• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) Dan Voluntary Counseling & Testing (VCT) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) Dan Voluntary Counseling & Testing (VCT) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

PERSEPSI KELOMPOK RISIKO TINGGI TERTULAR HIV/AIDS TENTANG KLINIK INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

DAN VOLUNTARY COUNSELING & TESTING (VCT) DI PUSKESMAS PADANG BULAN MEDAN

TAHUN 2008

OLEH :

RIKA HESTI BANGUN NIM. 051000589

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

PERSEPSI KELOMPOK RISIKO TINGGI TERTULAR HIV/AIDS TENTANG KLINIK INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

DAN VOLUNTARY COUNSELING & TESTING (VCT) DI PUSKESMAS PADANG BULAN MEDAN

TAHUN 2008

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

RIKA HESTI BANGUN NIM.051000589

(3)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

2008 ABSTRAK

Di Sumatera Utara jumlah kumulatif HIV/AIDS sampai dengan Juni 2007 adalah berjumlah 1017 kasus, dan berdasarkan jenis kelamin jumlah penderita HIV/AIDS di Sumatera Utara adalah laki-laki 784 jiwa, perempuan 147 jiwa, dan tidak diketahui 19 kasus. Khusus di kota Medan jumlah penderita HIV/AIDS sampai Juni 2007 adalah berjumlah 773 kasus.

Pemerintah saat sekarang ini sudah membuat program penanggulangan HIV/AIDS di kabupaten/kota yaitu salah satunya adalah program pengadaan klinik IMS dan VCT yang dipusatkan di puskesmas, dan salah satu di kota Medan yaitu klinik IMS dan VCT di Puskesmas Padang Bulan Medan.

Penelitian survei dengan pendekatan kualitatif ini dilakukan bertujuan untuk menjelaskan persepsi kelompok risiko tinggi tertular HIV/AIDS tentang klinik IMS dan VCT di Puskesmas Padang Bulan. Data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam, sedangkan data sekunder diperoleh dari puskesmas Padang Bulan Medan dan data pendukung lainnya. Analisis data menggunakan teknik Analisis domain tipe rasional.

Hasil penelitian menunjukkan seluruh informan menyatakan informasi tentang klinik IMS dan VCT mereka dapatkan dari orang yang bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap HIV/AIDS. Sebagian besar memiliki pengetahuan tentang klinik IMS dan VCT pada aspek pemeriksaan untuk mengetahui apakah tertular HIV/AIDS atau IMS. Seluruh informan memberikan penilaian dan pengalaman langsung tentang klinik IMS dan VCT puskesmas Padang Bulan Medan. Berdasarkan analisis domain bahwa persepsi informan tentang klinik IMS dan VCT puskesmas Padang Bulan Medan dibentuk oleh aspek informasi yang diterima, pengetahuan yang dimiliki, penilaian serta pengalaman yang dirasakan oleh informan.

Disarankan penyebaran informasi secara lengkap dan akurat dari pihak Puskesmas Padang Bulan untuk memberikan kejelasan tentang manfaat, tujuan dan kegunaan klinik IMS dan VCT kepada masyarakat khususnya kelompok risiko tinggi tertular HIV/AIDS. Puskesmas perlu meningkatkan pelayanan terkait tugas pokok dan fungsi klinik IMS dan VCT. Dinas Kesehatan Kota selaku penanggung jawab program klinik IMS dan VCT hendaknya menjalin kemitraan dengan LSM yang bergerak di bidang HIV/AIDS untuk tetap membawa kelompok dampingannya mendapatkan pelayanan di klinik IMS dan VCT di Puskesmas Padang Bulan Medan.

(4)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Rika Hesti Bangun Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 01 Oktober 1981 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jl. Antariksa No. 3 Karang Sari Polonia Medan Alamat Kantor : Jl. Let.Jend.Jamin Ginting S Km.10 Medan

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1987-1993 : SD Angkasa I Lanud Medan 2. Tahun 1993-1996 : SMP St. Petrus Medan 3. Tahun 1996-1999 : SMU Negeri 13 Medan

4. Tahun 1999-2002 : D III Kesehatan Lingkungan/APK Kaban Jahe 5. Tahun 2005-2009 : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Riwayat Pekerjaan

1. Tahun 2003-2005 : Staf di Akademi Kebidanan Senior Medan

(5)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Esa atas berkat, rahmat dan

hidayah-Nya, penulis telah menyelesaikan skripsi dengan ”Persepsi Kelompok Risiko Tinggi

Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) an Voluntary Counseling & Testing

(VCT) di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008”.

Dalam penulisan skripsi ini, penul;is banyak mendapatkan bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak, baik secara moral maupun material. Dalam

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, Msi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. DR.Dra. Ida Yustina,Msi, selaku Ketua Departemen Administrasi

dan Kebijakan Kesehatan FKM-USU dan Dosen Penguji II, yang telah

bersedia memberikan bimbingan, masukan dan saran untuk kesempurnaan

skripsi ini.

3. Ibu Siti Khadijah Nasution, SKM,Mkes, selaku Dosen Pembimbing I, yang

telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan

guna penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. H. Aman Nasution, MPH, selaku Dosen Pembimbing II, yang

telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan

(6)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

5. Bapak dr. Heldy BZ, MPH, selaku Dosen Penguji III, yang bersedia

memberikan masukan, kritikan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Ir. Kalsum, selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis selama

masa perkuliahan.

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen FKM-USU terkhusus Dosen Pengajar di

Departemen AKK yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dan

wawasan kepada penulis selama proses perkuliahan.

8. Bapak Direktur RS.Jiwa Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan

kesempatan izin belajar kepada penulis di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utra.

9. Bapak Sugianto, SE, Ibu Sri Suriani P,Ssi,Apt, dan Ibu Nurhaida, SST,SPd,

selaku atasan langsung penulis di Penunjang Medik RS.Jiwa Provinsi

Sumatera Utara yang telah memberi dukungan dan motivasi dalam

menyelesaikan perkuliahan.

10.Ibu Kepala Puskesmas Padang Bulan Medan dan seluruh staf terkhusus

kepada Kak Ana, Kak Nelly yang telah memberikan dukungan kerjasama dan

kesempatan untuk melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Padang

Bulan Medan.

11.LSM Galatea terkhusus kepada Kak Pipit dan Bang Nanang yang telah

(7)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

penelitian di wilayah kerja LSM Galatea dan wawancara kepada Kelompok

Dampingan (KD) Galatea.

12.LSM H2O (Human Health Organitation) terkhusus Bang Hardi dan Bang

Krist yang telah memberikan dukungan kerjasama dan kesempatan untuk

melakukan penelitian di wilayah kerja LSM H2O dan wawancara kepada

Kelompok Dampingan (KD) H2O.

13.LSM JKM (Jaringan Kesehatan Masyarakat) terkhusus dr. Yenni, Kak Melda,

Kak Edo yang telah memberikan dukungan kerjasama dan kesempatan untuk

melakukan penelitian di wilayah kerja LSM JKM dan wawancara kepada

Kelompok Dampingan (KD) JKM.

14.Ayanda Drs. S. Bangun dan Ibunda R. Kaban serta adik-adikku, Martin,

Fiska, Rio dan Hardi dan Siska Devi yang senantiasa memberikan dukungan

baik moral maupu n materil.

15.Kakak-kakak rekan kerja di RS. Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yaitu

Kak Tri, Kak Novri, Kak Dian , Kak Natalia, Kak Matta dan Kak Lenny yang

selalu memberikan dukungan baik moral maupun materil.

16.Teman-teman Kelas Ekstensen A Angkatan 2005, yang telah banyak

memberikan motivasi, masukan dan saran untuk menyelesaikan penulisan

(8)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

17.Teman-teman Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yaitu, Mbak

Wiwik, Bang Sadat, Bang Telpa, Nelly, Cepti, Fitri dan Imron dan lainnya

yang tidak dapat disebutkan penulis satu persatu yang bersama dalam suka

dan duka dalam perkuliahan dan selama tahap penyelesaian skripsi ini.

18.Teman-teman Muda/i GPP Karang Sari yang telah banyak memberikan dukan

dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.

Penulis mengharapkan kritk dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya

membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

kita semua. Amin

Medan, 2009

(9)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Abstrac ... ii

Abstrak ... iii

Riwayat Hidup Penulis... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Persepsi ... 9

2.1.1. Pengertian ... 9

2.1.2. Proses Pembentukan Persepsi ... 10

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi... 13

2.2. Persepsi Masyarakat Tentang Kesehatan dan Sarana Kesehatan ... 15

2.3. Mengenal HIV/AIDS ... 16

2.4. Mengenal Tes HIV... 18

2.5. Program Klinik IMS dan VCT ... 21

2.5.1. Infeksi Menular Seksual (IMS) ... 21

2.5.2. Program IMS = Infeksi Penyakit Menular Seksual... 22

2.5.3. Konseling IMS ... 24

(10)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

2.5.5. Tahap VCT ... 27

2.5.6. Model Tahapan VCT ... 31

2.6. Fokus Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Jenis Penelitian ... 34

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 34

3.2.2. Waktu Penelitian ... 34

3.3. Informan Penelitian ... 35

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.5. Defenisi Istilah ... 36

3.6. Teknik Analisa Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 38

4.1. Deskripsi Lokasi Puskesmas Padang Bulan Medan ... 38

4.1.1. Keadaan Geografi ... 38

4.1.2. Keadaan Demografi ... 38

4.2. Gambaran Puskesmas Padang Bulan Medan ... 39

4.2.1. Fasilitas Puskesmas Padang Bulan Medan ... 39

4.2.2. Program yang dilakukan di Puskesmas Padang Bulan ... 40

4.2.3. Puskesmas Memiliki 7 Progtram Pokok ... 40

4.3. Klinik IMS dan VCT Puskesmas Padang Bulan ... 41

4.3.1. Susunan Organisasi Klinik IMS dan VCT ... 42

4.3.2. Alur Pemeriksaan IMS ... 43

4.3.3. Alur Pemeriksaan VCT ... 43

4.3.4. Ruang Pada Klinik IMS dan VCT ... 44

4.4. Karateristik Informan ... 44

4.5. Informasi Tentang Klinik IMS dan VCT ... 45

4.5.1. Informasi tentang Klinik IMS dan VCT Puskesmas Padang Bulan ... 45

4.5.2. Dapat Menyebut Kepanjangan IMS dan VCT ... 46

4.5.3. Cara Penyampaian Informasi oleh Narasumber tentang Klinik IMS dan VCT Puskesmas Padang Bulan ... 47

4.5.4. Informasi yang berkaitan dengan IMS dan VCT ... 48

4.6. Pengetahuan tentang Klinik IMS dan VCT Puskesmas Padang Bulan ... 49 4.6.1. Pengetahuan tentang Klinik IMS dan VCT Puskesmas Padang Bulan ... 49

4.6.2. Pernyataan Informan tentang mengapa mereka mau melakukan pemeriksaan ... 51

(11)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Padang Bulan ... 52

4.7.2. Manfaat yang didapat setelah mendapatkan pelayanan yang dirasakan oleh informasi ... 54

4.8. Pengalaman tentang klinik IMS dan VCT Puskesmas Padang Bulan ... 55

4.8.1. Kunjungan yang pernah dilakukan ke klinik IMS dan VCT puskesmas Padang Bulan dan Prosedur Pelayanan Klinik IMS dan VCT ... 55

4.8.2. Perlakuan Paramedis pada saat melakukan Pemeriksaan di klinik IMS dan VCT diPuskesmas Padang Bulan... 57

4.8.3. Saran Kelompok Risiko Tinggi Tertular HIV/AIDS terhadap klinik IMS dan VCT puskesmas Padang Bulan berdasarkan pengalaman yang mereka rasakan ... 59

4.9. Analisa Domain ... 61

BAB V PEMBAHASAN... 64

5.1. Pengaruh Informasi terhadap Persepsi Kelompok Resiko Tinggi Tertular HIV/AIDS tentang Klinik IMS dan VCT ... 64

5.2. Pengaruh Pengetahuan terhadap Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HIV/AIDS tentang Klinik IMS dan VCT ... 67

5.3. Pengaruh Penilaian terhadap Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HIV/AIDS tentang Klinik IMS dan VCT ... 70

5.4. Pengaruh Pengalaman terhadap Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HIV/AIDS tentang Klinik IMS dan VCT ... 73

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

6.1. Kesimpulan ... 77

6.2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA

(12)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karateristik ……… 45

Tabel 4.2. Matriks Pernyataan Informan tentang mendengar Informasi

tentang Klinik IMS dan VCT Puskesmas Padang Bulan ……. 46

Tabel 4.3. Matriks Pernyataan Informan Tentang Mengatahui

Kepanjangan IMS dan VCT ……… 47

Tabel 4.4. Matriks Pernyataan Informasi tentang Cara Penyampaian Narasumber terkait Informasi mengenai klinik IMS dan VCT

Di Puskesmas Padang Bulan ………. 48

Tabel 4.5. Matriks Pernyataan tentang Narasumber memberikan

Informasi lain yang terkait dengan IMS dan VCT ……. 49

Tabel 4.6. Matriks pernyataan informan yang mengetahui manfaat Tujuan dan kegunaan klinik IMS dan VCT puskesmas

Padang Bulan ………. 50

Tabel 4.7. Matriks Pernyataan Informan Alasan mereka mau melakukan

(13)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Tabel 4.8. Matriks Pernyataan Informan Mengenai Keberadaan Klinik

IMS dan VCT di Puskesmas Padang Bulan ………. 53

Tabel 4.9. Matriks Pernyataan mengenai manfaat pelayanan di Klinik

IMS dan VCT puskesmas Padang Bulan ………. 54

Tabel 4.10. Matriks Jumlah Kunjungan dan Prosedur dalam mendapatkan layanan klinik IMS dan VCT

dipuskesmas Padang Bulan ... 56

Tabel 4.11. Matriks Pernyataan Informan tentang Pelayanan dan Kepuasan mereka dalam mendapatkan pelayanan di Klinik

IMS dan VCT puskesmas Padang Bulan ……… 58

Tabel 4.12. Matriks Pernyataan Kelompok Resiko Tinggi Tertular HIV/AIDS tentang saran mereka terhadp klinik

IMS dan VCT ……… 60

Tabel 4.13. Persepsi Kelompok Resiko Tinggi Tertular HIV/AIDS Tentang Klinik IMS dan VCT Puskesmas Padang Bulan

Tahun 2008 ……….. 61

(14)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1. Model Standart Emas ………... 31

Gambar 4.1. Struktur Organisasi Klinik IMS dan VCT

Puskesmas Padang Bulan ... 42

Gambar 4.2. Alur Pemeriksaan IMS Pada Klinik IMS dan VCT

Puskesmas Padang Bulan ………….………. 43

Gambar 4.3. Alur Pemeriksaan VCT Pada Klinik IMSdan VCT

(15)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrom

(HIV/AIDS) merupakan salah satu dari penyakit yang harus diperhatikan serius oleh

semua pihak. Dalam hal ini bukan saja hanya pemerintah tetapi seluruh lapisan

masyarakat termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ) harus ikut serta dalam

menangani masalah tersebut karena sadar atau tidak sadar penyakit HIV/AIDS ini

mengalami peningkatan yang pesat dan hal ini tentu saja tidak dapat dipandang

sebelah mata.

Pada awalnya masalah HIV/AIDS ini rasanya tidak mungkin berkembang di

(16)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

menjadi masalah nasional yang kini menjadi perhatian khusus dari pemerintah

maupun internasional (Nawari, 2006).

Menurut data UNAIDS ( United National Joint Program on HIV AIDS ) tahun

2006 , jumlah orang yang terinfeksi HIV tercatat 39.5 juta jiwa. Jumlah ini

meningkat lebih dari 2.9 juta jiwa dibandingkan pada tahun 2004. Negara

berkembang merupakan tempat yang paling banyak terjadi masalah HIV/AIDS.

Ini terlihat bahwa dari seluruh kasus HIV, 90 % terjadi pada negara berkembang

seperti Thailand, India, Mynmar dan China bagian Selatan. Adapun negara – negara

industri yang lebih maju telah menekan laju infeksi HIV di negaranya

( Depkes RI, 2004 ).

Untuk kasus AIDS di Indonesia sendiri, sampai dengan akhir September 2006

AIDS telah menyebar ke 32 provinsi dari 33 provinsi di Indonesia dengan jumlah

6987 kasus orang di Indonesia terjangkit HIV/AIDS. Dari data tersebut 10 provinsi

dengan kasus terbanyak sampai dengan akhir September 2006 adalah DKI Jakarta

( 2394 kasus ), Jawa Timur ( 820 kasus ), Papua ( 814 kasus ), Jawa Barat (781

kasus), Bali ( 307 kasus ), Kalimantan Barat ( 228 kasus ), Sumatera Utara ( 192

kasus ), Kepulauan Riau ( 185 kasus ), Jawa Tengah ( 175 kasus ), dan Sulawesi

Selatan ( 143 kasus ). Kasus AIDS ini jika berdasarkan jenis kelamin sampai dengan

akhir September 2006 adalah 82 % laki-laki dan 16 % perempuan dan 2 % tidak

diketahui (KPA Nasional, 2006).

Di Indonesia, peningkatan persentase pengguna narkotika suntik yang tertular

(17)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS sebanyak 819 kasus. Dari jumlah tersebut,

penularan yang terjadi lewat pengguna narkotika suntik sebanyak 6 kasus (0,7 %),

jumlah tersebut telah meningkat pada akhir tahun 1999. Dari jumlah kumulatif kasus

yang ada, yaitu 225 kasus, 19 kasus (1,8 %) di antaranya penularan terjadi lewat

pengguna narkotika. Hal ini menunjukkan jumlah kasus pengguna narkotika suntik

meningkat hampir 100 persen. Ada kecenderungan jumlah penularan yang terjadi

melalui narkotika suntik terus – menerus bertambah. Hal ini tampak dari data bulan

Agustus 2000 yang memperlihatkan bahwa jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang

ada, yaitu 1.439 kasus (10,10%) di antaranya terjadi karena pengguna narkotika

jarum suntik (Praptoraharjo, 2005).

Di Sumatera Utara jumlah kumulatif HIV/AIDS sampai dengan Juni 2007

adalah berjumlah 1017 kasus, dan berdasarkan jenis kelamin jumlah penderita

HIV/AIDS di Sumatera Utara adalah laki-laki 784 jiwa, perempuan 147 jiwa, dan

tidak diketahui 19 kasus. Khususnya di kota Medan jumlah penderita HIV/AIDS

sampai Juni 2007 adalah berjumlah 773 kasus ( Dinkes ProvSU, 2007 ).

Meskipun belum ada data yang akurat, beberapa faktor risiko penularan

HIV/AIDS yang berkembang di masyarakat adalah melalui praktek pelacuran yang

semakin berkembang, pergaulan bebas yang menjurus kepada perilaku seks bebas

yang tidak aman, masih tingginya penggunaan jarum suntik dan dan kini sebagian

besar dari mereka teridentifikasi positif tertular HIV/AIDS karena pecandu narkoba,

(18)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

jarum suntik yang tidak steril dan bahkan terkontaminasi virus HIV/AIDS

( Munijaya, 1998 ).

Kemungkinan seseorang tertular HIV/AIDS setiap kali berbagi jarum adalah

99% dan sekitar 1% setiap kali melakukan hubungan seks yang tidak aman.

Behaviour Surveillance Survey yang dilakukan oleh Center for Health Research

(CHR), Universitas Indonesia, juga menemukan bahwa 54 % dari pengguna adalah

seksual aktif, baik dengan pasangannya maupun dengan pekerja seks perempuan.

Artinya, mereka berisiko sangat tinggi tertular HIV/AIDS lewat narkotika suntik

ataupun hubungan seks (Praptoraharjo, 2005).

Sexually Transmitted Infections (STI) dalam bahasa Indonesia diterjemahkan

sebagai Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) mencerminkan masalah terbesar

dalam kesehatan masyarakat di negara berkembang. Pada seorang individu, penyakit

IMS membuat individu tersebut rentan terhadap infeksi HIV. Penularan IMS melalui

hubungan seksual diikuti dengan perilaku yang menempatkan individu dalam risiko

mencapai HIV, seperti mereka berperilaku bergantian pasangan seksual, dan tidak

konsisten menggunakan kondom (BNN, 2004).

Dengan semakin meningkatnya penderita HIV/AIDS di tengah-tengah

masyarakat, pemerintah menganggap perlu dilakukannya penyebaran informasi yang

benar tentang penyebab penularan, bagaimana dapat tertular, bagaimana cara

penularannya, dan gejala apa yang timbulkan bagi yang sudah tertular. Dengan

adanya pengetahuan yang benar tentang HIV/AIDS ini diharapkan masyarakat umum

(19)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Baru sekitar 25 % dari 250 juta penduduk Indonesia yang paham tentang

penyakit HIV/AIDS. Padahal, penyakit yang menyerang kekebalan tubuh itu sudah

masuk ke Indonesia sejak 20 tahun yang lalu. Karena itu, penyakit HIV/AIDS harus

mendapat perhatian. Bila tidak, satu generasi akan hilang tanpa disadari. HIV/AIDS

masih menjadi ancaman bagi Sumber Daya Manusia (SDM) kita di masa depan

(Wahyuni T, 2007).

Oleh karena itu, penanganannya juga harus berdasarkan pendekatan kesehatan

masyarakat melalui upaya pencegahan primer, sekunder dan tertier. Pemerintah

sendiri dalam hal ini sudah melakukan banyak program dalam penanggulangan

HIV/AIDS baik untuk kabupaten/kota yang bekerjasama dengan WHO dan sejumlah

LSM.

Pemerintah saat sekarang ini sudah membuat program penanggulangan

HIV/AIDS di Kabupaten/ Kota. Di mana cara yang paling efisien untuk menurunkan

penyebaran HIV/AIDS dalam semua populasi adalah mencari populasi terget

kelompok berisiko tinggi tertular HIV/AIDS yaitu pengguna narkoba dengan jarum

suntik, pekerja seks perempuan, pekerja seks pria, gay, waria dan pelanggan dari

pekerja seks perempuan, pria dan waria (Depkes RI, 2004).

Ada 6 ( enam ) program yang dilaksanakan untuk menanggulangi

permasalahan HIV/AIDS yaitu Program KIE (Knowlegde, Information & Education)

= BCC (Behavior Change Communication) = KPP (Komunikasi Perubah Perilaku),

Program Kondom 100%, Program IMS (Infeksi Menular seksual), Program Harm

(20)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

(Care, Support & Treatment)/(Perawatan, Dukungan dan Pengobatan) (KPA

Nasional, 2006).

Salah satu program tersebut yang juga merupakan kerjasama antara

pemerintah dan LSM yang sangat populer di seluruh Indonesia dan sampai saat ini

terus dikembangkan adalah program pengadaan klinik IMS dan VCT . Layanan

kesehatan IMS merupakan kegiatan pemeriksaan dan pengobatan rutin masalah IMS

bagi pekerja seks perempuan, pria dan waria. Program ini dilaksanakan di Puskesmas

atau klinik swasta yang sudah ada di wilayah yang terdekat dengan konsentrasi

sebaran populasi berisiko. Layanan kesehatan IMS memiliki fungsi kontrol terhadap

penularan IMS agar penularan IMS dapat dipersempit dan untuk mengendalikan laju

penularan IMS-HIV/AIDS (Depkes RI, 2004).

Klinik IMS dan VCT ini sudah mulai dipusatkan di Puskesmas dengan tujuan

untuk lebih menjangkau penderita IMS dan HIV/ AIDS seperti di Kabupaten Madiun

yang dipusatkan di Puskesmas Dalopo, Puskesmas Gurah di Jawa Timur – Surabaya,

Puskesmas Dinoyo-Malang,Puskesmas Kosambi, Puskesmas Ciputat dan Puskesmas

Jalan Emas di Tanggerang, Puskesmas Kosambi, Puskesmas Ciputat dan Puskesmas

Jalan Emas di Kabupaten Banyumas Jawa Timur, Puskesmas Kelurahan Mangga

Besar dan Kecamatan Tamansari Jakarta Barat serta Puskesmas Padang Bulan

Medan, Puskesmas Bandar Baru dan Puskesmas Datuk Bandar Tanjung Balai,

Puskesmas Stabat Langkat, Puskesmas HKBP Tobasa dan Puskesmas Kerasaan

Simalungun di mana memberikan layanan pelayanan , perawatan dan pengobatan

(21)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Klinik Layanan kesehatan IMS bertujuan untuk menjalankan fungsi kontrol

dan menekan penyebaran IMS pada PSK perempuan, pria, waria, pelanggan PSK dan

pasangan seks tetapnya. Adapun VCT merupakan program pencegahan sekaligus

jembatan untuk mengakses layanan manajemen kasus ( MK ) dan CST bagi ODHA

(Orang Dengan HIV/AIDS). Layanan VCT mencakup pre – test konseling, testing

HIV, dan post- test konseling. Kegiatan tes dan hasil tes pasien harus dijalankan atas

dasar prinsip kerahasiaan (KPA Nasional, 2006).

Berdasarkan laporan data dari klinik IMS dan VCT Puskesmas Padang Bulan

Medan (Maret 2007 - Desember 2007), pemeriksaan IMS berkisar 50 – 60 orang

per bulan dan jumlah pemeriksaan ini sudah termasuk kegiatan dari pihak Puskesmas

Padang Bulan yang melakukan “jemput bola” setiap minggunya ke tempat-tempat

lokalisasi PSK di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Medan.

Pemeriksaan HIV/AIDS pada pengguna narkoba dengan jarum suntik

berdasarkan data pada klinik IMS dan VCT (Juni 2007 – Desember 2007 ) berkisar

30-40 orang per bulan. Sedangkan kunjungan pasien ke Puskesmas Padang Bulan

setiap harinya berkisar antara 90-100 orang.

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang

memanfaatkan fasilitas klinik IMS dan VCT di Puskesmas Padang Bulan relatif

sedikit, dan pasien yang berkunjung ke klinik IMS dan VCT di Puskesmas Padang

Bulan pada umumnya lebih banyak yang dibawa atau diantar langsung oleh pihak

LSM dengan kata lain bukan atas kesadaran dari pasien itu sendiri walaupun ada

(22)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Pihak Puskesmas Padang Bulan yang bertugas di klinik IMS dan VCT yang

didukung oleh 9 (sembilan) petugas melakukan kegiatan pelayanan ke luar ke

tempat-tempat lokalisasi PSK di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan setiap minggu pada

hari Rabu. Tempat-tempat lokalisasi PSK ditentukan oleh pihak LSM yang ikut

bekerjasama dengan pihak Puskesmas Padang Bulan.

Menurut Rakhmat (1988) persepsi adalah pengalaman tentang objek,

peristiwa, atau hubungan – hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan

informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi yang berbeda-beda timbul karena

beberapa faktor seperti : ketidaktahuan, informasi yang salah, penilaian yang

prematur, dan pengalaman yang tidak menyenangkan.

Berdasarkan atas beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa

peneliti mengenai persepsi yaitu oleh Ginting (2007) bahwa persepsi informan

dibentuk oleh aspek informasi yang diterima, pengetahuan yang dimiliki, penilaian,

serta pengalaman yang dirasakan oleh informan. Menurut Tarmizi (2007) bahwa

persepsi dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, begitu juga oleh Pulungan (2005)

persepsi dipengaruhi oleh pemahaman dan pengetahuan informan itu sendiri.

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini menfokuskan pada persepsi

kelompok orang yang memiliki risiko tinggi tertular HIV/AIDS tentang klinik IMS

dan VCT dalam pemanfaatannya di dalam penanggulangan HIV/AIDS khususnya di

kota Medan.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan permasalahan

(23)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

HIV/AIDS tentang klinik IMS dan VCT di Puskesmas Padang Bulan Medan tahun

2008.

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan persepsi kelompok

risiko tinggi tertular HIV/AIDS tentang klinik IMS dan VCT di Puskesmas Padang

Bulan Medan Tahun 2008.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Memberikan kontribusi kepada pihak Dinas Kesehatan Kota Medan dan Tim

Penanggulangan AIDS dalam rangka pencegahan penularan HIV/AIDS.

2. Memberikan masukan bagi pihak Puskesmas Padang Bulan Medan khususnya

Klinik IMS dan VCT.

3. Bahan perbandingan bagi peneliti berikutnya serta diharapkan dapat memberi

kontribusi pada bidang ilmu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas

(24)

9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persepsi 2.1.1. Pengertian

Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap

orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan,

pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami

persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran

yang unik terhadap situasi, dan bukan suatu pencatatan yang benar terhadap situasi

(Thoha, 1995).

Menurut Bruner yang dikutip Sarwono (2000), persepsi adalah proses

kategorisasi. Organisme dirangsang oleh suatu masukan tertentu (objek – objek

diluar, peristiwa dan lain-lain) dan organisme itu berespons dengan menghubungkan

masukan itu dengan salah satu kategori (golongan) objek – objek atau peristiwa –

peristiwa. Proses menghubungkan ini adalah proses aktif di mana individu yang

bersangkutan dengan sengaja mencari kategori yang tepat sehingga ia dapat

mengenali atau memberi arti kepada masukan tersebut.

Menurut Hamner dan Organ yang dikutip oleh Indrawijaya (2000), persepsi

adalah suatu proses di mana seseorang mengorganisasikan di dalam pikirannya,

menafsirkan, mengalami, dan mengolah pertanda atau segala sesuatu yang terjadi di

lingkungannya. Segala sesuatu yang mempengaruhi persepsi seseorang tersebut

(25)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Menurut Rakhmat (1988) persepsi adalah pengalaman tentang objek,

peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi

dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli indrawi

(sensory stimuli). Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional yang

mana oleh David Krech dan Richard.S.Crutch Field (1977) menyebutkan faktor

fungsional dan faktor struktural.

Persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dengan nama

individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar

memberikan makna bagi lingkungan mereka (Robbin, 1996). Menurut Robbin (1996)

bahwa ada sejumlah faktor bekerja untuk membentuk dan kadang-kadang memutar

balik persepsi. Faktor-faktor ini dapat berada pada pihak pelaku persepsi, dalam

objeknya atau target yang dipersepsikan, atau dalam konteks dari situasi dalam mana

persepsi dilakukan.

2.1.2. Proses Pembentukan Persepsi

Proses pembentukan persepsi antar satu individu dan yang lain berbeda-beda,

hal tersebut dikemukan oleh Thoha (1995), bahwa pembentukan persepsi tergantung

berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal seperti pengalaman,

keinginan, proses belajar, pengetahuan, motivasi, pendidikan dan faktor eksternal

yang meliputi lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, faktor sosial budaya,

lingkungan fisik dan hayati di mana seseorang itu bertempat tinggal.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka proses pembentukan persepsi

(26)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

mengemukakan bahwa proses terbentuknya persepsi dalam diri seseorang diawali

ketika stimulus kompleks masuk kedalam otak, dan melalui proses akan

menghasilkan makna, serta arti atau tafsiran terhadap stimulus tersebut. Proses

pembentukan persepsi melalui proses kognisi (pemikiran) terhadap stimulus berupa

fenomena, objek atau kejadian. Taraf permulaan persepsi adalah adanya suatu

stimulus dari suatu objek yang mengenai alat indera (proses fisik).

Proses berikutnya adalah proses psikologis di mana individu menyadari

makna yang diterima melalui alat indera atau reseptor. Intensitas frekwensi, jumlah

kejadian atau objek maupun menarik perhatian seseorang sehingga dapat mempunyai

tanggapan, sekalipun bersifat tertutup (covert behavior) dalam bentuk persepsi.

Menurut Feigl yang dikutip Kusumarini (2002) menekankan bahwa ada tiga

mekanisme pembentukan persepsi yaitu (1) selectivity, (2) closure, dan (3)

interpretation. Proses selectivity terjadi apabila seseorang menerima pesan maka akan

berlangsung proses penyeleksian pesan yang dianggap penting dan tidak penting, hal

tersebut merupakan peristiwa yang saling berhubungan yang diperoleh dengan cara

menyimpulkan dan menafsirkan pesan. Proses closure akan menyeleksi hasil

kesimpulan, kemudian disusun suatu kesatuan kumpulan pesan atau stimuli.

Interpretation terjadi apabila pesan tersebut di interprestasikan atau penafsiran pola

stimulus secara menyeluruh kedalam lingkungannya.

Rakhmat (2005) menyatakan bahwa pengorganisasian stimuli dengan cara

melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang diterima tidak lengkap dapat pula diisi

(27)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Persepsi dapat terjadi dengan dimulainya proses pengamatan, sedangkan pengamatan

dapat dilaksanakan apabila muncul suatu stimuli. Pada tahap stimuli maka proses

seleksi dan pengorganisasian akan berinteraksi dengan interprestasi dan closure.

Menurut Notoatmodjo (1993) reaksi dari persepsi terhadap suatu stimulus

(rangsangan) dapat terjadi dalam bentuk :

1. Receiving/ attending yaitu semacam kepekaan menerima stimulus dari luar dalam

bentuk masalah, situasi, gejala.

2. Responding (jawaban) yaitu reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap

stimulus yang datang dari luar.

3. Valuing (penilaian) yaitu yang berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap

gejala atau stimulus yang diterima.

4. Organizing yaitu pengembangan dari nilai kedalam suatu sistem organisasi,

termasuk hubungan suatu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai

yang dimilikinya.

5. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai yaitu keterpaduan semua sistem nilai

yang dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah

lakunya, termasuk keseluruhan nilai dan karateristik.

Masih dalam proses pengambilan keputusan dalam persepsi. Bruner yang

dikutip Sarwono (2000) menyatakan bahwa ada 4 tahap pengambilan keputusan :

1. Kategorisasi primitif, di mana objek atau peristiwa yang diamati diisolasikan dan

ditandai berdasarkan ciri-ciri khusus. Pada tingkat ini pemberian arti kepada objek

(28)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

2. Mencari tanda (ceu search), di mana si pengamat secara cepat memeriksa

(scanning) lingkungan untuk mencari informasi – informasi tambahan untuk

memungkinkannya melakukan kategorisasi yang tepat.

3. Konfirmasi, terjadi setelah objek mendapat penggolongan sementara. Pada tahap

ini si pengamat tidak lagi terbuka untuk sembarangan masukan, melainkan ia

hanya menerima tambahan informasi yang akan memperkuat (mengkonfirmasi)

keputusan. Masukan – masukan yang tidak relevan dihindari.

4. Konfirmasi tuntas. Di mana pencarian tanda- tanda diakhiri. Tanda- tanda baru

diabaikan saja dan tanda- tanda yang tidak konsisten dengan kesimpulan yang

sudah dibuat juga diabaikan saja atau diubah sedemikian rupa sehingga cocok

dengan kategori yang sudah dipilih.

2.1.3. Faktor – faktor yang Memengaruhi Persepsi

1. Faktor Fungsional

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan lain-lain

yang termasuk dengan apa yang disebut sebagai faktor-faktor personal yang

menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karateristik orang yang

memberikan respon terhadap stimuli itu (Rakhmat, 2005).

2. Faktor Struktural

Faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek

saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Bila kita mempersepsi

sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan, bukan melihat

(29)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Menurut Rakhmat (2005), persepsi yang berbeda-beda timbul karena beberapa

faktor seperti: ketidaktahuan, informasi yang salah, penilaian yang prematur,

pengalaman yang tidak menyenangkan.

Menurut Robbin (1996) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah

pelaku persepsi, objeknya atau target yang dipersepsikan dan situasi dalam mana

persepsi itu dilakukan.

1. Pelaku Persepsi

Bila seorang individu memandang pada suatu target dan mencoba

menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sarat dipengaruhi oleh

karateristik-karateristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu. Di antara karateristik-karateristik pribadi

yang lebih relevan yang mempengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan

atau minat, pengalaman masa lalu dan pengharapan.

2. Target

Karakteristik-karateristik dalam target yang akan diamati dapat memengaruhi

apa yang dipersepsikan. Apa yang kita lihat bergantung pada bagaimana kita

memisahkan suatu bentuk (figure) dalam latar belakangnya yang umum. Objek-objek

yang berdekatan satu sama lain akan cenderung dipersepsikan bersama-sama bukan

secara terpisah.

3. Situasi

Adalah penting dalam mana kita melihat objek-objek atau peristiwa-peristiwa.

(30)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

waktu dan keadaan di mana suatu objek atau peristiwa itu dilihat dapat memengaruhi

persepsi.

2.2. Persepsi Masyarakat Tentang Kesehatan dan Sarana Kesehatan.

Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan,

pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu. Hal ini sangat berpengaruh

dalam pembentukan dan perubahan perilaku. Suatu objek yang sama dapat

dipersepsikan secara berbeda oleh beberapa orang. Menurut Jordan dan Sudarti

dikutip oleh Sarwono (1997) persepsi masyarakat tentang sehat dan sakit dipengaruhi

oleh unsur pengalaman masa lalu, di samping unsur sosial budaya. Sebaliknya

petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang

objektif berdasarkan gejala yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik seseorang.

Perbedaan persepsi masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering

menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan. Kadang – kadang

orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan yang tersedia sebab ia

merasa tidak mengidap penyakit.

Masyarakat mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman

atau informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis – jenis layanan

kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan itu dengan sendirinya

didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut (Sarwono,

1997).

(31)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

2.3. Mengenal HIV AIDS

AIDS adalah Acquired Immune Deficiency Syndrom (sekumpulan gejala

penyakit yang ditimbulkan karena turunnya kekebalan tubuh yang didapat)

(KPA Nasional, 2006).

AIDS disebabkan oleh adanya virus HIV (Human Immunodeficiency Virus)

yang menyerah tubuh dan merusak sistem kekebalan tubuh. Virus HIV ini hidup

didalam 4 (empat) cairan tubuh manusia, yaitu : cairan darah, cairan sperma, cairan

vagina dan air susu ibu (ASI). Virus ini tidak dapat hidup dalam cairan tubuh lainnya,

seperti ludah (air liur), air mata maupun keringat, sehingga penularannya pun hanya

lewat empat cairan tubuh tersebut.

Virus HIV pertama kali ditemukan oleh Dr. Luc Montagnier dari Institut

Pasteur Perancis pada tahun 1983. Namun dari mana dan kapan virus ini ada didunia

belum diketahui dengan jelas. Akan tetapi diperkirakan pada akhir tahun 1970-an

didaerah Sub Sahara Afrika, HIV AIDS telah berkembang dan meluas. Virus ini

sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh manusia. HIV menyerang sel-sel limfosit

yang dikenal sebagai sel T-helper (sel T penolong) yang berfungsi melindungi tubuh

terhadap terjadinya infeksi. Akibatnya daya tahan tubuh orang yang tertular HIV

(32)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Sampai sekarang ini belum ditemukan vaksin pencegahan atau obat untuk

menyembuhkan kasus HIV/AIDS. Masa inkubasi (waktu antara terinfeksi dan

munculnya gejala penyakit) dari kasus ini pada orang dewasa memakan waktu rata –

rata 2- 3 tahun dan bahkan sampai 5 tahun. Selama kurun waktu tersebut, walupun

orang yang tertular virus HIV/AIDS masih tampak sehat, baik secara sadar maupun

tidak, yang bersangkutan dapat menularkan virus HIV kepada orang lain (FK UI,

2005 ).

Departemen Kesehatan RI (2005), menetapkan bahwa seorang dewasa

(> 12 tahun) dinyatakan menderita HIV apabila menunjukkan tes HIV positif dan

sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1 gejala minor dan gejala ini

bukan disebabkan oleh keadaan-keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi

HIV.

Gejala Mayor : (a). Berat badan menurun lebih dari 10% dalam satu bulan,

(b). Diare kronis yang berlangsung lebih dari satu bulan, (c). Demam berkepanjangan

lebih dari satu bulan, (d). Penurunan kesadaran dan gangguan neurologist, (e).

Dementitis HIV ensefalopati. Gejala minor : (a). Batuk menetap lebih dari satu

bulan,(b). Dermatitis generalisata yang gatal, (c). adanya Herpes Zoster

Multisegmental atau berulang, (d). Kandidiasis orofaringeal, (e) Herpes simplex

kronis progresif, (f). Limpadenopati generalisata, (g). Infeksi jamur berulang pada

alat kelamin wanita.

Kelompok masyarakat yang mempunyai perilaku risiko tinggi tertular AIDS

(33)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

promiskuitas atau mereka yang sering berganti-ganti pasangan seksual seperti PSK

(Pekerja Seks Komersial) dan pelanggannya, homoseksual, waria, wanita pekerja di

klab malam/panti pijat, (b). Pengguna narkotika suntik, (c). Penerima tranfusi

darah/produk darah yang berulang, (d). Anak yang lahir dari ibu pengidap HIV AIDS

(Depkes RI, 2004 ).

Pengelompokkan masyarakat berdasarkan tingkat risiko tertular penyakit

AIDS diatas ternyata kelompok remaja atau generasi muda tergolong yang berisiko

rendah, akan tetapi pengguna narkoba dan jarum suntik yang bergantian merupakan

kelompok risiko tinggi. Seperti kita ketahui bahwa sebagian besar pengguna

obat-obatan yang berbahaya dan jarum suntik secara bergantian adalah remaja dan

generasi muda. Oleh karena itu para remaja atau generasi muda merupakan sasaran

yang perlu diutamakan dalam program penanggulangan penyebaran penyakit AIDS

(Djoerban, 2001).

2.4. Mengenal Tes HIV

Tes HIV adalah suatu tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah

seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi

adanya antibodi HIV di dalam sampel darahnya.

Sebenarnya semakin cepat kita mengetahui status HIV kita, semakin banyak

hal positif yang bisa kita lakukan dalam hidup ini. Banyak orang yang selama ini

tidak menyadari risiko perilakunya terhadap kemungkinan tertular atau pun

(34)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

berisiko tinggi. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan kesadaran untuk menjaga

kesehatan diri sendiri, pasangan maupun (calon) anak-anak.

Secara umum tes HIV juga berguna untuk mengetahui perkembangan kasus

HIV/AIDS serta untuk menyakinkan bahwa darah untuk tranfusi dan organ untuk

transplantasi tidak terinfeksi HIV.

Tes HIV bersifat sukarela dan rahasia. Sukarela artinya bahwa seseorang yang

akan melakukan tes HIV haruslah berdasarkan atas kesadarannya sendiri, bukan atas

paksaan/ tekanan orang lain. Ini juga berarti bahwa dirinya setuju untuk di tes setelah

mengetahui hal-hal apa saja yang tercakup didalam tes tersebut, apa keuntungannya

dan apa kerugiannya dari tes tersebut, serta apa saja implikasi dari hasil positif atau

pun hasil negatif.

Rahasia artinya apa pun hasil tes ini nantinya (baik positif maupun negatif)

hasilnya hanya boleh di beritahukan langsung kepada orang yang bersangkutan, tidak

boleh diwakilkan kepada siapapun, baik orangtua, pasangan, atasan atau siapapun

juga. Di samping itu hasil tes HIV juga harus dijamin kerahasiaannya oleh pihak yang

melakukan tes tersebut (dokter rumah sakit, atau laboratorium) dan tidak boleh

disebarluaskan.

Mengingat begitu pentingnya untuk memperhatikan HAM (Hak Asasi

Manusia) di dalam masalah tes HIV ini, maka untuk orang yang akan melakukan tes

(35)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Konseling pre-test ini yaitu konseling yang dilakukan sebelum darah

seseorang yang menjalani tes itu diambil. Konseling ini sangat membantu seseorang

untuk mengetahui risiko dari perilakunya selama ini, dan bagaimana nantinya

bersikap setelah mengetahui hasil tes. Konseling pre–test ini bermanfaat untuk

meyakinkan orang terhadap keputusan untuk melakukan tes atau tidak, serta

mempersiapkan dirinya bila hasil nantinya positif.

Konseling Post-test yaitu konseling yang harus diberikan setelah hasil tes

diketahui, baik hasilnya positif maupun hasilnya negatif. Konseling post-test sangat

penting untuk membantu mereka yang hasil HIVnya positif agar dapat mengetahui

cara menghindari penularan pada orang lain serta untuk bisa mengatasinya dan

menjalani hidupnya secara positif. Bagi mereka yang hasil HIVnya negatif, konseling

post-test bermanfaat untuk memberitahu tentang cara –cara mencegah infeksi HIV di

masa yang akan datang.

Cara kerja tes ini adalah jika seseorang terinfeksi oleh suatu virus, maka

tubuhnya akan memproduksi antibodi untuk melawan infeksi tersebut. Antibodi ini

diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh. Antibodi jauh lebih mudah dideteksi

daripada virusnya.

Sebagian besar tes antibodi HIV mendeteksi antibodi terhadap HIV dalam

sample darah. Jika tidak ada antibodi yang terdeteksi, hasilnya adalah seronegatif atau

HIV negatif. Sebaliknya, jika ada antibodi terhadap HIV, berarti hasilnya seropositif

(36)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Walau pun demikian, suatu tes bisa saja memberi hasil yang negatif bila

orang yang di tes baru saja terinfeksi. Hal ini dapat terjadi karena tubuh kita

membutuhkan waktu beberapa minggu untuk mulai menghasilkan antibodi sejak

terjadinya infeksi. Antibodi biasanya dapat dideteksi sekitar 3-8 minggu setelah

terinfeksi, dan masa ini disebut periode jendela (window periode). Dalam masa

seperti ini, bisa saja seseorang mendapatkan hasil tes negatif karena antibodinya

belum terbentuk sehingga belum dapat dideteksi, tetapi ia sudah dapat menularkan

HIV pada orang lain.

Tes darah yang dilakukan biasanya menggunakan tes ELISA (enzyme linked

immunosorbent assay) yang memiliki sensitivitas tinggi namum spesifikasinya

rendah. Bila pada saat tes ELISA hasilnya positif, maka harus dikonfirmasi dengan

tes Western Blot yaitu tes yang mempunyai spesifikasi tinggi namun sensitivitasnya

rendah. Karena sifat kedua tes ini berbeda, maka biasanya harus dipadukan untuk

mendapatkan hasil yang akurat. Selain kedua jenis tes tadi, ada juga jenis tes lain

yang mampu mendeteksi antigen (bagian dari virus) yaitu NAT (nucleic acid

amplication technologies) dan PCR (polymerase chain reaction) (KPA Nasional,

2006).

2.5. Program Klinik IMS dan VCT 2.5.1. Infeksi Menular Seksual (IMS)

Infeksi menular seksual (IMS) atau biasa disebut penyakit kelamin adalah

(37)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

gonore, bobo, jengger ayam, herpes, dan lain-lain termasuk juga HIV/AIDS (Badan

Statistik, 2005).

Tanda-tanda atau gejala IMS :

1. Keluarnya cairan dari alat kelamin laki-laki atau perempuan yang berwujud cairan

atau nanah.

2. Adanya luka pada alat kelamin

3. Adanya benjolan pada lipatan paha

4. Pembengkakan buah zakar laki-laki

5. Adanya tumor, kutil, jengger ayam atau bunga kol pada alat kelamin

6. Nyeri perut bagian bawah pada perempuan.

Perilaku yang mempengaruhi penyebaran IMS :

1. Sering berganti pasangan.

2. Mempunyai lebih dari satu pasangan seksual.

3. Mempunyai pasangan yang juga mempunyai pasangan lain.

4. Berhubungan seksual dengan pasangan yang tidak dikenal.

5. Melakaukan hubungan seksual meskipun menderita IMS.

6. Tidak memberi tahu pasangannya untuk mendapatkan pengobatan IMS.

Infeksi Menular Seksual (IMS) dapat mengakibatkan :

1. Peradangan menahun.

2. Gangguan pada syaraf.

(38)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

4. Kemandulan.

5. Gangguan Kelamin.

6. Kematian.

7. Keganasan misalnya kanker leher rahim.

8. Tertular HIV.

2.5.2. Program IMS = Infeksi Menular Seksual

Layanan Kesehatan IMS merupakan kegiatan pemeriksaan dan pengobatan

rutin masalah IMS bagi pekerja seks perempuan, pria dan waria. Beberapa penyakit

infeksi menular seksual yang sering melanda pekerja seks perempuan adalah: gonore

(kencing nanah, uretritis spesifik, GO), klamida (uretritis gonore, ureteris

non-spesifik/UNS), sifilis (raja singa), cankroid (ulkus mole), limfogranuloma venerum

(LGV), infeksi trikomonas (trikomoniasis vaginalis), herpes genitalis (herpes), kutil

kelamin (kutil anogenital), granuloma ingunale (donovanosis) (KPA Nasional, 2006).

Layanan Klinik IMS ini mencakup :

1. Melaksanakan kegiatan pencegahan seperti promosi kondom dan seks aman.

2. Memberikan layanan pemeriksaan dan pengobatan bagi mereka yang telah

tertular IMS.

3. Melaksanakan kegiatan penapisan untuk IMS asymptomatic bagi semua populasi

berisiko secara rutin sedikitnya sekali setiap 3 (tiga) bulan.

4. Memberikan layanan konseling, pemeriksaan, dan pengobatan bagi pasangan

tetap klien pekerja seks melalui sistem partner notification.

(39)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

6. Memberikan layanan KIE tentang mitos penggunaan obat –obat bebas untuk

mencegah atau mengobati IMS.

Target Sasaran :

1. Pekerja seks perempuan langsung : mereka yang berada di lokasi dan ada

mucikari maupun mereka yang berada di jalanan.

2. Pekerja seks perempuan tak langsung : mereka yang bekerja di tempat hiburan

dan panti pijat namun juga melakukan transaksi seksual.

3. Pekerja seks pria, lazimnya disebut “kucing”: adalah mereka yang menjual jasa

seks bagi sesame pria maupun bagi wanita.

4. Gay atau MSM : men sex with men: adalah mereka yang memiliki orientasi seks

pada sesame pria dan punya perilaku berganti-ganti pasangan seks.

5. Waria pekerja seks : mereka yang mejeng di jalan, ada pula yang panggilan untuk

transaksi seks komersil.

6. Pelanggan dari pekerja seks perempuan, pria, dan waria.

Maksud dan tujuan dari layanan IMS adalah bertujuan untuk menjalankan

fungsi kontrol dan menekan penyebaran IMS pada PSK perempuan, pria, waria,

pelanggan PSK dan pasangan seks tetapnya (KPA Nasional, 2006).

2.5.3. Konseling IMS

Memberikan konseling penderita IMS agak berbeda dengan penderita

penyakit lain. Hal ini disebabkan oleh karena klien IMS yang datang pada

dokter/konselor untuk meminta nasehat, di samping memiliki rasa takut dan cemas

terhadap penyakitnya, juga mempunyai rasa bersalah, yang sering menimbulkan

(40)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Konseling penderita IMS sebaiknya diberikan kepada dokter yang

merawat/tenaga kesehatan lain yang ditunjuk, yang benar-benar mengerti tentang

IMS.

Walaupun konseling dapat berbeda pada tiap kasus akan tetapi ada beberapa

hal yang harus diperhatikan pada setiap proses konseling :

1. Waktu harus cukup leluasa.

2. Tempat yang menyenangkan bagi penderita, dan tidak dapat didengar orang lain.

3. Sikap konselor membuat klien merasa “diterima”, “dipahami”, serta merasa aman

untuk beratnya dan mengemukakan pendapat.

4. Kemudahan klien untuk mendapat pelayanan.

5. Kerahasiaan harus benar-benar dijaga.

6. Kegiatan konseling dapat meliputi :

• Memberi informasi yang dapat memberi kejelasan dan pemahaman pada

klien.

• Dapat menjawab pertanyaan klien dengan jujur dan terbuka.

• Mampu menyadarkan klien perlunya berperilaku aman, untuk tidak

menularkan pada orang lain.

• Mampu membuat klien sehingga sanggup membuat keputusan bagi diri

sendiri.

Tujuan konseling IMS adalah :

1. Agar penderita patuh minum obat/mengobati sesuai dengan ketentuan.

2. Agar kembali untuk follow up secara teratur sesuai dengan jadwal yang

(41)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

3. Menyakinkan pentingnya pemeriksaan mitra seksual, serta turut berusaha agar

mitra tersebut bersedia diperiksa dan diobati bila perlu.

4. Mengurangi risiko penularan dengan :

- Abstinensia dari semua hubungan seks hingga pemeriksaan terakhir selesai.

- Abstinensia dari semua hubungan seks bila timbul simtom atau gejala kambuh

- Menggunakan kondom bila meragukan adanya risiko.

5. Agar tanggap dan memberikan respon cepat terhadap infeksi atau hal yang

mencurigakan setelah hubungan seks (Barakbah,2005).

2.5.4. Program VCT (Voluntary Counseling and Testing)

Layanan VCT adalah program pencegahan sekaligus jembatan untuk

mengakses layanan manajemen kasus (MK) dan CST bagi ODHA. Layanan VCT

harus mencakup pre-test konseling, testing HIV, dan post-test konseling. Kegiatan tes

dan hasil tes pasien harus dijalankan atas dasar prinsip kerahasiaan (KPA Nasional,

2006).

Prinsip dasar layanan VCT :

1. Klien datang secara sukarela, diberikan layanan pre-test konseling, dan secara

sukarela bersedia di tes HIV (atas kehendak sendiri tanpa paksaan atau

(42)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

2. Percakapan antara klien dan konselor VCT serta hasil tes HIV bersifat rahasia,

tidak boleh dibocorkan dalam bentuk dan cara apapun kepada pihak ketiga.

3. Berorientasi kepada klien serta menerapkan prinsip GIPA (greater involvement

people living with HIV/AIDS).

Target sasaran :

1. Pengguna Napza Suntik (IDU).

2. Pasangan seks tanpa dari IDU yang bukan IDU.

3. Pekerja wanita seks langsung.

4. Pekerja wanita seks tak langsung.

5. Pekerja seks pria.

6. Gay .

7. Wanita Pekerja Seks.

8. Pelanggan dari pekerja seks komersil perempuan atau pria.

9. Pasangan tetap dari Pelanggan PSK.

Maksud dan tujuan program VCT dimaksudkan membantu masyarakat

terutama populasi berisiko dan anggota keluarganya untuk mengetahui status

kesehatan yang berkaitan dengan HIV di mana hasilnya dapat digunakan sebagai

bahan motivasi upaya pencegahan penularan dan mempercepat mendatangkan

pertolongan kesehatan sesuai kebutuhan.

Tujuannya :

1. Meningkatkan kesadaran populasi berisiko tentang status kesehatan HIV-nya.

2. Meningkatkan kesadaran populasi berisiko untuk membuat keputusan dan

(43)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

3. Meningkatkan jumlah populasi berisiko dan anggota keluarganya dalam upaya

mencegah perluasan penularan HIV.

4. Membantu mereka yang diidentifikasi untuk segera mendapat pertolongan

kesehatan sesuai kebutuhan (KPA Nasional, 2006).

2.5.5. Tahap VCT

1. Sebelum Deteksi HIV (Pra-konseling)

Pra-konseling juga disebutkan juga konseling pencegahan AIDS. Dua hal yang

penting dalam konseling ini, yaitu aplikasi perilaku klien yang menyebabkan dapat

klien berisiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS dan apakah klien mengetahui tentang

HIV/AIDS dengan benar.

Apabila perilaku klien tidak berisiko, biasanya setelah mengetahui dengan benar

bagaimana cara AIDS menular, maka klien akan membatalkan pemeriksaan.

Konselor harus lebih berhati-hati pada klien dengan perilaku berisiko tinggi karena

harus diteruskan dengan rinci tentang akibat yang akan timbul apabila hasil tes sudah

keluar. Tujuan dari konseling ini adalah untuk mengubah pola tingkah laku

(Nursalam dan Ninuk, 2007)

Tujuan Konseling pra-test HIV/AIDS

Terdapat beberapa tujuan dilakaukannya konseling pra-tes pada klien yang akan

melakukan tes HIV/AIDS. Tujuan tersebut adalah agar :

1. Klien memahami benar kegunaan tes HIV/AIDS.

2. Klien dapat menilai risiko dan mengerti persoalan dirinya.

3. Klien dapat menuerunkan rasa kecemasannya.

(44)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

5. Klien memilih dan memahami apakah ia akan melakukan tes darah

HIV/AIDS atau tidak.

2. Deteksi HIV (Sesuai keinginan klien dan setelah klien menandatangani lembar

persetujuan-informed consent)

Tes HIV adalah tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang

sudah positif terinfeksi HIV atau belum. Caranya adalah dengan cara mendeteksi ada

tidaknya antibodi HIV dalam sample darahnya. Hal ini dianggap perlu dilakukan agar

seseorang bias mengetahui secara pasti status kesehatan dirinya, terutama status

kesehatan yang menyangkut risiko dari perilakunya selama ini.

Tes HIV harus bersifat :

• Sukarela : Orang yang melakukan tes HIV haruslah berdasarkan atas

kesadarannya sendiri, bukan atas paksaan/tekanan orang lain. Ini juga berarti

bahwa ia setuju untuk dites, setelah ia mengetahui hal-hal apa saja yang tercakup

dalam tes itu, apa keuntungan dan kerugian dari tes, serta apa saja implikasi dari

hasil tes yang positif ataupun hasil negatif.

• Rahasia : Apa pun hasil tes ini, baik positif ataupun negatif, hanya boleh

diberitahu langsung kepada orang yang bersangkutan.

• Tidak boleh diwakilkan kepada orang lain, baik orang tua/pasangan, atasan, atau

siapa pun.

3. Pasca konseling: Konseling setelah Deteksi HIV

Pasca konseling merupakan kegiatan konseling yang harus diberikan setelah hasil

(45)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

penting untuk membantu mereka yang hasilnya HIV positif agar dapat mengetahui

cara menghindarkan penularan HIV kepada orang lain. Cara untuk bisa mengatasinya

dan menjalani hidup secara positif. Bagi mereka yang hasil tesnya HIV negatif, maka

konseling pasca-tes bermanfaat untuk membantu tentang berbagai cara mencegah

infeksi HIV di masa mendatang.

Tujuan Konseling pasca-tes:

• Hasil Negatif:

1. Klien dapat memahami arti periode jendela.

2. Klien dapat membuat keputusan akan tes ulang atau tidak, kapan waktu tepat

untuk mengulang.

3. Klien dapat mengembangkan pedoman praktis bagi dirinya untuk mengurangi

risiko melalui perilakunya.

• Hasil Positif:

1. Klien dapat memahami dan menerima hasil tes secara tepat.

2. Klien dapat menurunkan masalah psikologis dan emosi karena hasil tes.

3. Klien dapat menyesuiakan kondisi dirinya dengan infeksi dan menyusun

pemecahan masalah serta dapat menikmati hidup.

4. Klien dapat mengembangkan pedoman praktis bagi dirinya untuk mengurangi

(46)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

2.5.6. Model Tahapan VCT

Kerangka model di bawah ini adalah merupakan prosedur kunci penyediaan

layanan VCT .

Model Standar Emas

KONSELING PRA - TEST DAN PASCA TEST HIV Gejala atau kecemasan yang membawa seseorang memutuskan untuk tes status HIV

(47)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

[image:47.612.111.531.83.514.2]

USU Repository © 2009

Gambar 2.1. Model Standar Emas

2.6. Fokus Penelitian

Berdasarkan teori pada tinjauan pustaka dikaitkan dengan tujuan penelitian,

maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah : Beri waktu berpikir

Pengambilan darah

Penundaan Pengambilan darah

HIV Negatif

Mendorong mengubah perilaku kearah positif Katakan meski situasinya masih berisiko rendah tetap harus merawat diri untuk hindari infeksi dan kemungkinan penularan.

HIV Positif

Sampaikan berita dengan hati – hati, sediakan waktu untuk diskusi dan buat rencana tepat dan rasional.

Lakukan periksa ulang adalah pajanan selama 12 bulan setelah tes atau pajanan sesudah tes. Sarankan tes ulang

Berikan konseling berkelanjutan yang melibatkan keluarga. Beri dukungan dan tumbuhkan perilaku yang bertanggung jawab.

(48)

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (Ims) Dan Voluntary Counseling & Testing (Vct) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Ket :

: diteliti

: Tidak di teliti

1. Kelompok risiko tinggi tertular HIV/AIDS yang menjadi fokus penelitian adalah

pengguna narkoba dengan jarum suntik dan pekerja seks perempuan langsung

maupun tidak langsung dan waria.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah aspek informasi, pengetahuan,

penilaian, dan pengalaman, dengan pengertian sebagai berikut :

a. Informasi adalah segala pesan, berita atau keterangan yang diperoleh

Gambar

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karateristik ……………
Tabel 4.9. Matriks Pernyataan mengenai manfaat pelayanan di Klinik                  IMS dan VCT puskesmas Padang Bulan ……………………
Gambar
Gambar 2.1. Model Standar Emas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini, Rabu tanggal Tiga Puluh Satu bulan Oktober tahun Dua Ribu Dua Belas, dimulai pukul 09.30 WIB (10.30 WITA), sampai dengan pukul 14.30 WIB (15.30 WITA) telah

Responden yang Diabetes Mellitus banyak terdapat pada responden yang katagori umur berisiko Diabetes Mellitus tipe II karena responden kurang mengetahui salah satu

[r]

Perkembangan teknologi dan komputer membuat penyimpanan dan pengolahan data karyawan menjadi semakin efektif dan efisien, data yang semula disimpan dalam media kertas saat ini

[r]

Berguna bagi para pelajar atau pemakai yang ingin mengetahui sejarah Sumpah Pemuda mendapatkan arti lain dalam menerima informasi yang lebih menarik sekaligus terhibur.

[r]

Dimana modul interaktif ini dapat memberi kemudahan kepada pengguna yang ingin memperdalam atau memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuan lebih jauh tentang mata palajaran Biologi Kelas