• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pemetaan Bahaya Longsor

Hasil Pemetaan Bahaya Longsor berbasis Normatif Level Kabupaten Skala 1 : 50.000

Parameter yang digunakan untuk menilai bahaya longsor di Kabupaten Garut adalah geologi, penggunaan lahan, kemiringan lereng, jenis tanah, dan curah hujan. Hasil pemetaan pada setiap parameter disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Peta Parameter Bahaya longsor

a) peta geologi.

b) peta penggunaan lahan. c) peta kemiringan lereng. d) peta jenis tanah.

e) peta curah hujan.

Jenis batuan dikategorikan secara umum menjadi 5 (lima) yaitu Gunung Api yang mencakup tuf dan pasir memiliki skor paling tinggi yang berarti paling rawan terhadap longsor atau pergerakan tanah, Sedimen yang mencakup liat dan napal yang diberi skor sedang, dan Aluvial yang diberi skor 1 karena memiliki tingkat e)

b)

a)

bahaya yang paling rendah.

Jenis penggunaan lahan yang diberi skor paling tinggi yaitu kolam/tambak, tegalan, sawah, dan lahan terbuka sedangkan perkebunan dan hutan memiliki bahaya yang sedang dan lainnya memiliki bahaya yang paling rendah terhadap longsor.

Pada faktor ini, kemiringan lereng dengan klasifikasi datar (0 – 8) hingga landai (8 – 15) dinilai paling rendah kerentannya terhadap longsor. Kemudian nilai bahaya meningkat menjadi sedang pada kemiringan 15 – 25 dengan klasifikasi agak curam dan bahaya paling tinggi terletak pada kemiringan 25 – 45 atau curam hingga > 40 atau sangat curam.

Jenis tanah regosol, litosol, andosol, laterit, dan lain-lain. Jenis tanah brown forest soil, non calcic brown dan mediteran diklasifikasikan agak peka terhadap erosi. Sedangkan tanah aluvial, glei, latosol dan lainnya memiliki skor paling rendah atau kurang peka terhadap erosi.

Parameter curah hujan diklasifikasikan berdasarkan intensitas curah hujan harian maksimun tiap bulan. Semakin tinggi intensitas curah hujan harian maksimum tiap bulan maka bahaya terhadap longsor semakin tinggi. Hasil Overlay antara semua parameter penyebab longsor dengan metode normatif disajikan pada Tabel 24.

Tabel 24 Klasifikasi Bahaya Longsor dan Persentase Luasan Skala Kabupaten Zona Bahaya

Longsor Selang Nilai

Luasan Ha % Rendah 2,70 - 3,11 3911,21 1,27 Menengah 3,12 - 3,53 70128,53 22,74 Tinggi 3,54 - 3,95 92488,68 29,98 Sangat Tinggi >3,96 141930,93 46,01

Hasil tumpang tindih peta parameter bahaya longsor menunjukan peta bahaya longsor berbasis normatif yang didominasi oleh kelas bahaya sangat tinggi. Peta bahaya longsor berbasis normatif dapat dilihat pada Gambar 10.

Kelas Bahaya Rendah

Kelas bahaya rendah Kabupaten Garut memiliki luas area sebesar 3911,21 ha atau 1,27 % dari luas total wilayah penelitian. Persebaran kelas bahaya longsor sangat rendah berada di utara daerah penelitian dengan karakteristik geologi endapan permukaan dan sedimen. Kondisi penutupan lahan secara dominan berupa hutan, area pemukiman, dan pengisi area air. Kemiringan lereng berada pada lereng datar hingga curam (>40%), jenis tanah yang dominan adalah Aluvial, Latosol dan Podsolik. Curah hujan mencapai 13,6 - 20,7 mm/hr dan 20,7 - 27,7 mm/hr. Kelas bahaya rendah longsor di lokasi penelitian memiliki luas area 10,81 ha atau 20,59 % dari luas total wilayah penelitian. Didominasi oleh jenis tanah latosol coklat, dengan kemiringan lereng curam dan agak curam yaitu 15-40%, dan penggunaan lahan berupa jalan dan pemukiman.

Kelas Bahaya Menengah

Kelas bahaya menengah Kabupaten Garut memiliki luas area sebesar 70128,53 ha atau 22,74 % dari luas total wilayah penelitian. Persebaran kelas bahaya longsor menengah memiliki karakteristik geologi gunung api, endapan permukaan, dan sedimen. Kondisi penutupan lahan secara dominan berupa hutan, hutan bakau, pemukiman, pengisi area air, semak belukar, perkebunan, tanah ladang, sawah irigasi, sawah tadah hujan dan padang rumput. Kemiringan lereng berada pada lereng datar hingga curam (>40%), jenis tanah yang dominan adalah aluvial, andosol, andosol dan regosol, latosol, podsolik, regosol dan litosol. Curah hujan mencapai 13,6 - 20,7 mm/hr dan 20,7 - 27,7 mm/hr. Kelas bahaya menengah longsor di lokasi penelitian memiliki luas area 33,83 ha atau 64,43 % dari luas total wilayah penelitian. Didominasi oleh jenis tanah asosiasi andosol coklat dan regosol coklat, dengan kemiringan lereng curam dan sangat curam yaitu 25 - 40%, dan penggunaan lahan berupa jalan dan kebun campuran.

Kelas Bahaya Tinggi

Kelas bahaya tinggi di Kabupaten Garut memiliki luas area sebesar 92488,68 ha atau 29,98% dari luas total wilayah penelitian. Persebaran kelas bahaya longsor tinggi hampir merata di seluruh wilayah penelitian dengan karakteristik geologi gunung api, endapan permukaan, sedimen dan terobosan. Kondisi penutupan lahan secara dominan berupa area pemukiman, padang rumput, perkebunan, semak belukar dan tanah ladang. Kemiringan lereng berada pada lereng datar hingga curam (>40%), jenis tanah yang dominan adalah andosol dan regosol, latosol, podsolik, regosol dan litosol, resina dan litosol. Curah hujan mencapai 13,6 - 20,7 mm/hr dan 20,7 - 27,7 mm/hr. Kelas bahaya tinggi longsor di lokasi penelitian memiliki luas area 7,46 ha atau 14,21 % dari luas total wilayah penelitian. Didominasi oleh jenis tanah asosiasi andosol coklat dan regosol coklat dan latosol coklat, dengan kemiringan lereng sangat curam >40%, dan penggunaan lahan berupa jalan dan kebun campuran.

Kelas Bahaya Sangat Tinggi

Kelas bahaya sangat tinggi Kabupaten Garut memiliki luas area sebesar 92488,68 ha atau 29,98% dari luas total wilayah penelitian. Persebaran kelas bahaya longsor sangat tinggi berada hampir merata di seluruh wilayah penelitian dengan karakteristik geologi gunung api, terobosan dan sedimen. Kondisi penutupan lahan secara dominan berupa semak belukar, tanah ladang, sawah irigasi, dan sawah tadah hujan. Kemiringan lereng berada pada lereng datar hingga curam (>40%), jenis tanah yang dominan adalah andosol, andosol dan regosol,

latosol dan podsolik. Curah hujan mencapai 13,6 - 20,7 mm/hr dan 20,7 - 27,7 mm/hr. Kelas bahaya sangat tinggi longsor di lokasi penelitian memiliki luas area 0,41 ha atau 0,78 % dari luas total wilayah penelitian. Didominasi oleh jenis tanah asosiasi andosol coklat dan regosol coklat, dengan kemiringan lereng curam dan agak curam yaitu 15-40%, penggunaan lahan berupa tanah kosong.

Tabel 25 Persebaran Bahaya Longsor Berdasarkan Kecamatan KECAMATAN

Kelas Bahaya Longsor

Rendah Menengah Tinggi Sangat Tinggi

Luas Total (ha) % (ha) % (ha) % (ha) %

Cibalong 514,89 0,04 5646,87 0,41 29739,11 2,14 39564,48 2,84 75465,35 Pameungpeuk 31,62 0,00 663,97 0,05 15682,16 1,13 17192,56 1,23 33570,31 Cisompet 0,00 0,00 13539,87 0,97 28688,35 2,06 56762,5 0,08 98990,72 Cikelet 26,99 0,00 12214,14 0,88 20982,92 1,51 38592,59 2,77 71816,64 Peundeuy 0,00 0,00 9438,79 0,68 7328,47 0,53 24425,05 1,75 41192,31 Cihurip 0,00 0,00 9406,27 0,68 4134,99 0,30 27105,58 1,95 40646,84 Pakenjeng 1498,43 0,11 21317,62 1,53 26045,82 1,87 41231,11 2,96 90092,98 Mekarmukti 0,00 0,00 59,74 0,00 14165,52 1,02 13434,74 0,96 27660 Singajaya 0,00 0,00 285,85 0,02 5834,62 0,42 18141,61 1,30 24262,08 Caringin 0,00 0,00 19878,29 1,43 24387,56 1,75 44703,41 3,21 88969,26 Bungbulang 0,00 0,00 20963,42 1,51 28214,76 2,03 45635,02 3,28 94813,2 Banjarwangi 1067,5 0,08 3702,53 0,27 13395,67 0,96 17811,33 1,28 35977,03 Cisewu 118,76 0,01 21424,2 1,54 20221,13 1,45 26790,99 1,92 68555,08 Cikajang 1498,43 0,11 25916,63 1,86 15999,08 1,15 19548,89 1,40 62963,03 Cisurupan 0,00 0,00 5744,62 0,41 5807,37 0,42 16201,83 1,16 27753,82 Pamulihan 0,00 0,00 27367,52 1,97 12977,51 0,93 19665,21 1,41 60010,24 Cigedug 0,00 0,00 4030,67 0,29 3790,19 0,27 16996,96 1,22 24817,82 Cilawu 0,00 0,00 7120,75 0,51 4913,29 0,35 19261,56 1,38 31295,6 Talegong 101,09 0,01 10498,29 0,75 9817,29 0,70 4741,69 0,34 25158,36 Bayongbong 0,00 0,00 3659,96 0,26 7106,85 0,51 19407,57 1,39 30174,38 Sukaresmi 0,00 0,00 2635,2 0,19 3932,91 0,28 10951,02 0,79 17519,13 Garut Kota 0,00 0,00 7,23 0,00 5069,21 0,36 2854,06 0,20 7930,5 Tarogong Kidul 2,69 0,00 2543,31 0,18 3675,06 0,26 9532,56 0,68 15753,62 Pasirwangi 0,00 0,00 3086 0,22 3871,56 0,28 11337,86 0,81 18295,42 Karangpawitan 182,08 0,01 7074,79 0,51 3892,99 0,28 5391,19 0,39 16541,05 Samarang 0,00 0,00 2771,72 0,20 3800,15 0,27 11369,27 0,82 17941,14 Sucinaraja 0,00 0,00 4507,6 0,32 1249,75 0,09 8190,28 0,59 13947,63 Tarogong Kaler 2,69 0,00 6630,67 0,48 5260,99 0,38 18925,36 1,36 30819,71 Wanaraja 0,00 0,00 3155,69 0,23 3558,01 0,26 5706,26 0,41 12419,96 Banyuresmi 645,02 0,05 6494,11 0,47 3049,13 0,22 7778,68 0,56 17966,94 Pangatikan 0,00 0,00 2128,73 0,15 3497,65 0,25 4074,98 0,29 9701,36 Sukawening 445,49 0,03 5563,74 0,40 4928,58 0,35 7467,76 0,54 18405,57 Karang Tengah 0,00 0,00 2102,84 0,15 1711,3 0,12 9552,8 0,69 13366,94 Leuwigoong 1018,38 0,07 7055,01 0,51 4114,4 0,30 2632,15 0,19 14819,94 Leles 122,8 0,01 8046,47 0,58 2794,72 0,20 12768,97 0,92 23732,96 Cibatu 497,83 0,04 6857,93 0,49 3999,6 0,29 6392,85 0,46 17748,21 Malangbong 0,00 0,00 3010,84 0,22 4749,38 0,34 8007,76 0,57 15767,98 Kadungora 197,93 0,01 867,75 0,06 3099,26 0,22 4105,95 0,29 8270,89 Cibiuk 617,11 0,04 3190,25 0,23 1397,36 0,10 319,5 0,02 5524,22 Kersamanah 409,45 0,03 4684,65 0,34 3200,36 0,23 8591,6 0,62 16886,06 Baluburlimbangan 968,59 0,07 6173,31 0,44 5152,25 0,37 3040,4 0,22 15334,55 Selaawi 214,1 0,02 3317,21 0,24 4085,17 0,29 2211,9 0,16 9828,38 Luas Total 10181,87 0,73 314785,05 22,60 379322,45 27,24 688417,84 49,43 1392707,21

Inkonsistensi Zonasi Bahaya Longsor berbasis Normatif Level Kabupaten dan Zonasi Bahaya Longsor berbasis Pola Ruang Skala 1 : 50.000

Inkonsistensi zonasi bahaya longsor dilakukan dengan cara overlay antara peta pola ruang dalam dokumen RTRW 2011-2030 Kabupaten Garut dengan peta bahaya longsor metode normatif Skala 1 : 50.000. Peta Kawasan Rawan Bencana, Peta Pola Ruang Kabupaten Garut dan Peta Bahaya Longsor Metode Normatif dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 : a. Peta Kawasan Rawan Bencana

b. Peta Pola Ruang RTRW 2011-2030 Kabupaten Garut c. Peta Bahaya Longsor Metode Normatif

Secara visual dapat dilihat pada Gambar 11 yang menunjukkan persamaan warna pada setiap zonasi. Area yang berwarna hijau artinya kawasan rawan gerakan tanah atau longsor menengah, sedangkan area yang berwarna merah artinya kawasan rawan gerakan tanah atau longsor tinggi. Untuk mendapatkan informasi yang lebih detil dilakukan dengan cara uji konsistensi pada setiap peta tersebut yang diawali dengan proses overlay. Inkonsistensi tersebut dilihat dari luas areal yang memiliki luas zonasi bahaya longsor yang tidak sama atau mengalami perubahan kelas dengan syarat memiliki skala yang sama (1 : 50.000), sedangkan peta kawasan rawan bencana yang dibuat PVMBG memiliki skala 1 : 250.000, sehingga uji konsitensi dilakukan antara Peta Pola Ruang dengan Peta Bahaya Longsor Berbasis Normatif Skala 1 : 50.000.

Hasil overlay antara peta bahaya longsor berbasis normatif level Kabupaten dengan pola ruang ditunjukan dengan matrik inkonsistensi. Matrik inkonsistensi zonasi bahaya longsor berbasis normatif level kabupaten dan peta pola ruang dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26 Matrik Inkonsistensi Zonasi Bahaya Longsor berbasis Normatif Level Kabupaten dan Zonasi Bahaya Longsor berbasis Pola Ruang

Pola Ruang

Luas Bahaya Longsor Berbasis Normatif Level Kabupaten Rendah (Ha) % Sedang (Ha) % Tinggi (Ha) % Sangat Tinggi (Ha) % Enclave 0 0 148,23 0,05 923,78 0,30 2096,09 0,68 Hutan Konservasi 346,26 0,11 10932,99 3,54 2668,59 0,87 1239,45 0,40 Hutan Lindung 1705,54 0,55 37475,13 12,15 17597,07 5,71 18077,91 5,86 Hutan Produksi 0 0 555,67 0,18 983,39 0,32 2426,06 0,79 Hutan Produksi Terbatas 10,79 0 3008,29 0,98 1309,83 0,42 3190,55 1,03 Hutan Rakyat 29,72 0,01 855,09 0,28 10108,74 3,28 12279,78 3,98 Kaw. Gerakan Tanah Menengah 86,63 0,03 3930,01 1,27 23324,61 7,56 56192,07 18,22 Kaw. Gerakan Tanah Tinggi 4,93 0 551,43 0,18 5589,93 1,81 13860,89 4,49 Kaw. Rawan Gunung Api 7,42 0 325,97 0,11 484,86 0,16 3763,68 1,22 Kaw. Rawan Tsunami Menengah 0,48 0 79,15 0,03 668,24 0,22 511,90 0,17 Kaw. Rawan Tsunami Tinggi 54,84 0,02 356,68 0,12 1573,78 0,51 412,91 0,13 Kaw. Resapan Air 71,13 0,02 1703,76 0,55 2649,18 0,86 6777,19 2,20 Kawasan Pedesaan 837,57 0,27 3227,23 1,05 4307,16 1,40 2103,30 0,68 Kawasan Perkotaan 261,65 0,08 2366,19 0,77 2864,89 0,93 797,63 0,26 Perkebunan 98,29 0,03 546,09 0,18 10784,50 3,50 702,97 0,23 Perlindungan Geologi (Karst) 0 0 0 0 30,37 0,01 25,87 0,01 Pertanian Lahan Basah 66,39 0,02 1681,22 0,55 1466,32 0,48 5365,48 1,74 Pertanian Lahan Kering 138,85 0,05 1422,63 0,46 3209,61 1,04 8989,64 2,91 Sempadan Pantai 59,84 0,02 62,06 0,02 142,77 0,05 142,43 0,05 Sempadan Sungai 130,36 0,04 905,16 0,29 1795,72 0,58 2964,14 0,96

Hasil evaluasi antara pemetaan bahaya longsor berbasis normatif dengan peta pola ruang memiliki nilai konsistensi pada kelas bahaya menengah yaitu 3930,01 Ha atau 1,27 %, konsistensi pada kelas bahaya tinggi seluas 5589,93 Ha atau 1,81 %.

Inkonsistensi zona bahaya longsor rendah pada peta bahaya berbasis normatif didominasi oleh pola ruang yang berupa hutan lindung dengan luas 1705,54 Ha atau 0,55 %, inkonsistensi zona bahaya longsor sedang pada peta bahaya berbasis normatif didominasi oleh pola ruang yang berupa hutan lindung dengan luas 37475,13 % atau 12,15 %, inkonsistensi zona bahaya longsor tinggi pada peta bahaya longsor berbasis normatif dengan kawasan gerakan tanah menengah pada pola ruang memiliki luas 23324,61 Ha atau 7,56 % dan inkonsistensi zona bahaya longsor sangat tinggi pada peta bahaya berbasis normatif didominasi oleh kawasan gerakan tanah menengah pada pola ruang 56192,07 Ha atau 18,22 %.

Nilai Inkonsistensi keseluruhan adalah 96,95 % dari luas seluruh Kabupaten Garut artinya evaluasi pemetaan bahaya longsor pada Peta Pola Ruang dengan Peta Bahaya Longsor Berbasis Normatif memiliki nilai inkonsistensi yang sangat tinggi.

Hasil Pemetaan Bahaya Longsor berbasis Normatif Level Detil Skala 1 : 10.000

Parameter yang digunakan untuk menilai bahaya longsor di Wilayah Penelitian adalah jenis tanah, kemiringan lereng, penggunaan lahan dan area konservasi. Data tersebut merupakan data aktual yang diperoleh lebih detil dari hasil pengamatan langsung di Wilayah Penelitian, parameter lain seperti geologi dan curah hujan tidak dimasukan dikarenakan memiliki satu jenis kriteria saja. Hasil pemetaan setiap parameter dapat disajikan pada Gambar 12.

b)

c) d)

Gambar 12. Peta Parameter Aktual untuk Pemetaan Bahaya Longsor a) peta penggunaan lahan detil. b) peta lahan yang dikonservasi. c) peta tekstur tanah.

d) peta warna tanah. e) peta kemiringan lereng.

Parameter jenis tanah diklasifikasikan menurut jenis, tekstur dan warna tanah. Skor didapatkan dari rata-rata nilai skor jenis tanah yang mengacu pada BNPB dengan nilai tekstur dan warna tanah aktual untuk mendapatkan polygon yang detil namun skor tetap mengacu pada BNPB. Terdapat skor paling tinggi dengan jenis tanah asosiasi andosol coklat dan regosol coklat, tekstur lempung berdebu dan warna coklat kekuningan.

Tipe penggunaan lahan yang diberi skor paling tinggi yaitu pada tanah kosong. Perkebunan dan lahan pertanian memiliki skor sedang dan sedangkan jalan dan pemukiman memiliki skor terendah. Berbeda pada peta kemiringan lereng sebelumnya, peta kelas lereng pada level desa dibuat menjadi 10 kelas yaitu klasifikasi tinggi (20 – 30%), sangat tinggi > 40%. Semakin curam lereng maka semakin tinggi nilai skornya. Faktor penyebab longsor di kelas parameter dapat dilihat pada Tabel 27 dan jumlah titik longsor aktual setiap kelas parameter penyebab longsor dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 27 Faktor Penyebab Longsor di Kelas Parameter Parameter Faktor Penyebab Longsor di Kelas Parameter

1 2 3 4 5

Penggunaan Lahan

dan Konservasi - Pemukiman

Kebun Campuran, Perkebunan - - Kemiringan Lereng 0-8 % 8-15 % 15-25 % 25 dan 40% 40-100% Tekstur Tanah dan

Warna Tanah - Lempung Coklat Lempung Berdebu Coklat Kemerahan Lempung Berdebu Coklat Kekuningan -

Tabel 28 Jumlah Titik Longsor Aktual setiap Kelas Parameter Penyebab Longsor Parameter Titik Longsor di Kelas Parameter

1 2 3 4 5 Penggunaan Lahan dan Konservasi 0 0 43 0 1 Kemiringan Lereng 0 39 0 5 0

Tekstur Tanah dan Warna Tanah

0 1 13 29 1

Tabel 28 menunjukan jumlah titik longsor aktual pada setiap kelas parameter penyebab longsor yang mengacu pada BNPB menunjukan bahwa tidak semua kejadian longsor paling banyak terjadi di kelas bahaya tinggi. Data menunjukkan peta parameter kemiringan lereng, penggunaan lahan dan konservasi serta tekstur dan warna tanah, longsor paling banyak terjadi di kelas 2, yang artinya rendah dan kelas 3 yang artinya sedang dan hasil overlay peta parameter bahaya longsor disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Peta Bahaya Longsor Metode Normatif Level Detil

Gambar 13 menunjukan peta bahaya longsor berbasis pendekatan normatif yang didominasi oleh kelas bahaya longsor sedang atau menengah. Berdasarkan peta bahaya tersebut selanjutnya dilakukan uji akurasi dengan titik kejadian longsor aktual di lapangan. Zona bahaya longsor menengah memiliki jumlah titik kejadian longsor terbanyak diantara kelas bahaya yang lain. Jumlah titik longsor pada klasifikasi bahaya longsor dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29 Jumlah Titik Longsor pada Klasifikasi Bahaya Longsor Zona Bahaya Selang Nilai Luasan Frekuensi Kejadian Densitas

Ha %

Rendah 2,40 - 2,96 5,47 10,42 2 0,37

Menengah 2,97 - 3,53 38,49 73,30 36 0,94

Tinggi 3,54 - 4,09 5,27 10,04 6 1,14

Sangat Tinggi 4,10 - 4,65 3,28 6,25 0 0,00

Tabel 29 menunjukan bahwa semakin tinggi kelas bahaya maka kejadian longsor semakin sedikit bahkan pada kelas bahaya sangat tinggi tidak pernah terjadi longsor.

Inkonsistensi Peta Bahaya Normatif Level Kabupaten Skala 1 : 50.000 dengan Peta Bahaya Normatif Level Detil Skala 1 : 10.000

Hasil pemetaan bahaya longsor level kabupaten pada lokasi yang lebih spesifik (wilayah penelitian) dengan skala 1 : 10.000 menunjukan bahwa area ini didominasi oleh kelas risiko tinggi yaitu 42,46 Ha atau 79,88 % dari luas wilayah penelitian, dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Peta Bahaya Longsor Metode Normatif Level Kabupaten Hasil overlay antara dua level yaitu peta bahaya longsor metode Normatif level Kabupaten skala 1 : 10.000 dengan peta yang diperoleh dari data detil memiliki inkonsistensi pada zona bahaya longsor. Matriks inkonsistensi pada zona bahaya longsor antara dua level dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30 Matriks Inkonsistensi pada Zona Bahaya Longsor antara Dua Level

Berbasis Normatif Level Kabupaten Kelas Rendah (Ha) % Sedang (Ha) % Tinggi (Ha) % Sangat Tinggi (Ha) % Berbasis Normatif Level Detil 1 0 0 0,22 0,42 7,96 15,16 0,00 0,00 2 0 0 0,16 0,30 26,87 1,17 8,64 6,45 3 0 0 0 0 4,67 8,89 0,62 1,18 4 0 0 0 0 2,45 4,67 0,92 1,75 Jumlah Inkonsitensi 0 0 0,22 0,42 37,28 71,00 9,26 17,63

Hasil evaluasi antara dua level tersebut memiliki nilai konsistensi pada kelas bahaya menegah yaitu 0,16 Ha atau 0,30 %, konsistensi pada kelas bahaya tinggi seluas 4,67 Ha atau 8,89 %, dan konsistensi pada kelas bahaya sangat tinggi seluas 0,92 Ha atau 1,75 %, sedangkan area yang memiliki inkonsistensi zona bahaya longsor seluas 46,92 Ha atau 89,35 %. Efek skala pada pemetaan zona bahaya longsor tersebut membuktikan bahwa pemetaan bahaya longsor metode normatif

skala kabupaten berdasarkan skor dan pembobotan yang dibuat BNPB masih belum tepat.

Berdasarkan hasil uji akurasi yang dilakukan antara pemetaan metode normatif data detil dengan data titik kejadian longsor aktual pada Tabel 29 yang menunjukan bahwa longsor paling banyak terjadi pada kelas menengah, sedangkan pada kelas sangat tinggi tidak pernah terjadi longsor, ini membuktikan bahwa peta bahaya longsor metode normatif yang dibuat dengan data yang lebih detil masih belum akurat. Selanjutnya dilakukan evaluasi pemetaan bahaya longsor berbasis metode kuantitatif untuk mendapatkan hasil peta yang lebih baik.

Hasil Pemetaan Bahaya Longsor berbasis Kuantitatif Level Detil

Faktor penyebab longsor dan jumlah titik longsor aktual pada setiap kelas parameter berdasarkan kejadian longsor aktual di lokasi penelitian yang mengacu metode kuantitatif, menunjukan bahwa longsor paling banyak terjadi di parameter penggunaan lahan kelas tinggi yang didominasi oleh tanaman wortel dan teh dengan jenis konservasi Strip Cropping, sedangkan kelas parameter kemiringan lereng paling banyak terjadi di kelas lereng sangat tinggi yaitu 80 % dan 100 % yang didominasi oleh tekstur tanah lempung berdebu dan warna coklat kekuningan. Faktor penyebab longsor di kelas parameter dapat dilihat pada Tabel 31 dan jumlah titik longsor aktual pada setiap kelas parameter Tabel 32.

Tabel 31 Faktor Penyebab Longsor di Kelas Parameter

Parameter Faktor Penyebab Longsor di Kelas Parameter

1 2 3 4 Penggunaan Lahan dan Konservasi Pemukiman dan Jalan Tidak ada Konservasi

Wotel, Kentang dan Kubis Guludan dan Contour Strip Cropping Wortel dan teh Strip Cropping Kubis Tidak ada Konservasi Kemiringan Lereng 30, 50, 60, 70, 90 dan 150 % 40 % - 80 dan 100% Tekstur Tanah dan Warna Tanah Lempung Berdebu Coklat Kemerahan Lempung Coklat dan Lempung Berdebu Coklat Kemerahan Lempung Berdebu Coklat Lempung Berdebu Coklat Kekuningan

Tabel 32 Jumlah Titik Longsor Aktual pada Setiap Kelas Parameter

Parameter Titik Longsor di Kelas Parameter

1 2 3 4 Penggunaan Lahan dan Konservasi 0 16 18 6 Kemiringan Lereng 12 4 0 27 Tekstur Tanah dan Warna Tanah

Tabel 31 dan Tabel 32 menunjukkan data tentang jumlah titik longsor aktual pada setiap kelas bahaya longsor. Kelas bahaya hasil perhitungan dengan analisis Regresi Berganda menunjukan bahwa peta bahaya longsor hasil analisis regresi berganda memiliki nilai korelasi sebesar R2 = 0,907 artinya Variabel X1 - X3 seperti jenis tanah detil seperti warna dan tekstur tanah, penggunaan lahan detil dan bentuk konservasi, serta kemiringan lereng detil mampu menjelaskan bahaya longsor sebesar 90,7%, sedang sisanya dijelaskan variabel lain.

Hasil tumpang tindih peta parameter penyebab longsor tersebut menunjukan peta bahaya longsor berbasis pendekatan kuantitatif didominasi oleh kelas bahaya longsor sedang atau menengah, dapat di lihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Klasifikasi bahaya longsor metode kuantitatif Tabel 33 Klasifikasi Bahaya Longsor dan Jumlah Titik Longsor Zona Bahaya Selang Nilai Luasan Frekuensi Kejadian Densitas R

2 Ha % Rendah 2,65-2,94 6,23 11,87 1 0,16 Menengah 2,95-3,23 14,94 28,47 14 0,94 0,907 Tinggi 3,24-3.51 23,76 45,27 24 1,01 Sangat Tinggi 3,52-3,80 7,55 14,39 5 0,66

Bahaya Longsor Rendah

Hasil pemetaan bahaya longsor metode kuantitatif (Gambar15) menunjukan persebaran kelas bahaya longsor sangat rendah berada di Utara daerah penelitian dengan tekstur tanah lempung dan lempung berdebu serta warna tanah coklat, coklat kemerahan, dan coklat kekuningan. Kondisi penutupan lahan secara dominan berupa jalan dan tanah kosong. Didominasi oleh lahan yang tidak memiliki konservasi. Kemiringan lereng berada pada lereng datar hingga curam (>40%). Bahaya Longsor Menengah

Persebaran kelas bahaya longsor menengah memiliki tekstur tanah yang dominan adalah lempung berdebu, dan warna tanah coklat. Kondisi penutupan

lahan secara dominan kentang, wortel dan kubis, terdapat konservasi lahan yang didominasi oleh Contour Strip Cropping. Kemiringan lereng berada pada lereng datar hingga curam (>40%).

Bahaya Longsor Tinggi

Persebaran kelas bahaya longsor tinggi hampir merata di seluruh wilayah penelitian dengan tekstur tanah yang dominan adalah lempung berdebu dan warna tanah yang dominan adalah coklat kekuningan. Kondisi penutupan lahan secara dominan berupa wortel, kubis, kentang, teh dan kopi, terdapat konservasi lahan yang didominasi oleh Contour Strip Cropping dan Contour Strip Cropping.

Kemiringan lereng berada pada lereng datar hingga curam (>40%). Bahaya Longsor Sangat Tinggi

Persebaran kelas bahaya longsor sangat tinggi berada di Tengah dan Selatan wilayah penelitian dengan tekstur tanah lempung berdebu dan warna tanah coklat kekuningan. Kondisi penutupan lahan secara dominan berupa wortel, kubis, teh dan kopi, serta tidak terdapat konservasi lahan. Kemiringan lereng berada pada lereng datar hingga curam (>40%).

Klasifikasi bahaya longsor dan Frekuensi densitas longsor juga disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16 Klasifikasi Bahaya Longsor dan Frekuensi Densitas

Selanjutnya dilakukan tumpang tindih antara peta bahaya longsor metode normatif dan kuantitatif wilayah penelitian. Matriks inkonsistensi zona bahaya longsor antara dua metode dapat dilihat pada Tabel 34.

Tabel 34 Matriks Inkonsistensi Zona Bahaya Longsor antara Dua Metode

Berbasis Kuantitatif Level Detil Kelas Rendah (Ha) % Sedang (Ha) % Tinggi (Ha) % Sangat Tinggi (Ha) % Berbasis Normatif Level Detil 1 4,37 8,32 1,57 2,99 0,09 0,17 0,17 0,32 2 1,12 2,13 15,2 28,95 2,45 4,67 1,3 2,48 3 0 0 20,78 39,57 2,42 4,61 1,57 2,99 4 0 0 0,98 1,87 0,31 0,59 0,24 0,46 Jumlah Inkonsitensi 1,12 2,13 23,33 4,43 2,85 5,43 3,04 5,79

Hasil evaluasi antara peta dua metode tersebut memiliki nilai konsistensi pada kelas bahaya rendah yaitu 4,37 Ha atau 8,32 %,konsistensi pada kelas bahaya menegah sebesar 15,2 Ha atau28,95 % , konsistensi pada kelas bahaya tinggi seluas 2,42 Ha atau 4,61%, dan konsistensi pada kelas bahaya sangat tinggi seluas 0,24 Ha atau 0,46 %, sedangkan area yang memiliki inkonsistensi zona bahaya longsor seluas 30,34 Ha atau 57,78 %.

Berdasarkan hasil uji akurasi yang dilakukan antara pemetaan metode kuantitatif dengan data titik kejadian longsor aktual pada Tabel 34 juga menunjukan nilai korelasi yang tinggi, sehingga pemetaan bahaya longsor berbasis metode kuantitatif lebih tepat untuk penelitian selanjutnya yaitu analisis zonasi kerentanan dan risiko longsor yang mengarah pada peta Land Use berdasarkan pendekatan kerentanan fisik, sosial dan ekonomi.

Evaluasi Pemetaan Kerentanan

Hasil Pemetaan Kerentanan Longsor berbasis Batas Administrasi

Hasil perhitungan yang telah diproses melalui metode tumpangsusun secara spasial menghasilkan rentang nilai 0–100. Nilai mendekati 0 kontribusi terhadap kerentanan longsor semakin rendah dan sebaliknya. Peta kerentanan longsor dikelompokan kedalam 4 kelas kerentanan longsor yaitu rendah (zona kelas kerentanan longsor rendah atau sangat rendah), sedang (zona kelas kerentanan longsor menengah), tinggi (zona kelas kerentanan longsor tinggi), dan sangat tinggi (zona kelas kerentanan longsor paling tinggi). Klasifikasi kerentanan longsor dan persentase luasan dapat dilihat pada Tabel 35, sedangkan peta kerentanan longsor berbasis batas administrasi dapat dilihat pada Gambar 17.

Tabel 35 Klasifikasi Kerentanan Longsor dan Persentase Luasan Zona Kerentanan Longsor Selang Nilai Luasan

ha %

Rendah 171 - 185 34671,43 11,20

Menengah 186 - 200 136102,20 43,96

Tinggi 201 - 215 107952,40 34,87

Sangat Tinggi > 216 30874,96 9,97

Hasil tumpang tindih peta parameter penyebab longsor menunjukan peta kerentanan longsor berbasis penggunaan lahan yang didominasi oleh kelas kerentanan menengah. Peta kerentanan longsor berbasis batas administrasi dapat dilihat pada Gambar 17.

Kelas Kerentanan Rendah

Kelas kerentanan longsor ini memiliki luas area sebesar 34671,43 ha atau 11,20 dari luas total wilayah penelitian. Persebaran kelas kerentanan longsor rendah berada di Utara dan tengah daerah penelitian yaitu berada di kecamatan Tingkat kerentanan longsor rendah Cigedug, Cilawu, Banyuresmi, Leuwigoong, Malangbong, Cibiuk, dan Selaawi.

Gambar 17 Peta Kerentanan Longsor Berbasis Batas Administrasi Kabupaten Garut

Kelas Kerentanan Menengah

Dokumen terkait