• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian IN-VITRO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian IN-VITRO)"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

PERBEDAAN DAYA HAMBAT KITOSAN BLANGKAS

(Lymulus polyphemus) BERMOLEKUL TINGGI DENGAN

PELARUT GLISERIN DAN VCO (Virgin Coconut Oil)

TERHADAP Fusobacterium nucleatum ATCC 25586

(PENELITIAN IN-VITRO)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

FANIA MAULANI RAHMY NIM : 050600096

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN PADA TANGGAL 19 MARET 2009

OLEH :

Pembimbing

Prof. Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG(K) NIP : 130 702 230

Mengetahui

Ketua Departemen Ilmu konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

(3)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

Prof. Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG(K) NIP : 130 702 230

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi berjudul

PERBEDAAN DAYA HAMBAT KITOSAN BLANGKAS (Lymulus

polyphemus) BERMOLEKUL TINGGI DENGAN PELARUT GLISERIN DAN

VCO (Virgin Coconut Oil) TERHADAP Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (PENELITIAN IN-VITRO)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

FANIA MAULANI RAHMY NIM : 050600096

Telah dipertahankan didepan tim penguji pada tanggal 19 Maret 2009

dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima Susunan Tim Penguji Skripsi

Ketua Penguji

Prof. Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG(K) NIP : 130 702 230

Anggota tim penguji lain

Cut Nurliza,drg.,M.Kes Wandania Farahanny,drg

NIP : 131 123 786 NIP : 132 306 493

Medan, 19 Maret 2009 Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Konservasi Gigi

(4)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

Gomes et al., 2002 menyatakan bahwa peran pelarut viscous ketika dimanipulasi dengan bahan dressing Ca(OH)2 diantaranya adalah gliserin lebih baik

dalam menciptakan konsistensi pasta sehingga lebih mudah dimasukkan ke dalam

Prof. Trimurni Abidin,drg., M.Kes., Sp.KG(K) NIP : 130 702 230

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Tahun 2009

Fania Maulani Rahmy

Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus)

Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin dan VCO (Virgin Coconut Oil)

Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian In-Vitro)

xii + 70 halaman

(5)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

saluran akar, sedangkan dengan pelarut oily lebih bermakna dalam membentuk zona hambat terhadap bakteri. Atas dasar inilah peneliti mengaplikasikan pelarut gliserin (viscous) dan VCO (oily) dengan kitosan blangkas untuk mengetahui efektifitas keduanya sebagai antibakteri terhadap Fusobacterium nucleatum.

Penelitian ini dilakukan untuk membedakan daya hambat kitosan blangkas dengan pelarut gliserin dan VCO pada konsentrasi yang sama yaitu 1%; 0,5% dan 0,25%. Metode yang digunakan ialah Drop Plate Miles Misra, yaitu dengan menanam bahan coba pada media perbenihan sehingga dapat dihitung jumlah bakteri yang hidup pada media tersebut. Sebanyak 40 sampel dari bahan coba kitosan blangkas 1 gr; 0,5gr dan 0,25gr diencerkan dengan asam asetat 1%, lalu ditambahkan dengan pelarut gliserin dan VCO. Selanjutnya, bahan tersebut dicampurkan bersama biakkan murni Fusobacterium nucleatum. Bahan coba hasil pencampuran ditanam pada media Mueller Hinton Agar dan diinkubasi pada inkubator CO2 dengan suhu

37oC selama 24 jam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya kitosan blangkas pada konsentrasi 1% dan 0,5% dengan pelarut gliserin yang memiliki daya hambat terhadap bakteri

F.nucleatum. Bahan ini terbukti lebih efektif dalam menghambat Fusobacterium

nucleatum daripada bahan coba kitosan blangkas dengan pelarut VCO yang tidak

mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada ketiga konsentrasi yang diuji.

(6)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala limpahan rahmat, karunia serta kekuatan bagi penulis sehingga skripsi ini telah disusun dengan sebaik mungkin sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Rasa terima kasih secara khusus penulis tujukan kepada kedua orang tua tersayang yaitu Papa (H. Erry Achyar) dan Mama (Nelma) yang selalu mendoakan, menyayangi, membimbing, memberi semangat serta motivasi dan mendukung secara moril dan materil kepada penulis sehingga penulis dapat mengecap masa pendidikan hingga selesai di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

(7)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

Dalam penulisan skripsi ini penulis juga telah mendapat banyak bimbingan, pengarahan, saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. H. Ismet D. Nasution, drg., Sp.Pros(K)., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi dan dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis baik dalam studi dan penulisan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Seluruh staf pengajar dan pegawai khususnya di Depertemen Ilmu Konservasi Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama penyelesaian skripsi ini.

4. Ariyani, drg selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Wahyu Hidayatiningsih S.Si., M.Kes selaku peneliti pada Laboratorium

Tropical Disease Centre, Universitas Airlangga yang telah banyak membantu

peneliti terutama dalam kegiatan penelitian di laboratorium.

(8)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

7. Dr. Dwi Suryanto, M.Si selaku Kepala Bagian Laboratorium Biologi FMIPA USU yang telah banyak membantu dan memberi masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik

8. Teman-teman seperjuangan Jilly, Defrina, Anita, Mia, Anna, Roza, Lia, Riris, Putri, Bunga, Sri, Anggun, Mira, Yulia, Ulfa, Nuni’, Pipit, Ririn dan semua teman-teman stambuk 05 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala motivasi, dorongan dan semangat persaudaraan yang telah terjalin selama ini

9. Terkhusus untuk temen-teman U-36; Fresty, Darnita, Ninna, Onna, Tiwi, Ratih, Iyang, Viska, Vina, Neysia, K.Jannah, K.zee, Huda, Syafiqa terima kasih atas segala dukungan dan semangat yang telah diberikan selama ini. 10. Kepada senior penulis Feby SKG, Sanny SKG, drg. Rida, Arini SKG, drg.

Darmayanti dan senior-senior lainnya yang telah banyak membantu. Untuk adik-adik junior stambuk 06, 07 dan 08 yang telah banyak memberi semangat kepada penulis.

Akhirnya terima kasih penulis kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak, mudah-mudahan segala bantuannya menjadi amal ibadah di sisi Allah SWT dan penulis memohon maaf jika selama proses penyelesaian skripsi ini terdapat kesalahan baik yang disengaja maupun tidak.

(9)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

(

1.1 Latar Belakang ... 1

Fania Maulani Rahmy) NIM : 050600096 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

(10)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi saluran akar ... 8

2.2 Fusobacterium nucleatum sebagai salah satu bakteri yang terdapat pada infeksi endodontik ... 10

2.3 Kitosan sebagai bahan dressing saluran akar ... 14

2.4 Pelarut (vehicle) ... 22

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN ... 28

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ... 32

4.2 Sampel dan besar sampel ... 32

4.3 Variabel Penelitian ... 33

4.4 Defenisi operasional ... 35

4.5 Alat dan Bahan Penelitian ... 37

4.6 Tempat dan waktu penelitian ... 39

4.7 Prosedur pengambilan dan pengumpulan data ... 39

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 46

BAB 6 PEMBAHASAN ... 52

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

(11)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Bakteri yang diisolasi dari saluran akar gigi dengan lesi apikal ... 10 2. Perhitungan jumlah bakteri untuk bahan coba kitosan blangkas

dengan pelarut gliserin ... 48 3. Perhitungan jumlah bakteri untuk bahan coba kitosan blangkas

dengan pelarut VCO ... 50 4. Perhitungan jumlah bakteri untuk kontrol gliserin 100% dan

(12)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambaran mikroskop elektron F. nucleatum tampak berbentuk batang

menyerupai filamen dengan tepi ujung yang tajam ... 12

2. Struktur bangun chitin dan kitosan ... 16

3. Lymulus polyphemus ... 18

4. Struktur kimia gliserin ... 24

5. VCO (Virgin Coconut Oil) komersil ... 25

6. Media Mueller Hinton Cair ... 38

(13)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

8. VCO komersil (Laurica, Indonesia) ... 38

9. Gliserin ... 38

10. Autoclave(Tomy, Japan) ... 39

11. Mikropipet dan tips(Gilson, France) ... 39

12. Inkubator CO2 (Sanyo, Japan) ... 40

13. Kaca pembesar (Ootsuka ENV-CL, Japan) ... 41

14. Tabung gas CO2 (Japan) ... 41

15. Biakan Fusobacterium nucleatum pada petri dish yang telah tumbuh subur ... 41

16. Electronic balance (Ohyo JP2 6000, Japan) ... 42

17. Vorteks (Iwaki TM-100, Japan)... 42

18. Lar. Kitosan Blangkas 0,5% ... 46

19. Hasil peletakkan tetesan kitosan blangkas 1% dan 0,5% dengan pelarut gliserin pada media padat setelah diinkubasi selama 24 jam ... 47

20. Hasil peletakkan tetesan kitosan blangkas 0,25% dengan pelarut gliserin pada media padat setelah diinkubasi selama 24 jam ... 47

21. Hasil penanaman bahan coba kitosan blangkas 1% dengan pelarut VCO pada media MHA setelah diinkubasi 24 jam ... 49

22. Hasil peletakkan tetesan kitosan blangkas 1% dan 0,5% dengan pelarut VCO pada media padat setelah diinkubasi selama 24 jam ... 49

23. Hasil peletakkan tetesan kitosan blangkas 0,25% dengan pelarut VCO pada media padat setelah diinkubasi selama 24 jam ... 50

(14)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Skema alur pikir... 64 2. Skema alur penelitian... 67 3. Data hasil perhitungan jumlah bakteri pada penentuan perbedaan

daya hambat kitosan blangkas 1%; 0,5% dan 0,25% dengan pelarut gliserin dan VCO serta kontrol pelarut gliserin 100% dan

(15)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

(16)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

merangsang respon sel inflamasi serta penghancuran tulang pada bagian periapeks. Beberapa bukti telah menunjukkan bahwa infeksi saluran akar merupakan infeksi polimikroba yang didominasi oleh bakteri anaerob.2 Menurut Sundqvist (1992), pada gigi yang mengalami nekrosis pulpa dan lesi periapikal, 90% bakteri yang diisolasi merupakan bakteri anaerob dengan jenis spesies yang berbeda.3

Pada penelitian Sundqvist et al, (1989) dan Gomes et al, (2004) menunjukkan bahwa Prevotella intermedia dan Fusobacterium nucleatum merupakan bakteri gram negatif yang ditemukan pada penyakit pulpa dan periapikal.4 Begitu juga pada penelitian Bolstad et al. (1996), Dahlén dan Möller (1992) dan Moraes et al. (2002) menyatakan bahwa Fusobacterium nucleatum merupakan bakteri yang sering ditemukan pada infeksi endodonti.5

Selama proses infeksi, Fusobacterium nucleatum berperan sebagai penghasil asam butirat dari proses metabolisme dan mengubah treonin menjadi asam propionat.6 Asam butirat, propionat dan ion ammonium yang dihasilkan oleh

Fusobakterium nucleatum dapat menghambat proliferasi fibroblast gingiva. Selain

itu, asam butirat juga berperan sebagai bahan yang dapat mengiritasi jaringan.

F.nucleatum juga mampu mengakumulasi glukosa untuk membentuk glukan

interseluler yang berguna sebagai sumber energi ketika jumlah glukosa dalam keadaan terbatas. Hal ini memungkinkan bakteri lain seperti Porphyromonas

gingivalis beragregasi dengan F. nucleatum untuk menghasilkan enzim proteolitik.7

(17)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

yang terinfeksi.8 Preparasi biomekanikal dan irigasi saluran akar sangat penting untuk mengurangi jumlah bakteri selama perawatan endodonti. Hal ini juga perlu ditunjang dengan pemberian bahan dressing karena akan sangat membantu untuk mengeliminasi bakteri yang masih tertinggal setelah dilakukan preparasi atau setidaknya menghambat infeksi berulang pada saluran akar diantara kunjungan.9

Bahan dressing yang paling umum digunakan saat ini ialah kalsium hidroksida (Ca(OH2)). Bahan ini digunakan sebagai dressing selama kunjungan terapi

endodonti dan memiliki sifat antibakterial yang sangat baik. Sjogren et al., (1991) menyatakan bahwa sifat antibakteri kalsium hidroksida ini disebabkan oleh penguraian ion-ion Ca2+ dan OH-.10 Namun, menurut Tam et al., (1989) kalsium hidroksida juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya kekuatan kompresif yang rendah sehingga dapat berpengaruh pada kestabilan kalsium hidroksida terhadap cairan di dalam saluran akar yang akhirnya dapat melarutkan bahan dressing.11 Selain itu, Haapasalo et al dan Portenier et al melaporkan bahwa dentin dapat

meng-inaktifkan aktifitas antibakteri kalsium hidroksida. Begitu juga pada penelitian Peters

et al., 2002 menunjukkan jumlah saluran akar yang positif mengandung bakteri

meningkat setelah perawatan saluran akar dengan kalsium hidroksida.12 Oleh karena itu, sangat diharapkan berkembangnya aplikasi bahan dressing yang berasal dari alam dan lebih kompatibel terhadap jaringan, namun tetap memiliki kemampuan antibakteri yang sama dengan bahan non-biologi.

(18)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

merupakan biopolymer alami yang mempunyai rantai linier dengan rumus kimia (C6H11NO4)n dan merupakan turunan utama kitin. Kitosan pertama kali ditemukan

oleh C. Rouget pada tahun 1859 dan merupakan produk dari proses deasetilasi kitin yang berasal dari ekstrak kulit hewan laut yang keras seperti udang, rajungan, kepiting dan ditemukan juga pada dinding sel jamur jenis Zygomycetes serta kulit serangga.13-14

Kitosan blangkas merupakan hasil proses deasetilasi kitin yang diperoleh dari cangkang udang blangkas. Berdasarkan penelitian Trimurni et al., 2006, kitosan blangkas memiliki derajat deasetilisasi dan Berat Molekul (BM) yang tinggi yakni 84,20% dan 893.000. Kitosan mempunyai derajat kereaktifan yang tinggi disebabkan adanya gugus amino bebas sebagai gugus fungsional. Sifat-sifat kitosan dihubungkan dengan adanya gugus amino dan hidroksil yang terikat. Gugus-gugus tersebut menyebabkan kitosan dapat berperan sebagai amino pengganti (amino exchanger). Selain itu, kitosan juga dapat berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya, seperti protein sehingga kitosan relatif banyak digunakan dalam bidang kesehatan. 13

(19)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

dalam rongga mulut.Trimurni et al., (2006) secara in-vivo pada tikus wistar berhasil meneliti penggunaan kitosan blangkas (893.000 Mv) dan kitosan komersil (870.000) sebagai bahan pembanding pada perawatan kaping pulpa. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan keduanya lebih mampu menstimulasi pembentukan dentin reparatif dan dengan jumlah sel-sel inflamasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan kontrol yaitu kalsium hidroksida.13

Pelarut terbagi atas tiga jenis yaitu larutan aqueous, viscous dan oily.15 Pelarut gliserin merupakan jenis pelarut viscous yang umum digunakan di bidang kedokteran gigi, baik digunakan sendiri maupun dikombinasikan dengan bahan lain.16 Gliserin ditemukan pada tahun 1779 oleh Schele, yang berasal dari proses saponifikasi minyak zaitun. Gliserin merupakan jenis alkohol dengan rumus kimia C3H5[OH]3, bersatu

dengan asam lemak seperti palmitat, oleat, stearat untuk menghasilkan trigliserida atau lemak. Gliserin sifatnya jernih, tidak berwarna, tidak berbau, cair seperti sirup, manis, dapat larut dengan air dan alkohol dan akan sedikit panas jika dirasa.17

VCO (virgin coconut oil) merupakan minyak yang dihasilkan dari buah kelapa segar. Berbeda dengan minyak kelapa biasa, VCO dihasilkan tidak melalui penambahan bahan kimia ataupun proses yang melibatkan panas yang tinggi. VCO mengandung banyak asam lemak rantai menengah (Medium Chain Fatty

Acid/MCFA). MCFA memiliki sifat yang mudah diserap oleh mitokondria sehingga

(20)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

Asam laurat yang terkandung pada VCO terbukti memiliki daya antibakteri, antivirus, antijamur dan antiprotozoa. Asam laurat pertama kali ditemukan oleh John J Kabra pada tahun 1960an. Asam laurat mampu membunuh berbagai macam jenis mikroba yang membran selnya berasal dari asam lemak (lipid coated

microorganism). Sifat asam laurat dapat melarutkan membran virus berupa lipid

sehingga akan mengganggu kekebalan virus dan membuat virus inaktivasi.19

Pada penelitian Banurea dan Trimurni (2008) kitosan blangkas bermolekul tinggi yang digunakan ialah dalam bentuk powder20, namun pemakaian bahan powder di klinik sulit dalam manipulasi ke dalam saluran akar secara klinis. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diuji daya hambat kitosan blangkas yang dimanipulasi dengan pelarut gliserin dan VCO pada konsentrasi yang sama yaitu 1%; 0,5% dan 0,25%.

Pemilihan konsentrasi ini didasarkan oleh beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa kitosan sudah memiliki efek antibakteri pada konsentrasi yang cukup rendah. Pada penelitian Fernandes et al., 2008 yang menggunakan kitosan bermolekul tinggi dan sedang pada konsentrasi 0,5% terbukti efektif membunuh bakteri Staphylococcus aureus dan E. Coli.21 Begitu pula pada penelitian

Sano et al., 2003 yang membuktikan bahwa pada konsentrasi 0,5%, kitosan mampu

(21)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

Pada penelitian ini bahan coba dan kultur bakteri diinkubasi pada suhu 37o C karena pada suhu tersebut adalah suhu optimal untuk pertumbuhan F.nucleatum dan dilakukan selama 24 jam karena merupakan waktu yang optimal untuk pertumbuhan

F.nucleatum. 24

1.2 Perumusan Masalah

Hingga saat ini belum dilakukan penelitian untuk melihat perbedaan daya hambat kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan pelarut gliserin dan VCO terhadap

Fusobacterium nucleatum sebagai bakteri yang paling sering ditemukan dalam

saluran akar gigi yang terinfeksi. Oleh karena itu, timbul permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan pelarut gliserin dan VCO memiliki daya hambat terhadap Fusobacterium nucleatum jika akan digunakan sebagai pengembangan bahan dressing saluran akar?

2. Apakah terdapat perbedaan daya hambat kitosan blangkas dengan pelarut gliserin dan kitosan blangkas dengan pelarut VCO terhadap Fusobacterium

nucleatum?

Tujuan Penelitian

(22)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

2. Untuk melihat perbedaan daya hambat kitosan blangkas dengan pelarut gliserin dan kitosan blangkas dengan pelarut VCO terhadap pertumbuhan

Fusobacterium nucleatum

Manfaat Penelitian

1. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan penggunaan kitosan blangkas sebagai bahan dressing di bidang endodonti.

2. Meningkatkan pemanfaatan bahan alami yang bersifat biokompatibel dan

biodegradable terhadap jaringan periapikal sebagai material kedokteran gigi

3. Sebagai informasi bagi dokter gigi dalam memilih vehicle (pelarut) bahan

(23)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikrobiologi Endodonti

Keberadaan mikroorganisme erat kaitannya dengan penyakit endodonti yang meliputi pulpa dan periradikular baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam penelitian Miller (1890) menemukan hubungan antara mikroorganisme dengan penyakit pulpa dan periapikal yang menunjukkan adanya perbedaan antara bakteri yang ditemukan pada kamar pulpa dengan bakteri di saluran akar.1 Hubungan ini juga diteliti oleh Kakehashi et al, (1965) 1,2 yang menunjukkan bahwa bakteri merupakan agent penyebab terjadinya infeksi pulpa dan berkembangnya lesi periapikal.1

(24)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

proses odontoblastik, mineralisasi kristal dan berbagai makromolekul yang terdapat di dalam tubulus.25

Pada infeksi polimikroba peranan bakteri dalam proses infeksi ini tidak terlepas dari keberadaan fili (fimbriae) dalam berinteraksi dan berikatan dengan permukaan bakteri lain. Lipopolisakarida yang ditemukan pada permukaan bakteri gram negatif memiliki sejumlah efek biologi ketika dilepaskan dari sel dalam bentuk endotoksin. Endotoksin dihubungkan dengan terjadinya inflamasi periapikal dan aktivasi komplemen. Enzim yang dihasilkan oleh bakteri dapat menyebarkan faktor penyebab infeksi. Enzim pada neutrofil yang berubah dan pecah membentuk eksudat juga memiliki efek yang merugikan bagi jaringan sekitarnya. Ini menunjukkan bahwa bakteri dan produknya memiliki efek langsung terhadap jaringan pulpa walaupun tanpa berkontak secara langsung.25

Sebagian besar bakteri yang ditemukan pada infeksi endodontik merupakan jenis bakteri anaerob.1-3,8,9,25,26 Seperti yang ditemukan oleh Sundqvist et al., (1989) saat mengkultur saluran akar yang utuh, menyatakan bahwa 91% mikroba yang berhasil diisolasi merupakan jenis anaerob. Bakteri anaerob hanya tumbuh di lingkungan yang tidak ada oksigen tetapi sensitifitasnya terhadap oksigen dapat berubah.25 Baumgartner et al (1991) yang mengkultur gigi pada bagian 5 mm apikal saluran akar dan sudah mengalami karies, menemukan 68% bakteri anaerob dari total 50 bakteri yang diisolasi.26

(25)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

mempengaruhi neutrophil chemotaxis, degranulasi, chemiluminens dan fagositosis. Asam butirat telah menunjukkan daya hambat yang besar terhadap blastogenesis T-sel dan merangsang pembentukan interleukin-1, yang berhubungan dengan penyerapan tulang. Tabel 1. menunjukkan persentase jumlah bakteri yang berhasil diisolasi dari saluran akar secara utuh yang diambil dari Sundqvist (1994). 25

Tabel 1. Bakteri yang dikultur dan diidentifikasi dari saluran akar gigi dengan lesi apikal25

Bakteri Insiden bakteri (%)

(26)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

2.2 Fusobacterium nucleatum sebagai salah satu bakteri yang terdapat pada

infeksi endodonti

Fusobacterium nucleatum merupakan tipe spesies dari genus Fusobacterium,

yang berasal dari famili Bacteroidaceae. Bakteri ini normal ditemukan di rongga mulut manusia yang sehat maupun sakit.7,27,28 Secara morfologi F. nucleatum ialah bakteri berbentuk batang yang panjangnya 5-10 µm dengan kedua ujung yang tajam.7 Bakteri ini dikelompokka n ke dalam jenis gram negatif yang hidup pada suasana anaerob namun masih dapat tumbuh sampai kadar oksigen 6%. Fusobacterium

nucleatum tidak dapat membentuk spora dan tidak bergerak.7,27,.28

Menurut Sundqvist (1992) Fusobacterium nucleatum merupakan salah satu spesies yang paling umum diisolasi dari infeksi endodontik. Baumgartner dan Falkler (1991) dalam penelitiannya pada 5 mm apikal gigi yang mengalami infeksi saluran akar menemukan 30% Fusobacterium nucleatum dari sampel yang diambil. Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Siqueira et al., (2004) yang menemukan F.nucleatum sebanyak 26% dari sampel apikal saluran akar.26

Fusobacterium nucleatum merupakan salah satu bakteri yang sering

ditemukan pada plak subgingival baik dalam bentuk inaktif maupun aktif dari gingivitis maupun periodontitis.28,29 Tidak hanya itu, bakteri ini juga banyak ditemukan di luar rongga mulut dan bersama bakteri lain menjadi penyebab infeksi polimikroba. Fusobacterium nucleatum dapat dibagi menjadi beberapa subspesies,

(27)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

Subspesies nucleatum dan vincentii dipercaya berhubungan dengan penyakit periodontal.29

Fusobacterium nucleatum memiliki karakteristik membran luar bakteri gram

negatif. Pelindung sel terdiri atas lapisan luar dan lapisan dalam (sitoplasma) yang dipisahkan oleh ruang periplasma yang terdiri atas lapisan peptidoglikan. Pada umumnya, lapisan dalam bakteri gram negatif mengandung lapisan fosfolipid yang simetris dengan kadar fosfolipid dan protein dalam jumlah yang sama. Lapisan luar membran berfungsi sebagai penyaring molekul dan merupakan membran asimetris yang terdiri atas fosfolipid, lipopolisakarida (LPS), lipoprotein, dan protein. Maka, sepertiga dari massa lapisan luar fusobacterium ialah protein.7

Gambar 1. (A) F.nucleatum dilihat melalui mikroskop electron, (B dan C) Melalui mikroskop elektron terlihat Outer membran (OM), Periplasmik (P) dan Cell membrane (CM)7

(28)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

anaerob nonspora yang menggunakan asam amino dalam proses katabolisme untuk menghasilkan energi dan beberapa strain F.nucleatum memerlukan peptida untuk proses pertumbuhan. F.nucleatum memerlukan glukosa untuk proses biosintesis molekul intraselular tetapi bukan untuk metabolisme energi. 7,27,28

Produk utama dari hasil metabolisme pepton atau karbohidrat ialah butirat tetapi ditemukan juga produk lain yaitu asetat, laktat, dan sedikit propionat. Butirat, propionate dan ion amoniun yang dihasilkan oleh F.nucleatum dapat menghambat proliferasi fibroblast gingiva,7,29 mampu menembus epitel gingival dan keberadaanya dapat meningkatkan jumlah plak sehingga berperan sebagai penyebab periodontitis.7

F.nucleatum berperan dalam desulfurasi sistein dan methionin sehingga

menghasilkan ammonia, hydrogen sulfida, asam butirat dan methyl mercapthan.7 Bakteri ini menunjukkan aktivitas biologis yang berhubungan dengan penyebab inflamasi gingiva, penyakit mulut, bau nafas, menghasilkan asam butirat dan bahan sulfur yang mudah menguap (Kostelc et al., 1980).30

Kemampuan patogenesis F.nucletum tidak hanya sebagai bakteri tunggal namun dapat dikaitkan dengan keberadaan bakteri lain. Adanya interaksi F.nucleatum dengan jenis bakteri lain berhubungan dengan beberapa hal, diantaranya ialah kemampuan mengumpulkan glukosa dalam bentuk glukan intraseluler yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Apabila jumlah glukosa berkurang, maka glukosa yang ada dapat diekskresikan dari sel bakteri. Hal ini memungkinkan bakteri lain mendekati permukaan Fusobacterium dan selanjutnya berikatan dengan dinding sel

(29)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

Kemampuan koagregasi F.nucleatum dengan Candida albicans terjadi melalui ikatan protein permukaan sel bakteri dengan residu karbohidrat pada permukaan C.albicans (Bagg., 1986). Selain itu, F.nucleatum mampu berkoagregasi dengan P.gingivalis karena adanya ikatan karbohidrat yaitu galaktosa pada permukaan P.gingivalis dan protein lapisan luar pada F.nucleatum. (Kinder et al., 1983).7

Kombinasi antara F.nucleatum dengan bakteri berpigmen hitam Prevotella

intermedia dan Porphyromonas gingivalis menghasilkan virulensi yang lebih tinggi

dibandingkan jika bakteri tersebut dikultur secara murni (Baumgartner., 1992). Kombinasi ini mampu melawan fagositosis, mendegradasi immunoglobulin dan meningkatkan kemampuan patogenesis (Sundqvist et al., 1985). Kemampuan patogenesis dihubungkan dengan adanya lipopolisakarida (LPS) pada membran luar bakteri gram negatif. Dengan adanya LPS pada saluran akar dan jaringan periradikular dikaitkan dengan keparahan penyakit (Horiba et al., 1991). LPS (endotoksin) dilepaskan selama proses multiplikasi dan kematian sel. Ketika melepaskan endotoksin maka akan terjadi biological effect yang menyebabkan inflamasi dan terjadinya resorpsi tulang periapikal (Nelson-filho et al., 2002 dan Yamasaki et al., 1992).1

2.3 Kitosan sebagai bahan dressing saluran akar

(30)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

mikroorganisme masih dapat kembali (Gomes et al., 1996; Molander et al., 1998)4 dan beberapa bakteri masih tertinggal di dalam tubulus dentin (Byström et al., 1985)31. Kembali atau masih tertinggalnya bakteri di saluran akar karena didukung oleh adanya ramifikasi dan tubulus dentin radikuler, karena itu penggunaan dressing saluran akar diindikasikan untuk mengeliminasi bakteri yang tidak hilang atau setidaknya menghambat terjadinya infeksi berulang pada saluran akar (Siqueira., 1997).3,9

Penggunaan bahan dressing yang semakin berkembang memberikan kesempatan untuk mengaplikasikan material atau bahan lain yang lebih aman dan dapat diterima oleh jaringan tanpa menimbulkan efek samping. Seperti yang diketahui bahwa material non-biologi yang biasa digunakan sebagai bahan dressing diantaranya kalsium hidroksida (Ca(OH)2), cyanoacrylate, semen zinc-oxide dan

fosfat. Walaupun memiliki kemampuan antibakterial yang baik namun bahan-bahan ini masih memiliki efek samping bagi jaringan tubuh yang perlu dipertimbangkan.13 Sehubungan dengan itu, dikembangkan suatu material biologi sebagai bahan dressing yang bersifat alami, biodegradabel, biokompatibel dan memiliki efek antibakteri yakni kitosan blangkas.20

2.3.1 Definisi dan komposisi Kitosan

(31)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

diperoleh dari hewan berkulit keras terutama yang berasal dari laut seperti kulit udang, rajungan, kepiting, cumi-cumi (Allan et al., 1979), dari jenis serangga (insect) dan jamur (fungi). 13,32-36 Kitosan hanya dapat larut dalam pelarut asam seperti asam asetat, asam formiat, asam laktat, asam sitrat dan asam hidroklorat. Kitosan tidak larut dalam air, alkali dan asam mineral encer kecuali dibawah kondisi tertentu yaitu dengan adanya sejumlah pelarut asam sehingga dapat larut dalam air, methanol, aseton dan campuran lainnya.13,36 Salah satu pelarut asam ialah asam asetat yang memiliki struktur kimia CH3COOH. Sifat kelarutannya disebabkan oleh kemampuan

disosiasi menjadi ion H+ dan CH3COO- sehingga berperan sebagai salah satu pereaksi

kimia dan bahan baku industri yang penting. 37

Kitosan merupakan polymer alami terbesar kedua setelah selulosa (Ruiz-Herra, 1978) dan struktur keduanya juga hampir sama. Perbedaannya hanya pada gugus rantai C-2 pada selulosa mengandung gugus hidroksida (OH) sedangkan pada kitosan diganti dengan gugus amina (NH2).33,34,36

CHITIN CHITOSAN

n n

(32)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

Berdasarkan struktur kimianya, kitin dan kitosan memiliki susunan yang sama. Kitin terbentuk dari ikatan linear asetilglukosamin sedangkan kitosan dihasilkan dari perpindahan gugus asetil (CH3-CO) agar molekul dapat larut pada

sebagian besar pelarut asam, proses ini disebut deasetilasi. Perbedaan yang nyata antara kitin dan kitosan ialah kandungan asetil dari polimer tersebut. Faktanya, terdapat dua kelebihan kitosan dibandingkan kitin. Dalam proses melarutkan, kitin memerlukan pelarut toksik seperti lithium chloride dan dimethylacetamide sedangkan kitosan cepat larut dalam pelarut asam asetat. Kelebihan yang kedua ialah kitosan memiliki gugus amino bebas yang merupakan bagian aktif yang dapat berikatan dalam banyak reaksi kimia (Knaul et al., 1999)36

Kitosan memiliki muatan molekul positif (NH3+) yang dapat berikatan secara

kimia dengan muatan negatif yang dimiliki oleh lemak, lipid, kolesterol, ion-ion metal, protein dan makromolekul (Li et al., 1992). Kitin dan kitosan mengalami peningkatan secara komersial sehingga sesuai digunakan sebagai sumber material karena memiliki sifat yang sangat baik yakni biokompatibilitas, biodegradabilitas, kemampuan adsorpsi, dapat membentuk film dan sebagai chelating agent ion metal (Rout, 2001).36

(33)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

dibawah 400.000 Mv berasal dari hewan laut dengan cangkang atau kulit yang lunak misalnya udang, cumi-cumi dan rajungan.20

2.3.2 Kitosan blangkas

Kitosan blangkas merupakan kitosan yang diperoleh dari kulit blangkas (Limulus Polyphemus). Kitin yang diproses dari kulit blangkas didapat dengan hasil 30,60%. Kitosan dihasilkan melalui proses deasetilasi kitin dengan menggunakan larutan alkali (NaOH). Proses pembuatan kitosan blangkas dilakukan dengan 2 (dua) tahap yaitu proses deproteinasi dengan pemberian NaOH 2 M untuk mengurangi protein pada kulit udang dan proses demineralisasi dengan pemberian HCl 2 M sehingga kandungan mineral CaCO3 hilang dari kulit udang.13

(a) (b)

Gambar 3. Limulus polyphemus (a) dilihat dari atas (b) dilihat dari bawah38

(34)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

mudah berdifusi sehingga mampu menstimulasi regenerasi sel-sel jaringan lunak (Muzzarelli et al., 1986) dan pada situasi khusus seperti terbukanya pulpa, bahan ini mampu mengadakan regenerasi jaringan dentin. Keadaan ini dibuktikan oleh Pang et

al (2005) dalam penelitiannya yang memperlihatkan bahwa kitosan dapat

mengadakan regenerasi jaringan tulang.13

2.3.3 Kitosan sebagai antibakterial

Studi terbaru mengenai aktifitas antibakterial kitosan menyatakan bahwa kitosan efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Sifat antibakterial kitosan tergantung pada berat molekul dan jenis bakterinya. Menurut Chen et al., (2002) antibakteri kitosan lebih efektif terhadap bakteri gram negatif daripada bakteri gram positif. Begitu juga dengan Chung et al., (2004) yang menyatakan bahwa penyerapan kitosan oleh bakteri gram negatif lebih besar daripada bakteri gram positif. Menurut penelitian tersebut, penyerapan kitosan juga berhubungan dengan lingkungan sekitar yaitu nilai pH dan derajat deasetilisasi. Ini terbukti pada suasana yang lebih asam (pH 4) dan derajat deasetilasi yang tinggi (95%) kitosan akan bermuatan lebih positif dan lebih mudah mengangkut gugus amino (NH3+) yang akan mempermudah penyerapan

bakteri terhadap kitosan dibandingkan dengan suasana pH 5 dan derajat deasetilasi yang rendah (75%).35

(35)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

E.coli, Tsai dan Su (1999) menggunakan kitosan yang diambil dari kulit udang dan

menemukan bahwa temperatur yang tinggi serta pH asam pada makanan dapat meningkatkan aktivitas antibakteri kitosan. Mereka menerangkan bahwa mekanisme antibakteri kitosan ini melibatkan ikatan silang antara polikation dari kitosan dan anion yang terdapat pada permukaan bakteri yang mengalami perubahan permeabilitas.36 Berdasarkan penelitian Cheng dan Li (2000) kekuatan kitin, kitosan atau pada keseluruhan kulit udang tidak efektif dalam beberapa test tapi larutan kitosan dalam asam asetat mampu menghambat bakteri dan jamur. Allan dan Hadwiger (1974) menemukan bahwa larutan 1% kitosan dalam 1% asam asetat dapat menghambat pertumbuhan Candida tropicalis. 23

2.3.4 Mekanisme antibakterial kitosan

Sifat-sifat kitosan berhubungan dengan adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat. Gugus-gugus ini menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyumbangkan sifat polielektrolit kation sehingga berperan sebagai amino pengganti (amino exchanger).13 Keberadaan kation yang dimiliki oleh kitosan (pKa=6,3) disebabkan oleh adanya muatan positif NH3+ yang merupakan grup

(36)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

pertumbuhan bakteri dengan merusak proses pertukaran dengan media, kemampuan berikatan dengan ion metal dan menghambat enzim (Aleksandra et al., 2005).23,34

Sehubungan dengan kemampuan interaksi kitosan dengan DNA mikroba, mekanisme antibakteri kitosan terjadi karena kitosan mampu berikatan dengan DNA yang selanjutnya akan merusak mRNA dan mengganggu sintesa protein. Kitosan akan bereaksi langsung dengan membran sel sehingga mengganggu permeabilitas membran dan menyebabkan kebocoran materi protein sel (Hardjito, 2006).33

Menurut Chung et al., 2000 daya antibakteri kitosan dapat diperoleh dengan menciptakan suasana asam dengan derajat deasetilasi tinggi yang dapat menyebabkan jumlah ion NH3+ yang bebas menjadi lebih banyak sehingga memudahkan

penyerapan bakteri terhadap kitosan. Hal ini berdampak pada perubahan struktur permukaan sel dan gangguan permeabilitas membran sehingga berlanjut menjadi kematian sel bakteri.35

2.3.5 Aplikasi kitosan di bidang Kedokteran Gigi

(37)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

Menurut Howling et al., (2001) kitosan dapat bermanfaat dalam menyembuhkan luka karena memberi efek terhadap proliferasi sel fibroblast kulit manusia dan sel keratinosit secara in-vitro. Efek stimulasi dalam proliferasi sel fibroblast ini tergantung pada derajat deasetilasi kitosan yang lebih tinggi. Tidak hanya berperan secara tunggal, kitosan juga dapat bermanfaat jika digabungkan dengan bahan lain. Diantaranya ialah gabungan kitosan dengan alginat sebagai pembalut luka dengan membentuk kompleks membran polielektrolit yang akan mempercepat penyembuhan luka pada binatang percobaan dibandingkan pembalut luka konvensional (Paul et al., 2004), gabungan semen kalsium fosfat dengan kitosan dan asam sitrat sebagai material pengganti tulang (Yokoyama et al., 2002), kitosan dan asam poliakrilat dengan polimer sebagai mucoadhesive dapat menghantarkan obat secara transmukosa yang telah diteliti secara in-vitro (Ahn et al., 2002).32

Aplikasi kitosan di bidang kedokteran gigi dapat berpotensi dalam proses differensiasi sel osteoprogenitor dan dapat memfasilitasi pembentukan tulang (Lee et

al., 2000a). Sebagai faktor pertumbuhan, khususnya sel T yang dapat meningkatkan

regenerasi periodontal apabila digabungkan dengan bahan yang bersifat biodegradasi sehingga mampu membentuk konsentrasi therapeutik selama proses reaksinya (Lee at

al., 2000b). Sedangkan menurut Ikinci et al., (2002) yang meneliti kitosan dalam

bentuk gel maupun film, mampu melawan periodontal patogen yakni Porphiromonas

gingivalis.39 Dalam penelitian Trimurni et al., (2006) kitosan berperan dalam

dentinogenesis, dimana kitosan yang digunakan ialah kitosan blangkas bermolekul

(38)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

secara in-vivo. Dengan keadaan pulpa terbuka dan mengalami inflamasi reversible, kitosan mampu membentuk jaringan keras osteotipic irregular yang terlihat pada peletakan kitosan selama 14 hari dan 1 bulan dan dapat dilihat sel-sel pulpa

dentinoblast tersusun bersekatan dengan bahan coba.13

2.4 Pelarut (Vehicle)

Berdasarkan penelitian Fava dan Saunders (1999), pelarut memegang peranan penting dalam aktifitas antibakteri bahan dressing.15 Jenis pelarut yang digunakan untuk suatu bahan dressing akan menghasilkan perbedaan kecepatan disosiasi ion sesuai dengan jenis pelarutnya. Berdasarkan pelarut yang digunakan, bahan dressing juga akan menghasilkan kekentalan berbeda yang menggambarkan besar gesekan dalam cairan. Daya alir suatu larutan sangat baik apabila tingkat kekentalannya rendah.31

Pelarut umumnya terbagi atas tiga yaitu : 15,31

a. Pelarut aqueous, yaitu sterile distilled water, sterile water, larutan anestesi, larutan Ringer, methylcellulose dan carboxymethylcellulose dan larutan anorganik detergent seperti sodium lauryl diethyleneglycol atau sodium lauryl sulfate. 15

Pelarut aqueous bersama Ca(OH)2 cepat berdisosiasi sehingga meningkatkan

kelarutan ketika berkontak dengan cairan dan lebih mudah direabsorbsi oleh makrofag.31

(39)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

bahan dressing karena dapat bertahan dan terikat dengan baik dengan bahan

dressing.15,31

c. Pelarut oily, yaitu camphorated paramonochlorophenol (CMCP), olive oil,

metacresylacetat dan eugenol. 15

Pelarut ini tidak larut dalam air sehingga menyebabkan kemampuan dissosiasi ion dan daya larutnya sangat rendah, karena itu aplikasi pelarut oily bersama bahan

dressing sangat terbatas.15,31 Namun pada penelitian Gomes et al., (2002), Ca(OH)2

bersama pelarut oily (CMCP) memiliki zona hambat yang sangat baik terhadap bakteri dibandingkan pelarut lainnya, namun penggunaannya tidak disarankan karena berpotensi mengiritasi jaringan. 15

2.4.1 Gliserin

Gliserin ditemukan oleh Scheele pada tahun 1779 dari hasil saponifikasi minyak zaitun dan dikenal dengan sebutan ’lemak dasar yang manis’. Kemudian diteliti lagi oleh Chevreul dan memberi nama ’glyserin’. Selanjutnya mulai digunakan dalam bidang pengobatan dan farmasi sekitar tahun 1846.40 Gliserin memiliki rumus kimia C3H5[OH]3.16,17,40,41 Gliserin merupakan trihidrik alkohol yang

(40)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

Gambar 4. Struktur kimia Gliserin42

Pemanfaatan gliserin sebagai humectant, plastisizer, solvent dan agen

tonisity-adjusting (Anon, 2003). Gliserin juga digunakan sebagai emulsifier dan pelarut untuk

bahan bubuk, lebih baik daripada ethanol karena tidak mudah menguap.40 Pelarut gliserin jika dicampur dengan bahan dressing (Ca(OH)2) tidak memiliki efek

antimikroba. Gliserin sangat baik sebagai pelarut bahan dressing, hal ini terbukti pada penelitian Gomes et al., (2002) gliserin dicampur dengan Ca(OH)2 menghasilkan

zona hambat yang lebih besar daripada pelarut aqueous. Ini disebabkan karena kemampuan disosiasi gliserin terhadap ion Ca+ dan OH- lebih lambat daripada pelarut

aqueous sehingga dapat bertahan lebih lama di saluran akar.15

2.4.2 VCO (virgin coconut oil)

Virgin coconut oil atau yang lebih dikenal dengan sebutan minyak kelapa

(41)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

kelapa biasa. Warna minyak kelapa murni ini relatif lebih bening dan tidak berwarna. Kadar air dalam minyak kelapa murni yang rendah menyebabkan minyak ini tidak mudah berbau tengik. Kelebihan lainnya ialah kandungan kimiawi yang berbeda dengan minyak kelapa biasa, dimana VCO mengandung asam lemak jenuh yang tinggi (± 90%). Asam lemak jenuh ini memiliki potensi kegunaan yang sangat besar baik bagi dunia kesehatan, industri farmasi, kosmetika maupun sebagai pendukung industri pangan. 18

Zat yang dominan pada VCO ialah asam laurat, kandungannya mencapai 50,33%, dan kandungan lainnya berupa 14,32% asam kaproat, 10,25% asam kaprat, 12,91% asam miristat dan 4,92% asam palmitat.43 Kandungan ini dapat berbeda tergantung VCO yang dihasilkan.

(42)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

Asam laurat dalam tubuh manusia akan dipecah menjadi monolaurin. 18,19,44-46 Menurut beberapa penelitian, monolaurin terbukti sebagai antibakteri, antivirus, antiprotozoa dan anti jamur 18,19,43-47 VCO menjadi populer karena manfaatnya untuk kesehatan tubuh. Hal ini disebabkan karena banyaknya kandungan asam lemak rantai menengah (Medium Chain Fatty Acid). MCVC yang paling banyak terkandung dalam VCO ialah asam laurat. Sifat MCFC yang mudah diserap sampai ke mitokondria akan meningkatkan metabolisme tubuh. Manfaat lain dari VCO adalah mampu meningkatkan daya tahan terhadap penyakit serta mempercepat proses penyembuhan. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan proses metabolisme tubuh sehingga menyebabkan sel-sel tubuh bekerja lebih efisien.18,45

Mekanisme kerja antibakteri VCO berasal dari asam laurat yang dipecah menjadi monolaurin. Monolaurin ini ditubuh akan berperan aktif menembus dinding sel mikroorganisme sehingga cairan akan disedot keluar dan terjadilah pengerutan sel yang mengakibatkan matinya mikroorganisme.43-47 Menurut Holland et al., (1994) monolaurin mampu menurunkan pertumbuhan Staphylococcus aureus dan produksi toksin dari syndrom shok toksin-l. Terhadap jamur, monolaurin juga mempengaruhi pertumbuhan Candida albicans (Issacs et al., 1991).47

(43)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009 a. Fermentasi

Cara pengolahan VCO dengan metode fermentasi ialah dengan menambahkan mikroba dalam proses pengolahan yang bertujuan untuk membantu penggumpalan protein agar terpisah dengan minyak.

b. Sentrifugasi

Pengolahan ini awalnya tidak berbeda dengan cara fermentasi, hanya berbeda dalam teknik pengambilan minyaknya. Sentrifugasi memanfaatkan beda berat jenis komponen dalam santan. Dengan melakukan sentrifugasi santan akan membentuk 3 lapisan, dimana lapisan atas berupa minyak merupakan produk hasil yang diinginkan yaitu VCO.

Perkembangan teknologi membran menjadi alternatif proses lain dari produksi VCO. VCO yang dihasilkan dengan melibat teknologi membran ini diharapkan dapat mempermudah produksi VCO dengan spesifikasi produksi yang berkualitas sangat tinggi. Pengolahan VCO ini dilakukan dengan memanfaatkan perbedaan berat molekul. Prosesnya terdiri atas pemisahan daging buah dan tempurung, pemarutan, pemerasan, penyaringan dan pemisahan. Prosedur yang berbeda ialah pada tahap pemisahan dimana terbagi atas 2 (dua) bagian yaitu : 18

• Ultrafiltrasi, untuk memisahkan protein dari air dan minyak

(44)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 KERANGKA KONSEP PENELITIAN

(??)

>> penyerapan kitosan oleh bakteri

permeabilitas membran sel terganggu

dan terjadi kebocoran materi bakteri sel lisis Daya antibakteri (+)  VCO pelarut oily mengandung as.

Laurat Monolaurin menembus dinding sel bakteri cairan sel keluar

sel lisis Daya antibacteria (+)  Kitosan + VCO membentuk campuran

dengan daya antibakteri (++) dan dapat mempermudah manipulasi bahan ke dalam saluran akar

Hasil reaksi kitosan (C6H11NO4)n dan asam laurat (CH3(CH2)10COOH) membentuk Lar. Kitosan VCO yang merupakan interaksi antara gugus

hidroksil kitosan dengan gugus karbonil asam laurat

 Kitosan derajat deasetilasi dan suasana asam gugus amino (NH3+) >>

penyerapan kitosan oleh bakteri

permeabilitas membran sel terganggu dan terjadi kebocoran materi bakteri sel lisis

Daya antibakteri (+)

 Gliserin pelarut viscous memiliki gugus hydroksil (-OH) mudah berikatan dengan bahan lain tetapi Daya

antibakteri (-)

 Kitosan + gliserin membentuk

campuran yang tidak meningkatkan daya

antibakteri kitosan, namun dapat

mempermudah proses manipulasi bahan ke dalam saluran akar

Hasil reaksi (C6H11NO4)n dan C3H5[OH]3 membentuk Lar. Kitosan Gliserin yang merupakan interaksi antara gugus hidroksil kitosan dengan gugus karbonil gliserin

(45)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

Diagram diatas menunjukkan mekanisme kitosan bermolekul tinggi yakni kitosan blangkas yang dimanipulasi dengan bahan pelarut (vehicle) gliserin dan VCO (virgin coconut oil) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Fusobacterium

nucleatum sebagai bakteri penyebab infeksi intrakanal. Kitosan bermolekul tinggi

yang digunakan pada penelitian ini ialah kitosan blangkas (Trimurni et al., 2006) yang mengandung gugus amino (NH2) dengan derajat deasetilisasi dan Berat Molekul

(BM) yang tinggi yakni 84,20% dan 893.000. Kitosan akan bermuatan positif (NH3+)

dan secara ionik akan reaktif terhadap muatan negatif dinding sel bakteri.

Gugus glukosa secara langsung akan merangsang bakteri untuk menyerap kitosan dalam metabolisme membran interseluler dan kitosan akan semakin merangsang penyerapan yang kuat dari bakteri. Hal ini menyebabkan seluruh permukaan membran sel F.nucleatum dilapisi oleh kitosan sehingga F.nucleatum tidak dapat berkontak dengan lingkungan luar sel (fungsi pengkelat). Selanjutnya ikatan ionik yang terbentuk antara kitosan dan membran sel F.nucleatum akan mengganggu permeabilitas membran dan menyebabkan kitosan mampu menembus membran sel F.nucleatum. Kitosan akan dibawa masuk ke ruang interseluler dan berikatan dengan DNA F.nucleatum yang kemudian akan mengganggu mRNA dan sintesa protein. Selanjutnya akan terjadi gangguan fungsi sel, diikuti dengan kebocoran protein sel karena kitosan memenuhi ruang interseluler, diikuti lisisnya

F.nucletum dan kematian F.nucleatum.

Sel lisis

(46)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

Pada penelitian sebelumnya oleh Banurea dan Trimurni (2008), bentuk sediaan bahan dressing intrakanal yang digunakan berupa bubuk, sehingga manipulasinya ke dalam saluran akar sulit untuk dilakukan. Karena itu, pada penelitian ini akan digunakan bahan pelarut yaitu gliserin dan VCO (virgin coconut

oil). Selain untuk mempermudah manipulasi, penggunaan pelarut ini juga untuk

mengetahui daya hambat kitosan blangkas jika dimanipulasi dengan pelarut dan perbedaan efek kedua pelarut ini terhadap daya hambat kitosan blangkas sebagai antibakteri Fusobacterium nucleatum.

Gliserin merupakan jenis pelarut viscous yang umum digunakan di bidang kedokteran gigi terutama endodonti. Campuran bahan dressing Ca(OH)2 dengan

pelarut gliserin lebih baik dalam membentuk konsistensi pasta daripada pelarut

aqueous sehingga mempermudah penempatan pada saluran akar. Campuran kitosan

dan gliserin sebagai bahan dressing saluran akar belum pernah dicobakan. Berdasarkan uraian diatas, kemungkinan campuran kitosan dengan pelarut gliserin tidak akan meningkatkan daya hambat kitosan sebagai antibakteri, namun dapat mempermudah manipulasi kitosan ke dalam saluran akar. Hasil pencampuran keduanya membentuk larutan kitosan gliserin yang merupakan hasil interaksi antara gugus hidroksil (-OH) kitosan ([C6H11NO4]n) dengan gugus karbonil gliserin

(C3H5[OH]3).

Pada penelitian ini juga digunakan pelarut jenis oily yakni VCO (virgin

coconut oil). VCO merupakan minyak kelapa murni yang sebagian besar terdiri dari

(47)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

akan dipecah menjadi monolaurin sehingga dapat dengan mudah menembus dinding sel bakteri yang terdiri atas lemak, selanjutnya cairan akan tersedot keluar dan terjadi pengerutan sel sehingga akhirnya bakteri lisis.

Aplikasi pelarut oily sebagai pelarut bahan dressing saluran akar masih terbatas penggunaannya. Salah satunya ialah CMCP (camphorated

monochlorophenol) yang penggunaannya tidak direkomendasikan karena dapat

menyebabkan iritasi jaringan. Campuran kitosan dengan pelarut VCO sebagai bahan

dressing juga belum pernah dicobakan sehingga belum diketahui daya hambatnya

terhadap bakteri F.nucleatum.

Pada beberapa penelitian kandungan asam laurat pada VCO terbukti memiliki sifat antibakteri, karena itu penggunaannya sebagai pelarut oily diharapkan dapat meningkatkan daya hambat kitosan terhadap bakteri F.nucleatum dan membantu manipulasi bahan dressing ke dalam saluran akar. Hasil pencampuran kedua bahan ini akan membentuk larutan kitosan VCO yang merupakan hasil interaksi antara gugus hidroksil (-OH) kitosan ([C6H11NO4]n) dengan gugus karbonil asam laurat

(CH3(CH2)10COOH) sebagai kandungan utama pada VCO.

3.2 HIPOTESIS PENELITIAN

Dari uraian tersebut diatas maka dapat ditegakkan hipotesa :

(48)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

2. Terdapat perbedaan daya hambat antara kitosan blangkas dan pelarut gliserin dengan kitosan blangkas dan pelarut VCO terhadap pertumbuhan

Fusobacterium nucleatum.

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan penelitian : Posttest Only Control Group Design

Jenis penelitian : Eksperimental murni laboratorium

4.2 Sampel dan besar sample

4.2.1 Sampel : Koloni bakteri Fusobacterium nucleatum

ATCC 25586 yang telah dibiakkan pada

petri dish yang berisi Mueller Hinton Agar

(MHA).

4.2.2 Besar sample

Penentuan besar sampel didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Banurea dan Trimurni (2008). Dalam penelitian ini bahan yang digunakan dibagi atas 3 kelompok yaitu 2 (dua) kelompok bahan coba dan 1 (satu) kelompok kontrol, dimana masing-masing konsentrasi terdiri atas 5 (lima) sampel.

 Kelompok I : Kitosan blangkas 1gr; 0,5gr dan 0,25gr ditambahkan 100

(49)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

 Kelompok II : Kitosan blangkas 1gr, 0,5gr dan 0,25gr ditambahkan 100

ml asam asetat 1% dan 1 ml pelarut VCO 100%

 Kelompok III : Kontrol Gliserin 100% dan VCO 100%

Sehingga jumlah keseluruhan sampel adalah 40 sampel.

Sesuai Standard Operating Procedure (SOP) yang ada di Laboratorium Tropical Disease Centre, Universitas Airlangga, penentuan perbedaan daya hambat kitosan blangkas dengan pelarut gliserin dan kitosan blangkas dengan pelarut VCO pada konsentrasi yang sama, dilakukan dengan Metode Drop Plate Miles Misra dengan 5 (lima) kali pengulangan untuk mendapatkan hasil yang representatif dalam menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada media pembiakan.

4.3 Variabel Penelitian

VARIABEL TAK TERKENDALI

 Cara penyimpanan bahan pelarut gliserin dan VCO serta lamanya penyimpanan sebelum bahan diperoleh

 Komposisi pelarut gliserin dan VCO komersil yang digunakan

 Kandungan bahan lain yang terdapat pada VCO komersil VARIABEL KENDALI

 Media pertumbuhan (MHA)

F. nucleatum ATCC 25586

yang diisolasi

 Konsentrasi lar. kitosan

blangkas 1%; 0,5% dan 0,25%

 Perbandingan lar. kitosan blangkas dengan pelarut

 Suhu inkubasi (37° C)

Waktu pembiakan F. nucleatum (24 jam)

 Teknik pengisolasian dan pengkulturan

 Sterilisasi alat dan bahan coba VARIABEL BEBAS

 Kitosan blangkas bermolekul tinggi (Trimurni et al., 2006)

 Lar. Kitosan 1%;0,5%;0,25% + gliserin

 Lar. Kitosan 1%;0,5%;0,25% + VCO

 Gliserin 100%

VCO komersil 100% (Laurica,

Indonesia)

VARIABEL TERGANTUNG Jumlah bakteri Fusobacterium

nucleatum yang hidup pada

(50)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

4.3.1 Variabel bebas

a. Kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan berat 1gr; 0,5 gr dan 0,25 gr (Trimurni et al., 2006)

b. Larutan kitosan blangkas dengan konsentrasi 1%; 0,5% dan 0,25% yang dicampur dengan pelarut gliserin 100%

c. Larutan kitosan blangkas dengan konsentrasi 1%; 0,5% dan 0,25% yang dicampur dengan pelarut VCO 100%

d. Pelarut yaitu gliserin 100% dan VCO komersil 100% (Laurica, Indonesia)

4.3.2 Variabel tergantung

Jumlah bakteri Fusobacterium nucleatum yang hidup pada setiap konsentrasi bahan coba dengan pelarut yaitu pada konsentrasi 1%; 0,5% dan 0,25%.

4.3.3 Variabel kendali

a. Media pertumbuhan yang digunakan yaitu Mueller Hinton Agar (MHA). b. F. nucleatum yang diisolasi merupakan stem cell F.nucleatum ATCC

(51)

Fania Maulani Rahmy : Perbedaan Daya Hambat Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Dengan Pelarut Gliserin Dan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 (Penelitian

IN-VITRO), 2009.

USU Repository © 2009

c. Konsentrasi larutan kitosan blangkas sebesar 1%; 0,5% dan 0,25%

d. Perbandingan Lar. Kitosan Blangkas 1%; 0,5% dan 0,25% dengan pelarut gliserin 100% dan VCO 100%

e. Suhu inkubasi bakteri F. nucleatum yaitu 37°C. f. Waktu pembiakan F. nucleatum yaitu selama 24 jam.

g. Teknik pengisolasian dan pengkulturan F. nucleatum pada inkubator CO2

h. Sterilisasi alat, bahan coba dan media

4.3.4 Variabel tak terkendali

a. Cara penyimpanan bahan pelarut gliserin dan VCO serta lamanya penyimpanan sebelum bahan diperoleh

b. Komposisi pelarut gliserin dan VCO komersil yang digunakan c. Kandungan bahan lain yang terdapat pada VCO komersil

4.4. Definisi opersional

4.4.1 Bakteri Fusobacterium nucleatum yang berasal dari stem cell F. nucleatum ATCC 25586 (MediMark®Europe, France) dikultur pada media Mueller

Hinton Agar (MHA) kemudian dicampurkan dengan bahan coba kitosan

blangkas 1%; 0,5% dan 0,25% dengan pelarut gliserin dan VCO lalu diinkubasi dalam inkubator CO2 (Sanyo, Japan) dengan suhu 37°C selama 24

Gambar

Tabel
Gambar
Tabel 1. Bakteri yang dikultur dan diidentifikasi dari saluran akar gigi dengan lesi apikal25
Gambar 1. (A) F.nucleatum dilihat melalui mikroskop electron, (B dan C) Melalui mikroskop elektron terlihat Outer membran (OM), Periplasmik (P) dan Cell membrane (CM)7
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah Virgin Coconut Oil (VCO) yang didapat paling banyak terdapat pada kecepatan putaran sentrifugasi 1000 rpm, waktu putaran sentrifugasi 90 menit dan lama pendiaman 8 jam

Telah dilakukan pembuatan krim tipe emulsi minyak dalam air yang mengandung minyak kelapa murni (VCO/virgin coconut oil) dengan berbagai konsentrasi dan menguji aktivitas

Feby Endrieny Banurea : Efek Antibakteri Kitosan Blangkas (Lymulus polyphemus) Bermolekul Tinggi Terhadap Fusobacterium nucleatum (Penelitian In Vitro), 2008... Feby Endrieny Banurea

Hasil penelitian menunjukan bahwa tepung tempe dan virgin coconut oil (VCO) memberi pengaruh berbeda nyata (signifikan) terhadap kadar lemak, protein, volume

(2017) berpendapat bahwa minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil/VCO) adalah produk olahan kelapa yang mengandung asam lemak tidak jenuh yang bermanfaat bagi

perbedaan berat jenis, lapisan atas yang berupa minyak merupakan produk virgin coconut oil (VCO) dengan berat jenis yang lebih ringan dari pada air dengan

Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan minyak yang diperoleh dari daging kelapa tua yang memiliki bau khas kelapa segar, tidak tengik; rasa normal khas minyak

Hasil penelitian Pengambilan Isoleusin dalam Konsentrat Protein Blondo Virgin Coconut Oil (VCO) adalah kondisi operasi pada konsentrasi HCl 4 N dengan kecepatan