After receiving an approval from the ethic committee of USU Medical Faculty, 67 sample were gathered, men and women, age 17 to 60 yrs old, ASA 1-2 physical status, who underwent an elective surgery in H. Adam Malik General Hospital Medan and H. Mina Medan. This study used a a single blind randomized clinical trial. The samples are then divided randomly into two groups. Each subject received a preloading of NaCl 3% or NaCl 0,9% fluids (Na 2 mmol/kgBW). Group A received NaCl 3% and group B NaCl 0,9% as preloadng fluid. Bioelectrical Impedance Analysis device was used before loading the fluid, every 5 minutes for the first 30 minutes after loading fluid and after spinal anesthesia. The measurement and the loading of the fluid is operated by the researcher herself.

Result : There is a significant difference of MAP greater in NaCl 0,9% group than NaCl 3% group with using General Linear Measurement in each group with Wilk’s Lambda test. There is a significant difference of alteration in heart rate after spinal anesthesia block between the two group with p value of 0,007 using Mann Whitney test. There is no significant change in intravascular volume only in NaCl 0,9% group before pre loading, after the first 30 minutes of preloading and after spinal anesthesia block with a p value of 0,006. While a significant difference in intracellular fluid with GLM Wilk Lambda test in NaCl 3% group with a p value of 0,01. There is a significant difference in natrium electrolyte in NaCl 3% group with GLM Wilk’s Lambda test with a p value of 0,04 and kalium electrolyte with a p value of 0,001, while chloride value has no significant difference in pre and post operative with a p value of 0,07. There is no difference in natrium alteration in NaCl 0,9% group (p=0,07), and no difference in chloride (p=0,27) a significant difference in hematocrite occurs in each group with a p value of 0,001, while a greater hemodillution alteration occurs in NaCl 0,9% group.

(18)

1. Effect intravascular volume has no significant difference in the addition of hypertonic saline fluid but hemodinamik still stable.

2. NaCl 3% hypertonic saline fluid only extract a small amount of fluid from intracellular to intravascular space.

3. In this study, it can’t determine the time needed for distribution of fluid to body compartment

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Spinal anesthesia memblok system saraf simpatis yang selanjutnya akan memberikan efek-efek pada kardiovaskuler. System saraf simpatis mempersarafi jantung pada reseptor β dalam mempengaruhi denyut jantung dan kontratilitas dan mempengaruhi pembuluh darah pada reseptor α. Tekanan darah adalah hasil kali dari cardiac output dan tahanan perifer sistemik, dan cardiac output adalah banyaknya volume darah yang dipompakan jantung per menit (volume sekuncup x denyut jantung). Volume sekuncup dihasilkan dari preload, kontraktilitas jantung, dan after load. Maka bila saraf simpatis terblok akan terjadi penurunan denyut jantung, tahanan perifer sistemik, vasodilatasi sehingga tekanan darah menjadi turun.

Pemberian cairan awal (pre load) sebelum spinal anestesi merupakan hal yang lazim dilakukan untuk menghindari penurunan tekanan darah. Biasanya pemberian cairan pre load adalah cairan isotonis misalnya kristaloid atau koloid. Banyak nya cairan diberikan lebih kurang 10-20 ml per kg BB, tergantung ketinggian blok spinal anestesi. Hal ini bisa ditolerir oleh pasien sehat dewasa muda. Namun pada pasien dengan kelainan jantung, umur tua pemberian cairan harus dengan hati-hati. Bila cairan berlebihan bisa menyebabkan edema paru oleh karena fungsi jantung pada pasien geriatric sudah menurun (ventricular stiffness), demikian juga pada pasien kelainan jantung.

1,2

Infus cairan saline hipertonis meningkatkan osmolaliti plasma dan menyebabkan perpindahan cairan ke intravascular sehingga dapat memperbaiki hemodinamik dengan volume yang lebih sedikit disbanding kristaloid. Cairan saline hipertonis tidak mahal dan tidak beresiko terjadinya reaksi alergi seperti cairan plasma ekspander lainnya. Dan jarang beresiko berinfeksi disbanding plasma manusia (human plasma) misalnya albumin.

1,2

Cairan saline hipertonis bermacam-macam konsentrasinya (1,8%-7,5%) telah banyak penelitian sebelumnya cairan ini dapat digunakan untuk kasus-kasus hipovolemik karena perdarahan

3,5

6

(20)

Pemberian cairan hipertonis melalui vena perifer haruslah menjadi perhatian. Osmolaritas yang dianjurkan untuk menghindari terjadinya thrombophlebitis adalah 1000 mOsm. Osmolaritas cairan NaCl 3% adalah 900 mOsm, sehingga pemberian masih bisa melalui vena perifer. Di Indonesia umumnya cairan saline hipertonis yang ada di pasaran adalan NaCl 3%, maka pada penelitian ini digunakan NaCl 3% oleh karena cairan tersebut lebih mudah didapat dan juha murah harganya dan menghindari terjadinya thrombophlebitis.

Semua sesuatu yang hidup terdiri dari sel. Membrane sel merupakan larutran konsentrat kimiawi dan garam yang mempertahankan gradient konsentrasi ion intraselluler dan extraselluler. Gradient ini yang menghasilkan perbedaan potensial listrik melewati membrane. Hal ini yang mempertahankan kehidupan sel. Dengan kata lain, tubuh mempunyai sifat kelistrikan, di mana tubuh merupakan suatu konduktor yang baik dan suatu sirkuit biologis.

Bioelectrical Impedance analisis adalah pengukuran seluruh tubuh dari tangan ke kaki dengan berdasarkan konduksi dan non konduksi dari berbagai jaringan tubuh. Umumnya massa tubuh yang bukan lemak adalah jaringan konduktif seperti otot, dan lemak merupakan jaringan non konduktif. Impedance adalah suatu ukuran bagaimana arus diperlambat atau diberhentikan ketika ia melalui suatu jaringan. Maka jarungan lemak mempunyai impedance diukur dengan memakai arus listrik yang kecil melalui dua elektroda dan menentukan perbedaan voltase dengan pasangan elektroda lain.

16

Bioelectrical impedance analisis (BIA) dapat digunakan untuk menentukan persentase body fat, lean body mass dan pesentase body water. Khususnya BIA digunakan untuk menentukan komposisi cairan tubuh termasuk penentuan volume cairan dalam masing-masing kompartemen (interselluler, dan interstitial). Dengan BIA dapat ditentukan berapa banyak cairan yang ditarik dari intraselluler ke dalam intravascular.

16,17

Dalam penelitian ini digunakan BIA untuk menentukan volume cairan masing-masing kompartemen. Bila dibandingkan dengan pengukuran central venous catheter (CVC) yang bersifat invasive, pengukuran BIA lebih menguntungkan oleh karena lebih aman dan bersifat non invasive.

16,17

1.2. Rumusan Masalah

(21)

1.3. Hipotesa

Terdapat perbedaan efek volume intravascular preloading cairan hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% pada spinal anestesi

1.4. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan dosis dan cairan preloading yang tepat pada tindakan spinal anestesi.

Tujuan Khusus :

a. Mengetahui efek volume intravascular preloading cairan hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% pada spinal anestesi.

b. Mengetahui waktu tercapainya efek volume dengan preloading cairan hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% pada spinal anestesi

c. Mengetahui distribusi cairan pada kompartemen tubuh (intravascular, interstitial, dan intraselluler) dengan preloading cairan hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% pada spinal anestesi

d. Mengetahui efek pencegahan penurunan tekanan darah selama spinal anestesi dengan preloading cairan hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% pada spinal anestesi. e. Mengetahui kenaikan jumlah natrium dalam darah dengan preloading cairan

hipertonis NaCl 3% dan NaCl 0,9% pada spinal anestesi.

1.5. Manfaat :

a. Mendapatkan cairan yang tepat untuk preloading spinal anestesi terutama untuk pasien-pasien geriatric dan kelainan jantung.

b. Sebagai bahan acuan penelitian lanjutan dengan menggunakan jumlah kasus yang lebih besar.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Spinal anestesi adalah salah satu jenis anestesi regional. Banyak terminology tentang spinal anestesi ini, bisa dikatakan subarachnoid analgesia, subarachnoid blok atau subarachnoid anestesi. Tempat kerja anestesi ini adalah di ujung saraf dan anestesi local diinjeksikan ke ruang subarachnoid dalam cairan serebrospinalis.1 Ruang subarachnoid terbentang dari foramen magnum sampai ke daerah sacral ke-2 (S2) pada orang dewasa dan sacral ke-3 (S3) pada anak-anak. Injeksi anestesi local ini memberikan respon fisiologi yang bermakna oleh Karena di dalam columna vertebralis terdapat susunan saraf otonom, yaitu saraf simpatis (keluar dari daerah torakolumbal) dan saraf parasimpatis (keluar dari kraniosakral).

Oleh karena saraf simpatis cabang-cabang sarafnya keluar dari daerah torakolumbal, maka ketika spinal anestesi saraf simpatis akan terblok. Respon fisiologis yang terpenting pada saat spinal anestesi adalah pada system kardiovaskuler. Hal ini karena terjadi denervasi simpatis dan tingginya blok saraf. Ada beberapa aspek dan efek kardiovaskuler akibat spinal anestesi.

1,2

• Denervasi system saraf simpatis

Akibat denervasi system saraf simpatis maka akan terjadi vasokonstriksi sebagai reaksi kompensasi dari efek vasodilatasi perifer pada daerah terblok.

• Sirkulasi arterial

2

Akibat denervasi system saraf simpatis terjadi vasodilatasi arteriolar walaupun tidak maksimal. Oto pembuluh darah arteri sangat peka terhadap tonus autonum yang bisa disebabkan oleh obat-obatan ataupun denervasi simpatis. Akibatnya terjadi penurunan tahanan total perifer pembuluh darah lebih kurang 15-18% pada orang normal yang selanjutnya akan mempengaruhi cardiac output dan tekanan darah seterusnya.

• Sirkulasi vena

2

(23)

gravitasi bumi. Jika terjadi blok pada darah vena di bawah atrium kanan, gravitasi akan menyebabkan darahj berkumpul di pembuluh darah. Tapi bila blok terjadi di atas level atrium kanan maka darah akan kembali ke jantung. Hal ini yang akan mempengaruhi aliran balik vena (venous return) yang selanjutnya akan mempengaruhi tekanan darah.

• Cardiac output

2

Hal yang sangat mempengaruhi cardiac output adalah pre load. Pada orang normovolemia dengan posisi kaki di atas jantung caridiac out put tidak akan berubah. Pada posisi kepala di atas, kaki di bawah akan menyebabkan penurunan cardiac output.

• Denyut jantung 2

Denyut jantung akan menurun pada spinal anestesi. Umumnya terjadi 10-15%. Dan insiden bradikardi berat bisa terjadi pada orang normal dengan blok tinggi spinal anestesi T3-T4 karena blok pada preganglion akselerator jantung yaitu pada T1-T4. Bradikardi juga bisa terjadi karena penurunan tekanan atrium kanan dan vena besar yang besar masuk ke atrium kanan oleh karena di atrium kanan terdapat reseptor kronotropik intrinsic. Untuk menghindari hal ini maka posisikan pasien pada kepala di bawah atau kaki di atas (bila blok spinal anestesi sudah menetap) untuk meningkatkan aliran balik vena.

• Tekanan darah (Mean arterial blood Pressure/MAP) 2

Terjadi penurunan MAP kira-kira 15% pada blok tertinggi spinal oleh karena penurunan afterload dan selanjutnya menurunkan tahanan perifer sistemik

• Oksigenasi miokard jantung

2

(24)

ventrikel kiri memompakan darah selama sistolik berkurang sehingga kerja ventrikal kiri memompakan darah selama sistolik berkurang sehingga kerja ventrikel kiri berkurang (2) penurunan preload, aliran balik vena dan cardiac ouput menurun sehingga jumlah darah pada kedua ventrikel juga berkurang (3) penurunan denyut jantung.2

• Aliran darah cerebral

Mekanisme autoregulasi cerebrovaskular mempertahankan aliran darah cerebral pada keadaan yang tetap walaupun terjadi fluktuasi MAP. Namun bila MAP menurun sampai di bawah kira-kira 55 mmHg mekanisme autoregulasi tidak akan berjalan lagi. Autoregulasi cerebrovaskular tidak tergantung dengan system saraf simpatis. Aliran darah cerebral berjalan selama spinal anestesi terjadi pada MAP 93 mmHg s/d 63 mmHg pada orang normal. Pada pasien hipertensi mekanisme autoregulasi tidak berlaku. Penurunan MAP 50% pada orang hipertensi (dari 158 mmHg menjadi 79 mmHg) selama spinal anestesi maka akan terjadi penurunan 17% aliran darah cerebral (dari 47 ml/100/menit). Maka keadaan penurunan tekanan darah selama spinal anestesi pada orang hipertensi harus segera mungkin dikoreksi disbanding dengan orang normotensi.

• Aliran darag regional

2

Terjadi penurunan aliran darah ke hepar sebesar 10%

Penatalaksanaan hipotensi pada spinal anestesi

Hal yang terpenting pada penatalaksanaan hipotensi ini adalah oksigenasi dua organ penting yaitu jantung dan otak. Terapi fisiologis hipotensi selama spinal ini adalah memberikan preload yang cukup dengan menaikkan aliran balik vena ke jantung dan selanjutnya dapat memperbaiki cardiac output. Pada pasien normal penurunan tekanan darah sistolik sampai 30% segera diterapi. Pada pasien hipertensi segera dikoreksi jika tekanan darah sistolik turun sampai dengan 20%. Yang terpenting adalah monitor system kardiovaskuler dan kesadarannya.

Memperbaiki tekanan darah tidaklah dapat dilakukan dengan hanya satu terapi saja. Langkah-langkah untuk menaikkan tekanan darah :

(25)

3. Berikan oksigen

4. Memperbaiki preload dapat diberikan cepat cairan infuse intravena 1000-1500 ml pada 70 kg selama 10-15 menit. Pada penelitian Venn dkk cairan preload tidak hanya menurunkan kejadian hipotensi selama spinal anestesi pada blok simpatis saja namun bisa juga untuk blok di atas T6. Langkah 2-4 menjadi prioritas.2

Fisiologi Cairan

Jumlah seluruh cairan (Total Body Water) adalah persentase dari total berat badan dan menurun secara progressif dengan kenaikan umur. Pada umur 60 tahun Total Body Water (TBW) menurun menjadi hanya 50% berat badan pada laki-laki oleh karena kenaikan dari jaringan adipose (lemak). Banyaknya cairan sangat bervariasi pada setiap individu tergantung banyaknya jaringan

Gambar 1. Gerakan cairan antara kapiler dan cairan interstitial

(26)

Cairan Saline Hipertonis

Saat ini cairan infuse yang dipakai bermacam-maca jenisnya baik cairan untuk resusitasi mau pun untuk cairan rumatan. Salah satu cairan resusitasi yang dipakai saat ini adalah cairan saline hipertosis. Banyak literature yang menyebutkan bahwa saat ini cairan saline hipertonis ini telah banyak digunakan untuk kasus-kasus hipovolemia karena perdarahan5, resusitasi pasien-pasien kritis di ICU9, luka bakar8,10, operasi jantung11,12, kraniotomi7, preloading cairan sebelum spinal anestesi14,15

Pada keadaan sepsis terjadi respons inflamasi sistemik, vasodilatasi perifer, depresi miokard dan kurangnya volume intravascular. Oleh karena itu dengan cairan saline hipertonis sebagai cairan resusitasi untuk menangani hemodinamik secara cepat dapat dikurangi volume cairan

, dan pasca pembedahan.

9

. Begitu juga dengan keadaan shock pada luka bakar, mengurangi terjadi kejadian kelebihan cairan. Pada luka bakar juga terjadi penurunan nilai albumin, sebagai bahan untuk mempertahankan tekanan onkotik pada kapiler sehingga pemberian cairan harus dipantau dengan ketat.

Cairan saline hipertonis merupakan cairan dengan osmolaritas 900 mos/L. tiga kali lebih besar dari osmolaritas plasma. Dengan osmolaritas yang lebih besar maka cairan interselluler dapat ditarik masuk ke dalam cairan ekstraselluler yaitu ke dalam vascular. Perpindahan cairan dan perubahan osmolaritas dapat diprediksi. Air dapat melewati membrane sel dengan mudah dan berdistribusi secara pasif sebagai respion akibat perbedaan osmolaritas. Jumlah elektrolit natrium dari cairan membatasi cairan yang infuskan ke extraselluler. Misal pemberian cepat infus 1000 ml NaCl 3% kepada oarmg 70 kg (dengan TBW 42 liter, ICF 23 liter, ECF 19 liter)

8,10

Sebelum diinfuskan cairan hipertonis.

(27)

Perkiraan

Osmolality akhir : 13.080 / 43 = 304 mOsm Volume ECF : 6410 / 304 = 21.1 liter Volume ICF : 6670 / 304 = 21.9 liter

Dari uraian sebelumnya dapat dilihat bahwa dengan kenaikan volume ECF 2,1 liter yaitu dengan kira-kira 500 ml cairan terdapat di dalam intravascular sehingga volume darah akan naik kira-kira 10%. Sehingga dengan demikian maka volume cairan yang diperlukan untuk mempertahankan hemodinamik lebih sedikit disbanding cairan kristaloid. Dengan kenaikan osmolaliti akan disensasi oleh osmoreseptor di hypothalamus dan ini merupakan stimulus yang baik untuk mensekresi ADH menahan air di ginjal. Maka rasa haus akan timbul. Kenaikan volume darah kira-kira dibawah level sensitivitas reseptor volume. Reseptor akan menghambat sekresi ADH. Kenaikan osmolality juga akan menyebabkan eksresi natrium. Ekspansi volume akan merangsang sekresi atrial natriuretic factor (ANF), sehingga sekresai aldosterone akan terhambat akibat penurunan produksi rennin dan angiotensin. Sehingga akhirnya perubahan ini akan menyebabkan natriuresis dan ekskresi air.

Penurunan volume intraselluler akan menyebabkan perubahan mental oleh karena dehidrasi sel dan hipertonisitas secara mendadak. Efek cerebral ini akan terlihat jelas pada klinis.

7

7,12,13 namun hal ini terjadi pada keadaan hiponatremia kronis yang diberi cairan hipertonis segera oleh karena hiperotnisitas secara mendadak. Pada keadaan normonatremia sangat jarang terjadi perubahan mental akibat pemberian cairan hipertonis.

Pemberian natrium yang dianggap aman adalah 1-2 mmol/kg BB dalam satu jam, dan tidak lebih dari 8 mmol/kg BB per hari. Bila lebih akan menimbulkan manifestasi klinis disfungsi system syaraf pusat seperti kejang, hilang kesadaran sampai terjadi koma. Pengkeriputan otak (brain shrinkage) yang disebabkan oleh hipernatremia dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan terjadi perdarahan otak seperti perdarahan subarachnoid dan kerusakan neurologis permanen atau kematian. Namun brain shrinkage ini dapat diatasi dengan respon adaptasi dari tubuh sehingga dapat menormalkan kembali volume otak dan terjadi symptom yang ringan saja. Tapi respon ini bukan mengoreksi hiperosmolaritas otak.

(28)

Analisa Bioelectrical Impedance (BIA)

Semua sesuatu yang hidup terdiri dari sel. Membrane sel merupakan larutan konsentrat kimiawi dan garam yang mempertahankan gradient konsentrasi ion intraselluler dan extraselluler. Gradient ini yang menghasilkan perbedaan potensial listrik melewati membrane. Hal ini yang mempertahankan kehidupan sel.

(29)
(30)

Biolectrial impedance adalah suatu derajat terhadap medium yang akan memperlambat atau menghentikan arus listrik yang melaluinya yang diukur seluruh tubuh dari tangan ke kaki dengan berdasarkan konduksi dan non konduksi dari berbagai jaringan tubuh. Umumnya massa tubuh yang bukan lemak adalah jaringan konduktif seperti otot, dan lemak merupakan jaringan non konduktif. Jaringan lemak mempunyai kandungan air 20% sehingga tidak menghantarkan arus listrik dengan baik, hanya sejumlah kecil arus yang dapat melalui jaringan lemak sehingga jaringan lemak dianggap mempunyai impedance yang tinggi. Otot mempunyai kandungan air lebih banyak (75%) karena itu otot dianggap mempunyai impedance yang rendah.

Impedance (Z) mempunyai dua komponen yaitu resistence (R ) dan reactance (Xc). Resistence (R ) adalah jumlah arus yang mana jaringan akan menghentikannya. Reactance (Xc) adalah ukuran dari kemampuan jaringan untuk memperlambat arus. Membrane sel dapat menyimpan atau menahan suatu muatan listrik untuk waktu yang singkat sehingga dapat memperlambat arus. Reactance merupakan kemampuan darin membrane sel untuk memperlambat arus. Membrane sel dapat dianggap sebagai kapasitor. Dan jaringna lemak merupakan resistor yang baik oleh karena jaringan lemak terdiri dari 80% fat.

Ada beberapa teori dasar yaitu tubuh dapat dianggap sebagai silinder. Maka resistansi (R ) adalah dianggap sebagai panjang (L) dan berbanding terbalik dengan diameter (A), sehingga volume adalah hasil kali dari panjang dan diameter. Jaringan lemak terdiri dari 80% fat sehingga jaringan lemak merupakan resistor yang baik. Hubungan ini lebih kompleks pada system tubuh kita karena berbagai factor dan variabel termasuk dalam penghitungan akhir. Perubahan dalam volume, panjang dan lebar, elektrolit, suhu semuanya mempunyaio efek resistansi biologi.

16,17

Bioimpedance diukur dengan memakai arus listrik yang kecil melalui dia elektroda dan menentukan perbedaan voltase dengan pasangan elektroda yang lain. Pasangan elektroda pertama satu elektroda diletakkan di daerah dorsum pergelangan tangan dan yang satu lagi diletakkan di permukaan dorsal tulang metacarpal ketiga. Pasangan elektroda kaki dan permukaan dorsal tulang metatarsal ketiga.

18

(31)

Impedance (Z) mempunyai dua komponen yaitu resistance (R) dan reactance (Xc). Resistance (R) adalah jumlah arus yang mana jaringan akan menghentikannya. Reactance (Xc) adalah ukuran dari kemampuan jaringan untuk memperlambat arus. Nilai reactance yang tinggi mengindikasikan kesehatan yang lebih baik dan integritas membran sel. Maka secara teori reactance adalah pengukuran volume capacitance membrane sel dan pengukuran secara tidak langsung volume intracellular atau massa tubuh (body cell mass). Di mana lemak, keseluruhan cairan tubuh (total body water) dan cairan ekstraselluler adalah merupakan tahanan (resistance) hanya membrane sel yang merupakan reactance. Oleh karena sel jaringan lemak tidak dikelilingi membrane sel maka reactance tidak dipengaruhi oleh jumlah lemak tubuh.

(32)

Nilai phase angle berkisar antara 00 – 900

Impedance tergantung dengan frekuensi. Arus dengan frekuensi yang rendah dihentikan oleh membrane sel. Membrane sel adalah resistor, sehingga tidak ada arus yang dihantarkan melaluinya. Pada frekuensi yang rendah, semua arus yang dihantarkan melalui tubuh akan dilewatkan hanya melalui cairan ekstraselluler sehingga hanya memungkinkan pengukuran ekstraselluler saja. Frekuensi lebih dari 50 kHz mampu melewati membrane sel sehingga memungkinkan pengukuran substansi yang ada dalam dan di luar sel. Frekuensi kurang dari 50 kHz bisa untuk menilai komposisi tubuh

. Derajat 0 bila sirkuit tersebut hanya bersifat resistif (tidak ada membrane sel di system tersebut), dan nilai 90 jika sirkuit tersbut hanya bersifat kapasitif (semua berisi membrane, tidak ada cairan). Nilai phase angle pada orang sehat berkisar antara 3 – 20. Nilai phase angle rendah dihubungkan dengan reactance rendah atau dengan kematian sel atau dengan kerusakan selektivitas permeabilitas membrane sel. Nilai phase angle tinggi dihubungkan dengan reactance yang tinggi dan besarnya jumlah membrance sel dan massa sel tubuh (body cell mass). Maka nilai phase angle yang rendah terlihat pada pasien ICU yang sakit akut, kelebihan cairan yang banyak, malnutrisi, infeksi HIV/AIDS, kanker, alcohol kronik, pecandu narkotik, umur tua (80-100 tahun).

16,17

(33)

Dari keterangan –keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep dasar pengukuran bioelectrical impedance adalah jaringan tubuh manusia mempunyai sifat kondusif dan resistif yang berbeda, sehingga bila diberikan berbagai macam frekuensi akan menghasilkan impedance yang berbeda pula.

Penggunaan BIA dapat menentukan persentase jumlah lemak, lean massa tubuh, cairan tubuh, khusunya, BIA digunakan untuk menentukan komposisi tubuh. Dapat juga digunakan untuk menentukan banyaknya cairan pada bagian tubuh. Pengukuran total body water perioperatif dapat diukur dengan BIA untuk mengetahui berapa banyak cairan yang berkumulasi pada pasien gagal jantung. Nephrologist dapat mengukur cairan yang ekstraselluler dan jumlah cairan tubuh menentukan berapa banyak cairan yang dikeluarkan untuk pasien hemodialisa.

Telah banyak tulisan mengenai BIA sekitar 1600 literatur ditemukan di Inggris dari tahun 1996 dan 2003, dan sudah 450 tulisan dipublikasikan dalam tiga tahun terakhir ini21. Selain dapat mengukur total body water (TBW) BIA juga dapat mengetahui status nutrisi dengan sensitivitas 22% dan spesifitas 96%22. Selain itu juga akurat dalam mengetahui fat free mass pada pasien paru obstruktif kronis dengan sensitivitas 86% dan spesifitas 88%23. Dan pada pengukuran total body water (TBW), cairan interselluler, dan cairan ekstraselluler keakuratan BIA mencapai sensitivitas 86% dan spesifisitas 73-80%24

Dalam penggunaan BIA ada beberapa kondisi atau factor yang mempengaruhi keakuratan hasil (Tabel 1). Kondisu yang standard yaitu posisi tubuh, latihan fisik sebelumnya, intake makanan, temperature kulit. Impedance dapat turun 4-15Ω setelah 2-4 jam mengkonsumsi makanan, namun hal ini kesalahannya lebih kecil dari 3%. Dalam memprediksi TBW dapat terjadi kesalahan 1.0-1.5 liter pada pasien-pasien berbaring lama. Hal ini berlangsung mulai ketika lima menit setelah pasien berbaring

(34)

Rekomendasi aplikasi BIA

Definisi Rekomendasi

Makanan, minuman, alkohol Puasa atau tanpa alcohol > 8 jam

Makin pendek waktu puasa makin baik

Isi kandung kemih Isi kandung kemih tidak

penuh

Keadaan kulit Masalah temperature Tidak ada luka di daerah elektroda

Posisi elektroda Jarak antara elektroda Minimal jarak elektroda 5 cm, dan diukur pada sisi tubuh yang sama

ekstremitas Abduksi Jarak lengan dari tubuh

kira-kira 300 dan kaki kira-kira 450

Posisi tubuh terlentang Untuk pasien rawat jalan

sebelum pengukuran BIA posisi terlentang 5-10 menit Lingkungan Pengaruh listrik Tidak kontak dengan

bahan-bahan logam

Bentuk tubuh Amputasi Unttuk anggota gerak

pengukuran BIA tidak akurat, untuk pengukuran cairan tubuh tetap akurat

Obesitas Gunakan bahan isolator

listrik missal handuk antara tangan dan tubuh

Kelainan jantung Edema Ukur krtika kondisi pasien

stabil Elektrolit serum abnormal Konsentrasi elektrolit

mempengaruhi pengukuran BIA

Ukur ketika serum elektrolit normal

hipotiroid Pachydermia Tidak akurat karena

resistansi kulit tinggi Obat yang mempengaruhi

keseimbangan air

Steroid, hormone, diuretik Ukur bila kondisi pasien stabil

Dialysis Peritoneal dialysis Buat standar pengukuran

missal 20-30 menit setelah dialysis

Punksi ascites Gunakan protocol khusus,

buat prosedur pengukuran Protesa orthopedic atau

implant

Missal protese hip Pengukuran pada daerah tubuh yang tidak ada protese Pacemaker Implant cardiac pacemaker Tidak ada insiden karena

(35)
(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini memakai metode randomized clinical trial dengan tehnik pengukuran single blind untuk mengetahui perbedaan effektivitas pemberian Na 2 mmol/kg BB dalam cairan NaCl 3% dan NaCl 0.9% pada preloading anestesi terhadap efek volume intravascular.

Randomisasi dilakukan dengan cara randomisasi sederhana (simple randomization) dengan table random.

Penelitian sendiri yang akan mengobservasi pasien dari sejak awal sebelum pre loading sampai post operasi. Dan yang melakukan spinal anestesi adalah PPDS Anestesiologi & Reanimasi FK USU Medan semester 2 ke atas

3.2. Tempat dan waktu penelitian

Tempat : ruang operasi RS Haji Adam Malik dan RS Haji Mina Medan Waktu : Bulan Oktober s/d Desemvber 2007

3.3. Populasi dan sample

Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang menjalani pembedahan dengan spinal anestesi di RS Haji Adam Malik Medan. Sample penelitian adalah pasien dengan PS ASA 1-2 yang akan menjalani pembedahan elektif dengan spinal anestesi.

3.4. kriteria inklusi

a. Pasien PS ASA 1-2 b. Umur 17-60 tahun

c. Operasi elektif orthopedic, abdomen bagian bawah d. Serum elektrolit normal (natrium, kalium, clorida) e. Tinggi blok spinal anestesi tidak lebih dari Th 8-10 Kriteria eksklusi :

a. Pasien dengan kontraindikasi spinal anestesi b. Pasien dengan kelainan jantung

(37)

e. Hiponatremia / hipernatremia f. Pasien dengan riwayat cedera kepala

g. Penurunan tekanann darah lebih dari 20% tekanan darah basal setelah spinal puncture

h. Pasien mendapat terapi cairan tambahan koloid atau efedrin i. Pasien dengan penyakit mengandung cairan (missal kista ovarium)

3.5. Besar Sample

Kesalahan tipe I (Zα) =5% = 1,96 Kesalahan tipe II (Zβ) = 10% =1,28

Selisih minimal yang dianggap bermakna (X1-X2) = 6 Besar sample untuk tiap kelompok adalah 34 orang Total sample 2 kelompok = 68 orang + 10%= 74 orang 3.6. Cara kerja

Dalam penelitian ini setelah sample dimasukkan criteria inklusi dan ekslusi dan mendapat informed consent pasien dibagi secara random menjadi dua kelompok. Randomisasi dilakukan dengan cara randomisasi sederhana (simple randomization) dengan menggunakan table random.

Kelompok A : untuk angka 0-4, kelompok yang mendapat NaCl 3% Kelompok B : untuk angka 5-9, kelompok yang mendapat NaCl 0,9%

(38)

1. Pasien dalam keadaan tidur terlentang dengan kedua ekstremitas kaki dan tangan diregangkan sedikit tidak menyentuh badan ketika pengukuran bioimpedance

2. Daerah tangan dan kaki yang akan sebagai daerah penempelean elektroda dibersihkan dahulu dengan alcohol 70%

3. Elektroda ditempelkan di tangan dan kaki yang berseberangan dengan apeks jantung (normal di sebelah kanan)

Kemudian pasien diberi cairan NaCl 3% atau NaCl 0,9% sebanyak dengan Natrium 2 mmol/kg BB dalam waktu 15 menit selama 30 menit. Setelah itu pasien disiapkan kompartemen dengan BIA setiap 5 menit selama 30 menit. Setelah itu pasien disiapkan untuk spinal puncture, pasien dimiringkan lateral debukitus untuk dilakukan spinal anestesi dengan bupivacain 0,5% 2 ml dan diposisikan supine dan dinilai tingginya blok spinal anestsi. Dan dilakukan kembali pengukuran tekanan darah dan jumlah cairan tubuh dengan BIA.

a. Bila tekanan darah, nadi baik → beri cairan RL/RA maintenance

b. Bila tekanan darah, nadi turun → beri cairan koloid dan efedrin 5% 5 -10 mg bila perlu

Pengukuran tekanan darah (MAP) dan jumlah cairan setiap kompartemen dilakukan sebelum preloading, setelah preloading (per 5 menit selama 30 menit), setelah spinal puncture dan setelah spinal anestesi.

Post operasi diperiksa kadar hematokrit, elektrolit (Na, K, Cl) dan analisa gas darah. Cairan post operasi diberikan Ringer laktat atau Ringer Asetat sesuai dengan kebutuhan maintenance pasien. Bila hipernatremia (Natrium >145) beri cairan dekstrose 5% atau D5NaCl 0,45% sesuai dengan rumus :

Perubahan serum Na=(������� ���� ����������−����� �������) ��������������+1

3.7. Identifikasi variabel

Variabel independen : cairan hipertonis NaCl3%, NaCl 0,9%

(39)

3.8. Rencana manajemen dan analisa data

Analisa data menggunakan analisa statistic SPSS, data disajikan dalan bentuk grafik, tabel dan kalimat

Batas kemaknaan : 5% Interval kepercayaan : 90%

3.9. Definisi operasional

Pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah keadaan tekanan darah (MAP), jumlah cairan intraselluler, cairan ekstraselluler, cairan intravascular, kadar elektrolit (natrium, kalium, clorida) dalam pemberian NaCl 3% dan NaCl 0,9% pada pre loading spinal anestesi

• NaCl 3% : cairan saline hipertonis dengan osmolaritas 900 mOsm/L. diberikan dengan volume sebanding dengan natrium 2 mmol/kg BB. Kadar natrium dalam cairan NaCl 3% adalah 513 Meq/liter. (Meq~mmol).

• NaCl 0,9% : cairan saline isotonis dengan osmolaritas 301 mOsm/L. Diberikan dengan volume sebanding dengan natrium 2 mmol/kg BB. Kadar natrium dalam cairan NaCl 0,9 % adalah 154 Meq/liter

• Tekanan darah : hasil kali cardiac output dan tahanan perifer sistemik. Diukur dengan tensimeter elektrik PM 5000 MINDRAY. Tekanan darah yang didapat adalah sistolik/diastolic mmHg diubah ke minimal arterial pressure (MAP)

MAP=��������+(2����������)

3 ����

• Cairan intraselluler : cairan di dalam sel. Besarnya 75% dari seluruh cairan tubuh. Diukur dengan alat BIA yaitu Maltron Bioscan 916

• Cairan interstitial : cairan di luar sel. Besarnya 80% dari jumlah cairan ekstraselluler. Diukur dengan alat BIA yaitu Maltron Bioscan 916

• Cairan intravascular : cairan di dalam vascular, termasuk cairan di luar sel (ekstraselluler). Besarnya 20% dari jumlah cairan ekstraselluler. Diukur dengan alat BIA yaitu Maltron Bioscan 916

• Kadar elektrolit :

(40)

Clorida : Nilai normal : 98 –

Diukur dengan alat laboratorium di RS Haji Adam Malik Medan dan RS Haji Mina Medan

3.10. Masalah Etika

Dalam penelitian ini dilakukan spinal anestesi dengan ketinggian blok maksimal pada thorakal 8-10. Pada spinal anestesi bisa terjadi beberapa kemungkinan: a. Total blok spinal anestesi. Hal ini bisa terjadi ketika spinal anestesi tergantung pada kecepatan memeberikan obat spinal anestesi, posisi pasien saat spinal anestesi. Penanganannya adalah dengan menjaga jalan nafas dan memberikan oksigen 100% kalau perlu intubasi, memberikan cairan koloid dan efedrin dan siap dengan obat-obat darurat (missal adrenalin, sulfas atropine) dan alat-alat darurat (misalnya set intubasi dan Dc-Shock)

b. Terjadi post dural pucture headache (PDPH). Hal ini bisa terjadi karena kebocoran cairan serebrospinal ketika spinal puncture dengan menggunakan spinocan nomor besar (no 23 G ke atas). Insiden kejadian PDPH di RS Adam Malik Medan dan RS Haji Mina Medan dilakukan dengan spinocan yang sudah cukup baik yaitu nomor 25 G- 27 G sehingga insiden PDPH sudah sangat jarang terjadi. Namun bila terjadi dapat diatasi dengan posisi pasien tetap berbaring terlentang selama minimal 24 jam dan rehidrasi cukup adekuat.

Pada spinal anestesi juga bisa terjadi penurunan tekanan darah sampai terjadi shock akibat block simpatis. Penurunan tekanan darah sampai 20% dari tekanan darah basal masih dapat ditolerir oleh pasien-pasien dewasa muda yang sehat. Namun untuk mengantisipasi terjadinya shock maka sudah disiapkan cairan koloid dan efedrin. Maka bila terjadi shock segera diberikan efedrin 5-10 mg, dan cairan koloid sebanyak 250 ml. bila perlu ditambah lagi efedrin 10 mg dan koloidnya sampai 2 ml/kg BB.

(41)

kesadaran. Hal ini dapat dicegah dengan pengukuran secara tepat berapa jumlah natrium yang akan diberikan dan dapat diatasi dengan pemberian cairan hipotonis yaitu cairan dekstrosa 5% atau D5NaCl 0,45% denganh hitungan

Perubahan=(������� ���� ����������−����� �������) ��������������+1

Missal seorang wanita 58 tahun 68 kg nilai natrium serum 168 mml perliter. Maka akan segera dikoreksi keadaan hipernatreminya dengan cara memberikan cairan infuse dekstrosa 5%. Perkiraan total body water = β4 liter (0,5 x 68)

Formula perubahan serum Na = (0-168) : (34+1) = -4,8

Tujuan akhir terapi -10 mmol per liter per hari = 10 : 4,8 = 2,1 liter dengan menambahkan 1,5 liter (IWL) = 3,6 liter larutan dekstrosa 5%. Maka total cairan yang dibutuhkan adalah dekstrosa 5% sebanyak 3,6 liter.

(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Sampel Penelitian

(43)

4.2 Jenis Operasi Pada Kedua Kelompok Penelitian

(44)

4.3 Tinggi Blok Spinal Anestesi Pada Preloading Cairan NaCl 3% dan NaCl 0,9%

(45)

4.4 Perubahan hemodinamik (MAP dan Denyut Jantung) pada Preloading Setelah 30 Menit Preloading Cairan dan Setelah Blok Spinal Anestesi

Keadaan hemodinamik dalam MAP dalam penelitian ini dianalisa pada waktu sebelum preloading, 30 menit setelah preloading dan setelah dan setelah blok spinal anestesi. Data yang didapat dengan uji t – independent pada MAP sebelum preloading, setelah 30 menit pertama preloading dan setelah blok spinal antar kelompok didapatkan tidak signifikan berubah. Namun bila diuji per kelompok dengan GLM (General Linier Model Repeated Mesurement) didapatkan bahwa terjadi perubahan MAP secara signifikan pada kelompok NaCl 3% dan kelompok NaCl 0,9% dan perubahan lebih besar terjadi pada kelompok NaCl 0,9% dengan penurunan MAP sebesar 11 mmHg dari sebuah preloading dan sesudah blok spinal (Tabel 4.41) sementara pada kelompok NaCl 3% penurunan MAP sebesar 9 mmHg

(46)
(47)

4.5 Analisa Cairan Intravaskular, Cairan Interstitial dan Cairan Interselluler Sebelum Preloading Cairan, 30 menit Pertama (Per 5 menit) Setelah Preloading, dan Setelah Blok Spinal Anestesi Pada Kedua Kelompok Penelitian.

Perubahan cairan intravascular, cairan interstitial dan cairan interselluler dianalisa sebelum preloading cairan, setelah cairan dalam 30 menit pertama diukur per 5 menit dan setelah 15 menit blok spinal anestesi

4.5.1. Cairan intravascular

(48)
(49)

4.5.2. Cairan Interstitial

Cairan interstitial dianalisa dengan uji Mann-Whitney U antar kelompok didapat pada sebelum preloading, setelah 30 menit pertama yang diamati per 5 menit setelah preloading, dan setelah blok spinal anestesi berbeda tidak bermakna (tabel 4.5.2)

(50)

4.5.3. Cairan Intraselluler

Cairan intraselluler juga dianalisa seperti pada cairan intravascular dan interstitial. Didapatkan hasil dengan uji t – independent untuk mendapatkan rata-rata dan SD, didapatkan hasil sebelum preloading, setelah 30 menit preloading dan setelah blok spinal berbeda tidak bermaknan pada antar kelompok. (Tabel 4.5.3)

(51)
(52)

Bila dianalisa per kelompok maka didapatkan data pada kelompok NaCl 3% berbeda bermakna pada elektrolit natrium dengan nilai p=0,04 dan kalium pre dan post operasi juga berbeda signifikan, sementara nilai elektrolit clorida tidak berbeda bermakna dengan p=0,07 dan pada kelompok NaCl 0,9% didapatkan berbeda bermakna hanya pada elektrolit kalium dengan nilai p=0,001

4.7 Perubahan Hematokrit sebelum dan sesudah operasi

(53)
(54)

BAB V

PEMBAHASAN

Dari data deskriptif di atas umu, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh dan tinggi blok berbeda tidak bermakna antara kedua kelompok sehingga dapat dikatakan sampel yang diambil relative homogeny

Keadaan hemodinamik (MAP dan denyut jantung) yang dianalisa antar kelompok dan per kelompok berbeda hasilnya secara statistic. Pada analisa MAP antar kelompok berbeda tidak bermakna pada preloading, setelah preloading dan setelah blok spinal anestesi. Namun bila di analisa per kelompok maka didapat hasil berbeda bermakna pada kedua kelompok, dan perubahan MAP yang lebih besar pada kelompok NaCl 0,9% dengan perubahan MAP 11 mmHg (tabel 4.4.1) pada pengukuran denyut jantung antar kelompok berbeda bermakna pada setelah preloading dan setelah blok spinal anestesi (tabel 4.4.2). denyut jantung relative tetap pada kelompok NaCl 3% dan menurun pada kelompok NaCl 0,9% setelah preloading bisa dikarenakan factor psikis menghadapi operasi, dan rasa sakit pada pemberian infuse NaCl 3%. Pengukuran per kelompok didapatkan hasil pada kedua kelompok terdapat perbedaan bermakna pada perubahan denyut jantung.

Perubahan hemodinamik berbeda bermakna baik dalam MAP dan denyut jantung secara statistic namun secara klinis perubahan tersebut tidak begitu bermakna karena masih dalam batas normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa cairan saline hipertonis NaCl 3% sama baiknya dalam mempertahankan hemodinamik pada spinal anestesi. Karabeyoglu dkk, 2001 telah memperlihatkan hasil bahwa cairan saline hipertonis NaCl 3% sama effektifnya dalam mempertahankan hemodinamik dibandingkan dengan NaCl 0,9% dalam operasi TUR-P dengan spinal anestesi, Baraka dkk, 2000 juga memperlihatkan hasil yang sama dalam penelitiannya cairan saline hipertonis NaCl 3% dan cairan Ringer untuk operasi TUR-P dengan spinal anestesi. Xavier dan Iqbal, 2002 mendapatkan bahwa hipertonik sodium clorida (NaCl 3%) dan hipertonik sodium laktat sama baiknya dalam mempertahankan hemodinamik pada post operasi jantung CABG

(55)

spinal (tabel 4.5.1). tapi pada kelompok NaCl 0,9% dengan analisa per kelompok GLM berbeda bermakna (p<0,0001). Demikian juga dengan cairan interstitial berbeda tidak bermakna antar kelompok (tabel 4..5.2), berbeda bermakan hanya pada kelompok NaCl 0,9% (p<0,006) dengan pengukuran GLM uji Wilk’s Lambda. Sementara cairan intrasellular berbeda bermakna pada kelompk NaCl 3% (p<0,018) dengan pengukuran per kelompok GLM uji Wilk;s Lambda dan berbeda tidak bermakna dengan analisa antar kelompok. Belum ada literature yang menyatakan secara pasti berapa lama cairan itu mulai shift ke masing-masing kompartemen tubuh. Kelompok NaCl 0,9% lebih banyak tiga kali daripada kelompok NaCl 3% sehingga perubahan bisa lebih jelas terlihat. Secara fisiologi cairan tubuh kita ketahui bahwa tubuh manusia terdiri dari 60% cairan (0,6 L/kgBB) dengan proporsi lebih banyak cairan intraselluler 75% (0,4 L/kgBB) dan ekstraselluler 25% (0,2 L/kgBB). Cairan ekstraselluler terbagi lagi yaitu cairan interstitial 80% (0,15 L/kgBB) dan cairan plasma atau intravascular berjumlah 20% (0,05 L/kgBB). Dalam penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada peruabahan signifikan pada kedua kelompok dengan perubahan cairan intravascular. Hal ini bisa disebabkan terlalu sedikitnya cairan yang ditambahkan ke dalam tubuh. Missal bila kita memberikan cairan NaCl 0,9% untuk 60 kg maka jumlah cairan NaCl 0,9% adalah 785 ml (Na 2 mmol/kg BB), sehingga yang masuk ke dalam intravascular hanya lebih kurang 196 ml, sementara TBW (Total Body Water) 26 liter. Kita ketahui bahwa NaCl 3% dan NaCl 0,9% sama-sama merupakan kristaloid namun berbeda osmolaritasnya. Dan sifat kristaloid adalah lebih banyak mengisi cairan interstitial dibandingkan intravascular dan lebih cepat pindah ke kompartemen interstitial. Diharapkan dengan osmolaritas yang lebih tinggi daripada osmolaritas plasma dapat menarik cairan intraselluler ke intravascular. Factor lain yang dapat mempengaruhi hasil

(56)
(57)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan :

1. Efek volume intravascular tidak berubah bermakna pada penambahan cairan saline hipertonis namun dapat mempertahankan hemodinamik stabil.

2. Cairan saline hipertonis NaCl 3% hanya menarik sedikit cairan dari intraselluler ke intravascular

3. Pada penelitian ini tidak didapat waktu tercapainya distribusi cairan ke kompartemen tubuh

Saran :

1. Perlu penelitian lanjutan dengan menggunakan cairan koloid untuk menentukan efek volume intravascular menggunakan BIA

(58)

DAFTAR PUSTAKA

1. B David. Regional anesthesia and analgesia W.B Saunders Company. USA. 1996 p 358-360

2. C Michael, O P Bridenbaugh, G M Nicholas, B J Sorin. Nueral Blockade, In Clinical Anesthesia and Management of pain. Lippincott. Raven. Philadelphia. New York. USA 1998. P 203-235

3. Martini, Frederic, Fundamentals Of Anatomy & Physiology Seventh edition; Pearson. San Fransisco. USA. 2006. P 996-998.

4. M. Elaine. Human Anatomy and Physiology. Third Edition; The Benjamin Cummings. 1995. P 664-665

5. J Andrea, C M Laura. Indications for and Implications of Using Hypertonic Saline. Critical Care Nurse Vol 24 no 5; October 2004. P 37-39

6. K Robert. Hypertonic Saline Resuscitation in Anesthesia and Surgery. Current Anesthesiology Reports 2000. p 257-258

7. J Rupert, Hypertonic or Isotonic Saline in hypotensive with severe head injury. BestBETS. Januaru 2004

8. H Z Shi. Effects of Hypertonic Sodium Lactate Dextran 70 Resuscitation on Cardiac Function in Severely Burned Dogs. Annals of Burns and Fire Disasters. 1997; 10

9. O Roselaine, V Irineu. Clinical Review : Hypertonic Saline Resuscitation in Sepsis. Critical Care; Oktober 2002

10.Belba, Our Experience in the Treatment of Burn Shock by Hypertonic Lactated Saline Solution. Annlas of Burns and Fire Disasters Juni 2005; 18(2)

11.M Iqbal, L Xavier; Metabolic and Hemodynamic Effects of Hypertonic Solutions. Sodium Lactate versus Sosium Chloride Infusion in Postoperative Patients. Shock 2002; 18(4); 306-310

12.A Horacio, M Nicolaos. Hiponatremia. New England Journal Medicine. Agustus 2005; 342 (21); 1581-1587

(59)

14.J. Koobi. Effects of Hypertonic 75 mg/ml (7,5%) Saline on extracellular Water Volume when Used for Preloading before Spinal Anaesthesia, Acta Anaesthesiologica Scandinavica, 2001 no 45. P 776-781

15.J Kati, H Seppo. The Comparison of Hypertonic Saline (7,5%) and Normal Saline (0,9%) for Initial Fluid Administration Before Spinal Anesthesia. International Anesthesia Research Society. 2000

16.J Rudolp. Fundamental of Bioelectrical Impedance Analysis, February 1. 1998

17.J. Rudolph, Principles of Bioelectrical Impedance Analysis, April 1997

18.Anonymous. Impedance Analysis. Theory. File://local_host/biotheorypage.htm

19.Ackland G L, Singh-Ranger D, Fox S, McClaskey B, Down J F, Farrar D, Sivaloganathan M, et al. Assessment of preoperative fluid depletion using bioimpedance analysis. British Journal Anaesthesia 2004; 92(1): 134-136

20.G Arthur, The Body Fluid and Kidneys, In : G, Arthur, Medical Physiology, 2005, p 292-295

21.K Ursula, B Ingvar, L Antonio, D Paul, E Marinos, G Jose, et al. Bioelectrical impedance analysis – part II : Utilization in clinical practice, Clinical Nutrition (2004) 23, p 1430-1453

22.S Ron, T Fransisco, S Debra, Z Michael, Nutritional requirements of adults before transplantation. E-medicine, July 2006

23.H. Simon. The Accuracy of bioelectric impedance analysis in assessing fat free mass in patients with chronic obstructive pulmonary disease. Evidence centre critical appraisal. 2004

(60)

25.K Ursula, B Ingvar, L Antonio, D Paul, E Marinos, G Jose, et al. bioelectrical impedance analysis – part I : review of principles and methods. Clinical Nutrition 2004; 23, p1226-1243.

26.L. Henry. Requirements for clinical use of bioelectrical impedance analysis (BIA). Agricultural research service. 2007

27.B Don, D J Boness. Estimation of total body water in Hatbor seals: How useful is bioelectrical impedance analysis?. Marine mammal science October 1998; 14(4). P 765-777

(61)

LAMPIRAN 1

Riwayat Hidup Peneliti

Nama : dr. Rr. Sinta Irina

Tempat/Tgl Lahir : Medan, 27 September 1976

Agama : Islam

Alamat Rumah : Taman Setia Budi Indah Blok E No. 50 Medan No. Telepon : 061-8211659 / Hp 085230153231 – 77098943 Nama Ayah : H.R. Suyoto Yusuf

Nama Ibu : dr. Hj. Asmah Yusuf, SpR

Status : Kawin

Nama Suami : Ir. Mohammad Ikhsan

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Sukabumi – Jawa Barat Nama Anak : 1. Ahmad Avicenna Ash-Shiddiq Ikhsan

2. Aisyah Aulia Az-Zahra Ikhsan

Riwayat Pendidikan

1982 – 1988 : SD PKMI Methodist 7 Jl. Madong Lubis No. 7 Medan 1988 – 1991 : SMP Negeri 1 Medan

1991 – 1994 : SMA Negeri 4 Medan

1996 – 2002 : Pendidikan Dokter Umum FK USU Medan

2003 – Sekarang : PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi FK USU Medan

Seminar / Simposium / Pelatihan / Temu Ilmiah yang pernah diikuti :

1. Joint Symposium Neuroanesthesia Indonesia – Singapore, Februari 2007, Batam 2. Basic Neuroanesthesia Course, Februari 2007, Batam

3. Simposium Emergency and Critical Care 3th

(62)

Lampiran 2

Lembaran Observasi Subjek Penelitian

IDENTITAS

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Tinggi Badan : Berat Badan :

(63)

Pre Operasi (Pre Preload)

Post Preloading Post

(64)

Lampiran 3

Formulir Surat Persetujuan Subjek Penelitian

Anestesiologi & Reanimasi RS. Haji Adam Malik / RS Haji Mina Medan

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :

Umur : Jenis Kelamin : Alamat : No. KTP : Pekerjaan :

Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dari resiko penelitian tersebut di bawah ini yang berjudul :

Perbandingan efek Volume intravascular preloading cairan hipertonis NaCl 3% dan NaCl

0,9% pada spinal anestesi

Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam uji klinik di atas dengan catatan bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini

Medan, Okt/Nov 2007

Mengetahui : Yang Menyetujui :

Penanggung Jawab Penelitian Peserta Uji Klinik

(………..) (……….)

Saksi

(65)

Lampiran 4

Lembaran Penjelasan Kepada Subjek Penelitian

Hal-hal yang akan dijelaskan kepada subjek penelitian : 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan effektivitas cairan infuse NaCl 3% dan NaCl 0,9% terhadap volume dalam pembuluh darah untuk mencegah penurunan tekanan darah sebelum dilakukan spinal anestesi.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan sangat berguna untuk masa mendatang untuk mendapatkan cairan yang tepat sebelum tindakan pembiusan terutama untuk pasien usia tua dan kelainan jantung.

3. Cara Kerja dalam Penelitian ini

(66)

4. Resiko Penelitian

Penelitian seperti ini telah banyak digunakan pada manusia dan dikabarkan tidak akan mendapatkan efek samping sama sekali. Bahkan penelitian sebelumnya banyak yang memakai cairan hipertonisnya lebih pekat, misalnya NaCl 7,5%, 10%, 15%. Kemungkinan yang terjadi pada pemberian cepat cairan infuse NaCl 3% mungkin akan sedikit terasa panas pada tangan. Namun hal ini merupakan hal yang wajar dan tidak perlu dikhawatirkan. Peda penelitian ini volume cairan hipertonis akan dihitung secara cermat yaitu sebanding dengan Na 2 mmol/kgBB dan pemberiannya akan dimonitor ketat. Antisipasi terhadap segala kemungkinan sudah dipersiapkan. Obat dan alat-alat darurat sudah dipersiapkan. Tenaga tim ahli sudah siap membantu. Dan dalam buku-buku juga dikatakan bahwa kejadian-kejadian itu sangat kecil kemungkinan tersebut terjadi.

5. Hasil yang diharapkan untuk masyarakat umum dan bidang kesehatan

Dengan penelitian ini diharapkan akan didapat cairan yang tepat untuk pasien-pasien yang akan dioperasi dengan umur tua dan pasien dengan kelainan jantung sehingga angka kematian semakin menurun.

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan Vancomycin sebagai terapi defenitif harus pada pasien dengan hasil uji laboratorium yang terbukti positif terinfeksi bakteri jenis Meticillin-resistant

Dalam suatu riwaya t disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Umar bin Abd Aziz, tidak ditemukan lagi masyarakat yang layak untuk menerima zakat, karena semua

Pada tahun 2013 terdapat 1 komplain dari Pindodeli tentang hasil pengujian kertas dengan metoda yang seharusnya berbeda. Solusinya dengan mengulang hasil uji dengan metoda yang

Nah, sekarang coba diperhatikan, seandainya saja cara membalik kepemilikan SAHAM ini berlangsung terus, 80% saham perusahaan menjadi milik publik (BURUH, Pekerja) sedang

Dalam tulisannya yang lain, Catherine Lewis (2004) mengemukakan pula tentang ciri-ciri esensial dari lesson study, yang diperolehnya berdasarkan hasil observasi

Tes untuk hasil belajar menggunakan 10 soal pilihan ganda, sedangkan tes untuk tingkat berpikir kreatif menggunakan 2 masalah berupa uraian yang memungkinkan siswa

Penelitian ini bertujuan untuk (1) memberikan bukti empiris bahwa pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) berpengaruh negatif terhadap apropriasi

Je Dis Que Rien Ne M'epouvante (Aku Bilang Tidak Ada Yang Dapat Menakutiku) merupakan aria dari opera Carmen karya Georges Bizet, libretto oleh Henri Meilhac