• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Amilograf

Dalam dokumen PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN ARTIFICIA (Halaman 40-44)

4.2. Proses Pengolahan 1 Persiapan Bahan 1 Persiapan Bahan

4.2.12 Sifat Amilograf

Sifat amilograf berkaitan dengan pengukuran viskositas tepung (beras tiruan yang dibuat tepung) dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Pada uji ini, terdapat beberapa parameter yang diamati yaitu suhu

awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, viskositas maksimum, breakdown

viscosity dan setback viscosity. Sifat amilograf pati diukur berdasarkan peningkatan viskositas pati pada proses pemanasan dengan menggunakan

Brabender Amylograph. Selama pemanasan terjadi peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pem- bengkakan granula pati yang irreversible dalam air. Energi kinetik molekul air lebih kuat daripada daya tarik molekul pati sehingga air dapat masuk ke dalam granula pati (Anonim, 2012g).

Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik. Suhu gelatinisasi merupakan fenomena sifat fisik pati yang kompleks yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran molekul amilosa, amilopektin, dan keadaan media pemanasan (Anonim, 2012g). Suhu puncak gelatinisasi dikenal sebagai suhu pada saat tercapainya viskositas maksimum yaitu suhu ketika granula pati mencapai suspensi pasta pengembangan maksimum hingga selanjutnya pecah. Pada suhu inilah pati akan mencapai viskositas maksimum. Setelah mencapai viskositas maksimum, jika proses pemanasan dalam

Brabender dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi granula pati menjadi rapuh, pecah dan terpotong-potong membentuk polimer, agregat serta viskositasnya

menurun akibat terjadinya leaching amilosa. Penurunan tersebut terjadi pada

pemanasan suhu suspensi 95°C yang dipertahankan selama 10 menit. Nilai penurunan viskositas yang terjadi dari viskositas maksimum menuju viskositas terendah ketika suspensi dipanaskan pada suhu 95°C selama 10 menit disebut

dengan breakdown viscosity. Besarnya breakdown viscosity menunjukkan bahwa

granula-granula tepung yang telah membengkak secarakeseluruhan bersifat rapuh

dan tidak tahan terhadap proses pemanasan. Nilai kenaikan viskositas ketika pasta pati didinginkan disebut setback viscosity. Nilai setback viscosity diperoleh

dengan menghitung selisih antara viskositas pasta pati pada suhu 50°C dengan

viskositasmaksimum yang telah dicapai pada saat pemanasan (Baah, 2009 dalam

Anggriawan).

Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh hasil bahwa semakin banyak penambahan tepung Bimo dan tepung tapioka pada beras tiruan maka suhu awal gelatinisasi semakin rendah. Suhu awal gelatinisasi merupakan suatu fenomena fisik pati yang kompleks, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keberadaan protein dan lemak (Kibar et al., 2009; Quin et al., 1980 dalam

Anggriawan).

Berdasarkan hasil analisis pada perlakuan A2 dan A4 (Tabel 3) diperoleh hasil viskositas puncak, sedangkan perlakuan lainnya tidak terdapat hasil viskositas puncak. Hal ini disebabkan karena jika jumlah air kurang maka

pembentukan gel tidak akan mencapai kondisi optimum (Asfiyah, 1997 dalam

Anggriawan).

Nilai setback viscosity pada beras tiruan berkisar 50 BU-190 BU, dengan

viscosity akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena bila jumlah amilosa

tinggi maka nilai setback akan semakin meningkat, karena ketika pasta mendingin

molekul-molekul amilosa akan bersatu kembali (Winarno, 2008).

4.2.13 Uji Warna

Metode pengukuran warna pada beras tiruan dilakukan secara objektif yaitu menggunakan chromameter. Chromameter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur warna dari permukaan suatu objek. Prinsip dasar dari alat ini ialah interaksi antara energi cahaya diffus dengan atom atau molekul dari objek yang dianalisis. Alat ini terdiri atas ruang pengukuran dan pengolah data. Ruang pengukuran berfungsi sebagai tempat untuk mengukur warna objek dengan diameter tertentu. Sumber cahaya yang digunakan yaitu lampu xenon. Lampu inilah yang akan menembak permukaan sampel yang kemudian dipantulkan menuju sensor spektral. Skema pengukuran dari chromameter yaitu sampel diberi cahaya diffus dan diukur pada sudut tertentu. Cahaya diffus yang mengenai sampel dipantulkan pada sudut tertentu, kemudian diteruskan ke sensor spektral, lalu dihitung menggunakan komputer mikro (Anonim, 2012f).

Data hasil pengukuran berupa L, a dan b. Hunter Lab atau nilai tristimulus XYZ diolah melalui pengolah data. Notasi L*: 0 (hitam); 100 (putih) menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Notasi a*: warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a* (positif) dari 0 sampai +80 untuk warna merah dan nilai –a* (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b*: warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b* (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b* (negatif) dari 0

sampai -70 untuk warna biru (Suyatma, 2009 dalam Anonim, 2012f). Diagram

warna L*a*b* dapat dilihat pada Gambar 9. Nilai-nilai pengukuran pada sistem

Hunter bisa dikonversikan ke x, y dan z pada system CIE (Komisi Iluminasi

Internasional) (Anonim, 2012f).

Hue/warna kromatik/rona (merah, hijau dll) merupakan warna dari suatu

benda yang memberikan perbedaan dari suatu warna terhadap warna lainnya.

Chroma (kekuatan) yaitu intensitas warna yang membedakan warna yang kuat

yang diperoleh dari rumus C = . Semakin tinggi nilai chroma menunjukkan semakin kuat intensitas warna yang dihasilkan. Nilai °HUE atau

nilai derajat Hue merupakan atribut yang menunjukkan derajat warna visual yang

terlihat. Pada beras tiruan warna visual yang terlihat adalah warna kuning muda. Nilai °HUE diperoleh melalui perhitungan invers tangen perbandingan nilai b

dengan nilai a (Kusumawati, 2008).

Gambar 9 Diagram warna L*a*b*

Berdasarkan analisis uji warna pada beras tiruan diperoleh bahwa pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tepung Bimo yang

semakin banyak maka nilai chroma pada beras kedelai semakin tinggi yaitu

berkisar antara 17,93-19,33 dan pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai

dengan penambahan tapioka yang semakin banyak maka nilai chroma yang

diperoleh juga semakin tinggi yaitu berkisar antara 14,57-18,24. Hal ini menunjukkan bahwa beras tiruan dengan penambahan tepung Bimo dan tapioka yang lebih banyak akan menghasilkan intensitas warna kuning yang semakin kuat. Pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan

tepung Bimo sebanyak 60 gram memiliki nilai Hue tertinggi yaitu 88,40 dan nilai

Hue terendah diperoleh pada penambahan tepung Bimo sebanyak 40 gram yaitu

-88,04. Sedangkan pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tapioka, pada penambahan tapioka sebanyak 50 gram memiliki nilai

Hue tertinggi yaitu 89,79 dan nilai Hue terendah diperoleh pada penambahan

tapioka sebanyak 70 gram yaitu -87,66. Nilai Hue yang tinggi menunjukkan

dominasi warna kuning semakin meningkat dan nilai Hue yang rendah menunjukkan dominasi warna kuning semakin menurun (Kusumawati, 2008).

Dalam dokumen PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN ARTIFICIA (Halaman 40-44)

Dokumen terkait