• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL PEMELIHARAAN ANJING DAN KETERKAITANNYA DENGAN KEJADIAN RABIES DI KECAMATAN PASAMAN KABUPATEN PASAMAN BARAT PROVINSI SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL PEMELIHARAAN ANJING DAN KETERKAITANNYA DENGAN KEJADIAN RABIES DI KECAMATAN PASAMAN KABUPATEN PASAMAN BARAT PROVINSI SUMATERA BARAT"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

KETERKAITANNYA DENGAN KEJADIAN RABIES DI

KECAMATAN PASAMAN KABUPATEN PASAMAN BARAT

PROVINSI SUMATERA BARAT

RISA OCTRIANA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

to occurrence of rabies in Pasaman Subdistrict, West Pasaman District, West Sumatera. Under direction of ETIH SUDARNIKA and CHAERUL BASRI.

This research was aimed to obtain and to compare the profile of hunter dog owners and non hunter dog owners at Pasaman Subdistrict, West Pasaman District, West Sumatera Province. This research was conducted from July to December 2010. The respondents were 100 hunter dog owners and 100 non hunter dog owners. The data was collected by interviewing using questionnaires that contained about owners profile, dog’s care and health management and owners knowledge. The case bitting data were received from Dinas Peternakan West Pasaman District. The research was conducted in five villages at Pasaman Subdistrict that had the greatest dog population in Pasaman District. The result showed that profile of dog owners in Pasaman Subdistric which most age were between 20 until 30 years old, had educated from junior high school, and worked as traders. Generally in Pasaman Subdistrict, each hunter kept one dog which were fed routinely. The ways to carry out dog in the hunter dog owners was generally by putting them in the cage, whereas in non hunter dog owners, they keep them free range. The hunter dog owners had better attention to their dog health than non hunter dog owners, especially on vaccination and government socialization program. Number of dog bitten cases in Pasaman District was quite high and generally the victims were kids. The knowledge about the way of transmission and prevention of rabies in hunter dog owners were better than non hunter dog owners. Hunting activity was done between seven until nine times in a month in a organization at several forests in West Pasaman District. In hunting activity, dog were usually carried by using a motorcycle without any instrument like muzzle, leash, and etc.

(3)

Kejadian Rabies di Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat. Dibimbing oleh ETIH SUDARNIKA dan CHAERUL BASRI.

Anjing adalah salah satu hewan yang mudah bersosialisasi dengan manusia. Anjing seperti halnya hewan lain juga sangat rentan terhadap kemungkinan terjangkit penyakit yang juga dapat berbahaya bagi manusia. Salah satu jenis penyakit pada anjing yang sangat berbahaya dan bersifat zoonosis adalah rabies. Sumatera Barat merupakan provinsi dengan kasus rabies tertinggi di Indonesia pada tahun 2001. Tingginya kasus rabies di Sumatera Barat pada umumnya tidak terlepas dari kesenangan masyarakat memelihara anjing untuk berburu babi hutan sebagai tradisi yang sejak lama sudah dilakukan. Salah satu daerah yang berada di Provinsi Sumatera Barat dengan kasus rabies cukup tinggi adalah Kabupaten Pasaman Barat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan profil pemeliharaan anjing pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dengan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu dan keterkaitannya dengan kejadian rabies di Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Desember 2010 bertempat di 5 Desa (Jorong) di Kecamatan Pasaman yang memiliki populasi anjing terbanyak yaitu Desa Rimbo Binuang, Katimaha, Pasaman Baru, Bandarjo dan Suko Menanti. Selanjutnya, dari keseluruhan desa/jorong terpilih diambil 100 rumah tangga dari masyarakat yang memelihara anjing pemburu dan 100 rumah tangga dari masyarakat yang memelihara anjing bukan pemburu. Pemilihan dilakukan secara purposive sampling. Populasi studi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang memelihara anjing pemburu dan masyarakat yang memelihara anjing bukan pemburu. Responden dalam penelitian ini adalah pemelihara anjing dalam rumah tangga tersebut.

Data diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung terhadap masyarakat yang memelihara anjing dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat. Kuesioner yang digunakan dirancang merujuk kepada literatur-literatur tentang profil pemeliharaan anjing baik anjing pemburu maupun bukan anjing pemburu. Setelah kuesioner disusun, dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner dengan menggunakan teknik correlation product moment. Data dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk table dan grafik. Kompilasi dan analisis data menggunakan piranti lunak Microsoft Excel 2007.

Masyarakat pemelihara anjing baik pemburu maupun bukan pemburu di Kecamatan Pasaman pada umumnya memiliki profil yang hampir sama, yaitu sebagian berpendidikan SLTP/sederajat, berumur 20-30 tahun dan bekerja sebagai pedagang. Berdasarkan cara pemeliharaan terhadap anjing, diketahui bahwa pada umumnya masyarakat Kecamatan Pasaman memelihara satu ekor anjing dengan pola pemberian pakan secara teratur serta cara pemeliharaan yaitu dikandangkan pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dan diliarkan pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Berdasarkan manajemen kesehatan anjing,

(4)

Pasaman Barat menunjukkan bahwa jumlah kasus gigitan anjing pada manusia di Kecamatan Pasaman cukup tinggi dengan jumlah korban gigitan anjing pada umumnya anak-anak. Pengetahuan masyarakat pemelihara anjing pemburu terutama mengenai cara penularan dan pencegahan rabies lebih baik dibanding masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Berdasarkan aktifitas berburu yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Pasaman, diketahui bahwa aktifitas berburu dilakukan secara terorganisasi, sebanyak 7-9 kali dalam sebulan dilakukan di beberapa hutan di Kabupaten Pasaman Barat, dan umumnya membawa anjing dengan menggunakan sepeda motor tanpa mengunakan peralatan tambahan seperti pengikat moncong, rantai pengikat dan lain-lain. Kata kunci : pemelihara anjing, anjing pemburu, rabies, profil masyarakat

(5)

KETERKAITANNYA DENGAN KEJADIAN RABIES DI

KECAMATAN PASAMAN KABUPATEN PASAMAN BARAT

PROVINSI SUMATERA BARAT

RISA OCTRIANA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(6)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Profil Pemeliharaan Anjing dan Keterkaitannya dengan Kejadian Rabies di Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Risa Octriana

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak mengurangi kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(8)

Nama : Risa Octriana

NIM : B04070073

Disetujui

Dr. Ir. Etih Sudarnika, MSi drh. Chaerul Basri, M.Epid

Ketua Anggota

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas izin-Nyalah penulisan skripsi dengan judul “Profil Pemeliharaan Anjing dan Keterkaitannya dengan Kejadian Rabies di Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat” dapat terselesaikan.

Terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Papa, Mama, Nilem (Sylvia Adra, S Farm, Apt), Iik, Uda (Richo Ivans, SE) dan segenap keluarga besar atas segala cinta, doa, dukungan dan kasih sayang

2. Dr. Ir. Etih Sudarnika, MSi dan drh. Chaerul Basri, M.Epid selaku dosen pembimbing skripsi

3. drh. Supratikno, MSi PAVet selaku dosen pembimbing akademik

4. drh. Abdul Zahid Ilyas, MSi atas segala dukungan, bantuan semangat serta doa 5. drh. Abdulgani Amri Siregar, MS selaku dosen penilai pada seminar skripsi.

6. drh. Raden Putratama Agus Lelana, Sp. Mp. MSi dan drh. Mokhammad Fakhrudin, PhD selaku dosen penguji pada sidang sarjana.

7. Staf Laboratorium Epidemiologi

8. Sahabat-sahabat tersayang: Eqi, Aa, Phea, Iphe, Undes, Bu En, Masyul, Santi, C Key, Isma, Wafa, Dwi, Mimong, Yukitong, Minche dan sahabat-sahabat lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu

9. Teman-teman Gianuzzi 44

10.Mbak Dinar yang selalu memberi senyuman hangat dan semangat 11.Pihak-pihak lain yang turut membantu

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dan pembaca.

Bogor, September 2011

(10)

Malikaade dan Hj. Ernawati. Penulis merupakan puteri ketiga dari empat bersaudara.

Pendidikan dasar ditempuh penulis pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2001 di SD Negeri 14 Kemajuan Baru, Kecamatan Pasaman, Sumatera Barat. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Talamau dan lulus pada tahun 2004. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SLTA Negeri 1 Talamau dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB).

Selama perkuliahan, penulis aktif di organisasi kampus. Organisasi kampus yang diikuti oleh penulis adalah DKM Al Hurryah, DKM An-Nahl dan Himpro Hewan Kesayangan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

(11)

DAFTAR TABEL……….. xii

DAFTAR GAMBAR………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN………. xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang……… 1

Tujuan Penelitian……… 2

Manfaat Penelitian……….. 2

TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Daerah Kabupaten Pasaman Barat……….. 3

Kebiasaan Berburu Masyarakat Minangkabau………... 3

Penyakit Anjing Gila (Rabies)………... 4

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Penyakit rabies pada Anjing di Lingkungan Masyarakat Minangkabau… 5

Program Pengendalian Penyakit Rabies Indonesia………... 6

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat………. 7

Desain Penelitian……… 7

Populasi Studi ……… 7

Teknik Pengambilan Data………. 7

Desain Kuesioner……… 7

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner…………. 9

Teknik Penarikan Contoh………. 10

Analisis Data……….. 11

HASIL DAN PEMBAHASAN………. 12

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan………. 32

Saran……… 33

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Hasil uji validitas dan reliabilitas keusioner ... 10

2. Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu ... 12

3. Pola pemberian pakan pada anjing ... 15

4. Pola pemeliharaan anjing pada masyarakat Kecamatan Pasaman ... 15

5. Data populasi anjing di Kabupaten Pasaman Barat ... 18

6. Status vaksinasi pada anjing... 19

7. Pendapat responden mengenai kegiatan sosialisasi dan vaksinasi masal terhadap anjing di Kecamatan Pasaman... 20

8. Distribusi kasus gigitan pada anjing ... 23

9. Pendapat responden mengenai urutan tingkat usia pada manusia yang sering tergigit anjing ... 24

10. Pengetahuan masyarakat tentang rabies ... 25

11. Aktifitas berburu pada masyarakat Pasaman ... 28

(13)

1. Jumlah anjing yang dipelihara oleh masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu ... 14 2. Pola penyebaran rabies di Indonesia ... 17 3. Pendapat masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara

anjing bukan pemburu tentang kasus penyakit pada anjing ... 21 4. Pendapat masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara

(14)

1. Kuesioner profil masyarakat pemelihara anjing di Kecamatan Pasaman Kabupaten Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat (masyarakat pemelihara

anjing bukan pemburu ... 37 2. Kuesioner profil masyarakat pemelihara anjing di Kecamatan Pasaman

Kabupaten Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat (masyarakat pemelihara

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing adalah salah satu hewan yang mudah bersosialisasi dengan manusia. Hubungan anjing dan manusia sudah terjalin cukup lama sejak ratusan tahun silam. Manusia primitif bahkan memanfaatkan anjing untuk teman berburu (Hatmosrojo dan Nyuman 2003). Anjing seperti halnya hewan lain juga sangat rentan terhadap kemungkinan terjangkit penyakit yang juga dapat berbahaya bagi kesehatan manusia. Salah satu jenis penyakit pada anjing yang sangat berbahaya dan bersifat zoonosis adalah rabies.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kejadian rabies cukup tinggi (Sudardjad 1991). Menurut Judarwanto (2011), daerah di Indonesia sampai tahun 2010 yang masih terlular rabies adalah sebanyak 24 dari 33 provinsi. Sembilan provinsi yang dinyatakan bebas rabies adalah Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Papua Barat dan Papua. Pada tahun 2008, jumlah kasus gigitan hewan penular rabies di Indonesia mencapai 20 926 kasus dan 104 orang meninggal karena rabies. Pada tahun 2009, jumlah gigitan naik menjadi 42 106 kasus dengan jumlah orang yang meninggal karena rabies 137 orang. Tahun 2010 pada bulan Januari hingga Agustus, jumlah korban gigitan hewan penular rabies adalah 40 180 kasus dengan jumlah kematian 113 orang(Judarwanto 2011).

Sumatera Barat merupakan provinsi dengan kasus rabies tertinggi di Indonesia pada tahun 2001 (Kamil et al. 2003). Kasus rabies di Provinsi Sumatera Barat pertama kali terjadi pada tahun 1953. Tingginya kasus rabies di Sumatera Barat pada umumnya tidak terlepas dari kesenangan masyarakat Sumatera Barat memelihara anjing untuk berburu babi hutan sebagai tradisi yang sejak lama sudah dilakukan (Hardjosworo 1984). Rabies dapat terjadi pada beberapa jenis hewan. Menurut Sosiawan dan Faizal (2000), hewan yang pernah tertular rabies di Sumatera Barat adalah anjing 86.27%, kucing 9.82%, kera 2.67%, hewan liar 0.81%, sapi 0.17%, kambing 0.11%, kerbau 0.05% dan babi 0.05%.

(16)

Menurut Kamil et al. (2003), faktor-faktor yang berasosiasi dengan kejadian rabies di Sumatera Barat adalah jumlah kepemilikan anjing, vaksinasi, tanggapan pemilik terhadap vaksinasi, pendidikan pemilik, pendapatan pemilik, sistem pemeliharaan, pengetahuan pemilik tentang rabies, pengalaman memelihara anjing danaktifitas berburu.

Salah satu daerah yang berada di Provinsi Sumatera Barat dengan kasus rabiescukup tinggi adalah Kabupaten Pasaman Barat. Berdasarkan data pada laporan kejadian penyakit rabies Kabupaten Pasaman Barat tahun 2010, beberapa kecamatan di Kabupaten Pasaman Barat menunjukkan angka kejadian rabies yang cukup tinggi dari tahun ke tahun terutama di Kecamatan Pasaman. Tingginya kasus tersebut diduga karena faktor luasnya wilayah, kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit menular yang berasal dari hewan, kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap penyakit-penyakit menular asal hewan khususnya penyakit rabies serta kurangnya jumlah vaksin yang di butuhkan dan kebiasaan masyarakat yang sudah membudaya yaitu berburu babi di hutan atau perkebunan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui profil masyarakat pemelihara anjing baik pemelihara anjing pemburu ataupun masyarakat pemelihara anjing bukan anjing pemburuyang ada di Kabupaten Pasaman Barat, khususnya Kecamatan Pasaman.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan profil pemeliharaan anjing baik pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dengan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu dan keterkaitannya dengan kejadian rabies di Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai kaitan antara faktor profil pemeliharaan anjing di Kecamatan Pasaman dengan kejadian kasus rabies di daerah tersebut.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Daerah Kabupaten Pasaman Barat

Kabupaten Pasaman Barat adalah salah satu kabupaten di Sumatera Barat yang terbentuk dari hasil pemekaran Kabupaten Pasaman berdasarkan UU No 38 tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dhamasraya, Solok Selatan dan Pasaman Barat. Kabupaten Pasaman Barat memiliki luas wilayah 3 887.77 km2 , jumlah penduduk 388 893 jiwa dengan administrasi pemerintahan yang meliputi 11 Kecamatan (Anonim 2010). Berdasarkan data dari Dinas Peternakan setempat, diketahui bahwa jumlah populasi anjing di daerah tersebut sekitar 16 786 ekor dengan jumlah populasi anjing terbanyak terdapat di Kecamatan Pasaman.

Kecamatan Pasaman terdiri dari 3 Nagari dengan 23 Desa/Jorong dan berpenduduk 53 690 jiwa (Anonim 2010). Berdasarkan data dari Dinas Kabupaten Pasaman Barat, jumlah populasi anjing di Kecamatan ini sekitar 2 631 ekor.

Kebiasaan Berburu Masyarakat Minangkabau

Tingginya kepemilikan anjing di daerah Sumatera Barat disebabkan karena kegemaran masyarakat memelihara anjing untuk berburu babi hutan dan menjaga rumah serta areal perkebunan. Menurut Kamil et al. (2003), anjing oleh sebagian masyarakat Sumatera Barat sangat diperlukan dan dapat membantu pemilik untukfungsi pengamanan dan berburu babi. Anjing yang dipakai dalam aktifitas berburu babi biasanya berasal dari beberapa daerah di Pulau Jawa. Kebiasaaan masyarakat di beberapa daerah di Pulau Sumatera untuk berburu babi hutan menggunakan anjing pemburu dan anggapan bahwa anjing dari Jawa “pintar” dalam berburu membuat pemasokan anjing dari Pulau Jawa ke Sumatera terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kalau ini tidak dicermati tentunya akan menjadi masalah terutama semakin banyaknya anjing yang berkeliaran yang tidak memiliki data tentang vaksinasi sehingga bisa membahayakan manusia. Menurut Daulay (2001), budaya serta kebiasaan masyarakat setempat berburu babi, tingkat ekonomi dan pendidikan merupakan faktor penting dalam penyebaran rabies di Sumatera Barat.

(18)

Penyakit Anjing Gila (Rabies)

Penyakit anjing gila adalah penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh virus yang dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan juga menyerang manusia. Nama lain dari penyakit iniadalahLyssa, Tolwut,

serta Hydrophobia (Sudardjat 1991).

Virus rabies pada umumnya ditemukan pada air liur hewan penderita seperti anjing, kucing dan kera dengan konsentrasi tinggi sehingga virus ini biasanya ditransmisikan melalui saliva hewan yang terinfeksi (Dacheuxet al.2011). Oleh karena itu, penularan yang sangat potensial adalah melalui gigitan atau adanya luka terbuka yang terkena air liur hewan yang positif terinfeksi rabies (Dodet et al.2008).

Hewan yang terinfeksi rabies akan menunjukkan gejala seperti selalu mencari tempat yang dingin dan tenang, kemudian diikuti dengan sikap curiga dan menyerang apa saja yang berada di sekitarnya, hypersalivasi, paralisa, dan diakhiri dengan kematian (Clark 1980). Pada manusia, gejala yang mencolok adalah timbulnya rasa takut terhadap air (hydrophobia) dan gejala peradangan otak (encephalitis). Kasus rabies pada manusia akan bersifat fatal apabila si penderita tidak segera divaksinasi setelah adanya gigitan dari anjing yang positif menderita rabies.

Tanda klinis dari penyakit rabies pada anjing dan kucing hampir sama. Penyakit ini dikenal dalam tiga bentuk, yaitu berbentuk ganas (farios rabies) yang ditandai dengan masa eksitasi yang panjang dan kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah tanda-tanda rabies terlihat. Hewan menjadi tidak ramah, agresif,air liur keluar berlebihan, nafsu makan hilang, menyerang dan menggigit apa saja yang dijumpainya. Bila berdiri, sikapnya kaku, ekor dilengkungkan kebawah perut diantara kedua paha belakangnya (Kaplan 1979); bentuk diam atau dungu (dumb rabies) dimana akan terjadi kelumpuhan (paralisa) yang sangat cepat menjalar keseluruh anggota tubuh dan masa eksitasinya pendek; bentuk

asymptomatis dimana hewan tiba-tiba mati dengan tidak menunjukan gejala-gejala sakit (Clark 1980).

(19)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Penyakit Rabies pada Anjing diLingkungan Masyarakat Minangkabau

Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi terbesar di Indonesia.Provinsi Sumatera Barat terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kotamadya (Anonim 2010). Luasnya wilayah dan tingginya populasi anjing di Sumatera Barat menyebabkan tingginya angka kejadian rabies di daerah tersebut. Wilayah yang luas dengan jumlah penduduk yang tinggi serta populasi anjing yang tinggi menyebabkan kesulitan dalam hal pemberian vaksin rabies. Selain itu,jumlah vaksin yang tersedia tidak mecukupi bila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan (Kamil et al. 2003).

Pengetahuan dan tindakan yang dilakukan masyarakat terhadap rabies juga mempunyai hubungan yang erat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan rabies. Selain itu, faktor agama, budaya serta kebiasan masyarakat setempat, ekonomi dan tingkat pendidikan merupakan faktor lain yang harus dipertimbangkan (Malahayati 2009).

Suatu kebiasaan yang sudah membudaya di Sumatera Barat adalah hobi berburu hewan liar terutama babi sehingga tidak heran bila ada suatu organisasi “Perkumpulan Berburu Babi”. Anjing peliharaan biasanya digunakan untuk berburuke hutan.Hal ini diduga menjadi salah satu faktor penyebaran rabies di daerah ini (Hardjosworo dan Siregar 1987). Ajang perburuan digunakan untuk memberantas hama babi yang mangganggu tanaman masyarakat, juga menjadi ajang silaturahmi masyarakat Sumatera Barat dan sekitarnya khususnya antar pemburu.

Perpindahan hewan khususnya anjing dari satu daerah ke daerah lain merupakan faktor utama terjadinya perpindahan dan penyebaran rabiesdi Sumatera Barat (Hardjosworo dan Siregar 1987). Hal ini dibenarkan oleh petugas dari dinas peternakan setempat dimana lalu lintas hewan sangat sulit untuk dikontrol. Hal ini disebabkan kebiasaan berburu pada waktu-waktu tertentu dengan daerah perburuan antar kabupaten.Selain itu, tingginya populasi anjing juga merupakan salah satu penyebab tingginya kejadian rabies.

(20)

Program Pengendalian Penyakit Rabies di Indonesia

Menurut Ditkeswan (2007), kebijakan memberantas rabiesdilaksanakan dengan alasan utama untuk perlindungan kehidupan manusia dan mencegah penyebaran ke hewan lokal dan satwa liar. Beberapa strategi yang dijalankan adalah dengan melakukan karantina dan pengawasan lalu lintas terhadap hewan penular rabies untuk mencegah penyebaran penyakit; melakukan pemusnahan terhadap hewan tertular dan hewan yang kontak untuk mencegah sumber virus rabies yang paling berbahaya; melakukan vaksinasi terhadap semua hewan yang dipelihara di daerah tertular untuk melindungi hewan terhadap infeksi dan mengurangi kontak terhadap manusia; melakukan penelusuran dan surveilans

untuk menentukan sumber penularan dan arah pembebasan dari penyakit, serta melakukan kampanye peningkatan kesadaran masyarakat untuk memfasilitasi kerjasama masyarakat terutama dari pemilik hewan dan komunitas yang terkait.

Pada saat ini, pengendalian dan pemberantasan rabies dilakukan melalui

Local Area Spesific Problem Solving (LAS) dimana penanganan rabies dilakukan melalui pendekatan spesifik wilayah (lokal)(Ditkeswan 2007).

(21)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Desember 2010 bertempat di 5 Desa (Jorong) di Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat, yaitu Desa Rimbo Binuang, Katimaha, Pasaman Baru, Bandarjo dan Suko Menanti.

Desain Penelitian Populasi Studi

Satuan penarikan contoh dalam penelitian ini adalah masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu di 5 Desa (Jorong) di Kecamatan Pasaman. Kecamatan Pasaman dipilih sebagai daerah untuk melakukan penelitian ini karena berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat, Kecamatan Pasaman merupakan kecamatan dengan jumlah populasi anjing terbanyak.

Teknik Pengambilan Data

Data di peroleh dengan cara melakukan wawancara terhadap masyarakat yang memelihara anjing dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat. Kuesioner yang digunakan terdiri atas pertanyaan yang meliputi identitas responden, kepemilikan dan cara pemeliharaan anjing, manajemen perawatan dan kesehatan anjing, karakteristik pemelihara anjing pemburu, kasus rabies di masyarakat serta tingkat pengetahuan masyarakat mengenai rabies.

Desain Kuesioner

Kuesioner yang digunakan dirancang merujuk kepada literatur-literatur tentang profil masyarakat pemelihara anjing terutama profil sumberdaya manusia pemelihara anjing,cara pemeliharaan dan kesehatan anjing serta tingkat pengetahuan masyarakat mengenai rabies. Dalam upaya mengukur tingkat pengetahuan masyarakat, digunakan pertanyaan “benar”, “tidak benar”, dan “tidak tahu”di dalam kuesioner. Pertanyaan tersebut dikategorikan atas 4 kategori

(22)

pertanyaan. Kategori pertama terdiri atas masing-masing lima pertanyaan untuk masyakarat pemelihara anjing pemburu dan masyakarat pemelihara anjing bukan pemburu tentang hal-hal umum mengenai rabies, kategori kedua terdiri atas lima pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing pemburu dan empat pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu mengenai penularan rabies. Kategori ketiga terdiri atas lima pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing pemburu dan empat pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu mengenai vaksinasi dan tindakan pengendalian rabies, kategori keempat terdiri atas lima pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing pemburu dan tiga pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu mengenai pencegahan rabies.

Setelah kuesioner disusun, kemudian dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner.Uji validitas dan reliabilitas dijelaskan sebagai berikut:

Uji validitas dilakukan dengan cara mewawancarai 30 rumah tangga yang memiliki anjing di Kabupaten Pasaman Barat dengan menggunakan instrument

(kuesioner). Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total melalui teknik correlation product moment. Angka korelasi harus dibandingkan dengan tabel angka kritis nilai r dengan taraf sigifikansi 5%.Bila nilai rXY>rtabel, item pertanyaan tersebut dikatakan valid. Dan

sebaliknya, jika nilai rXY<rtabel, item pertanyaan tersebut tidak valid.Nilai rtabel

adalah 0.361 (Singarimbun dan Effendi 2008).Teknik correlationproduct moment

dihitung dengan menggunakan rumus, sebagai berikut :

Dimana r : koefisien korelasi product moment

X : skor tiap pertanyaan/ item Y : skor total

(23)

Uji reliabilitas dilakukan terhadap kuesioner yang telah diuji validitas. Teknik yang dipakai untuk menghitung indeks reliabilitas yaitudengan teknik belah dua. Teknik ini diperoleh dengan membagi item-item yang sudah valid menjadi dua bagian atau mengelompokkan item-item menjadi dua kelompok berdasarkan pada kelompok ganjil (nomor item ganjil) dan kelompok genap (nomoritem genap). Skor untuk masing-masing item pada tiap belahan dijumlahkan,sehingga diperoleh skor total untuk masing-masing item belahan. Selanjutnya skor total belahan pertama dan belahankedua dicari korelasinya dengan menggunakan teknik correlation product moment. Untuk mendapatkan nilai reliabilitas untuk keseluruhan item digunakan rumus:

Dimana, rtot : angka reliabilitas keseluruhan item

rtt:angka reliabilitas belahan pertama dan kedua

Bila nilairtotal>rtabel, item pertanyaan tersebut dikatakan reliabel. Dan

sebaliknya, jika nilai rtotal< rtabel, item pertanyaan tersebut tidak reliabel

(Singarimbun dan Effendi 2008).

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Pengujian terhadap validitas dan reliabilitas penting dalam menilai sejauh mana suatu alat pengukur (kuesioner) mampu mengukur apa yang ingin diukur dan dapat dipercaya atau diandalkan. Hasil perhitungan uji validitas dan reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

(24)

Tabel 1 Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner

No Butir Pertanyaan Nilai Korelasi (r)

Uji Validitas

Nilai Korelasi (r) Uji Reliabilitas

Butir Pertanyaan B 0.93*

1 Cara pemeliharaan anjing 0.64*

3 Tempat anjing biasa diikat 0.52*

4 Alat pengikat anjing 0.60*

5 Jadwal membersihkan kandang 0.21**

6 Cara membersihkan kandang 0.27**

7 Cara pemeliharaan anjing lain 0.24**

Butir Pertanyaan C 0.77*

1 Memandikan anjing 0.08**

2 Pola pemberian pakan anjing 0.13**

3 Jenis pakan anjing 0.15**

4 Cara memberikan pakan anjing 0.24**

5 Jadwal pemberian vitamin pada anjing 0.32**

6 Jadwal pemeriksaan kesehatan anjing 0.32**

7 Jenis penyakit pada anjing 0.20**

8 Jadwal vaksinasi 0.16**

Butir Pertanyaan D 0.95*

1 Cara berburu 0.51*

2 Tempat berburu 0.41*

3 Cara membawa anjing ke tempat berburu 0.38*

4 Perlakuan terhadap anjing yang dibawa 0.75*

5 Asal anjing pemburu 0.75*

6 Cara memperoleh anjing pemburu 0.75*

Butir Pertanyaan E 0.21

1 Jumlah keluarga yang tergigit anjing 0.39*

2 Tingkat usia yang tergigit anjing 0.36*

3 Tindakan terhadap orang yang tergigit 0.36*

4 Tindakan terhadap anjing yang menggigit 0.87*

5 Jenis anjing yang mengigit 0.73*

6 Jumlah kasus rabies pada anjing 0.46*

7 Sumber informasi mengenai rabies pada anjing 0.62* Keterangan: * menunjukkan nilai yang signifikan pada p< 0.05

** menunjukkan bahwa respon responden terhadap butir pertanyaan tersebut pada umumnya sama.

Teknik Penarikan Contoh

Responden dalam penelitian ini diambildari 5 desa/jorong di Kecamatan Pasaman. Selanjutnya, dari keseluruhan desa/jorong terpilih tersebut diambil 100 rumah tangga dari masyarakat yang memelihara anjing pemburu dan 100 rumah tangga dari masyarakat yang memelihara anjing bukan pemburu. Rincian dari pengambilan rumah tangga tersebut adalah 40 rumah tanggadari Desa/Jorong Rimbo Binuang, 40 rumah tanggadari Desa/Jorong Katimaha, 40 rumah tangga dari Desa/Jorong Pasaman Baru, 40 rumah tanggadari Desa/Jorong Bandarjo dan 40 rumah tanggadari Desa/Jorong Suko Menanti. Dari 40 rumah tangga tersebut, 20 rumah tangga berasal dari masyarakatpemilik anjing pemburu dan 20 rumah

(25)

tangga pada masyarakat yang memiliki anjing bukan pemburu. Pemilihan rumah tangga di setiap desa/jorong dilakukan dengan purposive sampling karena tidak terdapat daftar pemilik anjing pemburu maupun bukan pemburu di setiap desa/jorong.

Analisis Data

Data dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Kompilasi dan analisis data menggunakan piranti lunak Microsoft Excel 2007.

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Responden

Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu maupun masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi agama, umur,dan pendidikan serta pekerjaan dari pemilik anjing. Distribusi perbandingan profil masyarakat pemelihara anjing pemburu dengan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburudapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu

Karakterisrik Pemelihara anjing pemburu (n=100) Pemelihara anjing bukan pemburu (n=100) % % Agama Islam 70 89 Katolik 22 10 Protestan 8 1 Umur <20 tahun 12 11 20-30 tahun 46 54 >30 tahun 42 35 Pendidikan Tidak sekolah 0 1 Tidak lulus SD 2 0 SD/ sederajat 19 12 SLTP/ sederajat 45 38 SLTA/ sederajat 24 32 Perguruan Tinggi 10 17 Pekerjaan Petani 26 18 Pedagang 49 39 PNS 12 13 Mahasiswa 10 7 Pelajar 3 13 Tidak bekerja - 10

Data pada Tabel 2 mengenai karakteristik responden, dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat di Kecamatan Pasaman beragama Islam. Nilai rincian dari data tersebut adalah 70% responden dari 100% responden pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dan 89% responden dari 100% responden pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu.

(27)

Masyarakat di Sumatera Barat khusus Kecamatan Pasaman pada umumnya beragam Islam. Hal ini sangat menarik jika dikaitkan dengan banyaknya jumlah pemeliharaan anjing didaerah tersebut seperti data yang terdapat pada Tabel 2. Menurut Qaradhawi (2009), pemeliharaan anjing dalam Islam dibolehkan (tidak diharamkan) bila memenuhi persyaratan tertentu seperti bertujuan untuk menjaga rumah atau berburu. Hal ini lah yang mungkin menyebabkan pemeliharaan anjing pada masyarakat yang mayoritas beragama Islam di Kecamatan Pasaman sangat banyak ditemukan. Masyarakat tersebut baik pemelihara anjing pemburu maupun bukan pemburu menyatakan bahwa tujuan mereka memelihara anjing adalah untuk diambil manfaatnya yaitu untuk berburu, menjaga rumah dan perkebunan. Anjing peliharaan juga pada umumnya barada diluar rumah seperti aturan Islam yang menyatakan bahwa terdapatnya larangan memelihara anjing didalam rumah (Qaradhawi 2009).

Selain agama, karakteristik yang kedua adalah umur responden. Berdasarkan hasil wawacara dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berumur 20-30 tahun sampai >30 tahun. Hal tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat pemelihara anjing mayoritas berumur produktif. Menurut Yosep (2010), penggolongan umur sangat berpengaruh terhadap tindakan produktivitas kerja dari seseorang. Golongan umur produktif adalah manusia yang berumur 20-56 tahun. Hal ini sesuai jika dikaitkan dengan aktifitas berburu yang pada umumnya dilakukan oleh masyarakat pada usia muda.

Karakteristik yang ketiga adalah pendidikan. Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan akhir SLTP/ sederajat. Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan juga berperan penting dalam membentuk karakter seseorang yang berhubungan dengan partisipasinya dalam program pencegahan penyakit baik pada manusia maupun hewan. Pada umumnya, semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka proporsi tindakan baik dari responden akan semakin tinggi. Jika dihubungkan dengan kejadian rabies, tingkat pendidikan pemilik anjing mempunyai asosiasi yang kuat terhadap kejadian rabies di Sumatera Barat (Kamilet al. 2003). Biasanya, pengetahuan masyarakat yang mempunyai pendidikan dibawah SLTP masih rendah mengenai cara memelihara anjing yang benar agar terhindar dari risiko kejadian rabies.

(28)

Selain itu, jenis pekerjaan juga dapat berperan dalam timbulnya penyakit (Notoatmodjo 2003). Berdasarkan hasil wawancara, pada umumnya responden bekerja sebagai pedagang. Masyarakat Sumatera Barat pada umumnya dikenal bekerja sebagai pedagang, tetapi tingginya angka kepemilikan anjing di daerah tersebut dikarenakan kebutuhan pemanfaatan anjing untuk berburu dan menjaga rumah.

Pola Pemeliharaan dan Perawatan Anjing

Pola pemeliharaan dan perawatan anjing yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi jumlah anjing yang dipelihara untuk setiap individu dan pola pemberian pakan pada anjing, sertapola pemeliharaannya. Distribusi jumlah anjing yang dipelihara oleh masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Jumlah anjing yang dipelihara oleh masyarakat pemelihara anjing pemburu ( ) dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu ( ) di Kecamatan Pasaman.

Berdasarkan data dari penelitian yang dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 1 diketahui bahwa jumlah anjing yang paling banyak dimiliki masyarakat di Kecamatan Pasaman adalah 10 ekor pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dan 4 ekor pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Mayoritas masyarakat pemelihara anjing di Kecamatan Pasaman hanya memiliki 1 ekor anjing yaitu 77% responden pada kelompok masyarakat pemelihara anjing

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 2 3 4 5 10 J u m la h r esp o n d en ( % )

(29)

pemburu dan 82% responden pada kelompok masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Masyarakat pemelihara anjing pemburu biasanya memanfaatkan semua anjingnya untuk berburu. Bagi masyarakat pemelihara anjing khususnya pemelihara anjing pemburu, terdapat kebanggaan bagi mereka yang memelihara banyak ekor anjing atau lebih dari satu ekor anjing. Sedangkan bagi masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu, anjing biasanya dimanfaatkan sebagai hewan penjaga sehingga pada umumnya hanya memelihara 1 ekor anjing.

Jumlah pemeliharaan anjing juga tidak terlepas dari pola pemberian pakan dan pemeliharaan anjing oleh pemiliknya. Keterkaitan ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3 Pola pemberian pakan pada anjing

Karakteristik

Pemelihara anjing pemburu (n=100)

%

Pemelihara anjing bukan pemburu (n=100)

% Pola pemberian pakan

Dibiarkan mencari makan sendiri - 3

Tidak teratur 10 26

Teratur 90 71

Data pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa pada umumnya masyarakat pemelihara anjing di Kecamatan Pasaman memberikan pakan pada anjing secara teratur. Hal ini merupakan praktik yang benar sebagai bagian dari cara pemeliharaan anjing yang benar. Dengan demikian, kemungkinan anjing berkeliaran diluar rumah cukup kecil karena kebutuhan pakannya telah terpenuhi. Namun, pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu, terdapat 3% responden yang membiarkan anjing mencari makan sendiri. Hal tersebut tentunya berkaitan dengan pola pemeliharaan anjing seperti yang terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Pola pemeliharaan anjing pada masyarakat Kecamatan Pasaman

Karakteristik

Pemelihara anjing pemburu (n=144)

Pemelihara anjing bukan pemburu (n=126) n % n % Cara pemeliharaan Diliarkan 5 3.5 67 53.2 Diikat 33 22.9 44 34.9 Dikandangkan 106 73.6 15 11.9

(30)

Berdasarkan cara pemeliharaan anjing, dari 144 ekor anjing yang dipelihara oleh kelompok masyarakat pemelihara anjing pemburu, terdapat 106 ekor (73.6%) anjing yang dikandangkan dan hanya 5 ekor (3.5%) anjing yang diliarkan. Sebaliknya, pada kelompok masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu,cara pemeliharaan anjing yang paling banyak adalah dengan cara diliarkan dengan jumlah 67 ekor (53.2%) anjing dari 126 ekor anjing. Berbeda dengan kelompok masyarakat pemelihara anjing pemburu, pada kelompok masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu hanyaterdapat 15 ekor (11.9%) anjing yang dipelihara dengan cara dikandangkan.

Data diatas menunjukkan bahwa masyarakat pemelihara anjing pemburu lebih memperhatikan cara pemeliharaan anjing dibandingkan dengan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Meskipun berdasarkan pola pemberian pakan pada anjing sebagian besar dari kelompok masing-masing responden memberikan pakan terhadap anjing secara teratur, ternyata masih saja terdapat banyak anjing yang dipelihara secara diliarkan khususnya pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Hal ini disebabkan karena berdasarkan hasil wawancara dengan responden, pemanfaatan anjing bagi masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu pada umumnya adalah sebagai anjing penjaga rumah maupun penjaga kebun milik masyarakat. Khusus untuk anjing yang dimanfaatkan sebagai hewan penjaga, pemilik biasanya enggan mengandangkan ataupun mengikat anjingnya sehingga banyak sekali anjing yang diliarkan tanpa dikandangkan ataupun diikat.

Menurut keterangan dari petugas Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat, selain anjing peliharaan, di daerah ini juga terdapat banyak sekali anjing liar yang sering terlihat berkeliaran. Sangat sulit untuk membedakan antara anjing peliharaan dengan anjing liar di Kabupaten ini, sebab anjing peliharaan kebanyakan dibiarkan lepas berkeliaran diluar rumah oleh pemiliknya. Hal ini jelas bukan praktik pemeliharaan anjing yang benar. Di Indonesia, HPR (Hewan Penular Rabies) utama pada hewan domestik adalah anjing, kucing dan monyet. Serangan yang disebabkan oleh anjing hampir dilaporkan setiap tahun dari berbagai daerah tertular di Indonesia terutama Sumatera Barat, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur. Menurut laporan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, di Indonesia kasus gigitan anjing penderita rabies ke manusia di duga

(31)

akan mencapai 20 926 kasus gigitan per tahun pada tahun 2010 yang terlaporkan kepada Dinas-Dinas Kesehatan di seluruh Kabupaten di Indonesiajika tidak segera ditanggulangi (Depkes RI2008).

Penularan rabies di Indonesia umumnya berawal dari suatu kondisi anjing yang tidak dipelihara dengan baik atau tanpa pemilik (rural rabies) yang berkembang hingga mencapai populasi yang sulit dikendalikan (Deptan 2007).

Pola penyebaran rabies di Indonesia umumnya terjadi pada anjing liar, anjing peliharaan dan manusia. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pola Penyebaran Rabies di Indonesia (Deptan 2002). Pada umumnya, manusia merupakan terminal akhir dari korban gigitan. Sementara itu, anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar, dan anjing peliharaan dapat saling menggigit satu sama lain. Apabila salah satu diantara anjing yang menggigit tersebut positif (+) rabies, maka akan terjadi kasus positif (+) rabies yang semakin tinggi (Depkes RI 2000). Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat dapat diketahui bahwa populasi anjing liar di daerah tersebut cukup tinggi. Berikut adalah data jumlah populasi anjing di Kabupaten Pasaman Barat.

(32)

Tabel 5 Data populasi anjing di Kabupaten Pasaman Barat Nama Kababupaten/ Kota Tertular Nama Kecamatan Tertular

Populasi Anjing di Unit Sasaran Prioritas (ekor) Dipelihara dengan baik Tidak dipelihara dengan baik (diliarkan) Jumlah Pasaman Barat Talamau 750 836 1 586 Pasaman 1 000 1 631 2 631

Luhak Nan Duo 1 000 1 003 2 003

Kinali 1 000 1 114 2 114

Sasak Ranah Pasisie 200 752 952

Gunung Tuleh 400 800 1 200 Sei Aur 200 878 1 078 Lembah Melintang 400 1 213 1 613 Koto Balingka 400 996 1 396 Ranah Batahan 300 771 1 071 Sungai Beremas 400 741 1 141 JUMLAH 6 050 10 735 16 785 Sumber: Laporan Perkembangan Program Pemberantasan Rabies Terpadu Kabupaten Pasaman

Barat 2010.

Data pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa dari 2 631 ekor anjing yang tercatat di Kecamatan Pasaman, terdapat 1 631 ekor anjing yang diliarkan. Begitu juga dengan beberapa kecamatan lainnya yang memperlihatkan bahwa lebih dari 50% populasi anjing yang dimiliki, dipelihara dengan cara diliarkan. Pada umumnya semua anjing yang dijumpai dan didata oleh petugas Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat adalah anjing berpemilik tetapi anjing tersebut dipelihara dengan cara diliarkan tanpa diikat ataupun dikandangkan sehingga terhitung sebagai anjing liar.

Manajemen Kesehatan Anjing

Menurut John (2005), anjing domestik sejauh ini merupakan sumber yang paling umum menginfeksi manusia. Untuk itu manajemen kesehatan anjing penting untuk diperhatikan. Manajemen kesehatan dan vaksinasi anjing yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi pendapat masyarakat tentang statusvaksinasi pada anjing, kegiatan sosialisasi dan vaksinasi masal terhadap

(33)

anjing yang dilakukan oleh dinas peternakan setempat, pernah atau tidaknya anjing menderita sakit dan jenis penyakit yang pernah diderita anjing. Distribusi pendapat responden mengenai status vaksinasi pada anjing dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Status vaksinasi pada anjing

Karakteristik

Pemelihara anjing pemburu (n=144)

Pemelihara anjing bukan pemburu (n=126) n % n % Vaksinasi Pernah 131 91.9 55 43.7 Tidak pernah 13 9.1 71 56.3 Petugas vaksinasi Diri sendiri 2 1.5 0 0

Petugas Dinas Peternakan 103 78.6 41 74.5

Dokter hewan 26 19.9 14 25.5

Pada masyarakat pemelihara anjing pemburu, dari 144 ekor anjing yang dipelihara terdapat 131 ekor (91.9%) anjing yang divaksinasi dan hanya 13 ekor (9.1%) anjing yang tidak divaksinasi. Sebaliknya pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu terdapat 71 ekor (56.3%) dari 126 ekor anjing yang tidak pernah divaksinasi. Kesadaran masyarakat untuk melakukan vaksinasi terhadap anjing sudah cukup baik terutama pada masyarakat pemelihara anjing pemburu. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Kamil et al. (2003) yang menyatakan bahwa pemilik anjing di Sumatera Barat khususnya pemilik anjing pemburu pada umumnya tidak mau melakukan vaksinasi terhadap anjing karena adanya anggapan bahwa anjing akan menjadi lemah setelah divaksinasi. Saat ini, kenyataan yang ada dilapangan menunjukkan bahwa sudah adanya peningkatan kesadaran masyarakat untuk melakukan vaksinasi dalam upaya pencegahan terhadap penyakit rabies. Media informasi sepertinya menjadi faktor yang berperan penting dalam peningkatan tersebut. Akan tetapi, kendala yang dihadapi adalah kurangnya sumberdaya dokter hewan sehingga pada umumnya vaksinasi dilakukan oleh petugas yang tidak memiliki dasar pendidikan kedokteran hewan. Padahal, kegiatan vaksinasi penting dilakukan untuk mencegah terjadinya rabies.

(34)

Kejadian atau kasus rabies dapat dicegah dan diberantas dengan melakukan vaksinasi terhadap hewan-hewan penular rabies seperti anjing dan manusia yang berpotensi terkena rabies. Menurut Depkes (2008), salah satu langkah operasional pembebasan rabies secara garis besar adalah vaksinasi. Menurut WHO (2004), 70% kegiatan vaksinasi dianggap perlu untuk mencegah wabah rabies pada anjing dan menurut WHO (1987), model dari transmisi rabies pada anjing menunjukkan bahwa rabies dapat diberantas jika 70% dari populasi anjing divaksinasi secara berulang kali.

Pentingnya pemahaman tentang vaksinasi terhadap anjing perlu diberikan kepada masyarakat khususnya masyarakat pemelihara anjing. Menurut Depkes RI (2000), upaya pemberantasan rabies yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan cara vaksinasi dan eliminasi hewan penular rabies, penyuluhan, serta peningkatan peran serta masyarakat. Pendapat responden mengenai kegiatan sosialisasi dan vaksinasi masal terhadap anjing dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Pendapat responden mengenai kegiatan sosialisasi dan vaksinasi masal terhadap anjing di Kecamatan Pasaman

Karakteristik

Pemelihara anjing pemburu (n=100)

%

Pemelihara anjing bukan pemburu (n=100)

% Kegiatan sosialisasi rabies

Ya 31 23

Tidak 69 17

Tidak Tahu - 60

Kegiatan vaksinasi masal terhadap anjing

Ya 34 21

Tidak 66 22

Tidak Tahu - 57

Berdasarkan hasil survei (Tabel 7), dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat pemelihara anjing di Kecamatan Pasaman, baik masyarakat pemelihara anjing pemburu maupun masyarakat anjing bukan pemburu berpendapat bahwa tidak pernah ada kegiatan sosialisasi maupun vaksinasi masal terhadap anjing yang dilakukan oleh petugas dari dinas peternakan setempat. Sebagian besar responden pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu bahkan menyatakan bahwa mereka tidak mengatahui tentang adanya kegiatan sosialisasi maupun vaksinasi terhadap anjing di daerah tersebut.

(35)

Berdasarkan laporan perkembangan program pembebasan rabies terpadu Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat, setiap tahunnya pemerintah selalu melakukan program sosialisasi dan vaksinasi terhadap hewan terutama pada daerah-daerah yang memiliki populasi anjing terbanyak. Hanya saja, kesadaran dan kepedulian masyarakat belum terlalu besar terhadap hal tersebut, terbukti bahwa hanya beberapa masyarakat yang mengikuti program tersebut. Padahal pemahaman melalui penyuluhan dan tindakan vaksinasi terhadap anjing sangat dibutuhkan terutama pada daerah yang memiliki populasi anjing cukup besar untuk mencegah kemungkinan terjadinya kasus rabies didaerah tersebut (Ratsitorahina et al.2007).

Selain pemahaman mengenai vaksinasi dan pelaksanaan kegiatan sosialisasi masal terhadap anjing, status kesehatan anjing juga perlu diperhatikan oleh masyarakat pemelihara anjing. Distribusi pendapat responden mengenai pernah atau tidaknya anjing menderita sakit dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pendapat masyarakat pemelihara anjing pemburu ( ) dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu ( )tentang kasus penyakit pada anjing.

Status kesehatan anjing sangat penting untuk diketahui oleh pemelihara anjing, terutama jika terjadi kasus penyakit yang bersifat zoonosis. Pada masyarakat pemelihara anjing pemburu, dari 100% responden terdapat 85% responden yang menyatakan bahwa anjingnya pernah menderita sakit dan 15%

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Ya Tidak Tidak Tahu

J u m la h r esp o n d en ( % )

(36)

sisanya mengatakan bahwa anjing miliknya tidak pernah menderita sakit. Sebaliknya, pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu, sebanyak 64% respoden menjawab bahwa anjing miliknya tidak pernah menderita sakit, 20% responden menjawab pernah menderita sakit dan 16% responden menjawab tidak tahu. Jika mengamati data tersebut dapat disimpulkan bahwa perawatan anjing pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu lebih baik dibanding masyarakat pemelihara anjing pemburu. Hal lain yang harus diperhatikan berdasarkan pendapat dari responden adalah jenis penyakit yang pernah diderita oleh anjing. Distribusi pendapat responden mengenai jenis penyakit pada anjing dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar4 Pendapat masyarakat pemelihara anjing pemburu ( )dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu ( )tentang jenis penyakit pada anjing.

Berdasarkan data dari penelitian yang dapat dilihat secara terperinci dari Gambar 4 menunjukkan bahwa sebanyak 43% responden dari masyakarat pemelihara anjing pemburu yang menyatakan anjingnya pernah menderita sakit menyatakan bahwa jenis sakit yang diderita oleh anjing miliknya adalah luka cidera yang diakibatkan oleh aktifitas berburu dan tidak ada yang menyatakan bahwa anjingnya pernah menderita penyakit berbahaya seperti rabies. Sebaliknya pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu, dari 20% responden yang menyatakan anjingnya pernah menderita sakit terdapat 7% responden menjawab rabies. Risiko terjadinya kasus rabies pada anjing bukan pemburu lebih besar

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Tidak nafsu makan

Penyakit kulit Luka cidera Rabies

J u m la h r esp o n d en ( % ) Jenis penyakit

(37)

dibanding anjing pemburu. Hal ini dapat dipastikan dengan melihat status vaksinasi anjing sebelumnya, dimana anjing pada masyarakat bukan pemburu banyak yang tidak divaksinasi.

Pendapat Responden Mengenai Kasus Gigitan Anjing

Rabies merupakan penyakit zoonosa yang bersifat mematikan dan ditransmisikan kepada manusia melalui gigitan anjing (Dodet et al. 2008). Manusia yang pernah tergigit anjing sangat mungkin tertular rabies. Untuk itu, jumlah kasus gigitan anjing perlu menjadi perhatian penting dalam upaya pencegahan terhadap kejadian rabies. Distribusi kasus gigitan anjing pada manusia berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Distribusi kasus gigitan anjing pada manusia

Kabupaten/Kota Kecamatan Jumlah kasus gigitan/tahun

(orang)

Pasaman Barat Talamau 4

Pasaman 16

Luhak Nan Duo 9

Kinali 13

Sasak Ranah Pasisie 2

Gunung Tuleh 0 Sei Aur 18 Lembah Melintang 21 Koto Balingka 1 Ranah Batahan 2 Sungai Beremas 0 Total 74

Sumber: Laporan Kejadian Penyakit Rabies Kabupaten Pasaman Barat 2010.

Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat mengenai jumlah kasus gigitan anjing ke manusia, Kecamatan Pasaman menduduki peringkat tiga terbanyak dengan jumlah kasus gigitan 16 orang selama tahun 2010. Kasus gigitan anjing ke manusia selalu dikaitkan dengan penyakit rabies. Rabies adalah penyakit yang telah ada sejak jaman dahulu dan dapat menyebabkan kematian pada manusia yang terinfeksi. Virus zoonosis ditransmisikan melalui saliva dari anjing yang terinfeksi, dapat menyebabkan

(38)

Hal ini memerlukan perhatian yang lebih besar dari pemerintah karena berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa masih banyak responden yang tidak mengetahui akan adanya kasus gigitan tersebut. Menurut Dodet et al.(2008), umumnya populasi berisiko tidak menggetahui dengan baik mengenai kejadian rabies danhal apa yang akan terjadi dengan adanya gigitan dari binatang penular rabies seperti anjing sehingga pencegahan terhadap penyakit ini sulit untuk laksanakan. Anjing adalah reservoir virus rabies yang paling penting di berbagai belahan dunia (WHO 2004). Anjing domestik sejauh ini merupakan sumber yang paling umum menginfeksi manusia (John 2005), dan lebih dari 95% kasus rabies pada manusia disebabkan oleh gigitan dari anjing gila. Rabies memiliki dampak terbesar di negara berkembang, di mana ribuan orang meninggal karena rabies setiap tahunnya (WHO 2004), salah satu poin penting yang tercantum dalam Program Pencegahan dan Pemberantasan Rabies oleh Direktorat Kesehatan Hewan Departemen Peternakan adalah dengan cara menghindari kejadian penggigitan dari hewan penular rabies ke manusia (Deptan 2002).

Pendapat responden mengenai kelompok usia yang sering tergigit anjing yang digambarkan dalam penelitian ini adalah urutan tingkat usia manusia yang sering tergigit anjing serta tindakan yang dilakukan masyarakat terhadap manusia yang tergigit anjing. Distribusi pendapat responden mengenai urutan tingkat usia pada manusia yang sering tergigit anjing dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Pendapat responden mengenai urutan tingkat usia pada manusia yang sering tergigit anjing

Karakteristik

Pemelihara anjing pemburu (n=100)

%

Pemelihara anjing bukan pemburu (n=100)

% Usia tergigit anjing

Anak-anak 71 74

Tua 29 26

Jumlah kematian pada manusia yang berasal dari daerah endemis rabies pada anjing diperkirakan oleh WHO sekitar 55 000 kasus kematian setiap tahun, 31 000 kasus kematian terjadi di daerah Asia dan kebanyakan terjadi pada usia anak-anak (Dodet et al. 2008).

Menurut pendapat dari responden kasus gigitan anjing lebih banyak terjadi pada tingkatan usia anak-anak. Anak-anak memang diketahui lebih rentan terkena

(39)

gigitan anjing. Hal ini disebabkan karena anak-anak tidak mengetahui dampak apa yang dapat ditimbulkan oleh seekor anjing. Anak-anak juga memiliki pengetahuan yang sedikit atau bahkan tidak mengetahui tentang rabies.

Menurut Marpaung (2009), WHO memperkirakan 30% – 50% proporsi dari kematian yang dilaporkan akibat rabies terjadi pada anak-anak di bawah usia 15 tahun. Dibanding orang dewasa, anak-anak ternyata memang lebih sering menjadi sasaran utama gigitan anjing. Anjing pada umumnya merasa teritorinya terancam oleh anak-anak.

Pengetahuan Masyarakat Mengenai Rabies

Rabies adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh gigitan anjing, dan bersifat fatal, tetapi data tentang gigitan anjing dan pengetahuan masyarakat, sikap dan perbuatan yang berkaitan dengan kasus tersebut tidak dipelajari dengan benar tingkat di masyarakat (Agarvval dan Reddaiah 2003).

Pengetahuan masyarakat tentang rabies yang diamati dalam penelitian ini adalah kemampuan responden menjawab semua pertanyan tentang hal-hal umum mengenai rabies, penularan rabies, vaksinasi dan tindakan pengendalian rabies dan pencegahan rabies dengan benar. Pengetahuan masyarakat Kecamatan Pasaman tentang rabies yang diamati dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Pengetahuan masyarakat tentang rabies

No Kategori Pertanyaan Jawaban Benar Pemelihara anjing pemburu (%) Pemelihara anjing bukan pemburu (%)

1 Hal-hal umum mengenai rabies 60 60

2 Penularan rabies 80 75

3 Vaksinasi dan tindakan pengendalian rabies 100 100

4 Pencegahan rabies 80 60

Berdasarkan kelompok kategori pertanyaan yang terdapat pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa pengetahuan masyarakat baik masyarakat pemelihara anjing pemburu maupun bukan pemburu sama tentang hal-hal umum mengenai rabies serta vaksinasi dan tindakan pengendalian rabies. Pertanyaan tetang hal-hal umum mengenai rabies dapat dijawab dengan benar oleh 60% reponden dari masing-masing kelompok responden. Angka ini menunjukkan bahwa masyarakat

(40)

kurang cukup tahu mengenai hal-hal umum mengenai rabies seperti hewan apa saja yang dapat menderita rabies, rabies pada manusia dan hal-hal umum lainnya.

Pertanyaan tentang vaksinasi dan tindakan pengendalian rabies dapat dijawab dengan benar oleh 100% reponden dari masing-masing kelompok responden. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah sangat paham mengenai hal tersebut. Jika dikaitkan dengan pembahasan sebelumnya mengenai vaksinasi anjing, ternyata banyak masyarakat yang mengetahui tentang vaksinasi dan pentingnya vaksinasi diberikan tetapi tidak memvaksinasi anjingnya. Terlihat sekali perbedaan sikap dan praktik pemeliharaan anjing dengan pengetahuan untuk kontrol terhadap risiko kejadian rabies pada masyarakat.

Selanjutnya, hasil wawancara dengan responden memperlihatkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai penularan rabies dan pencegahan rabies berbeda pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dan bukan pemburu. Berdasarkan data pada Tabel 10, terlihat bahwa pengetahuan masyarakat pemelihara anjing pemburu mengenai penularan rabies lebih baik dibanding pemelihara anjing bukan pemburu. Jumlah responden yang mampu menjawab dengan benar pertanyaan mengenai penularan rabies adalah 80% pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dan 75% pada pemelihara anjing bukan pemburu. Hal serupa juga terlihat pada pertanyaan mengenai pencegahan rabies. Masyarakat pemelihara anjing pemburu lebih banyak yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pencegahan rabies yaitu sebanyak 80% responden. Sedangkan pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu, hanya 60% responden yang mampu menjawab pertanyaan dengan benar. Jika dikaitkan dengan pembahasan sebelumnya mengenai manajemen pemeliharaan anjing, terlihat adanya keterkaitan antara cara pemeliharaan anjing sebagai kontrol terhadap adanya kemungkinan terjadinya kasus rabies dengan tingkat pengetahuan masyarakat pemelihara anjing.

Menurut Ginoet al.(2007), tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai pencegahannya dengan vaksinasi sudah tinggi di Srilangka, hal ini disebabkan karena informasi dari berbagai sumber termasuk kampanye dari pemerintah dan media masa. Selanjutnya, tingkat keterbukaan masyarakat terhadap tindakan dalam pengendalian rabies pun sudah cukup tinggi tetapi ada

(41)

perbedaan dalam sikap dan praktik perawatan hewan peliharaan yang relevan dengan kontrol terhadap rabies. Pemilik anjing yang memelihara anjingnya dengan baik cenderung lebih kooperatif untuk mengontrol kejadian rabies. Hal ini jelas terlihat dari penjelasan-penjelasan sebelumnya, dimana masyarakat pemelihara anjing pemburu dengan tingkat pengetahuan mengenai cara penularan dan pencegahan rabies yang lebih tinggi jauh lebih kooperatif dalam hal pemeliharaan anjing terkait kontrol terhadap kegiatan pencegahan rabies.

Profil Pemelihara Anjing Pemburu

Kebiasaan masyarakat Sumatera Barat yang sudah membudaya adalah berburu babi hutan dengan menggunakankan anjing. Hal ini cukup menjadi perhatian bagi masyarakat sekitar dan pemerintah daerah. Kebiasaan ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kasus rabies di daerah ini. Untuk itu, perlu diketahui bagaimana karakteristik pemelihara anjing pemburu tersebut. Profil pemelihara anjing pemburu yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi berbagai hal menyangkut aktifitas berburu babi pada masyarakat Kecamatan Pasaman dan riwayat anjing yang dipakai dalam berburu. Distribusi aktifitas berburu pada masyarakt Pasaman dapat dilihat pada Tabel 11.

(42)

Tabel 11Aktifitas berburu pada masyarakat Pasaman

Karakteristik (%)

Jadwal berburu dalam 1 bulan

Satu-dua kali 3

Empat-enam 5

Tujuh-sembilan kali 92

Cara berburu

Dilakukan secara perorangan 1

Dilakukan oleh kelompok kecil, sekitar 3-5 orang 2

Dilakukan oleh kelompok besar, sekitar 10-20 orang 12

Dilakukan oleh suatu organisasi 85

Lokasi berburu

Di hutan yang sama yang berada Kabupaten Pasaman Barat 1 Di hutan yang berbeda di dalam Kabupaten Pasaman Barat 73 Di hutan yang terletak diluar Kabupaten Pasaman Barat 2

Di perkebunan 24

Cara membawa anjing ke lokasi

Dibawa menggunakan sepeda motor 78

Dibawa menggunakan mobil dengan bak terbuka 14

Dibawa menggunakan mobil pribadi 8

Perlakuan terhadap anjing didalam perjalanan menuju lokasi

Tidak menggunakan apa-apa 56

Menggunakan pengikat leher saja 35

Menggunakan kandang besi 9

Aktifitas berburu yang dilakukan oleh masyarakat Pasaman berdasarkan data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa sebanyak 92% responden menyatakan bahwa aktifitas berburu tersebut dilakukan sebanyak tujuh sampai sembilan kali dalam satu bulan.

Aktifitas berburu bagi sebagian besar masyarakat Minangkabau (masyarakat Sumatera Barat) merupakan salah satu tradisi yang bagi penikmatnya merupakan suatu sarana yang berguna untuk pemberantasan hama babi yang mengganggu tanaman masyarakat serta menjadi ajang silaturahim antar masyarakat Sumbar dan provinsi tetangga. Menurut beberapa masyarakat yang ikut dalam tradisi ini (2010), berburu babi memang sudah menjadi tradisi sejak ratusan tahun di Minangkabau. Setelah kemerdekaan, buru babi dikemas menjadi semacam olahraga yang dikelola PORBI (Persatuan Olah Raga Buru Babi). Para pemburu biasanya akan saling berkunjung ke daerah lain yang menggelar buru babi. Selain

(43)

membantu memberantas hama tanaman, hobi tersalurkan, silaturahim pun tercipta. Di Sumatera Barat, peminat olahraga tradisi itu diperkirakan lebih dari 500 ribu orang. Melintasi batas daerah, status sosial, dan ekonomi. Besarnya peminat buru babi disebabkan olahraga ini bisa disesuaikan dengan keadaan ekonomi masyarakat. Sampai saat ini, dengan adanya PORBI aktifitas olah raga berburu babi ini pun memiliki struktur organisasi dan jadwal berburu yang telah disepakati. Biasanya, jika perburuan hanya dilakukan oleh masyarakat dari daerah tertentu, jadwal rutin untuk berburu dilakukan dua kali dalam satu minggu sehingga dalam satu bulan, komunitas ini bisa melakukan perburuan sebanyak tujuh sampai sembilan kali.

Aktifitas berburu yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Minangkabau pun dilaksanakan secara berkelompok sehingga terbentuk PORBI. Menurutdata yang terdapat pada Tabel 11, sebanyak 85% reponden menyatakan perburuan dilakukan secara bersama-sama dibawah naungan suatu organisasi dengan jumlah anggota melebihi 500 orang. Jumlah anjing yang dibawa berburu beragam, namun biasanya jumlah anjing yang dibawa berburu dapat melebihi jumlah pemburu karena ada beberapa pemburu yang membawa lebih dari satu ekor anjing bahkan sampai melebihi lima ekor anjing.

Berdasarkan data karakteristik yang diperolehpada Tabel 11, dapat diketahui bahwa sebanyak 73% responden menyatakan bahwa aktifitas berburu babi hutan biasanya dilakukan di hutan yang berbeda di dalam Kabupaten Pasaman Barat, tetapi sebanyak 24% responden menjawab bahwa aktifitas berburu tersebut di lakukan di perkebunan masyarakat. Adanya organisasi perkumpulan berburu babi di Sumatera Barat dan beberapa daerah di Sumatera manjadikan aktifitas ini terkontrol dalam haljadwal berburu dan penentuan lokasi berburu. Di Pasaman Barat, aktifitas berburu biasanya dilakukan di hutan atau di perkebunan yang berbeda tetapi masih berada di dalam kawasan Kabupaten tersebut. Pada waktu-waktu tertentu, aktifitas ini juga dilakukan di beberapa hutan yang terletak di luar Kabupaten Pasaman Barat dengan jumlah pemburu yang jauh lebih banyak. Hal tersebut biasanya di lakukan satu kali dalam satu bulan.

(44)

Kondisi lain yang menyebabkan aktifitas ini cukup menjadi perdebatan di masyarakat Minangkabau adalah cara membawa dan perlakuan terhadap anjing yang di bawa ke lokasi berburu. Sebanyak 78% responden menjawab bahwa cara yang paling umum dilakukan dalam membawa anjing ke lokasi berburu adalah dengan menggunakan sepeda motor. Perlakuan terhadap anjing pun dalam perjalanan menuju daerah berburu babi beragam. Sebanyak 56%responden membawa anjingnya tanpa menggunakan peralatan seperti pengikat moncong, tali pengikat dan lain sebagainya, kemudian terdapat 35% responden yang membawa anjingnya dengan menggunakan pengikat leher saja, dan hanya 9% responden yang membawa anjingnya dengan menggunakan kandang besi. Menurut Malahayati (2009), anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai dan menggunakan pengikat moncong sebagai salah satu upaya untuk pencegahan dan pemberantasan rabies.

Aktifitas berburu tidak terlepas dari anjing yang dipakai sebagai senjata atau alat dalam aktifitas tersebut. Distribusi karakteristik riwayat anjing pemburu pada masyarakat Kecamatan Pasaman dapat diliat pada Tabel 12.

Tabel 12 Riwayat Anjing pemburu

Karakteristik (%)

Asal anjing buruan

Tidak Tahu 11

Dari daerah di kawasan Propinsi Sumatera Barat 35

Dari daerah diluar Propinsi Sumatera Barat di dalam sumatera 19 Dari daerah diluar Propinsi Sumatera Barat di luar sumatera 35 Cara mendapatkan anjing

Dapatan 1

Pemberian 15

Membeli tanpa surat-surat yang jelas 78

Membeli dengan surat-surat yang jelas 6

Riwayat vaksinasi anjing sebelumnya

Ya 17

Tidak 5

Gambar

Tabel 1  Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner
Tabel 2  Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara  anjing bukan pemburu
Tabel 3  Pola pemberian pakan pada anjing
Tabel 5  Data populasi anjing di Kabupaten Pasaman Barat  Nama  Kababupaten/  Kota Tertular  Nama Kecamatan Tertular
+4

Referensi

Dokumen terkait

Aturan disiplin/kode etik/kode perilaku instansi telah diimplementasikan kepada seluruh aparat Pengadilan Agama Soe yang dibuktikan dengan pemberlakuan disiplin

2. memiliki data dan informasi yang cukup tentang permasalahan lingkungan hidup dan 3. berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan demi kepentingan orang banyak. Peran

: fossils dan umur batuan batuan – – ALLOCHTHONOUS ALLOCHTHONOUS SEDIMENTS (material SEDIMENTS (material yang terangkut masuk yang terangkut masuk dalam cekungan sedimen)

Angka kumulatif survivor (hidup) diperoleh dari menjumlahkan hewan uji yang tetap hidup pada dosis terkecil yang tidak menyebabkan kematian (100% hewan uji tetap hidup) dengan jumlah

Mengalami penurunan menjadi sebesar 199,84% pada tahun 2009, hal ini terjadi dikarenakan hutang lancar mengalami peningkatan di tahun 2009 namun penurunan rasio

[r]

Cara kerja yang mereka lakukan secara umum ada dua, yakni sistem individu (penabung datang ke Bank Sampah, atau dengan sistem komunal (petugas mendatangi tps terpilah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Nilai-nilai soft skills yang dikembangkan untuk mahasiswa Pendidikan Akuntansi FKIP UMS sebagai calon guru terdiri dari kepribadian