• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Responden

Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu maupun masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi agama, umur,dan pendidikan serta pekerjaan dari pemilik anjing. Distribusi perbandingan profil masyarakat pemelihara anjing pemburu dengan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburudapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu

Karakterisrik Pemelihara anjing pemburu (n=100) Pemelihara anjing bukan pemburu (n=100) % % Agama Islam 70 89 Katolik 22 10 Protestan 8 1 Umur <20 tahun 12 11 20-30 tahun 46 54 >30 tahun 42 35 Pendidikan Tidak sekolah 0 1 Tidak lulus SD 2 0 SD/ sederajat 19 12 SLTP/ sederajat 45 38 SLTA/ sederajat 24 32 Perguruan Tinggi 10 17 Pekerjaan Petani 26 18 Pedagang 49 39 PNS 12 13 Mahasiswa 10 7 Pelajar 3 13 Tidak bekerja - 10

Data pada Tabel 2 mengenai karakteristik responden, dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat di Kecamatan Pasaman beragama Islam. Nilai rincian dari data tersebut adalah 70% responden dari 100% responden pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dan 89% responden dari 100% responden pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu.

Masyarakat di Sumatera Barat khusus Kecamatan Pasaman pada umumnya beragam Islam. Hal ini sangat menarik jika dikaitkan dengan banyaknya jumlah pemeliharaan anjing didaerah tersebut seperti data yang terdapat pada Tabel 2. Menurut Qaradhawi (2009), pemeliharaan anjing dalam Islam dibolehkan (tidak diharamkan) bila memenuhi persyaratan tertentu seperti bertujuan untuk menjaga rumah atau berburu. Hal ini lah yang mungkin menyebabkan pemeliharaan anjing pada masyarakat yang mayoritas beragama Islam di Kecamatan Pasaman sangat banyak ditemukan. Masyarakat tersebut baik pemelihara anjing pemburu maupun bukan pemburu menyatakan bahwa tujuan mereka memelihara anjing adalah untuk diambil manfaatnya yaitu untuk berburu, menjaga rumah dan perkebunan. Anjing peliharaan juga pada umumnya barada diluar rumah seperti aturan Islam yang menyatakan bahwa terdapatnya larangan memelihara anjing didalam rumah (Qaradhawi 2009).

Selain agama, karakteristik yang kedua adalah umur responden. Berdasarkan hasil wawacara dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berumur 20-30 tahun sampai >30 tahun. Hal tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat pemelihara anjing mayoritas berumur produktif. Menurut Yosep (2010), penggolongan umur sangat berpengaruh terhadap tindakan produktivitas kerja dari seseorang. Golongan umur produktif adalah manusia yang berumur 20-56 tahun. Hal ini sesuai jika dikaitkan dengan aktifitas berburu yang pada umumnya dilakukan oleh masyarakat pada usia muda.

Karakteristik yang ketiga adalah pendidikan. Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan akhir SLTP/ sederajat. Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan juga berperan penting dalam membentuk karakter seseorang yang berhubungan dengan partisipasinya dalam program pencegahan penyakit baik pada manusia maupun hewan. Pada umumnya,

semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka proporsi tindakan baik dari responden akan semakin tinggi. Jika dihubungkan dengan kejadian rabies, tingkat pendidikan pemilik anjing mempunyai asosiasi yang kuat terhadap kejadian rabies di Sumatera Barat (Kamilet al. 2003). Biasanya, pengetahuan masyarakat yang mempunyai pendidikan dibawah SLTP masih rendah mengenai cara memelihara anjing yang benar agar terhindar dari risiko kejadian rabies.

Selain itu, jenis pekerjaan juga dapat berperan dalam timbulnya penyakit (Notoatmodjo 2003). Berdasarkan hasil wawancara, pada umumnya responden bekerja sebagai pedagang. Masyarakat Sumatera Barat pada umumnya dikenal bekerja sebagai pedagang, tetapi tingginya angka kepemilikan anjing di daerah tersebut dikarenakan kebutuhan pemanfaatan anjing untuk berburu dan menjaga rumah.

Pola Pemeliharaan dan Perawatan Anjing

Pola pemeliharaan dan perawatan anjing yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi jumlah anjing yang dipelihara untuk setiap individu dan pola pemberian pakan pada anjing, sertapola pemeliharaannya. Distribusi jumlah anjing yang dipelihara oleh masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Jumlah anjing yang dipelihara oleh masyarakat pemelihara anjing pemburu ( ) dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu ( ) di Kecamatan Pasaman.

Berdasarkan data dari penelitian yang dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 1 diketahui bahwa jumlah anjing yang paling banyak dimiliki masyarakat di Kecamatan Pasaman adalah 10 ekor pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dan 4 ekor pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Mayoritas masyarakat pemelihara anjing di Kecamatan Pasaman hanya memiliki 1 ekor anjing yaitu 77% responden pada kelompok masyarakat pemelihara anjing

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 2 3 4 5 10 J u m la h r esp o n d en ( % )

pemburu dan 82% responden pada kelompok masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Masyarakat pemelihara anjing pemburu biasanya memanfaatkan semua anjingnya untuk berburu. Bagi masyarakat pemelihara anjing khususnya pemelihara anjing pemburu, terdapat kebanggaan bagi mereka yang memelihara banyak ekor anjing atau lebih dari satu ekor anjing. Sedangkan bagi masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu, anjing biasanya dimanfaatkan sebagai hewan penjaga sehingga pada umumnya hanya memelihara 1 ekor anjing.

Jumlah pemeliharaan anjing juga tidak terlepas dari pola pemberian pakan dan pemeliharaan anjing oleh pemiliknya. Keterkaitan ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3 Pola pemberian pakan pada anjing

Karakteristik

Pemelihara anjing pemburu (n=100)

%

Pemelihara anjing bukan pemburu (n=100)

% Pola pemberian pakan

Dibiarkan mencari makan sendiri - 3

Tidak teratur 10 26

Teratur 90 71

Data pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa pada umumnya masyarakat pemelihara anjing di Kecamatan Pasaman memberikan pakan pada anjing secara teratur. Hal ini merupakan praktik yang benar sebagai bagian dari cara pemeliharaan anjing yang benar. Dengan demikian, kemungkinan anjing berkeliaran diluar rumah cukup kecil karena kebutuhan pakannya telah terpenuhi. Namun, pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu, terdapat 3% responden yang membiarkan anjing mencari makan sendiri. Hal tersebut tentunya berkaitan dengan pola pemeliharaan anjing seperti yang terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Pola pemeliharaan anjing pada masyarakat Kecamatan Pasaman

Karakteristik

Pemelihara anjing pemburu (n=144)

Pemelihara anjing bukan pemburu (n=126) n % n % Cara pemeliharaan Diliarkan 5 3.5 67 53.2 Diikat 33 22.9 44 34.9 Dikandangkan 106 73.6 15 11.9

Berdasarkan cara pemeliharaan anjing, dari 144 ekor anjing yang dipelihara oleh kelompok masyarakat pemelihara anjing pemburu, terdapat 106 ekor (73.6%) anjing yang dikandangkan dan hanya 5 ekor (3.5%) anjing yang diliarkan. Sebaliknya, pada kelompok masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu,cara pemeliharaan anjing yang paling banyak adalah dengan cara diliarkan dengan jumlah 67 ekor (53.2%) anjing dari 126 ekor anjing. Berbeda dengan kelompok masyarakat pemelihara anjing pemburu, pada kelompok masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu hanyaterdapat 15 ekor (11.9%) anjing yang dipelihara dengan cara dikandangkan.

Data diatas menunjukkan bahwa masyarakat pemelihara anjing pemburu lebih memperhatikan cara pemeliharaan anjing dibandingkan dengan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Meskipun berdasarkan pola pemberian pakan pada anjing sebagian besar dari kelompok masing-masing responden memberikan pakan terhadap anjing secara teratur, ternyata masih saja terdapat banyak anjing yang dipelihara secara diliarkan khususnya pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Hal ini disebabkan karena berdasarkan hasil wawancara dengan responden, pemanfaatan anjing bagi masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu pada umumnya adalah sebagai anjing penjaga rumah maupun penjaga kebun milik masyarakat. Khusus untuk anjing yang dimanfaatkan sebagai hewan penjaga, pemilik biasanya enggan mengandangkan ataupun mengikat anjingnya sehingga banyak sekali anjing yang diliarkan tanpa dikandangkan ataupun diikat.

Menurut keterangan dari petugas Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat, selain anjing peliharaan, di daerah ini juga terdapat banyak sekali anjing liar yang sering terlihat berkeliaran. Sangat sulit untuk membedakan antara anjing peliharaan dengan anjing liar di Kabupaten ini, sebab anjing peliharaan kebanyakan dibiarkan lepas berkeliaran diluar rumah oleh pemiliknya. Hal ini jelas bukan praktik pemeliharaan anjing yang benar. Di Indonesia, HPR (Hewan Penular Rabies) utama pada hewan domestik adalah anjing, kucing dan monyet. Serangan yang disebabkan oleh anjing hampir dilaporkan setiap tahun dari berbagai daerah tertular di Indonesia terutama Sumatera Barat, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur. Menurut laporan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, di Indonesia kasus gigitan anjing penderita rabies ke manusia di duga

akan mencapai 20 926 kasus gigitan per tahun pada tahun 2010 yang terlaporkan kepada Dinas-Dinas Kesehatan di seluruh Kabupaten di Indonesiajika tidak segera ditanggulangi (Depkes RI2008).

Penularan rabies di Indonesia umumnya berawal dari suatu kondisi anjing yang tidak dipelihara dengan baik atau tanpa pemilik (rural rabies) yang berkembang hingga mencapai populasi yang sulit dikendalikan (Deptan 2007).

Pola penyebaran rabies di Indonesia umumnya terjadi pada anjing liar, anjing peliharaan dan manusia. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pola Penyebaran Rabies di Indonesia (Deptan 2002). Pada umumnya, manusia merupakan terminal akhir dari korban gigitan. Sementara itu, anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar, dan anjing peliharaan dapat saling menggigit satu sama lain. Apabila salah satu diantara anjing yang menggigit tersebut positif (+) rabies, maka akan terjadi kasus positif (+) rabies yang semakin tinggi (Depkes RI 2000). Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat dapat diketahui bahwa populasi anjing liar di daerah tersebut cukup tinggi. Berikut adalah data jumlah populasi anjing di Kabupaten Pasaman Barat.

Tabel 5 Data populasi anjing di Kabupaten Pasaman Barat Nama Kababupaten/ Kota Tertular Nama Kecamatan Tertular

Populasi Anjing di Unit Sasaran Prioritas (ekor) Dipelihara dengan baik Tidak dipelihara dengan baik (diliarkan) Jumlah Pasaman Barat Talamau 750 836 1 586 Pasaman 1 000 1 631 2 631

Luhak Nan Duo 1 000 1 003 2 003

Kinali 1 000 1 114 2 114

Sasak Ranah Pasisie 200 752 952

Gunung Tuleh 400 800 1 200 Sei Aur 200 878 1 078 Lembah Melintang 400 1 213 1 613 Koto Balingka 400 996 1 396 Ranah Batahan 300 771 1 071 Sungai Beremas 400 741 1 141 JUMLAH 6 050 10 735 16 785

Sumber: Laporan Perkembangan Program Pemberantasan Rabies Terpadu Kabupaten Pasaman Barat 2010.

Data pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa dari 2 631 ekor anjing yang tercatat di Kecamatan Pasaman, terdapat 1 631 ekor anjing yang diliarkan. Begitu juga dengan beberapa kecamatan lainnya yang memperlihatkan bahwa lebih dari 50% populasi anjing yang dimiliki, dipelihara dengan cara diliarkan. Pada umumnya semua anjing yang dijumpai dan didata oleh petugas Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat adalah anjing berpemilik tetapi anjing tersebut dipelihara dengan cara diliarkan tanpa diikat ataupun dikandangkan sehingga terhitung sebagai anjing liar.

Manajemen Kesehatan Anjing

Menurut John (2005), anjing domestik sejauh ini merupakan sumber yang paling umum menginfeksi manusia. Untuk itu manajemen kesehatan anjing penting untuk diperhatikan. Manajemen kesehatan dan vaksinasi anjing yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi pendapat masyarakat tentang statusvaksinasi pada anjing, kegiatan sosialisasi dan vaksinasi masal terhadap

anjing yang dilakukan oleh dinas peternakan setempat, pernah atau tidaknya anjing menderita sakit dan jenis penyakit yang pernah diderita anjing. Distribusi pendapat responden mengenai status vaksinasi pada anjing dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Status vaksinasi pada anjing Karakteristik

Pemelihara anjing pemburu (n=144)

Pemelihara anjing bukan pemburu (n=126) n % n % Vaksinasi Pernah 131 91.9 55 43.7 Tidak pernah 13 9.1 71 56.3 Petugas vaksinasi Diri sendiri 2 1.5 0 0

Petugas Dinas Peternakan 103 78.6 41 74.5

Dokter hewan 26 19.9 14 25.5

Pada masyarakat pemelihara anjing pemburu, dari 144 ekor anjing yang dipelihara terdapat 131 ekor (91.9%) anjing yang divaksinasi dan hanya 13 ekor (9.1%) anjing yang tidak divaksinasi. Sebaliknya pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu terdapat 71 ekor (56.3%) dari 126 ekor anjing yang tidak pernah divaksinasi. Kesadaran masyarakat untuk melakukan vaksinasi terhadap anjing sudah cukup baik terutama pada masyarakat pemelihara anjing pemburu. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Kamil et al. (2003) yang menyatakan bahwa pemilik anjing di Sumatera Barat khususnya pemilik anjing pemburu pada umumnya tidak mau melakukan vaksinasi terhadap anjing karena adanya anggapan bahwa anjing akan menjadi lemah setelah divaksinasi. Saat ini, kenyataan yang ada dilapangan menunjukkan bahwa sudah adanya peningkatan kesadaran masyarakat untuk melakukan vaksinasi dalam upaya pencegahan terhadap penyakit rabies. Media informasi sepertinya menjadi faktor yang berperan penting dalam peningkatan tersebut. Akan tetapi, kendala yang dihadapi adalah kurangnya sumberdaya dokter hewan sehingga pada umumnya vaksinasi dilakukan oleh petugas yang tidak memiliki dasar pendidikan kedokteran hewan. Padahal, kegiatan vaksinasi penting dilakukan untuk mencegah terjadinya rabies.

Kejadian atau kasus rabies dapat dicegah dan diberantas dengan melakukan vaksinasi terhadap hewan-hewan penular rabies seperti anjing dan manusia yang berpotensi terkena rabies. Menurut Depkes (2008), salah satu langkah operasional pembebasan rabies secara garis besar adalah vaksinasi. Menurut WHO (2004), 70% kegiatan vaksinasi dianggap perlu untuk mencegah wabah rabies pada anjing dan menurut WHO (1987), model dari transmisi rabies pada anjing menunjukkan bahwa rabies dapat diberantas jika 70% dari populasi anjing divaksinasi secara berulang kali.

Pentingnya pemahaman tentang vaksinasi terhadap anjing perlu diberikan kepada masyarakat khususnya masyarakat pemelihara anjing. Menurut Depkes RI (2000), upaya pemberantasan rabies yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan cara vaksinasi dan eliminasi hewan penular rabies, penyuluhan, serta peningkatan peran serta masyarakat. Pendapat responden mengenai kegiatan sosialisasi dan vaksinasi masal terhadap anjing dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Pendapat responden mengenai kegiatan sosialisasi dan vaksinasi masal terhadap anjing di Kecamatan Pasaman

Karakteristik

Pemelihara anjing pemburu (n=100)

%

Pemelihara anjing bukan pemburu (n=100)

% Kegiatan sosialisasi rabies

Ya 31 23

Tidak 69 17

Tidak Tahu - 60

Kegiatan vaksinasi masal terhadap anjing

Ya 34 21

Tidak 66 22

Tidak Tahu - 57

Berdasarkan hasil survei (Tabel 7), dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat pemelihara anjing di Kecamatan Pasaman, baik masyarakat pemelihara anjing pemburu maupun masyarakat anjing bukan pemburu berpendapat bahwa tidak pernah ada kegiatan sosialisasi maupun vaksinasi masal terhadap anjing yang dilakukan oleh petugas dari dinas peternakan setempat. Sebagian besar responden pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu bahkan menyatakan bahwa mereka tidak mengatahui tentang adanya kegiatan sosialisasi maupun vaksinasi terhadap anjing di daerah tersebut.

Berdasarkan laporan perkembangan program pembebasan rabies terpadu Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat, setiap tahunnya pemerintah selalu melakukan program sosialisasi dan vaksinasi terhadap hewan terutama pada daerah-daerah yang memiliki populasi anjing terbanyak. Hanya saja, kesadaran dan kepedulian masyarakat belum terlalu besar terhadap hal tersebut, terbukti bahwa hanya beberapa masyarakat yang mengikuti program tersebut. Padahal pemahaman melalui penyuluhan dan tindakan vaksinasi terhadap anjing sangat dibutuhkan terutama pada daerah yang memiliki populasi anjing cukup besar untuk mencegah kemungkinan terjadinya kasus rabies didaerah tersebut (Ratsitorahina et al.2007).

Selain pemahaman mengenai vaksinasi dan pelaksanaan kegiatan sosialisasi masal terhadap anjing, status kesehatan anjing juga perlu diperhatikan oleh masyarakat pemelihara anjing. Distribusi pendapat responden mengenai pernah atau tidaknya anjing menderita sakit dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pendapat masyarakat pemelihara anjing pemburu ( ) dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu ( )tentang kasus penyakit pada anjing.

Status kesehatan anjing sangat penting untuk diketahui oleh pemelihara anjing, terutama jika terjadi kasus penyakit yang bersifat zoonosis. Pada masyarakat pemelihara anjing pemburu, dari 100% responden terdapat 85% responden yang menyatakan bahwa anjingnya pernah menderita sakit dan 15%

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Ya Tidak Tidak Tahu

J u m la h r esp o n d en ( % )

sisanya mengatakan bahwa anjing miliknya tidak pernah menderita sakit. Sebaliknya, pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu, sebanyak 64% respoden menjawab bahwa anjing miliknya tidak pernah menderita sakit, 20% responden menjawab pernah menderita sakit dan 16% responden menjawab tidak tahu. Jika mengamati data tersebut dapat disimpulkan bahwa perawatan anjing pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu lebih baik dibanding masyarakat pemelihara anjing pemburu. Hal lain yang harus diperhatikan berdasarkan pendapat dari responden adalah jenis penyakit yang pernah diderita oleh anjing. Distribusi pendapat responden mengenai jenis penyakit pada anjing dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar4 Pendapat masyarakat pemelihara anjing pemburu ( )dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu ( )tentang jenis penyakit pada anjing.

Berdasarkan data dari penelitian yang dapat dilihat secara terperinci dari Gambar 4 menunjukkan bahwa sebanyak 43% responden dari masyakarat pemelihara anjing pemburu yang menyatakan anjingnya pernah menderita sakit menyatakan bahwa jenis sakit yang diderita oleh anjing miliknya adalah luka cidera yang diakibatkan oleh aktifitas berburu dan tidak ada yang menyatakan bahwa anjingnya pernah menderita penyakit berbahaya seperti rabies. Sebaliknya pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu, dari 20% responden yang menyatakan anjingnya pernah menderita sakit terdapat 7% responden menjawab rabies. Risiko terjadinya kasus rabies pada anjing bukan pemburu lebih besar

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Tidak nafsu makan

Penyakit kulit Luka cidera Rabies

J u m la h r esp o n d en ( % ) Jenis penyakit

dibanding anjing pemburu. Hal ini dapat dipastikan dengan melihat status vaksinasi anjing sebelumnya, dimana anjing pada masyarakat bukan pemburu banyak yang tidak divaksinasi.

Pendapat Responden Mengenai Kasus Gigitan Anjing

Rabies merupakan penyakit zoonosa yang bersifat mematikan dan ditransmisikan kepada manusia melalui gigitan anjing (Dodet et al. 2008). Manusia yang pernah tergigit anjing sangat mungkin tertular rabies. Untuk itu, jumlah kasus gigitan anjing perlu menjadi perhatian penting dalam upaya pencegahan terhadap kejadian rabies. Distribusi kasus gigitan anjing pada manusia berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Distribusi kasus gigitan anjing pada manusia

Kabupaten/Kota Kecamatan Jumlah kasus gigitan/tahun

(orang)

Pasaman Barat Talamau 4

Pasaman 16

Luhak Nan Duo 9

Kinali 13

Sasak Ranah Pasisie 2

Gunung Tuleh 0 Sei Aur 18 Lembah Melintang 21 Koto Balingka 1 Ranah Batahan 2 Sungai Beremas 0 Total 74

Sumber: Laporan Kejadian Penyakit Rabies Kabupaten Pasaman Barat 2010.

Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat mengenai jumlah kasus gigitan anjing ke manusia, Kecamatan Pasaman menduduki peringkat tiga terbanyak dengan jumlah kasus gigitan 16 orang selama tahun 2010. Kasus gigitan anjing ke manusia selalu dikaitkan dengan penyakit rabies. Rabies adalah penyakit yang telah ada sejak jaman dahulu dan dapat menyebabkan kematian pada manusia yang terinfeksi. Virus zoonosis ditransmisikan melalui saliva dari anjing yang terinfeksi, dapat menyebabkan

Hal ini memerlukan perhatian yang lebih besar dari pemerintah karena berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa masih banyak responden yang tidak mengetahui akan adanya kasus gigitan tersebut. Menurut Dodet et al.(2008), umumnya populasi berisiko tidak menggetahui dengan baik mengenai kejadian rabies danhal apa yang akan terjadi dengan adanya gigitan dari binatang penular rabies seperti anjing sehingga pencegahan terhadap penyakit ini sulit untuk laksanakan. Anjing adalah reservoir virus rabies yang paling penting di berbagai belahan dunia (WHO 2004). Anjing domestik sejauh ini merupakan sumber yang paling umum menginfeksi manusia (John 2005), dan lebih dari 95% kasus rabies pada manusia disebabkan oleh gigitan dari anjing gila. Rabies memiliki dampak terbesar di negara berkembang, di mana ribuan orang meninggal karena rabies setiap tahunnya (WHO 2004), salah satu poin penting yang tercantum dalam Program Pencegahan dan Pemberantasan Rabies oleh Direktorat Kesehatan Hewan Departemen Peternakan adalah dengan cara menghindari kejadian penggigitan dari hewan penular rabies ke manusia (Deptan 2002).

Pendapat responden mengenai kelompok usia yang sering tergigit anjing yang digambarkan dalam penelitian ini adalah urutan tingkat usia manusia yang sering tergigit anjing serta tindakan yang dilakukan masyarakat terhadap manusia yang tergigit anjing. Distribusi pendapat responden mengenai urutan tingkat usia pada manusia yang sering tergigit anjing dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Pendapat responden mengenai urutan tingkat usia pada manusia yang sering tergigit anjing

Karakteristik

Pemelihara anjing pemburu (n=100)

%

Pemelihara anjing bukan pemburu (n=100)

% Usia tergigit anjing

Anak-anak 71 74

Tua 29 26

Jumlah kematian pada manusia yang berasal dari daerah endemis rabies pada anjing diperkirakan oleh WHO sekitar 55 000 kasus kematian setiap tahun, 31 000 kasus kematian terjadi di daerah Asia dan kebanyakan terjadi pada usia anak-anak (Dodet et al. 2008).

Menurut pendapat dari responden kasus gigitan anjing lebih banyak terjadi pada tingkatan usia anak-anak. Anak-anak memang diketahui lebih rentan terkena

gigitan anjing. Hal ini disebabkan karena anak-anak tidak mengetahui dampak apa yang dapat ditimbulkan oleh seekor anjing. Anak-anak juga memiliki pengetahuan yang sedikit atau bahkan tidak mengetahui tentang rabies.

Menurut Marpaung (2009), WHO memperkirakan 30% – 50% proporsi dari kematian yang dilaporkan akibat rabies terjadi pada anak-anak di bawah usia 15 tahun. Dibanding orang dewasa, anak-anak ternyata memang lebih sering menjadi sasaran utama gigitan anjing. Anjing pada umumnya merasa teritorinya terancam oleh anak-anak.

Pengetahuan Masyarakat Mengenai Rabies

Rabies adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh gigitan anjing, dan bersifat fatal, tetapi data tentang gigitan anjing dan pengetahuan masyarakat, sikap dan perbuatan yang berkaitan dengan kasus tersebut tidak dipelajari dengan benar tingkat di masyarakat (Agarvval dan Reddaiah 2003).

Pengetahuan masyarakat tentang rabies yang diamati dalam penelitian ini adalah kemampuan responden menjawab semua pertanyan tentang hal-hal umum mengenai rabies, penularan rabies, vaksinasi dan tindakan pengendalian rabies dan pencegahan rabies dengan benar. Pengetahuan masyarakat Kecamatan Pasaman tentang rabies yang diamati dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Pengetahuan masyarakat tentang rabies

No Kategori Pertanyaan Jawaban Benar Pemelihara anjing pemburu (%) Pemelihara anjing bukan pemburu (%)

1 Hal-hal umum mengenai rabies 60 60

2 Penularan rabies 80 75

3 Vaksinasi dan tindakan pengendalian rabies 100 100

4 Pencegahan rabies 80 60

Berdasarkan kelompok kategori pertanyaan yang terdapat pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa pengetahuan masyarakat baik masyarakat pemelihara anjing pemburu maupun bukan pemburu sama tentang hal-hal umum mengenai rabies serta vaksinasi dan tindakan pengendalian rabies. Pertanyaan tetang hal-hal umum mengenai rabies dapat dijawab dengan benar oleh 60% reponden dari masing-masing kelompok responden. Angka ini menunjukkan bahwa masyarakat

kurang cukup tahu mengenai hal-hal umum mengenai rabies seperti hewan apa saja yang dapat menderita rabies, rabies pada manusia dan hal-hal umum lainnya.

Pertanyaan tentang vaksinasi dan tindakan pengendalian rabies dapat

Dokumen terkait