• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekuatan perlekatan suatu bahan tumpatan terhadap jaringan keras gigi dapat diukur dengan uji tarik (tensile bond strength) yaitu dengan cara menarik bahan tersebut terhadap permukaan jaringan gigi. Nilai yang diperoleh akan memberikan gambaran bagaimana tensile bond strength bahan itu terhadap jaringan keras gigi. Untuk menganalisa kekuatan perlekatan suatu bahan, harus diamati di daerah mana terjadinya fraktur/ patah atau lepasnya perlekatan. Jika bagian yang patah berada antara gigi dan resin komposit, disebut adhesive failure, sedangkan jika bagian yang patah berada pada gigi atau resin komposit, disebut cohesive failure.

Pada penelitian ini, digunakan 32 sampel gigi insisivus satu atas yang telah diekstrasi. Gigi-gigi ini direndam dalam larutan saline sampai diberikan perlakuan, kemudian sampel dibagi ke dalam dua kelompok secara random. Masing-masing kelompok terdiri dari 16 sampel. Kelompok I diberi bahan adhesif Adper SE Plus dengan resin komposit Filtek P60. Kelompok II diberi bahan adhesif Silorane dengan resin komposit Filtek P90. Daerah uji dilakukan pada bagian palatal gigi yang bebas dari karies dan tidak ada tumpatan.

Pengukuran tensile bond strength dilakukan dengan menggunakan alat uji tarik Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine (2tf “Senstar”, SC-2- DE, Tokyo-Japan) yang dijalankan dengan kecepatan 1 mm/menit. Dan beban tarik maksimal sebesar 200 kgf. Pengujian dilakukan dengan menarik cetakan sampel yang

terbuat dari self curing acrylic sampai restorasi terpisah. Besar beban yang didapat berupa satuan kilogramforce (kgf) yang dikonversikan ke dalam satuan Newton.

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada kedua kelompok, jumlah restorasi resin komposit yang lepas seluruhnya (adhesive failure) lebih banyak dari pada yang lepas sebagian (cohesive failure) pada kelompok II yang menggunakan resin komposit methacrylate (Filtek P60) dan Adper SE Plus. Jadi secara keseluruhan jumlah sampel yang mengalami adhesive failure lebih banyak bila dibandingkan dengan sampel yang mengalami cohesive failure. Hal ini kemungkinan disebabkan karena penelitian ini dilakukan pada gigi insisivus di daerah cingulum. Terdapat perbedaan prisma- prisma enamel di daerah cingulum palatal. Pada restorasi di daerah cingulum, sebagian dari restorasi menutupi email dan sebagian lagi menutupi dentin. Email dan dentin memiliki karakteristik komposisi yang berbeda, yaitu dentin mengandung air yang lebih banyak sehingga dentin menjadi lembab. Adanya air di dalam dentin akan mencegah bahan adhesif untuk membentuk suatu retensi mekanis yang baik. Sistem adhesif yang digunakan berbeda sehingga pengaruh terhadap tensile bond strength dari restorasi resin komposit juga berbeda. Kemungkinan yang lain adalah ketelitian sewaktu mengeringkan bahan adhesif, alat semprotan udara yang digunakan menghasilkan kondisi kelembaban dentin yang berbeda-beda.

Silorane dihasilkan dari reaksi penggabungan molekul siloxane dan oxirane, yang dapat mengurangi stress atau tekanan pengerutan dengan mekanisme terbukanya cincin oxirane selama polimerisasi.8,11,13 Tekanan pengerutan yang terjadi selama polimerisasi merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perlekatan bahan komposit ke gigi. Sensi et al. (2004) menyatakan bahwa tekanan pengerutan resin

komposit selama polimerisasi akan menghasilkan kekuatan yang bersaing dengan kekuatan perlekatan, sehingga dapat mengganggu perlekatan terhadap dinding kavitas.7 Bahan dasar matriks resin yang digunakan resin komposit methacrylate (Filtek P60) adalah bisfenol A-glisidil metachrylate (Bis-GMA), urethan dimetachrylate (UDMA), dan trietilen glikol dimetachrylate (TEGDMA). Suksesnya restorasi komposit secara klinis bergantung pada polimerisasi yang sempurna. Duarte et al. (2009) menyatakan bahwa resin komposit berbasis methacrylate mengalami pengerutan polimerisasi sebesar 2,3 – 3%.

Dari penelitian ini diperoleh hasil yang menunjukkan restorasi resin komposit berbasis methacrylate dan silorane yang menggunakan sistem adhesif self-etching memiliki kekuatan tarik perlekatan yang tidak berbeda (sama). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Garcia et al. (2011). Dalam penelitiannya dievaluasi pengaruh dari perbedaan jenis resin komposit yang dihubungkan terhadap kekuatan tarik perlekatan. Dari penelitiannya, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa resin komposit berbasis silorane dan methacrylate memiliki tensile bond strength yang secara signifikan tidak berbeda (sama), walaupun dalam hal pengerutan resin komposit berbasis silorane lebih rendah.

12

20

Klautau et al. (2011) membandingkan tingkat pengerutan antara resin komposit berbasis silorane yang menggunakan sistem adhesif silorane dan empat jenis resin komposit methacrylate yang menggunakan sistem adhesif yang sama yaitu Acid & Adper Single Bond pada restorasi klas I insisivus. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa resin komposit berbasis silorane memiliki tingkat pengerutan yang paling rendah. Klautau et al. (2011) menyimpulkan bahwa kekuatan perlekatan resin komposit silorane tergantung

pada bahan adhesif yang digunakan dan kurang berpengaruh pada pengerutan yang terjadi pada resin komposit.

Dengan self-etch adhesif, resiko hibridisasi yang tidak sempurna dapat dicegah, karena pengetsaan yang menghasilkan kedalaman demineralisasi priming dentin yang menghasilkan kedalaman infiltrasi resin, terjadi secara bersamaan, sehingga tidak ada perbedaan antara kedalaman demineralisasi dan kedalaman infiltrasi resin. Resin berpenetrasi ke dalam dentin yang ditutupi smear layer. Namun, walaupun seluruh daerah yang terdekalsifikasi terisi oleh resin, polimerisasi yang inadekuat atau kecacatan di dalam lapisan hibrid dapat terjadi dikarenakan gradien difusi yang dihasilkan oleh jaringan dentin, kandungan air, sisa pelarut, atau tahap penguraian monomer. Kemampuan bahan adhesif untuk mencegah pembentukan celah antara bahan restorasi dengan dinding kavitas bergantung pada berbagai faktor, seperti sifat-sifat resin komposit dan kesesuaian dari bahan yang dikombinasikan.

17

Dari tabel 4 terlihat bahwa kelompok I yang memakai resin komposit berbasis silorane memiliki nilai rerata tensile bond strength sebesar 504,08 ± 76,24 N. Nilai ini lebih besar dibandingkan kelompok II yang memakai resin komposit berbasis methacrylate, yaitu sebesar 476.40 ± 113.51. Hal ini sejalan dengan tingkat pengerutan resin komposit silorane yang lebih rendah (< 1%) dibanding resin komposit methacrylate (2,3-3%). Resin komposit silorane yang memiliki tingkat pengerutan yang lebih rendah, menunjukkan nilai rata-rata tensile bond strength yang lebih tinggi.

Ada berbagai kemungkinan yang menyebabkan hasil tensile bond strength antara gigi yang direstorasi dengan resin komposit silorane dan methacrylate sama.

Ini mungkin berhubungan dengan alat uji tarik pada penelitian ini kurang sensitif sehingga hasil yang diperoleh tidak berbeda. Sampel yang sedikit mungkin menyebabkan data yang diperoleh kurang akurat sehingga tensile bond strength tidak nyata berbeda. Ketelitian peneliti yang kurang dalam teknik aplikasi bahan adhesif yang benar-benar sesuai dengan petunjuk pemakaian dari pabrik juga memungkinkan terjadinya perbedaan ini. Teknik aplikasi yang tidak benar akan menghasilkan perlekatan yang kurang baik, tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Dokumen terkait