• Tidak ada hasil yang ditemukan

Radiografi panoramik adalah sebuah teknik yang menghasilkan gambaran tomograf dari seluruh struktur fasial yaitu mandibula, maksila dan struktur pendukungnya. Radiografi panoramik juga sangat bermanfaat secara klinis dalam menegakkan diagnosis yang memerlukan gambaran seluruh rahang rongga mulut.1

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel pada mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Gigi pada salah satu universitas di Jakarta dan Padang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuisioner pada setiap responden yang kemudian diberikan waktu untuk mengisi kuisioner tersebut. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 136 orang dimana sampel pada salah satu universitas di Jakarta berjumlah 80 orang dan sampel pada salah satu universitas di Padang berjumlah 56 orang.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan (Tabel 1.) diketahui bahwa pada salah satu universitas di Jakarta terdapat 32,5% yang berumur 22 tahun dan 46,3% yang berumur 23 tahun. Selain itu, terdapat 1,3% responden yang berumur 20 tahun, hal ini menunjukkan kemungkinan adanya mahasiswa yang lebih cepat memulai pendidikannya atau lebih cepat dalam menyelesaikan pendidikan sarjananya. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya 1,3% mahasiswa yang berumur 25 tahun, hal ini dapat disebabkan karena adanya faktor keterlambatan dalam menyelesaikan pendidikan sarjananya. Pada salah satu universitas di Padang dapat diketahui juga bahwa terdapat paling banyak mahasiswa dengan umur 22 tahun yaitu 30,4% dan hanya terdapat sedikit mahasiswa dengan umur 20 tahun yaitu sebesar 1,8%.

Frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin (Tabel 2.) dinyatakan jumlah responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu terdapat 22,5% laki-laki dan 77,5% perempuan pada salah satu universitas di Jakarta sedangkan di Padang terdapat 19,6% laki-laki dan 80,4% perempuan. Oleh karena itu, dapat juga disimpulkan bahwa mahasiswa fakultas kedokteran gigi pada salah

34

satu universitas baik di Jakarta maupun Padang lebih banyak perempuan daripada laki-laki.

Pengetahuan responden tentang anatomi rongga orbita ditinjau dari radiografi panoramik (Tabel 3.) dapat dikategorikan baik karena jumlah mahasiswa yang menjawab salah pada salah satu universitas di Jakarta maupun Padang memiliki persentase yang kecil yaitu sebesar 1,3% di Jakarta dan 8,9% di Padang. Beberapa responden melakukan kesalahan karena menjawab anatomi rongga orbita sebagai fossa nasal yang dimana kedua rongga ini memang terletak berdekatan dan tampak radiolusen pada radiograf panoramik.

Rongga orbita adalah rongga yang melindungi bola mata. Pada radiograf panoramik rongga orbita akan terlihat radiolusen di atas rongga hidung. Rongga mata, atau orbita dapat digambarkan sebagai piramida empat sisi yang sedikit tidak teratur. Rongga orbita terdiri atas bola mata dengan otot, pembuluh darah dan saraf, terletak diantara regio cranialis dan facialis kranium dan terpisah satu sama lain oleh bagian atas facies orbitalis kavum nasal.17,18

Pengetahuan responden tentang anatomi kavum nasal ditinjau dari radiografi panoramik (Tabel 4.) termasuk dalam kategori baik yaitu terdapat sebesar 5% mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu universitas di Jakarta yang menjawab salah dan terdapat sebesar 1,8% mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu universitas di Padang yang menjawab salah.

Kavum nasal merupakan suatu rongga radiolusen yang terletak tepat di atas rongga mulut dan berdekatan dengan gigi insisivum rahang atas sehingga beberapa mahasiswa menjawab kavum nasal sebagai foramen insisivum. Kavum nasal terletak antara ruang orbita dan sinus maksila pada sisi kanan dan kiri. Tiap kavum dipisahkan dari kavum lainnya oleh septum nasal. Tulang septum terdiri dari bidang vertikal tulang ethmoid dan vomer. Lantai kavum nasal halus dan cekung dalam arah melintang. Sinus frontalis, maksilaris, ethmoidalis, sphenoidalis dan duktus lacrimal bermuara ke tiap kavum ini.17,18

Responden yang menjawab salah tentang anatomi sinus maksila (Tabel 5.) pada universitas di Jakarta dan Padang hanya sebanyak 1 orang, hal ini menunjukkan

35

bahwa pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang sinus maksila pada salah satu universitas di Jakarta maupun di Padang termasuk dalam kategori baik.

Sinus maksila adalah sinus paranasal yang terbesar dan terletak di maksila. Sinus ini berbentuk piramida. Dasar sinus berhubungan erat dengan apeks gigi-gigi molar permanen pada individu dewasa. Akar gigi yang paling dekat dengan sinus maksila adalah akar gigi permanen molar kedua rahang atas, terutama puncak akar palatalnya. Dimensi sinus rata-rata adalah lebar 25 mm, panjang (dari depan ke belakang) 30 mm, dan tinggi 35 mm. Rongga ini terlihat jelas dan radiolusen pada radiograf panoramik.17,19

Frekuensi mahasiswa yang menjawab salah tentang anatomi kondilus (Tabel 6.) adalah sebanyak 8,8% pada salah satu universitas di Jakarta dan 12,5% pada salah satu universitas di Padang. Secara keseluruhan, pengetahuan mahasiswa kedua universitas tentang anatomi kondilus dapat dikategorikan baik. Responden melakukan kesalahan dengan menjawab kondilus sebagai prosesus koronoid karena letaknya yang berdekatan yaitu pada bagian ramus mandibula dan kedua anatomi tersebut memberikan gambaran yang radiopak pada radiograf panoramik.

Kondilus termasuk bagian dari mandibula yang terbentuk dari prosesus kondilar. Kondilus mandibula merupakan tulang berbentuk cembung pada seluruh permukaannya dan terletak di bagian posterior ramus mandibula. Kondilus berbentuk cembung pada bagian atas. Kondilus mandibula sangat bervariasi. Dimensi anteroposteriornya sekitar setengah dari dimensi mediolateral. Aspek medialnya lebih lebar dari lateral19,20

Pengetahuan responden tentang anatomi tuberositas maksila (Tabel 7.) dimana jumlah responden yang menjawab dengan salah pada salah satu universitas di Jakarta sebanyak 8,8% sedangkan jumlah responden yang menjawab dengan salah pada salah satu universitas di Padang sebanyak 30,4%. Secara keseluruhan, pengetahuan responden tentang tuberositas maksila pada salah satu universitas di Jakarta termasuk dalam kategori baik sedangkan pengetahuan pada salah satu universitas di Padang termasuk kategori sedang. Dari hasil penelitian, banyak responden yang menjawab tuberositas maksila sebagai arkus zigomatikus. Hal ini

36

disebabkan karena tuberositas maksila dan arkus zigomatikus memberikan gambaran yang radiopak dan terletak berdekatan pada radiograf panoramik.

Konveksitas permukaan posterior infratemporal disebut tuberositas maksila. Tuberositas maksila memiliki permukaan bagian inferior yang lebih menonjol dimana terdapat akar molar ketiga. Tuberositas maksila dibentuk oleh prosesus alveolar maksila dan berbentuk berupa lekukan membulat pada posterior kedua sisi maksila. Tuberositas ini dibatasi oleh tepi yang tajam dan tidak teratur yang berhubungan dengan prosesus piramidal dari tulang palatina. Tuberositas maksila adalah pangkal dari beberapa serat otot pterygoideus medial.10,19,20

Berdasarkan hasil penelitian, persentase responden yang tidak tahu tentang prosesus koronoid mandibula (Tabel 8.) adalah sebesar 13,8% pada salah satu universitas di Jakarta dan 10,7% pada salah satu universitas di Padang. Secara keseluruhan, pengetahuan kedua kelompok tersebut dapat dikategorikan baik.

Prosesus koronoid mandibula adalah prosesus anterosuperior ramus yang tajam, berbentuk seperti pisau, runcing, pipih, dan ujung yang tidak rata sebagai tempat melekatnya otot temporal. Prosesus koronoid mandibula adalah salah satu dari dua prosesus yang membentuk perbatasan superior ramus. Prosesus koronoid mandibula memberikan gambaran radiopak dan terletak pada ramus mandibula dekat dengan kondilus pada radiograf panoramik. Dalam keadaan oklusi, ujung dari prosesus koronoid mandibula akan tertutupi oleh lengkung zigomatikum.19,20,21

Pengetahuan responden tentang anatomi prosesus styloid (Tabel 9.) pada kedua universitas di Jakarta dan Padang termasuk dalam kategori sedang karena terdapat 21,3% mahasiswa yang tidak tahu tentang anatomi prosesus styloid pada salah satu universitas di Jakarta dan terdapat 25% mahasiswa yang tidak tahu tentang anatomi prosesus styloid pada salah satu universitas di Padang.

Prosesus styloid merupakan prosesus yang panjang, ramping dan meruncing ke bawah dan ke depan. Prosesus styloid memberikan gambaran radiopak pada radiograf panoramik. Prosesus ini dihubungkan dengan tonjolan kecil dari tulang hyoid oleh ligamentum stylohyoid. Prosesus styloid juga merupakan tempat melekatnya otot-otot.15,21

37

Frekuensi responden yang tidak tahu tentang anatomi foramen mandibula (Tabel 10.) adalah sebesar 20% pada salah satu universitas di Jakarta dan sebesar 25% pada salah satu universitas di Padang. Secara keseluruhan, pengetahuan mahasiswa pada salah satu universitas di Jakarta tentang foramen mandibula dapat dikategorikan baik sedangkan pengetahuan mahasiswa pada salah satu universitas di Padang dapat dikategorikan sedang.

Foramen mandibula merupakan sebuah rongga yang terletak pada titik tengah ramus mandibula antara mandibula notch dan sudut rahang. Foramen mandibula adalah tempat masuknya pembuluh darah dan saraf yang terlihat radiolusen pada pertengahan ramus mandibula. Jika bidang oklusal gigi mandibula diperpanjang ke posterior maka foramen mandibula akan terletak beberapa milimeter di bawah garis ini. Kanalis mandibula dimulai pada titik ini, memanjang ke bawah dan ke depan secara horizontal.19,20,21

Pengetahuan responden tentang anatomi kanal mandibula (Tabel 11.) pada kedua universitas baik yang terdapat di Jakarta dan Padang termasuk dalam kategori baik yaitu hanya terdapat sebesar 12,5% mahasiswa pada salah satu universitas di Jakarta yang tidak tahu tentang anatomi kanal mandibula dan 16,1% mahasiswa pada salah satu universitas di Padang yang tidak tahu tentang kanal mandibula.

Kanal mandibula terdapat pada sepanjang inferior ramus dan body mandibula, tepat di bawah akar gigi mandibula dan berakhir di garis tengah. Kanal mandibula mentransmisikan saraf alveolar inferior, pembuluh darah arteri dan vena yang bermula dari foramen mandibula dan meluas ke daerah gigi premolar. Gambaran dari kanal mandibula pada radiograf panoramik adalah radiolusen dengan batas linear yang radiopak.19,21

Frekuensi responden yang tidak tahu tentang anatomi foramen mental (Tabel 12.) pada salah satu universitas di Jakarta adalah sebesar 5% sedangkan pada salah satu universitas di Padang terdapat sebesar 21,4% mahasiswa yang tidak tahu tentang anatomi foramen mental. Secara keseluruhan, pengetahuan mahasiswa pada salah satu universitas di Jakarta termasuk dalam kategori baik dan pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu universitas di Padang dapat dikategorikan sedang.

38

Foramen mental biasanya terletak di tengah antara perbatasan superior dan inferior dari body mandibula, dan paling sering terletak sedikit di bawah puncak akar gigi premolar kedua. Foramen ini merupakan tempat lewatnya saraf dan pembuluh darah. Posisi foramen ini tidak konstan, dan mungkin dapat terletak antara gigi premolar pertama dan premolar kedua. Foramen mental memiliki gambaran yang radiolusen pada radiograf panoramik. Posisi yang paling umum untuk foramen mental adalah pada garis vertikal yang melewati gigi premolar kedua mandibula.19,20

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat diketahui bahwa mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu universitas di Jakarta mampu membedakan antara anatomi foramen mandibula, kanal mandibula, dan foramen mental pada radiografi panoramik sedangkan mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu universitas di Padang masih banyak melakukan kesalahan dalam membedakan foramen mandibula dengan foramen mental.

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang anatomi normal rongga mulut ditinjau dari radiografi panoramik (Tabel 13.) pada salah satu universitas di Jakarta terdapat 90,0% dengan kategori baik dan 10,0% dengan kategori sedang. Frekuensi mahasiswa pada salah satu universitas di Padang dengan tingkat pengetahuan baik sebesar 80,4%, kategori sedang sebesar 17,9%, dan kategori kurang sebesar 1,8%. Pengetahuan kedua kelompok mahasiswa kepaniteraan klinik dapat dikategorikan baik karena selama pendidikan sarjana kedokteran gigi, kedua kelompok mahasiswa mendapatkan pembelajaran yang baik tentang radiologi dental terutama anatomi normal rongga mulut ditinjau dari radiografi panoramik

Perbandingan pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik antara salah satu universitas di Jakarta dan Padang (Tabel 14.) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata antara kedua kelompok yang dibandingkan. Data kedua kelompok secara deskriptif memiliki rerata yang berbeda yaitu 9,03±1,169 pada mahasiswa salah satu universitas di Jakarta dan 8,46±1,584 pada mahasiswa salah satu universitas di Padang. Data yang telah dikumpulkan sebelumnya telah dilakukan uji normalitas terlebih dahulu yang dimana hasil uji Kolmogorov-Smirnov (lampiran 5) diperoleh nilai p = 0,054 atau p > 0,05 untuk kelompok mahasiswa kepaniteraan klinik di

39

Jakarta dan p = 0,053 atau p > 0,05 untuk kelompok mahasiswa kepaniteraan klinik di Padang sehingga dapat dikatakan data kedua kelompok adalah normal. Data kedua kelompok kemudian dibandingkan dengan uji T independent dan diperoleh nilai p = 0,026 atau p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Gigi yang bermakna antara salah satu universitas di Jakarta dan Padang tentang anatomi normal rongga mulut ditinjau dari radiografi panoramik. Perbedaan tingkat pengetahuan ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan kurikulum dalam pembelajaran pada kedua universitas yang dimana diketahui bahwa Fakultas Kedokteran Gigi pada salah satu universitas di Jakarta telah lebih lama berdiri dibandingkan dengan Fakultas Kedokteran Gigi pada salah satu universitas di Padang.

40

Dokumen terkait