• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian tentang daya hambat kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan pelarut gliserin dan VCO terhadap Fusobacterium nucleatum adalah untuk membuktikan bahwa kitosan blangkas bermolekul tinggi yang diaplikasikan dengan pelarut memiliki daya hambat terhadap Fusobacterium nucleatum jika digunakan sebagai pengembangan bahan dressing saluran akar. Selain itu, penelitian ini juga untuk mengetahui perbedaan daya hambat kitosan blangkas pada kedua jenis pelarut terhadap bakteri Fusobacterium nucleatum sehingga diketahui jenis pelarut yang lebih baik diantara keduanya.

Dalam penelitian ini, konsentrasi bahan yang digunakan untuk menguji daya hambat kitosan blangkas yang dimanipulasi dengan pelarut gliserin dan VCO adalah sama yaitu 1%; 0,5% dan 0,25%. Penggunaan konsentrasi yang sama disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui perbedaan pengaruh aplikasi kedua pelarut ini terhadap efek antibakteri kitosan blangkas sehingga dengan memberikan perlakuan yang sama pada bahan coba kitosan blangkas maka perbedaan mekanisme keduanya sebagai pelarut dapat diketahui, apakah mampu meningkatkan daya hambat kitosan terhadap bakteri atau bahkan menurunkan kemampuan antibakteri kitosan blangkas sehingga membuat bakteri semakin tumbuh subur.

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

Pemilihan konsentrasi bahan coba didasarkan oleh beberapa penelitian terdahulu, diantaranya adalah Bae et al., 2006 yang meneliti efek kitosan terhadap

Prevotella gingivalis, Fusobacterium nucleatum dan halitosis, hasilnya menunjukkan

bahwa kemampuan antibakteri kitosan terhadap Prevotella gingivalis dan

Fusobacterium nucleatum ialah pada konsentrasi 0,31% dan 0,08%.48 Pada penelitian lainnya seperti Sano et al., 2003 yang membuktikan bahwa pada konsentrasi 0,5%, kitosan mampu mengurangi jumlah pembentukan plak dan kandungan bakteri

Streptococcus mutans dalam saliva.22 Begitu juga pada penelitian Ramisz et al., 2005 yang mendapatkan nilai MIC kitosan terhadap bakteri Escherichia coli ialah pada konsentrasi 1%.23 Hal ini menunjukkan bahwa kitosan sudah memiliki efek antibakteri pada konsentrasi yang cukup rendah. Atas dasar inilah peneliti menggunakan bahan coba dengan konsentrasi 1%; 0,5% dan 0,25% sama pada kedua jenis bahan pelarut.

Berdasarkan penelitian Vianna et al., 2005 yang mengaplikasikan kalsium hidroksida dengan beberapa pelarut yang berbeda, salah satunya ialah gliserin, menyatakan bahwa kalsium hidroksida jika dikombinasikan dengan gliserin menjadi lebih efektif dalam melawan target patogennya.31 Sedangkan menurut Gomes et al., 2002, gliserin lebih baik dalam menciptakan konsistensi seperti pasta sehingga lebih mudah dimasukkan ke dalam saluran akar dan pada penelitian tersebut juga terbukti bahwa kalsium hidroksida pasta dengan pelarut jenis oily (CMCP) lebih signifikan dalam membentuk zona hambat terhadap bakteri. 15

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

Saat ini sedang berkembang penggunan VCO (Virgin Coconut Oil) atau minyak kelapa murni sebagai pengobatan berbagai macam penyakit, untuk penjagaan kesehatan 18,19,42,44,45 dan kosmetik.45 Banyaknya manfaat VCO disebabkan oleh tingginya kandungan asam lemak jenuh rantai sedang (MCFA/ Medium Chain Fatty

Acid). Salah satu jenis MCFA ialah asam laurat yang memiliki sifat antimikroba dan

dapat menunjang sistem kekebalan tubuh, dimana asam laurat akan dipecah menjadi monolaurin sehingga dapat berperan sebagai antivirus, antibakteri dan antiprotozoa.

18,19,42,44,45

Hal inilah yang mendasari pemilihan gliserin dan VCO sebagai pelarut kitosan blangkas yang nantinya akan digunakan sebagai pengembangan bahan

dressing saluran akar.

Dalam pencampuran kitosan blangkas dengan kedua pelarut ini terlebih dahulu ditambahkan larutan asam asetat 1%, hal ini disebabkan oleh sifat kitosan yang hanya dapat larut dalam asam encer seperti asam asetat, asam formiat dan asam sitrat.13,36,49 Menurut penelitian Dunn et al., 1997 adanya gugus karboksil dalam asam asetat akan memudahkan pelarutan, karena terjadinya interaksi hidrogen antara gugus karboksil dengan gugus amina dari kitosan. Dalam larutan asam, gugus amina bebas sangat cocok sebagai polikationik untuk mengkelat logam atau membentuk dispersi. Hal ini didukung oleh Sanford (1989) dalam suasana asam, gugus amina bebas dari kitosan akan terprotonisasi membentuk gugus amino kationik (NH3+). Kation dalam

kitosan tersebut jika bereaksi dengan polimer anionik akan membentuk kompleks elektrolit.50 Pada penelitian lain yaitu Chung et al., 2004 yang menyatakan bahwa pada suasana yang lebih asam, kitosan lebih mudah untuk membawa gugus amino

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

(NH3+) sehingga kitosan lebih mudah diserap oleh dinding bakteri dan merubah

permeabilitas membran sel dan bakteri menjadi lebih cepat mati. 33

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya hambat kitosan blangkas dengan pelarut gliserin lebih efektif terhadap bakteri Fusobacterium nucleatum daripada pelarut VCO, dimana pada bahan coba kitosan blangkas 0,5% dan 1% dengan pelarut gliserin tidak terlihat lagi pertumbuhan bakteri pada media agar sedangkan kitosan blangkas dengan pelarut VCO tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada ketiga konsentrasi yang diuji.

Hasil ini kemungkinan karena gliserin dapat larut dengan baik pada kitosan yang sebelumnya telah dicampur dengan asam asetat 1%. Mekanismenya kemungkinan karena adanya interaksi antara gugus amina (NH2) kitosan dengan ion

(H+) pada asam asetat sehingga gugus amino berubah menjadi gugus amino kationik (NH3+), perubahan ini membuat kitosan menjadi lebih aktif berikatan dengan bahan

lain. Dalam proses pencampuran gliserin, interaksi kedua bahan terjadi pada gugus hidroksil kitosan ([C6H11NO4]n) dan gugus karbonil pada gliserin (C3H5[OH]3).

Sedangkan gugus amino kationik (NH3+) kitosan akan berikatan dengan gugus

anionik dinding bakteri yang dapat menyebabkan perubahan permeabilitas membran sel dan kematian bakteri.

Kemungkinan lain yang dapat menyebabkan kitosan blangkas dengan pelarut gliserin memiliki daya hambat yang baik ialah karena dengan penambahan asam asetat 1% menciptakan lingkungan asam yang dapat merubah struktur dinding sel bakteri dan terganggunya permeabilitas membran F.nucleatum sehingga lebih banyak

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

kitosan blangkas yang diserap oleh bakteri. Perubahan inilah yang dapat menyebabkan kematian bakteri F.nucleatum. 35

Ketidakmampuan bahan coba kitosan blangkas dengan pelarut VCO dalam menghambat pertumbuhan bakteri Fusobacterium nucleatum kemungkinan dapat disebabkan karena bakteri ini mampu memetabolisme lemak yang terkandung dalam VCO dengan adanya enzim fab yang berperan dalam proses sintesis asam lemak sehingga bakteri Fusobacterium nucleatum dapat memanfaatkan hasil metabolisme lemak sebagai sumber makanan. Diduga bakteri ini hanya mampu mensintesis asam lemak jenuh27 sedangkan komposisi VCO sendiri lebih dari 90% ialah asam lemak jenuh.51 Fakta ini membuktikan bahwa pelarut VCO tidak mampu menekan pertumbuhan bakteri Fusobacterium nucleatum bahkan makin meningkatkan pertumbuhan sel bakteri karena dapat menyediakan makanan bagi bakteri itu sendiri.27

Berdasarkan penelitian ini juga terbukti bahwa bahan pelarut yang digunakan sebagai kontrol tidak memiliki efek antibakteri terhadap F.nucletum (Tabel 4). Hasil ini sesuai dengan penelitian Gomes et al., 2002 yang menyatakan pelarut aqueous

dan viscous yang digunakannya tidak memiliki efek antibakteri, salah satunya adalah

gliserin.15 Sedangkan pelarut VCO tidak memiliki efek antibakteri terhadap

F.nucletum karena bakteri ini mampu mensintesis lemak yang terdapat di dalam VCO

menjadi makanan sehingga jumlah pertumbuhan bakteri semakin meningkat.

Dalam aktivitasnya sebagai antibakteri, kitosan memiliki beberapa mekanisme dalam membunuh mikroorganisme diantaranya ialah dengan menggunakan kation

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

(NH3+) yang terdapat pada gugus glukosamin yang berperan dalam interaksi dengan

gugus anion permukaan sel bakteri. Kitosan mengikat dan mengganggu fungsi normal membran yang akhirnya merusak aktivitas vital bakteri, 13,50 misalnya dengan meningkatkan kebocoran komponen intraseluler dan menghambat transport nutrisi ke dalam sel. 50 Menurut Rabea et al., (2003) perkembangan kitosan dapat disebabkan karena kemampuannya berikatan dengan DNA.13 Pengikatan kitosan dengan DNA dan terhambatnya sintesis mRNA terjadi karena kemampuan kitosan menembus inti sel mikroorganisme lalu mengganggu sintesis mRNA serta protein sel sehingga pertumbuhan bakteri menjadi terhambat.47 Selain kondisi lingkungan yang asam, menurut Liu et al., (2004) aktifitas antimikroba kitosan meningkat sejalan dengan semakin tingginya derajat deasetilasi karena akan semakin banyak jumlah gugus ion amino yang dimilikinya.36,50

Sebagai pemikiran, dengan melihat hasil penelitian ini bahan coba kitosan blangkas pada konsentrasi 1% dan 0,5% dengan pelarut gliserin lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri Fusobacterium nucleatum daripada bahan coba kitosan blangkas pada konsentrasi 1%; 0,5% dan 0,25% dengan pelarut VCO dimana terlihat adanya pertumbuhan bakteri yang masih subur. Peneliti berasumsi bahwa gliserin sebagai pelarut dapat dipertimbangkan untuk digunakan bersama kitosan blangkas sebagai bahan dressing, namun untuk penggunaan VCO perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut dengan menggunakan asam laurat murni sebagai komposisi utama pada VCO komersil. Hal ini dikarenakan asam laurat murni yang

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

mengandung monolaurin sudah terbukti memiliki kemampuan antibakteri pada penelitian terdahulu.

Dokumen terkait