• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum

Persemaian

Pada satu minggu setelah semai (MSS), benih mulai tumbuh dengan persentase daya tumbuh sebesar 63.03%. Pada 2 MSS, semua benih tumbuh 100%. Beberapa benih leunca yang ditanam memiliki kecepatan daya tumbuh yang berbeda sehingga tidak seragam. Sebelum ditanam di lahan, dipilih bibit yang seragam.

Pada saat di pembibitan, beberapa tanaman leunca mengalami serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Beberapa gejala kerusakan pada daun diduga disebabkan oleh serangan hama (Gambar 2). Hama penggorok daun (Liriomyza huidobrensis Blanchard) memakan jaringan mesofil daun, sehingga menampakkan bercak memanjang berwarna putih (Gambar 2a dan 2b). Selain hama penggorok daun, ditemukan gejala serangan larva kumbang koksi (Henosepilachna sp.) yang memakan bagian daun tanaman (Gambar 2c). Pengendalian hama dilakukan secara manual dengan cara membuang bagian tanaman yang terserang.

Pada 5 MSS, bibit dipindah tanam ke lahan. Tanaman yang baru ditanam di lahan percobaan mudah layu. Diduga tanaman membutuhkan waktu beberapa hari

a dan b) Gejala serangan penggorok daun, c) Gejala serangan larva kumbang koksi.

Gambar 2 Gejala kerusakan daun akibat serangan hama pada pembibitan leunca

10

untuk menyesuaikan dengan kondisi di lahan yang mendapatkan penyinaran matahari penuh.

Kandungan Hara Tanah dan Pupuk Kandang

Hasil analisis tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo memiliki pH (H2O) masam yaitu 4.5. Kandungan C-organik sangat rendah yaitu 0.95%. Kandungan N-total tergolong rendah yaitu 0.1%. Unsur P (Bray I) dan P (HCl 25%) tergolong rendah, masing-masing bernilai 5.6 ppm dan 173.16 ppm. Kandungan K sebesar 0.3 me/100 g tergolong rendah. Kandungan hara makro lainnya yaitu S-tersedia 0.04%, S-total 0.1%, Ca 1.52 me/100 g tergolong sangat rendah, dan Mg 0.39 me/100 g tergolong sedang. Kapasitas tukar kation (KTK) tanah sebesar 10.46 me/100 g tergolong rendah. Kandungan hara lainnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pupuk kandang kambing memiliki pH (H2O) agak alkali yaitu 7.6. Pupuk kandang kambing mengandung N-total yang rendah yaitu 0.12%. Namun demikian, pupuk kandang kambing memiliki kandungan P (Bray I) yang sangat tinggi yaitu 60.9 ppm dan P (HCl 25%) yang sedang yaitu 404.04 ppm. Selain itu, kandungan K yang tinggi dimiliki oleh pupuk kandang kambing yaitu 23.75 me/100 g (Lampiran 1). Referensi analisis tanah disajikan pada Lampiran 2.

Lingkungan Tumbuh

Penelitian dilaksanakan pada pertengahan musim hujan hingga awal musim kemarau yaitu pada bulan Desember hingga April. Selama penelitian berlangsung, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu 702.0 mm/bulan. Curah hujan terendah yaitu 281.4 mm/bulan pada bulan Maret. Jumlah hari hujan per bulan berkisar antara 22-27 hari hujan. Suhu dan kelembaban selama penelitian berada pada rentang yang tidak terlalu besar. Suhu bulanan tertinggi yaitu 26.2 °C pada bulan April dan suhu terendah yaitu 24.6 °C pada bulan Januari. Kelembaban udara bulanan terendah dan tertinggi masing-masing 85% pada bulan April dan 89% pada bulan Januari dan Februari (Lampiran 3 dan 4).

Organisme Pengganggu Tanaman

Selama penelitian, terdapat gulma, hama, dan penyakit yang menyerang tanaman leunca. Gulma yang dominan tumbuh di lahan percobaan adalah Borreria latifolia Aubl., Croton hirtus L’Herit., Ageratum conyzoides L., dan Mimosa pudica L. (Gambar 3). Selain itu, terdapat gulma lain seperti Melastoma affine D. Don, Phyllanthus niruri L., Emilia sanchifolia L., Cleome rutidosperma DC., Eleusine indica L., dan Axonopus compressus Swartz.. Gulma dikendalikan secara manual. Selama penelitian, penyiangan gulma dilakukan sebanyak tiga kali dengan interval waktu kurang lebih satu bulan.

Bebarapa jenis hama yang menyerang yaitu belalang (Valanga nigricornis), kumbang koksi (Henosepilachna sp.), ulat, kutu daun (Aphis gossypii), kepik hijau (Nezara viridula), dan rayap (Gambar 4). Belalang memakan daun tanaman leunca dan meninggalkan lubang-lubang bekas gigitan pada daun yang diserang (Gambar 5a). Kutu yang berada di permukaan bawah daun menghisap cairan daun, sehingga daun menjadi keriput dan melengkung ke dalam (Gambar 5b). Jika

11

tanaman yang masih muda terserang hebat, pertumbuhannya menjadi kerdil dan daunnya keriting ke dalam (Pracaya 2007).

Kumbang koksi menyerang tanaman leunca pada fase larva. Larva kumbang koksi memakan daun dan meninggalkan lubang-lubang bekas gigitan yang khas

a) Borreria latifolia Aubl., b) Croton hirtusL’Herit., c) Ageratum conyzoides L., d) Mimosa pudica L.

Gambar 3 Gulma dominan di lahan percobaan

a) Larva kumbang koksi, b) Nimfa kepik hijau, c) Rayap, d) Ulat, e) Kutu daun

Gambar 4 Hama yang menyerang tanaman leunca di lahan percobaan

a b

d c

a b c

12

(Gambar 5c). Pada tingkat serangan yang parah, ketika daun tanaman sudah habis dimakan, larva kumbang koksi memakan kulit batang dan buah leunca. Ulat menyerang bagian daun tanaman. Ulat memakan, menggulung, dan menjalin daun tanaman leunca (Gambar 5d). Kepik hijau menyerang bagian buah. Nimfa kepik hijau menghisap buah sehingga meninggalkan bintik-bintik putih dipermukaan kulit buah. Bintik-bintik putih terlihat lebih jelas pada buah yang berwarna ungu kehitaman. Selain terdapat bintik-bintik putih, buah yang diserang kepik hijau berwarna lebih pucat (Gambar 5e). Rayap menyerang bagian akar dan batang tanaman leunca. Gejala yang ditunjukkan oleh tanaman yang diserang rayap adalah tanaman menjadi layu dan akhirnya mati. Awalnya tanaman diduga terkena penyakit layu bakteri atau penyakit layu fusarium. Akan tetapi, setelah tanaman dicabut, pada bagian akar yang tersisa ditemukan rayap (Gambar 5f dan 5g). Rayap juga membuat rongga pada batang, yang menjadi tempat rayap bersarang.

a) lubang bekas gigitan belalang, b) daun melengkung ke dalam akibat serangan kutu daun, c) bekas gigitan yang khas oleh larva kumbang koksi, d) jalinan daun akibat serangan ulat, e) Warna buah pucat dan terdapat bintik pada kulit buah akibat serangan kepik hijau, f) akar rusak karena dimakan rayap, g) rongga pada pangkal batang akibat dimakan rayap.

Gambar 5 Kerusakan akibat serangan hama

a b

c d

f g

13 Terdapat gejala berupa bercak berwarna coklat pada daun seperti karat (Gambar 6) dan daun mudah gugur. Selain itu, terdapat bercak berwarna coklat pada batang. Batang lebih lemah sehingga cabang-cabang cenderung rebah ke samping. Tanaman dengan gejala tersebut memiliki kenampakan yang lebih kerdil dibandingkan tanaman normal dan produksinya lebih rendah. Tanaman diduga terkena penyakit karat yang disebabkan cendawan karat. Gejala yang sama dinyatakan oleh Pracaya (2007), yaitu terdapat bercak-bercak yang awalnya berwarna kuning muda kemudian menjadi kuning jingga di sisi bawah daun dan daun gugur sebelum waktunya akibat serangan cendawan karat.

Selain penyakit karat, ditemukan penyakit pecah buah. Gejala serangan pecah buah yaitu terdapat bercak berwarna coklat pada ujung buah, yang akhirnya mengerut (Gambar 7). Pada tahap pembesaran buah, buah tidak dapat mencapai ukuran normal dan akhirnya pecah pada bagian yang terdapat bercak. Pecah buah diduga disebabkan oleh fluktuasi suhu dan kelembaban udara dan tanah, serta ketersediaan air di sekitar perakaran. Air dibutuhkan untuk pembentukan buah. Pada cuaca panas, air di sekitar perakaran banyak menguap, sehingga kelembaban tanah rendah dan kebutuhan air tanaman tidak tercukupi. Hal tersebut

a) permukaan atas daun yang terkena karat, b) permukaan bawah daun yang terkena karat.

Gambar 6 Bercak pada daun yang terkena penyakit karat

a) bercak pada buah yang masih kecil, b) buah pecah ketika ukuran buah membesar.

Gambar 7 Pecah buah akibat faktor abiotik

a b

14

mengakibatkan pertumbuhan buah terhambat, bahkan kematian sel atau jaringan. Ketika turun hujan, terjadi perubahan jumlah air di perakaran yang mendadak. Hal tersebut menyebabkan peningkatan penyerapan air ke bagian tanaman. Aliran air ke buah merangsang sel membesar, tetapi sel yang mati mengalami tekanan hingga terjadi pecah buah.

Pecah buah mirip dengan penyakit blossom-end rot pada tomat. Gejala tomat yang terkena blossom-end rot yaitu terdapat lession pada buah dan jaringan yang sakit tersebut menyusut (Walker 1957). Raleigh dan Chucka (1944) menyatakan, blossom-end rot terjadi ketika nitrogen relatif tinggi dan kalsium rendah. Pecah buah yang ditemukan pada penelitian ini mungkin terkait hal tersebut, karena kandungan Ca pada lahan penelitian tergolong sangat rendah dan pada beberapa perlakuan, dosis pupuk nitrogen yang diaplikasikan cukup tinggi. Ca berperan sebagai penyusun dinding sel serta perekat antar dinding sel (Garder et al. 2008). Kekurangan Ca menyebabkan permeabilitas sel menjadi lemah, sehingga ketika terjadi penyerapan air dan hara yang mendadak, namun tidak diimbangi pertumbuhan sel kulit buah, pecah buah sangat rentan terjadi.

Hama dan penyakit dominan yang ditemukan di lahan percobaan yaitu kumbang koksi, rayap, karat, dan pecah buah. Hama dan penyakit tersebut cukup mengganggu pertumbuhan tanaman dan diduga berpengaruh terhadap penurunan produksi buah tanaman leunca.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan insektisida dan fungisida. Insektisida yang digunakan berbahan aktif profenofos 500 g/l dan fungisida yang digunakan berbahan aktif propineb 70%. Penyemprotan dilakukan seminggu sekali. Namun demikian, panyemprotan yang telah dilakukan agaknya kurang efektif dalam mengendalikan hama dan penyakit di lahan percobaan.

Pertumbuhan Tanaman

Pengaruh Perlakuan Terhadap Peubah-peubah yang Diamati

Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk nitrogen berpengaruh sangat nyata terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, dan jumlah rangkaian bunga, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi percabangan utama (Tabel 1). Tanaman leunca yang diberi perlakuan dosis pupuk nitrogen yang lebih tinggi menunjukkan pertumbuhan yang Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis ragam peubah karakter agronomi tanaman

leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen pada 1-16 MST

Peubah Hasil analisis ragam pada minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 TT (cm) tn tn * ** ** ** ** ** ** ** TPU (cm) - * tn tn tn tn JD (helai) tn tn ** ** ** ** JC (buah) tn ** ** ** ** ** ** ** ** ** - ** ** ** ** ** JRB (buah) - tn tn ** ** ** ** ** ** ** - ** ** ** ** **

TT: tinggi tanaman, JD: jumlah daun, TPU: tinggi percabangan utama, JC: jumlah cabang, JRB: jumlah rangkaian bunga; tn: tidak berpengaruh nyata, *: berpengaruh nyata pada taraf 5%, **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%.

15 lebih baik. Pada peubah tinggi tanaman dan jumlah daun, respon perlakuan mulai terlihat pada 3 minggu setelah tanam (MST) atau 2 minggu setelah perlakuan (MSP). Pada peubah jumlah cabang, respon perlakuan mulai terlihat pada 2 MST, sedangkan pada peubah jumlah rangkaian bunga respon perlakuan mulai terlihat pada 4 MST.

Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk nitrogen berpengaruh sangat nyata terhadap semua peubah produksi, kecuali persentase buah masak (Tabel 2). Produksi dan produktivitas buah lebih tinggi dihasilkan oleh tanaman leunca yang mendapatkan perlakuan dosis pupuk nitrogen daripada tanaman tanpa pemupukan nitrogen. Respon perlakuan terhadap peubah-peubah tersebut mulai terlihat pada 7 MST atau panen pertama.

Pada sampel destruktif yang diamati, hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap peubah bobot basah, bobot kering, jumlah, dan panjang yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Respon perlakuan yang berpengaruh nyata terlihat pada kedua waktu pengamatan yaitu pada 6 dan 12 MST. Tanaman yang mendapatkan perlakuan dosis pupuk nitrogen menghasilkan biomassa yang lebih banyak, hal tersebut terlihat pada data Tabel 3 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengamatan destruktif tanaman

leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen pada umur 6 dan 12 MST Bagian tanaman

BB (g) BK (g) KA (%) Σ P (cm)

Hasil analisis ragam pada minggu ke-

6 12 6 12 6 12 6 12 6 12 Daun ** ** ** ** tn tn ** ** - - Akar ** * ** ** tn * - ** tn * Cabang ** ** ** ** tn tn ** ** ** ** Bunga ** ** ** ** * tn ** ** - - Buah kecil tn tn tn tn tn tn ** tn - - Buah sedang tn * tn tn tn tn tn * - - Buah besar tn * tn tn tn tn tn * - -

BB: bobot basah, BK: bobot kering, KA: kadar air, Σ: jumlah, P: panjang; buah kecil: d ≤ 3

mm, buah sedang: 3 mm > d ≥ 7 mm, buah besar: d > 7 mm; tn: tidak berpengaruh nyata, *: berpengaruh nyata pada taraf 5%, **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 2 Rekapitulasi hasil analisis ragam peubah produktivitas tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen pada umur 7-16 MST

Peubah Hasil analisis ragam pada minggu ke-

7 8 9 10 11 13 14 15 16

Jumlah rangkaian buah (buah) * ** ** tn ** * ** ** **

Produksi/tanaman (g) ** * ** ** ** ** ** ** **

Produksi/ bedeng (g) ** * ** ** ** ** ** ** **

Produktivitas (kg) ** ** ** ** ** ** ** ** **

Bobot 100 butir buah (g) ** * ** * tn ** tn ** -

Persentase edible portion (%) tn tn tn * * tn * * -

Persentase buah masak (%) - tn tn * tn tn tn tn tn

tn: tidak berpengaruh nyata, *: berpengaruh nyata pada taraf 5%, **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%.

16

bobot basah dan bobot kering yang lebih tinggi.

Tinggi Tajuk Tanaman

Tabel 4 memperlihatkan bahwa perlakuan dosis pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, respon perlakuan mulai terlihat pada 3 MST. Tinggi tanaman berbeda nyata antara tanaman yang diberi pupuk nitrogen dengan tanaman tanpa dipupuk nitrogen. Namun demikian, tinggi tanaman yang dihasilkan oleh perlakuan dosis pupuk nitrogen 60 kg/ha, 120 kg/ha, dan 180 kg/ha tidak berbeda nyata. Tinggi tanaman bertambah secara signifikan pada 2 MST hingga 5 MST. Pada 6 MST hingga 10 MST, laju pertambahan tinggi tanaman turun. Hal tersebut terjadi karena tajuk tanaman rebah.

Tinggi Percabangan Utama

Perlakuan dosis pupuk nitrogen tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi percabangan utama tanaman leunca (Tabel 5). Hasil pengujian pada 2 MST

Tabel 4 Tinggi tajuk tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen Umur tanaman

(MST)

Tinggi tanaman pada dosis N (kg/ha)

KK (%) 0 60 120 180 --- (cm)p ---1 17.94a 18.40a 18.61a 17.15a 5.86 2 26.31a 27.43a 27.81a 26.19a 3.61 3 46.99b 50.73a 51.17a 49.62ab 3.71 4 75.26b 86.23a 88.28a 85.77a 4.35 5 83.00b 95.98a 98.27a 99.28a 2.62 6 89.33c 104.18b 106.81ab 109.86a 2.89 7 89.87c 105.46b 109.28ab 112.01a 3.63 8 90.25b 105.68a 109.10a 112.39a 4.30 9 89.98b 106.30a 104.13a 109.37a 4.53 10 92.83b 110.72a 111.27a 112.84a 4.19

KK: koefisien keragaman; MST: minggu setelah tanam; pangka-angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Tabel 5 Tinggi percabangan utama tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen

Umur Tanaman (MST)

Tinggi percabangan utama pada dosis N (kg/ha)

KK (%)

0 60 120 180

--- (cm)p

---

2 22.00c 34.60a 28.53b 34.25a 4.58

3 41.87a 44.95a 44.65a 42.99a 4.31

4 47.44a 51.09a 50.99a 48.44a 3.86

5 48.13a 51.56a 51.52a 48.97a 3.74

6 48.20a 51.65a 51.69a 49.53a 3.95

KK: koefisien keragaman; MST: minggu setelah tanam; pangka-angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

17 menunjukkan hasil yang berbeda nyata disebabkan oleh waktu munculnya percabangan utama yang tidak seragam. Perbedaan waktu tersebut mempengaruhi nilai rataan yang pada akhirnya mempengaruhi hasil pengujian. Tinggi percabangan utama bertambah secara signifikan pada 3 MST dan 4 MST. Pada 5 MST dan 6 MST tinggi percabangan utama telah mencapai tinggi maksimum.

Jumlah Daun

Tabel 6 memperlihatkan bahwa perlakuan dosis pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman leunca. Respon perlakuan mulai terlihat pada 3 MST. Pertambahan jumlah daun terjadi secara signifikan pada 2 MST hingga 6 MST. Jumlah daun yang dihasilkan oleh tanaman tanpa dipupuk nitrogen berbeda nyata dengan tanaman yang diberi pupuk nitrogen. Semakin tinggi dosis pupuk nitrogen yang diberikan memberikan respon positif meningkatkan jumlah daun yang dihasilkan. Tanaman dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 60 kg/ha menghasilkan jumlah daun berbeda nyata dengan tanaman yang diberi perlakuan dosis pupuk nitrogen 120 kg/ha dan 180 kg/ha pada 6 MST. Namun demikian, jumlah daun yang dihasilkan oleh tanaman dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 120 kg/ha dan 180 kg/ha tidak berbeda nyata. Jumlah daun terbanyak dihasilkan oleh tanaman dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 180 kg/ha.

Jumlah Cabang

Perlakuan dosis pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang tanaman leunca yang mulai terlihat pada 3 MST (Tabel 7). Pemberian dosis pupuk nitrogen yang semakin tinggi memberikan respon positif meningkatkan jumlah canbang yang dihasilkan. Jumlah cabang yang dihasilkan oleh tanaman tanpa dipupuk nitrogen berbeda nyata dengan tanaman yang diberi pupuk nitrogen. Perlakuan dosis pupuk nitrogen 60 kg/ha berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 120 kg/ha pada 7 MST hingga 9 MST. Perlakuan dosis pupuk nitrogen 120 kg/ha berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 180 kg/ha pada 10 MST, 15 MST dan 16 MST. Jumlah cabang tertinggi dihasilkan oleh tanaman yang mendapatkan perlakuan dosis pupuk nitrogen 180 kg/ha.

Jumlah cabang bertambah dengan bertambahnya umur tanaman. Jumlah cabang bertambah secara signifikan ditunjukkan oleh data pada 6 MST dan 10 MST (Tabel 7). Pertambahan jumlah cabang yang signifikan pada 6 MST diduga

Tabel 6 Jumlah daun tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen Umur Tanaman

(MST)

Jumlah daun pada dosis N (kg/ha)

KK (%)

0 60 120 180

--- (helai)p ---

1 6.7a 7.2a 7.2a 6.9a 4.6

2 20.5a 22.4a 23.0a 21.2a 5.9

3 54.7b 62.9a 62.4a 66.2a 5.0

4 97.3b 129.6a 141.1a 134.2a 7.5

5 167.6b 237.5a 270.0a 278.4a 11.7

6 211.5c 313.0b 368.2a 402.7a 9.9

KK: koefisien keragaman; MST: minggu setelah tanam; pangka-angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

18

dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi hampir sepanjang minggu pada 3 MST hingga 5 MST. Zulkarnain (2009) menyatakan bahwa pucuk dapat mengalami kematian akibat pengaruh kemarau, tetapi akan kembali tumbuh pada setiap awal musim penghujan. Pertambahan jumlah cabang yang signifikan pada 10 MST merupakan awal fase vegetatif kedua setelah berakhirnya masa pembungaan pertama yang ditunjukkan dengan menurunnya jumlah rangkaian bunga yang dihasilkan hingga 9 MST (Tabel 8).

Produksi Buah

Jumlah Rangkaian Bunga

Jumlah rangkaian bunga tanaman leunca nyata dipengaruhi oleh perlakuan dosis pupuk nitrogen. Perlakuan dosis pupuk nitrogen yang semakin tinggi menunjukkan respon positif menghasilkan jumlah rangkaian bunga yang semakin banyak. Respon jumlah rangkaian bunga akibat perlakuan dosis pupuk nitrogen mulai terlihat pada 4 MST. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 8, jumlah rangkaian bunga yang dihasilkan tanaman dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 0 kg/ha berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 60 kg/ha, 120 kg/ha, dan 180 kg/ha. Selain itu, jumlah rangkaian bunga tanaman dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 60 kg/ha berbeda nyata dengan tanaman yang diberi perlakuan dosis pupuk nitrogen 120 kg/ha dan 180 kg/ha pada 6 MST hingga 8 MST. Jumlah rangkaian bunga tanaman dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 120 kg/ha berbeda nyata dengan tanaman yang diberi perlakuan dosis pupuk

Tabel 7 Jumlah cabang tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen Umur Tanaman

(MST)

Jumlah cabang pada dosis N (kg/ha) KK (%) 0 60 120 180 --- (buah)p --- 2 4.4 a 4.5 a 4.7 a 4.3 a 12.6 3 10.6 b 12.3 a 12.6 a 12.2 a 3.7 4 16.8 b 22.9 a 24.5 a 23.8 a 7.7 5 19.7 b 27.1 a 29.6 a 29.3 a 8.0 6 25.4 c 36.8 b 42.8 ab 45.5 a 10.9 7 27.4 c 41.1 b 49.1 a 53.0 a 10.2 8 28.4 c 46.9 b 53.6 a 58.3 a 6.4 9 32.6 c 54.3 b 64.2 a 69.8 a 8.5 10 37.9 c 74.0 b 85.9 b 104.5 a 13.5 11r 58.0 88.2 84.5 134.5 - 12 59.2 c 98.7 b 124.2 ab 148.5 a 15.6 13 60.3 c 100.4 b 125.9 ab 151.0 a 16.3 14 62.3 c 101.9 b 126.9 ab 154.4 a 16.2 15 64.9 c 102.9 b 126.0 b 156.6 a 16.1 16 66.1 c 105.0 b 127.0 b 159.7 a 16.7

KK: koefisien keragaman; MST: minggu setelah tanam; pangka-angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%; rmencakup data 1 ulangan sehingga tidak dapat diuji.

19 nitrogen 180 kg/ha pada 8 MST, 9 MST, 13 MST, dan 14 MST. Total rangkaian bunga terlihat jelas nyata dipengaruhi perlakuan dosis pupuk nitrogen. Jumlah rangkaian bunga terbanyak dihasilkan oleh tanaman dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 180 kg/ha.

Rangkaian bunga pertama kali muncul pada 2 MST, akan tetapi baru sedikit tanaman yang menghasilkan rangkaian bunga. Hal tersebut dapat terlihat dari nilai rata-rata jumlah rangkaian bunga pada 2 MST kurang dari 1 (Tabel 8). Pada 4 MST, tanaman mulai menghasilkan rangkaian bunga cukup banyak. Pada 5 MST, tanaman menghasilkan rangkaian bunga paling banyak. Pada 6 hingga 9 MST, jumlah rangkaian bunga yang dihasilkan tanaman mulai menurun dan akhirnya mendekati nol. Berdasarkan data visual, 2 MST dan 3 MST sebagai masa percobaan pembungaan, 4 MST sebagai masa awal pembungaan, 5 MST dan 6 MST sebagai masa puncak pembungaan, dan 7-9 MST sebagai masa akhir pembungaan. Fluktuasi jumlah rangkaian bunga yang dihasilkan oleh tanaman leunca terjadi lagi pada 10 hingga 15 MST yang merupakan masa pembungaan periode kedua. Munculnya periode bunga tersebut diduga terkait dengan fluktuasi curah hujan. Tanaman masih berbunga sampai akhir pengamatan. Namun demikian, banyak tanaman yang mati akibat kekeringan, sehingga penelitian dihentikan. Penelitian ini menunjukkan bahwa ketersediaan air sangat penting bagi tanaman leunca.

Tabel 8 Jumlah rangkaian bunga tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk nitrogen

Umur Tanaman (MST)

Jumlah rangkaian bunga pada dosis N (kg/ha)

KK (%) 0 60 120 180 --- (buah)p --- 2 0.1 a 0.1 a 0.1 a 0.2 a 8.1 q 3 5.8 a 7.1 a 7.6 a 7.3 a 11.8 4 37.2 b 46.9 a 56.5 a 55.8 a 12.2 5 60.3 b 84.6 a 90.3 a 90.8 a 11.4 6 36.2 c 58.2 b 75.4 a 80.0 a 14.9 7 13.6 c 26.2 b 44.0 a 50.3 a 15.6 q 8 2.0 d 10.1 c 18.0 b 24.0 a 10.2 q 9 0.5 c 6.5 b 8.7 b 16.0 a 20.6 q 10 2.6 b 47.9 a 48.4 a 64.7 a 35.9 q 11r 29.2 77.3 27.2 141.4 - 12 63.5 a 79.0 a 126.8 a 155.7 a 24.6 q 13 12.2 b 4.4 b 19.0 b 47.6 a 42.9 q 14 2.2 b 1.3 b 0.9 b 9.3 a 40.0 q 15 1.4 a 0.2 a 0.0 a 0.6 a 37.5 q 16 1.7 a 6.3 a 0.8 a 0.9 a 47.1 q Total 239.1 d 378.7 c 496.2 b 603.3 a 14.0

KK: koefisien keragaman; MST: minggu setelah tanam; pangka-angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%; qhasil transformsi ; rmencakup data 1 ulangan sehingga tidak dapat diuji.

20

Sumber air utama tanaman leunca di lahan percobaan berasal dari air hujan, sehingga pemenuhan kebutuhan air tanaman leunca sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan jumlah hari hujan. Dengan demikian, fluktuasi jumlah rangkaian bunga yang dihasilkan tanaman leunca diduga ikut dipengaruhi faktor cuaca yaitu curah hujan. Jumlah rangkaian bunga periode pembungaan pertama pada 4 MST hingga 6 MST lebih banyak dibandingkan minggu-minggu lainnya dipengaruhi curah hujan yang cukup tinggi pada 3 MST hingga 5 MST. Hampir setiap hari turun hujan dengan intensitas curah hujan cukup tinggi. Pada periode pembungaan kedua, jumlah rangkaian bunga pada 10 MST hingga 12 MST juga dipengaruhi curah hujan yang cukup tinggi pada 9 MST dan 10 MST. Pada 9 MST dan 10 MST, curah hujan dan hari hujan tidak setinggi dan sesering pada 3 MST hingga 5 MST, namun tetap menunjukkan pengaruh meningkatkan jumlah rangkaian bunga yang dihasilkan. Mulai 12 MST, intensitas curah hujan semakin rendah menyebabkan penuruan jumlah rangkaian bunga yang dihasilkan. Pentingnya air bagi tanaman leunca juga ditunjukkan oleh peristiwa tanaman mengalami kekeringan hingga hampir mati di akhir pengamatan (16 MST) akibat curah hujan yang sangat rendah mulai 15 MST.

Jumlah Rangkaian Buah

Perlakuan dosis pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap jumlah rangkaian buah tanaman leunca. Dosis pupuk nitrogen yang semakin tinggi menunjukkan respon positif meningkatkan jumlah rangkaian buah yang dihasilkan. Respon perlakuan mulai terlihat pada 7 MST. Tabel 9 memperlihatkan bahwa jumlah rangkaian buah yang dihasilkan tanaman dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 0 kg/ha berbeda nyata dengan tanaman yang diberi perlakuan dosis pupuk nitrogen 120 kg/ha dan 180 kg/ha. Perlakuan dosis pupuk nitrogen 60 kg/ha berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 180 kg/ha. Namun demikian, perlakuan dosis pupuk nitrogen 120 kg/ha Tabel 9 Jumlah rangkaian buah tanaman leunca pada perlakuan dosis pupuk

nitrogen Umur Tanaman (MST)

Jumlah rangkian buah pada dosis N (kg/ha)

KK (%) 0 60 120 180 --- (buah)p --- 7 16.8b 27.8 ab 33.3 a 36.2a 14.1 q 8 18.9c 25.5 bc 36.4 ab 44.7a 23.2 9 15.7b 36.8 a 41.8 a 45.4a 22.8 10 20.5a 39.5 a 43.3 a 44.5a 18.4 q 11 7.9c 10.5 bc 16.0 ab 24.3a 16.9 q 13 11.2b 41.4 a 32.4 ab 56.0a 27.7 q 14 26.8b 33.6 b 66.6 a 83.3a 17.7 q 15 19.0c 31.7 c 53.6 b 84.8a 13.6 q 16 15.1b 15.6 b 46.5 a 50.8a 17.4 q Total 151.9d 246.8 c 369.8 b 470.6a 15.6

KK: koefisien keragaman; MST: minggu setelah tanam; pangka-angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%; qhasil

21 tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk nitrogen 60 kg/ha dan 180 kg/ha. Total rangkaian buah jelas menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk

Dokumen terkait