• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, subjek penelitian berjumlah 100 orang yang berasal dari dua rumah sakit yaitu 50 orang berasal dari RSUP H. Adam Malik dan 50 orang lagi berasal dari RSU. dr. Pirngadi Medan. Responden dari penelitian ini terdiri dari 35 orang laki-laki dan 65 orang perempuan. Persentase responden dalam penelitian ini dijumpai lebih tinggi pada responden perempuan, yaitu sebesar 65%, sedangkan pada responden laki-laki dijumpai sebesar 35%. Tingginya persentase pada perempuan disebabkan karena perempuan lebih memperhatikan kesehatan dirinya dibandingkan dengan pria. Perempuan lebih sering pergi berobat ke dokter baik itu dalam usaha kuratif maupun preventif, sedangkan pada laki-laki tidak. Laki-laki hanya pergi berobat apabila ada masalah serius saja terjadi pada dirinya.

Persentase hipertensi berdasarkan kelompok umur yang tertinggi adalah pada kelompok umur 50-59 dan 60-69 yaitu sebesar 32%. Hipertensi lebih banyak diderita pada kelompok umur tersebut, hal ini disebabkan faktor usia dan faktor degeneratif. Resiko terjadinya hipertensi meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Laki-laki sampai umur 55 tahun berisiko terjadinya hipertensi, sedangkan perempuan setelah umur 55 tahun atau setelah menopause kehilangan hormon yang berfungsi untuk membantu dalam menjaga kestabilan tekanan darah; karena itu tingkat kematian pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dari laki-laki yang berumur 55 tahun.35 Selain itu rentannya terjadi stress pada kelompok umur tersebut dapat menjadi suatu hal

faktor genetik sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya hipertensi primer pada pasien hipertensi. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, dan lain-lain.

Berdasarkan lama waktu penggunaan obat antihipertensi, penggunaan obat kurang dari satu tahun memiliki persentase tertinggi yaitu 41 (41%). Seperti yang telah diuraikan pada bab 1 bahwa menurut hasil Riskesdas, prevalensi beberapa penyakit jantung dan pembuluh darah seperti hipertensi di Indonesia (berdasarkan pengukuran tekanan darah) sangat tinggi yaitu sebesar 31,7% per 1000 penduduk.5 Kesadaran masyarakat terhadap penyakit hipertensi juga meningkat, hal ini dapat ditandai dengan masyarakat yang hanya pergi ke dokter untuk sekedar memeriksakan tekanan darahnya saja, dan kemudian meminta diberikan perawatan oleh dokter terhadap tekanan darahnya yang tinggi tersebut untuk selanjutnya dokter akan meresepkan obat-obat anthipertensi. Maka dari itu sebesar 41% responden dalam penelitian ini adalah responden yang mendapat perawatan kurang dari satu tahun. Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan Bader A. Almustafa dimana hanya 14,9% responden yang menggunakan obat selama kurang dari setahun.3 Sementara untuk lama penggunaan obat antihipertensi dengan persentase terendah adalah pada responden yang menggunakan obat selama 6 - 10 tahun sebesar 13 orang (13%). Persentase ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Bader A.Almustafa dimana 37,7% responden yang menggunakan obat antihipertensi selama 6-10 tahun.3 Hal ini disebabkan karena

responden yang menggunakan obat selama 6-10 tahun kebanyakan lansia. Mereka diperbolehkan untuk mendapatkan obat dalam jangka waktu sebulan, sehingga frekuensi mereka untuk datang berobat tidak sebanyak yang bukan lansia.

Dari 100 orang responden yang diperiksa, terdapat 60% yang memiliki manifestasi oral yang ditemukan pada saat pemeriksaan. Manifestasi oral yang memiliki persentase tertinggi adalah xerostomia yaitu sebesar 43%. Obat antihipertensi ini bekerja pada saraf autonom, dimana aksi dari obat tersebut berjalan melalui saraf parasimpatik yang kemudian mempunyai pola perpindahan neurohumoral sama seperti saraf simpatik akibatnya mengintervensi kerja dari kelenjar saliva untuk mengalirkan saliva sehingga saliva menjadi berkurang. Efek sinergis dari pemakaian kombinasi dua atau tiga macam obat antihipertensi dapat meningkatkan kemungkinan untuk terjadinya xerostomia.

Xerostomia yang terjadi juga dipengaruhi oleh lamanya waktu pemakaian obat dengan persentase tertinggi dijumpai pada responden yang telah menggunakan obat selama lebih dari 10 tahun yaitu sebesar 17%. Dalam penelitian ini responden yang menggunakan obat selama lebih dari 10 tahun rata-rata adalah pasien yang telah berusia diatas 60 tahun. Jadi tingginya persentase xerostomia dapat juga disebabkan karena faktor usia dan banyaknya kombinasi obat yang digunakan oleh responden sehingga terjadi efek sinergis dari obat. Penggunaan obat golongan ACE-Inhibitor dalam waktu kurang dari setahun sudah menunjukkan adanya tanda-tanda xerostomia melalui keluhan sindroma mulut terbakar walaupun hal ini tidak sama untuk semua

orang. Sementara golongan ARBs, xerostomia dapat terjadi paling cepat setelah pemakaian obat selama tiga minggu.31

Dari penelitian ini, manifestasi berupa xerostomia didapat pada pemakaian semua golongan obat antihipertensi namun yang memiliki persentase tertinggi adalah akibat penggunaan obat ARBs ( Angiotensin Receptor Blockers ) yaitu sebesar 28%. Hampir semua golongan dan jenis obat antihipertensi memiliki efek samping berupa xerostomia. Mangrella juga menemukan xerostomia sebagai manifestasi sebesar 13% akibat pemakaian obat antihipertensi golongan ACE-inhibitor, hasil ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian ini yang menemukan manifestasi berupa xerostomia akibat pemakaian obat anthipertensi golongan ACE-inhibitor adalah sebesar 25%.

Manifestasi oral yang memiliki persentase tertinggi setelah xerostomia adalah gingival enlargement (pembesaran gingiva) yaitu sebesar 20%. Hasil penelitian ini menunjukkan persentase yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Shimizu, dkk (2002). Manifestasi berupa gingival enlargement dengan persentase tertinggi terdapat pada pemakaian obat dalam kurun waktu 1- 5 tahun. Menurut Marshall dan Bartold 38% gingival enlargement dapat terjadi setelah tiga bulan pengobatan dengan nifedipine bila dibandingkan dengan pengobatan dengan diltiazem dan verapamil yang hanya 21% dan 19%.36 Lamanya penggunaan obat mempengaruhi peningkatan jumlah fibroblas yang mengandung mukopolisakarida sulfat yang dapat ditunjukkan secara histokemikal yaitu terdapat sejumlah kelenjar sekretori pada sitoplasma yang menandakan adanya peningkatan produksi asam polisakarida,

sehingga sejalan dengan meningkatnya jumlah fibroblas maka terjadi hiperplasia gingiva.22

Manifestasi berupa gingival enlargement dengan persentase tertinggi didapat pada pemakaian obat golongan antagonis kalsium sebesar 14%. Keseluruhan responden dengan gingival enlargement adalah responden yang menggunakan obat golongan antagonis kalsium. Menurut Ivan Darby (2006) antagonis kalsium menyebabkan gingival enlargement sebesar 10%, hal ini lebih rendah bila dibandingkan hasil yang didapat dari penelitian ini. Namun menurut sebuah literatur insidens terjadinya gingival enlargement berkisar 15-20% akibat pemakaian nifedipine.14 Nifedipine adalah salah satu diantara obat-obatan yang paling sering mempunyai efek samping terjadinya gingival enlargement. Ada dilaporkan bahwa nifedipine menyebabkan terhalangnya apoptosis sehingga menyebabkan hiperplasia epitel. Terdapat fakta yang menyebutkan bahwa nifedipine menghambat baik perlekatan ataupun kematian fibroblas oleh makrofag yang distimulasi oleh lipopolisakarida sehingga menyebabkan pembesaran gingiva.17 Tidak ada hubungan yang jelas antara dosis obat dengan keparahan pembesaran gingiva. Efek sinergis penggunaan dua atau lebih obat ada dilaporkan sebagai penyebabnya. Pembesaran jaringan khususnya terjadi setelah 1- 3 bulan penggunaan terapi obat yang dimulai pada jaringan gingiva superfisial diantara gigi (interdental papil). Bagian anterior lebih sering terlibat dari pada bagian posterior, tetapi keterlibatan keseluruhan gingiva juga dapat terjadi.6

Prevalensi manifestasi berupa ulser menempati urutan ketiga yaitu sebesar 10%. Ulser yang disebabkan oleh obat-obatan kebanyakan terjadi pada kelompok umur tua. Terjadinya ulser biasanya disebabkan adanya keterlibatan hematologik seperti agranulositosis dan neutropenia akibat penggunaan obat.1 Persentase tertinggi manifestasi berupa ulser terdapat pada pemakaian obat selama lebih dari 10 tahun yaitu sebesar 4%. Hal ini dapat disebabkan karena penggunaan obat-obatan dalam waktu yang lama akan mempengaruhi sistem imunitas tubuh. Penggunaan obat dalam waktu dua bulan sudah dapat menyebabkan jumlah sel darah menjadi abnormal.19

Manifestasi berupa ulser juga dalam penelitian ini didapat pada semua

pemakaian jenis obat antihipertensi kecuali pada golongan β-blocker, dimana persentase tertinggi (7%) dijumpai pada pemakaian obat golongan ACE-inhibitor. ACE-inhibitor dilaporkan sebagai salah satu jenis obat antihipertensi yang memiliki efek samping di rongga mulut berupa ulser.19 Seedat menemukan bahwa ulser yang terjadi akibat pemakaian ACE-inhibitor terjadi setelah tiga bulan pemakaian, dan hilang apabila pengobatan dihentikan, lalu muncul kembali dua atau tiga bulan kemudian setelah obat diberikan kembali.19

Prevalensi manifestasi berupa reaksi likenoid menempati urutan keempat yaitu sebesar 9%. Reaksi likenoid persentase tertinggi dijumpai pada pemakaian obat selama 6-10 tahun yaitu sebesar 4%. Suatu laporan kasus Hawk, reaksi likenoid

terjadi pada seorang pasien yang mengkonsumsi obat golongan β-blocker dan diuretik

Reaksi likenoid dengan persentase tertinggi dijumpai pada pemakaian obat anthipertensi golongan ARBs dan antagonis kalsium yaitu sebesar 5%. Reaksi likenoid ditandai sebagai respon tubuh terhadap obat-obatan yang sedang dikonsumsi

oleh responden. Secara umum obat golongan β-blocker adalah obat yang menjadi penyebab utama timbulnya reaksi likenoid, namun pada penelitian ini reaksi likenoid

akibat pemakaian obat golongan β-blocker tidak dijumpai. Walaupun begitu

antagonis kalsium adalah jenis obat yang berpotensi untuk menimbulkan manifestasi

berupa reaksi likenoid setelah obat golongan β-blocker.36 Mekanisme patogenik yang pasti bagaimana obat-obatan dapat menyebabkan reaksi likenoid tidak diketahui dengan pasti namun, pada liken planus terdapat keterlibatan mekanisme imunologik yang sedikit berbeda. Pada pemeriksaan histopatologi pada reaksi likenoid dapat terlihat adanya infiltrasi limfosit yang lebih difus dan terdiri dari eosinofil dan basofil. Hal ini menunjukkan bahwa adanya keterlibatan mekanisme imunulogis tubuh terhadap terjadinya reaksi likenoid.1

Reaksi berupa eritema multiforme dan angioedema tidak ditemukan dalam penelitian ini. Eritema multiforme merupakan reaksi hipersensitifitas. Angioedema terjadi bukan disebabkan karena reaksi alergi karena tidak ada keterlibatan IgE dan histamine dalam hal ini. Melainkan terjadi karena meningkatnya kadar dari bradikinin atau berubahnya fungsi dari C1 inhibitor.22

Jenis obat antihipertensi yang paling banyak digunakan pada 100 orang responden dalam penelitian ini adalah obat golongan Angiotensin Reseptor Blocker

jangka panjang tidak mempengaruhi lipid dan glukosa darah dan juga tidak menimbulkan efek samping berupa batuk kering yang sangat sering dikeluhkan oleh pasien yang menggunakan obat golongan ACE-inhibitor. Dan juga tidak seperti obat golongan diuretik yang memiliki efek samping terbanyak bila dibandingkan dengan obat antihipertensi lainnya. Efek samping yang sering dijumpai akibat penggunaan obat diuretik ini seperti demam, sakit tenggorokan, rasa lelah, keram otot, dan pusing. Beberapa individu juga mengeluhkan adanya ruam pada kulit, hilang pengecapan, dan detak jantung yang abnormal.35 Lain halnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Bader A. Almustafa, dkk (2006) dimana obat antihipertensi yang paling banyak

digunakan adalah golongan β-blocker sebesar 62,2%.3

Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa responden yang memiliki manifestasi oral lebih dari satu jenis dimulutnya sebesar 36%. Tiga puluh lima persen (35%) adalah responden yang memiliki 2 manifestasi oral, dan 20% paling banyak pada laki-laki. Dua jenis manifestasi yang sering ditemukan tersebut adalah xerostomia dan gingival enlargement (17%), dan rata-rata pada responden yang menggunakan kombinasi obat antihipertensi. Seringnya ditemukan kedua jenis manifestasi oral tersebut dikarenakan adanya kombinasi penggunaan dua atau tiga macam obat. Setiap jenis obat-obatan tersebut memiliki efek samping yang berbeda-beda dalam menimbulkan manifestasi oral. Selain itu terjadinya gingival enlargement karena penggunaan obat-obatan sering berhubungan dengan oral higiene yang buruk dan penumpukan plak.1 Obat antihipertensi pada umumnya memiliki efek samping berupa xerostomia mengingat obat tersebut akan mempengaruhi saraf parasimpatik,

disamping faktor usia. Tingginya persentase pada laki-laki disebabkan karena oral higiene pada laki-laki umumnya tidak sebaik pada wanita, ditambah lagi yang kebiasaan merokok oleh laki-laki.

Dari hasil penelitian ini terdapat 56 % responden yang menggunakan obat antihipertensi lebih dari satu jenis atau dengan kata lain penggunaan obat antihipertensi dikombinasikan dengan obat antihipertensi lain dengan tujuan agar tekanan darah dapat diturunkan apabila tekanan darah tidak dapat diturunkan dengan hanya menggunakan satu jenis obat antihipertensi saja.11 Pada penelitian ini ARBs memiliki persentase tertinggi sebagai obat yang digunakan single terapi atau tanpa kombinasi dengan antihipertensi lain yaitu sebesar 43,1%. Persentase ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Bader A. Almustafa yaitu sebesar 2%. Dalam penggunaan 2 jenis antihipertensi, antagonis kalsium memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 33,6%. Persentase ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Bader A.Almustafa yaitu sebesar 5,7%. Kemudian dalam penggunaan 3 jenis antihipertensi, diuretik memiliki persentase tertinggi sebesar 33,3 %. Hasil penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Bader A.Almustafa yaitu sebesar 100%. Diuretik sering dikombinasikan dengan antihipertensi lain dikarenakan dapat meningkatkan efektivitas antihipertensi lain dengan mekanisme kerja yang berbeda sehingga dosisnya dapat dikurangi dan diuretik dapat mencegah retensi cairan oleh antihipertensi lain sehingga efek obat-obat tersebut dapat bertahan.11

Dari penelitian ini didapat bahwa penggunaan kombinasi dua jenis obat antihipertensi menyebabkan manifestasi oral dengan persentase tertinggi yaitu xerostomia, gingival enlargement, ulser dan reaksi likenoid sebesar 26%, 11%, 6%, dan 7%. Penggunaan kombinasi obat dapat meningkatkan kemungkinan untuk terjadinya manifestasi dibandingkan hanya dengan menggunakan satu jenis obat saja.

Pada penelitian ini penulis tidak mencari hubungan antara penggunaan obat antihipertensi dengan timbulnya manifestasi oral melainkan hanya mendiagnosa lesi yang terjadi pada pemeriksaan klinis saja. Untuk itu perlu kiranya dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari hubungan antara penggunaan obat antihipertensi dengan manifestasi-manifestasi yang ada dan untuk mengevaluasinya secara klinikopatologis.

Dokumen terkait