• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN ARTIFICIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN ARTIFICIA"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN (

ARTIFICIAL

RICE

) DARI KACANG KEDELAI DAN UBI KAYU SEBAGAI

SALAH SATU DIVERSIFIKASI PROGRAM PANGAN

DI BB-PASCAPANEN BOGOR

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

Oleh:

KES OKTAVIANI B.0810194

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI

FAKULTAS AGRIBISNIS DAN TEKNOLOGI PANGAN

UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR

BOGOR

(2)

PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN (

ARTIFICIAL

RICE

) DARI KACANG KEDELAI DAN UBI KAYU SEBAGAI

SALAH SATU DIVERSIFIKASI PROGRAM PANGAN

DI BB-PASCAPANEN BOGOR

Oleh:

KES OKTAVIANI

B.0810194

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan

Universitas Djuanda Bogor

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI

FAKULTAS AGRIBISNIS DAN TEKNOLOGI PANGAN

UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR

BOGOR

(3)

UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR

FAKULTAS AGRIBISNIS DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN (

ARTIFICIAL

RICE

) DARI KACANG KEDELAI DAN UBI KAYU SEBAGAI

SALAH SATU DIVERSIFIKASI PROGRAM PANGAN

DI BB-PASCAPANEN BOGOR

Oleh:

KES OKTAVIANI B.0810194

Menyetujui:

Bogor, 17 Januari 2012

Sri Rejeki Retna Pertiwi, Ir., M.S. Heny Herawati, STP. MT.

(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktek lapangan

dengan judul “Proses Pengolahan Beras Tiruan (Artificial Rice) dariKacangKedelai dan Ubi Kayu Sebagai Salah SatuDiversifikasi Program

Pangandi BB-Pascapanen Bogor”. Dimana merupakan syarat dalam

menyelesaikan pendidikan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Agribisnis dan

Teknologi Pangan Universitas Djuanda.

Laporan ini disusun berdasarkan kegiatan praktek lapangan yang telah

dilaksanakan pada tanggal 19 Juli 2011 sampai 26 Agustus 2011, yang bertempat

di Balai Besar Penilitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jl. Tentara

Pelajar 12, Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor.

Dalam penyusunan hasil laporan Praktek Lapang ini penulis mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Sri Rejeki Retna Pertiwi, Ir., M.S. selaku dosen pembimbing dari

Universitas Djuanda Bogor yang selalu memberi semangat dan meluangkan

waktu dalam mengevaluasi laporan Praktek Lapang ini.

2. Ibu Heni Herawati, STP. MT.selaku pembimbing dari Balai Besar Penelitian

dan Pengembangan Pascapanen Pertanian yang telah memberi kesempatan

kepada penulis untuk melaksanakan Praktek Lapang.

3. Ibu Citra, Bapak Idris, Bapak Arif, Bapak Tri, Ibu Melly, Ibu Dewi, dan staf

lainnya yang telah membantu dan turut membimbing penulis selama kegiatan

Praktek Lapang ini berlangsung.

4. Seluruh Dosen dan Staf Tata Usaha Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan

yang telah memberikan bantuan dan kerjasama dalam pelaksanaan Praktek

Lapang ini.

5. Mamah, Bapak, dan semua Kakakku, Keponakanku yang tercinta, serta

(5)

dukungan (material, spiritual), motivasi, dan kehangatan keluarga yang selalu

diberikan kepada penulis.

6. Rekan-rekan Mahasiswa Fakultas Agribisnis Dan Teknologi Pangan Angkatan

2008, Hapsah, Arie, Gusti, Nana, Ika, Ijal, Ruddy, Bunga, Putri dan lainnya

yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang senantiasa memberikan

bantuan, dukungan, motivasi, keceriaan, dan penyemangat bagi penulis.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih yang

sebesar-besarnya atas bantuan yang diberikan, semoga Allah SWT.

membalasnya. Amiin.

Harapan penulis semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua dalam

pengembangan ilmu pengetahuan. Penulisan laporan ini juga masih jauh dari

sempurna, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritik dari pembaca

sekalian demi kesempuraannya dimasa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, Januari 2012

(6)

DAFTAR ISI

2.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan …... 4

2.2. Kedudukan, Tugas dan Fungsi ... 5

2.3. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan ... 5

2.4. Struktur Organisasi ... 5

2.5. Tata Kerja ... 6

2.6. Ketenagakerjaan ... 7

III. PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN ... 9

3.1. Bahan Baku ... 9

3.2. Mesin dan Peralatan ... 9

3.3. Proses Pengolahan ... 9

3.4. Prosedur Analisa ... 16

3.5. Hasil Analisis Sifat Fisik dan Kimia Beras Tiruan ... 18

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Formulasi Beras Tiruan ……… 19

2 Hasil Analisis Daya Serap Air, Kadar Air dan Kadar Abu ………... 19

3 Hasil Analisis Sifat Amilogafi ………... 20

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Perebusan ... 11

2 Perendaman ... 11

3 Pencampuran ... 12

4 Proses Granulisasi ... 13

5 Penyangraian ... 13

6 Pengeringan ... 14

7 Pengemasan ... 14

8 Diagram Alir ... 15

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Struktur Organisasi ... 42

2 Produk Beras Tiruan (Artificial Rice) ... 43

3 Produk Beras Tiruan Setelah Dimasak ... 45

4 Laboratorium dan Bangsal di BB-Pascapanen ... 46

(10)

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah Indonesia tengah berupaya agar ketergantungan penduduk

Indonesia terhadap beras dapat dikurangi. Pada Hari Pangan tahun 2000,

pemerintah menetapkan program ketahanan pangan melalui penganekaragaman

pangan (diversifikasi). Banyaknya sumber daya pangan lain selain beras yang

berpotensi, namun kurang dimanfaatkan sebagai makanan pokok yang

memungkinkan diversifikasi pangan dapat diwujudkan.

Program diversifikasi pangan telah dicanangkan sejak 1974. Berbagai

teknologi subsititusi, tepung komposit dan lain-lain telah dihasilkan untuk

mendukung usaha tersebut. Namun sejauh ini belum diperoleh hasil yang

menggembirakan. Hal ini antara lain disebabkan pemerintah terkesan tidak

sungguh-sungguh mendukung usaha pengembangannya karena fakta

menunjukkan bahwa hasil-hasil diversifikasi tersebut tidak dapat dimanfaatkan

langsung oleh masyarakat luas karena terbentur terbatasnya fasilitas dan dukungan

kebijaksanaan. Pengadaan beberapa jenis pangan non beras ternyata tidak

menyebabkan berkurangnya konsumsi beras. Pemikiran terhadap kemungkinan

penyediaan “beras tiruan” (beras buatan) dapat dianggap realistis asalkan secara

teknis dan ekonomi dapat dilakukan walaupun dari segi rasa dan estetika masih

perlu dikaji lebih lanjut.

Oleh karena itu, di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen

Pertanian melakukan salah satu penelitian yaitu membuat produk beras tiruan

dengan dua perlakuan berbeda, yaitu beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai

dengan penambahan tapioka dan kacang kedelai dengan penambahan tepung

kasava Bimo, kemudian dilakukan beberapa analisa. Pembuatan produk beras

tiruan ini merupakan salah satu program dan penerapannya di dunia usaha

konsorsium diversifikasi pangan dari pusat.

Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Begitu pula dengan

bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan umbi-umbian sebagai

sumber energi terus meningkat. Usaha penganekaragaman pangan sangat penting

(11)

pangan pokok saja misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi

berbagai bentuk awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan.

Salah satu bentuk olahannya yaitu beras tiruan (artificial rice) yang terbuat dari

kacang kedelai dan ubi kayu. Hal ini sesuai dengan program pemerintah

khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan pangan, terutama

non-beras (padi) (Warintek, 2011).

Kacang kedelai termasuk dalam family Leguminosa, subfamily Papilionidae,

genus Glycine dan spesies max, sehingga nama latinnya dikenal dengan Glycine

max. Tanaman ini tumbuh baik pada tanah dengan pH 4,5 dan daerah

pertumbuhannya tidak lebih dari 500 m di atas permukaan laut dengan iklim

panas dan curah hujan rata-rata 200 mm/bulan. Umur tanaman ini berbeda-beda

tergantung varietasnya, tetapi pada umumnya berkisar antara 75 sampai 105 hari.

Dilihat dari segi pangan dan gizi, kacang kedelai merupakan sumber protein yang

paling murah di dunia. Berbagai varietas kacang kedelai yang ada di Indonesia

mempunyai kadar protein 30,53 sampai 44 persen, sedangkan kadar lemaknya 7,5

sampai 20,9 persen (Koswara, 1992).

Kacang kedelai juga terkenal dengan nilai gizinya yang kaya dan merupakan

salah satu makanan yang mengandung 8 asam amino yang penting dan dibutuhkan

oleh tubuh manusia. Kacang kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang

mengandung protein tinggi, berkalsium tinggi, dan juga unik karena bebas dari

racun kimia. Kacang kedelai tidak mengandung kolesterol dan lemak jenuh yang

sangat rendah, mempunyai rasio kalori rendah dibandingkan protein dan bertindak

sebagai makanan yang tidak menggemukkan bagi penderita obesitas. Kacang

kedelai juga mengandung kalsium, besi, potassium dan phosphorus serta kaya

akan vitamin B kompleks (Anonim, 2011a).

Indonesia sebagai negara sangat subur memiliki berbagai komoditas tanaman

dapat tumbuh dengan baik dan melimpah, termasuk tanaman ubi kayu. Sebagai

tanaman yang mudah tumbuh, ubi kayu merupakan tanaman yang banyak

dibudidayakan oleh masyarakat. Tanaman ubi kayu tersebar di seantero nusantara

dan produksinya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Singkong atau ubi

kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu sumber karbohidrat lokal

(12)

Tanaman ini merupakan bahan baku yang paling potensial untuk diolah menjadi

tepung. Singkong segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar air

sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak 0,5% dan

kadar abu 1%, karenanya merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan,

namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein (Deptan, 2011a).

Ubi kayu dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang

memerlukan waktu lama, ubi kayu harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang

lebih awet, salah satunya diolah menjadi tapioka dan tepung kasava (Warintek,

2011). Upaya mendayagunakan tepung ubi kayu terus dilakukan mengingat

potensi ubi kayu sebagai pangan nusantara memiliki potensi besar untuk

mendukung ketahanan pangan nasional dan sebagai bahan baku produk olahan

yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Misgiarta, 2010).

1.2 Tujuan

Tujuan umum pelaksanaan praktek lapang ini adalah untuk mengembangkan

pengetahuan, sikap dan kemampuan profesi mahasiswa melalui penerapan ilmu,

latihan kerja dan pengamatan teknik-teknik yang diterapkan di lapangan dalam

bidang keahlian teknologi pangan dan gizi. Sedangkan tujuan khususnya adalah

untuk mempelajari dan terlibat langsung dalam proses pembuatan beras tiruan dari

kacang kedelai dan ubi kayu di Balai Besar Pengembangan dan Penelitian

(13)

II

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Pada bulan Oktober 2000, muncul gagasan yang dikemukakan oleh Menteri

Pertanian saat itu yaitu Bapak Bungaran Sarangih bahwa sudah saatnya

Departemen Pertanian memiliki institusi penelitian yang menangani bidang

pascapanen untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Gagasan tersebut

kemudian bergulir dan ditindaklanjut oleh pucuk pimpinan Badan Litbang

Pertanian.

Berdasarkan keinginan yang kuat untuk mendukung pembangunan sistem

dan usaha agribisnis yang berdaya saing, maka Badan Litbang Pertanian

membentuk Pokja Pascapanen melalui Surat Penugasan Kepala Badan Litbang

Pertanian No. Kp.440.010101.39, tanggal 23 Januari 2001 dengan menyiapkan

berdirinya institusi Litbang Pascapanen. Pentingnya Litbang Pascapanen

sebenarnya sudah didambakan sejak lama dan pernah lahit dalam bentuk Proyek

Penelitian Pascapanen Pertanian pada tahun 1985-1990.

Dalam setahun kegiatan Pokja, lahir Balai Penelitian Pascapanen Pertanian

(Balitpasca) dengan dasar hukum Kepmen No. 76/Kpts/T.210/1/2002 tanggal 29

Januari 2002, sebagai institusi eselon III, dan berdomisili di Jakarta, tepatnya di Jl.

Ragunan 29A, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tugas pokok yang dibebankan

kepada Balitpasca adalah melaksanakan kegiatan penelitian bidang pascapanen

pertanian. Balitpasca didukung oleh para peneliti dan tenaga administrasi yang

berasal dari beberapa institute lingkup Badan Litbang Pertanian.

Peningkatan eselon diperoleh Balitpasca di penghujung tahun 2003, dengan

ditetapkannya menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen

Pertanian (BB-Pascapanen) melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No.

623/Kpts/OT.140/12/2003 tanggal 30 Desember 2003. BB-Pascapanen memiliki

tugas pokok melaksanakan serta merumuskan program penelitian dan

(14)

2.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian yang

selanjutnya disebut BB-Pascapanen adalah unit pelaksana teknis di bidang

penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. BB-Pascapanen dipimpin oleh seorang Kepala.

BB-Pascapanen mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan

pengembangan teknologi pascapanen pertanian yaitu menyelenggarakan fungsi:

1. Penyusunan program dan evaluasi penelitian dan pascapanen pertanian;

2. Pelaksanaan penelitian identifikasi dan karakteristisasi sifat fungsional dan

mutu hasil pertanian;

3. Pelaksanaan penelitian pengolahan hasil, perbaikan mutu pemanfaatan limbah

dan pengembangan produk baru;

4. Pelaksanaan pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan hasil pertanian;

5. Pelaksanaan pengembangan sistem informasi teknologi pascapanen pertanian;

6. Pelaksanaan pengembangan komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis

bidang pascapanen pertanian;

7. Pelaksanaan kerjasama dan pendayagunaan hasil penelitian pascapanen

pertanian;

8. Pengelolaan tata usaha dan rumah tangga BB-Pascapanen.

2.3 Lokasi dan Tata Letak Perusahaan

Pelaksanaan praktek lapang ini bertempat di Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pascapanen Pertanian Laboratorium Pengujian. Jl. Tentara Pelajar

No.12A, Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor 1611.

2.4 Struktur Organisasi

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 632 tahun 2003, struktur

organisasi BB-Pascapanen (Lampiran 1) terdiri dari:

a) Bagian Tata Usaha:

(1) Subbagian Kepegawaian mempunyai tugas melakukan urusan

(15)

(2) Subbagian Perlengkapan mempunyai tugas melakukan urusan

perlengkapan.

(3) Subbagian Rumah Tangga dan Keuangan mempunyai tugas melakukan

urusan surat menyurat, kearsipan, rumah tangga dan keuangan.

b) Bidang Program dan Evaluasi:

(1) Seksi Program mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pengolahan,

dan analisis data, penyiapan bahan penyusunan program, rencana kerja,

serta anggaran penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian.

(2) Seksi Evaluasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi dan

laporan kegiatan dan hasil penelitian dan pengembangan pascapanen

pertanian.

c) Bidang Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian:

(1) Seksi Kerjasama Penelitian mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan

kerjasama penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian, dan sistem

informasi pertanian;

(2) Seksi Pendayagunaan Hasil Penelitian mempunyai tugas melakukan

penyiapan bahan promosi, ekspose, diseminasi, komersialisasi,

dokumentasi, dan publikasi hasil penelitian pascapanen pertanian.

d) Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari, jabatan fungsional Peneliti, Teknisi

dan jabatan fungsional lain yang terbagi dalam berbagai kelompok jabatan

fungsional berdasarkan bidang keahliannya. Masing-masing kelompok jabatan

fungsional dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang

ditetapkan oleh Kepala. Jumlah tenaga fungsional ditentukan berdasarkan

kebutuhan dan beban kerja.

2.5 Tata Kerja

Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala, Kepala Bagian, Kepala Bidang,

Kepala Subbagian, Kepala Seksi, dan Kelompok Jabatan Fungsional diwajibkan

menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik di lingkungan

satuan organisasi BB-Pascapanen maupun dengan instansi lain sesuai dengan

(16)

1. Setiap pimpinan satuan organisasi diwajibkan mengawasi pelaksanaan tugas

bawahannya masing-masing dan bila terjadi penyimpangan agar mengambil

langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

2. Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BB-Pascapanen bertanggung

jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya masing-masing, dan

memberikan bimbingan, serta petunjuk pelaksanaan tugas bawahannya.

3. Setiap pimpinan satuan organisasi dan Kelompok Jabatan Fungsional di

lingkungan BB-Pascapanen diwajibkan mengikuti dan mematuhi petunjuk,

dan bertanggung jawab kepada atasan masing-masing.

4. Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan satuan organisasi harus diolah dan

dipergunakan sebagaimana bahan penyusunan laporan lebih lanjut, dan untuk

memberi petunjuk kepada bawahan.

5. Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BB-Pascapanen wajib

menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala, baik berkala

atau sewaktu-waktu.

6. Dalam menyampaikan laporan masing-masing kepada atasan, tembusan

laporan wajib disampaikan kepada satuan organisasi lain yang secara

fungsional mempunyai hubungan kerja.

7. Dalam melaksanakan tugasnya, setiap pimpinan satuan organisasi dibantu oleh

Kepala Satuan Organisasi di bawahnya, dan dalam rangka pemberian

bimbingan kepada bawahan, wajib mengadakan rapat berkala.

2.6 Ketenagakerjaan

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, BB-Pascapanen didukung

oleh Sumber Daya Manusia (SDM) sebanyak 149 tenaga kerja yang terdiri dari 62

orang tenaga peneliti (52 orang mempunyai jabatan fungsional dan 10 orang

peneliti non kelas), 23 orang tenaga teknisi (10 orang mempunyai jabatan

fungsional teknisi atau litkayasa dan 13 orang teknisi non kelas), 1 orang arsiparis,

dan 63 orang tenaga administrasi. Berdasarkan strata pendidikan tertinggi terdapat

8 orang S3, 32 orang S2, 33 orang S1, 10 orang S0, 59 orang setingkat SLTA, 5

(17)

BB-Pascapanen terdiri dari 42 orang (66-74%) yang usianya dibawah 50 tahun dan 20

orang (32-26%) usia berkisar 51-65 tahun.

Waktu bekerja di BB-Pascapanen berkisar 8 jam sehari selama 5 hari kerja

dalam 1 minggu. Setiap karyawan harus memiliki waktu lebih 25 jam selama 1

bulan. Jam kerja karyawan mulai dari pukul 07.30-16.30. Jika pekerjaan banyak

atau belum selesai jam pulang ditambah tergantung dari selesainya pekerjaan.

Begitu pula pada hari Sabtu dan Minggu, jika masih ada kerjaan yang tidak dapat

ditunda maka karyawan masuk kerja.

BB-Pascapanen berada di bawah naungan Departemen Pertanian, sehingga

sistem pemberian gaji di BB-Pascapanen berdasarkan atas golongan Pegawai

Negeri Sipil (PNS) dan masa kerja karyawan, untuk karyawan honorer gaji yang

diterima berdasarkan kebijakan instansi. Gaji karyawan diberikan pada akhir

bulan yang sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja berdasarkan golongan. Ketika

masa bekerja telah berakhir, karyawan mendapatkan TASPEN (Tabungan

(18)

III

PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN

3.1 Bahan Baku

Pada proses pembuatan beras tiruan, bahan baku yang digunakan adalah

kacang kedelai, tapioka dan tepung kasava Bimo. Bahan baku kacang kedelai

yang digunakan di BB-Pascapanen adalah jenis kacang kedelai putih yang

diperoleh dengan cara membeli di supermarket “Super Indo”.

Tapioka yang digunakan pada pembuatan produk ini bermerek “Alini”,

diperoleh dengan cara membeli di pasar Anyar, sedangkan tepung kasava Bimo

yang digunakan bermerek “Tepung Bimoka”, diperoleh dengan cara membeli di koperasi BB-Pascapanen.

Pada proses pembuatan beras tiruan ini, bahan tambahan yang digunakan

adalah air. Air yang digunakan di BB-Pascapanen bersumber dari PDAM

PEMDA Bogor. Dalam pembutan beras tiruan air digunakan dalam proses

,pencucian, perebusan, penggilingan dan perendaman kacang kedelai. Selain itu,

air juga disemprotkan pada proses pembentukan butiran beras.

3.2 Mesin dan Peralatan

Pada proses pengolahan produk alat yang digunakan adalah blender, baskom,

kain saring, panci, pengayak, semprotan air, penggorengan, dan nampan/loyang.

Sedangkan alat yang digunakan untuk keperluan analisis antara lain yaitu, cawan

porselen, oven, gelas, sudip, timbangan, alat penjepit, tanur, desikator, botol gelas

ukuran 500 ml, chromameter, dan brabender. Hal tersebut diperlukan sebagai

penunjang kegiatan pembuatan produk dan analisa.

3.3 Proses Pengolahan

Proses pengolahan beras tiruan meliputi persiapan bahan, perendaman kacang

kedelai, perebusan, penggilingan atau pembuatan bubur kacang kedelai,

(19)

3.3.1 Persiapan Bahan

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan beras tiruan yaitu

kacang kedelai, tapioka dan tepung kasava Bimo disiapkan. Kemudian kacang

kedelai disortasi dari benda asing dan kacang yang cacat. Setelah itu dilakukan

penimbangan masing-masing bahan. Beras tiruan yang dibuat terdiri dari dua jenis

yaitu dari kacang kedelai dengan penambahan tapioka dan kacang kedelai dengan

penambahan tepung Bimo. Pada setiap jenis beras tiruan dilakukan

masing-masing empat perlakuan. Formulasi beras tiruan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Formulasi beras tiruan

Formulasi Kacang Kedelai Tepung Kasava Bimo Tapioka

A1 100 gram 40 gram -

A2 100 gram 50 gram -

A3 100 gram 60 gram -

A4 100 gram 70 gram -

B1 100 gram - 40 gram

B2 100 gram - 50 gram

B3 100 gram - 60 gram

B4 100 gram - 70 gram

Kacang kedelai dimasukkan ke dalam 8 baskom kecil masing-masing

sebanyak 100 gram. Tapioka dan tepung kasava Bimo ditimbang sesuai dengan

masing-masing perlakuan, kemudian disimpan dalam wadah yang berbeda.

3.3.2 Perebusan

Pada kacang kedelai dilakukan proses perebusan sebanyak dua kali. Pada

perebusan pertama dilakukan setelah kacang kedelai disortir dan ditimbang,

sedangkan perebusan kedua dilakukan setelah proses perendaman selama satu

malam. Kacang kedelai pada masing-masing wadah direbus secara bergantian.

(20)

Gambar 1 Perebusan.

3.3.3 Perendaman

Setelah mendidih kacang kedelai diangkat kemudian didiamkan selama 1

malam dalam air rebusan. Kemudian kacang kedelai dikupas atau dipisahkan

kacang dengan kulitnya dan dicuci. Proses perendaman kacang kedelai terdapat

pada Gambar 2.

Gambar 2 Perendaman.

3.3.4 Penggilingan atau Pembuatan Bubur Kacang Kedelai

Kacang kedelai yang telah bersih direbus kembali, kemudian dihaluskan

menggunakan blender selama 30 detik dengan ditambahkan air ±200ml sampai

menutup permukaan kacang kedelai. Setelah itu, kacang yang sudah dihaluskan

(21)

saring. Campuran kacang kedelai dan air kemudian digiling bersama, sehingga

menjadi bubur kedelai atau slurry. Kacang kedelai halus yang sudah diperas

digunakan sebagai bahan baku beras tiruan.

3.3.5 Pencampuran dan Granulasi

Bagian padatan yang sudah diperas disimpan ke dalam masing-masing

wadah, tepung kasava Bimo yang sudah ditimbang ditambahkan ke dalam empat

baskom yang berisi kacang kedelai halus, sedangkan empat baskom lainnya

ditambahkan tapioka. Pencampuran dilakukan menggunakan tangan, diaduk

hingga merata. Pencampuran dalam pembuatan beras tiruan termasuk jenis

campuran semi basah. Proses pencampuran terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pencampuran.

Setelah dilakukan proses pencampuran, bahan-bahan yang sudah tercampur

merata, kemudian dilakukan proses granulasi atau proses pembentukan seperti

butiran-butiran bulat. Alat yang digunakan pada proses ini adalah alat saringan

yang terdapat lubang-lubang kecil atau biasa disebut ayakan. Adonan ditekan dari

atas ayakan dan bagian bawah disiapkan baskom plastik yang agak lebar. Adonan

dicetak sedikit demi sedikit kemudian baskom diputar-putar agar terbentuk butiran

bulat kecil. Pada saat baskom diputar dapat dilakukan sedikit penyemprotan air

agar adonan mudah terbentuk secara merata seperti butiran-butiran kecil yang

(22)

(a) (b)

Gambar 4 Proses Granulasi, a (Pencetakan), b (Penyemprotan Air).

3.3.6 Penyangraian

Penyangraian dilakukan setelah proses pembentukan butiran, dengan cara

butiran tersebut sedikit demi sedikit dilakukan penyangraian di atas wajan, diaduk

secara perlahan sampai butiran berwarna kuning muda. Proses penyangraian

terdapat pada Gambar 5.

Gambar 5 Penyangraian.

3.3.7 Pengeringan

Butiran beras yang sudah dipanaskan kemudian disimpan di atas loyang

kotak alumunium berukuran 50 x 50 x 3cm dan 25x20x2cm, kemudiandilakukan

(23)

pengeringan 2-3 hari tergantung cuaca dan udara di daerah BB-Pascapanen.

Proses pengeringan terdapat pada Gambar 6.

Gambar 6 Pengeringan.

3.3.8 Pengemasan

Beras tiruan yang sudah kering yang sudah dijemur selama ±2-3 hari

dikemas. Kemasan yang digunakan adalah plastik bening berukuran 12x30cm.

Proses pengemasan pada beras tiruan terdapat pada Gambar 7.

(a) (b)

Gambar 7 Proses Pengemasan, (a) Beras tiruan yang siap dikemas,

(24)

Gambar 8 Diagram Alir Pengolahan Beras Tiruan di BB-Pascapanen. 100gram Kacang kedelai

Ampas kacang kedelai

(25)

3.4 Prosedur Analisis

Analisis dilakukan setelah pembuatan beras tiruan. Analisis yang dilakukan

adalah daya serap air, kadar air, kadar abu, penentuan suhu gelatinisasi dan

viskositas dengan metode amilografi, dan uji warna.

3.4.1 Daya Serap Air

Sejumlah sampel ditimbang beratnya kemudian dicelupkan ke dalam air

hangat selama 2 menit, diangkat dan ditiriskan. Sampel tersebut kemudian

ditimbang kembali.

Daya serap air ditentukan dengan persamaan :

Keterangan: A = berat contoh sebelum dicelupkan

B = berat contoh setelah dicelup

3.4.2 Kadar Air (AOAC, 2006)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan

dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak

± 2 g dalam cawan (B). Cawan beserta isi dikeringkan dalam oven 100ºC selama

6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang.

Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan (C).

Perhitungan :

3.4.3 Kadar Abu (AOAC,2006)

Disiapkan cawan untuk melakukan pengabuan, kemudian dikeringkan dalam

oven selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A).

Sampel ditimbang sebanyak ± 3 g dalam cawan (B), kemudian dibakar dalam

ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya dilakukan

(26)

terbentuk abu berwarna putih atau memiliki berat yang tetap. Abu beserta cawan

didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (C).

Perhitungan :

3.4.4 Penentuan suhu gelatinisasi dan viskositas, metode amilografi

Sampel sebanyak 45 g dimasukkan ke dalam botol gelas ukuran 500 ml air

kemudian ditambah dengan 400 ml aquades, diaduk selama 5 menit dengan

pengaduk, kemudian dipindahkan ke dalam mangkuk amilograf yang sebelumnya

telah dipasang pada alat. Botol gelas dan pengaduk dicuci dengan 50 ml aquades,

lalu air bilasan dituangkan ke dalam mangkuk amilograf.

Mangkuk amilograf yang berisi sampel diputar pada kecepatan 75 rpm,

sambil suhu dinaikkan mulai dari 30ºC sampai 90ºC dengan kenaikan 1.5ºC per

menit, lalu diturunkan sampai suhu 50ºC dengan laju penurunan yang sama.

Perubahan viskositas pasta dicatat secara otomatis pada kertas grafik dalam satuan

Brabender Unit (BU).

Grafik (amilogram) yang diperoleh dapat diinterpretasikan menjadi 3

parameter, yaitu :

1) Suhu awal gelatinisasi, yaitu suhu pada saat kurva mulai menaik.

2) Suhu puncak gelatinisasi, yaitu suhu pada puncak maksimum viskositas yang

dicapai. Suhu ditentukan berdasarkan perhitungan berikut :

3) Viskositas maksimum pada puncak dalam Brabender Unit (BU).

Kadar Abu (% bb) = x100%

B A C

Suhu awal gelatinisasi = suhu awal + (waktu dalam menit x 1.5)

(27)

3.4.5 Uji Warna

Analisis warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter Minolta. Uji

warna dilakukan dengan sistem warna Hunter L*, a*, b*. Chromameter terlebih

dahulu dikalibrasi dengan standar warna putih yang terdapat pada alat tersebut.

Disiapkan sampel yang masing-masing dibungkus dengan jenis plastik

bening yang sama. Alat yang digunakan untuk analisis warna adalah

Chromameter. Setelah alat sudah siap digunakan, alat tembak yang terdapat sinar

ditempelkan ke beberapa bagian plastik bening yang berisi beras tiruan sebanyak

5 kali pada bagian yang berbeda. Kertas hasil perhitungan akan keluar dari alat

tersebut kemudian untuk diolah datanya.

3.5 Hasil Analisis Sifat Kimia dan Fisik Beras Tiruan

Analisis sifat kimia yang dilakukan pada beras tiruan adalah uji kadar air dan

kadar abu. Sedangkan analisis sifat fisik yang dilakukan adalah daya serap air,

sifat amilograf dan uji warna. Hasil analisis sifat kimia dan fisik beras tiruan dapat

(28)

1 A1 (100g Kacang kedelai +40g Tepung kasava Bimo) 235 9.145 1.888

2 A2 (100g Kacang kedelai +50g Tepung kasava Bimo) 261 8.527 1.356

3 A3 (100g Kacang kedelai +60g Tepung kasava Bimo) 254 9.234 1.404

4 A4 (100g Kacang kedelai +70g Tepung kasava Bimo) 167 8.583 1.275

5 B1 (100g Kacang kedelai +40g Tapioka) 150 8.721 1.627

6 B2 (100g Kacang kedelai +50g Tapioka) 212 8.106 1.191

7 B3 (100g Kacang kedelai +60g Tapioka) 115 9.162 1.439

8 B4 (100g Kacang kedelai +70g Tapioka) 154 9.444 1.456

Tabel 2 Hasil Analisis Daya Serap Air, Kadar Air dan Kadar Abu

No Perlakuan Daya Serap

Air (%)

Kadar Air (%bb)

(29)

Tabel 3 Hasil Analisis Sifat Amilogaf

B2 (100g Kacang kedelai + 50g Tapioka)

B3 (100g Kacang kedelai + 60g Tapioka)

B4 (100g Kacang kedelai + 70g Tapioka)

A1 (100g Kacang kedelai + 40g Tepung kasava Bimo)

A2 (100g Kacang kedelai + 50g Tepung kasava Bimo)

A3 (100g Kacang kedelai + 60g Tepung kasava Bimo)

A4 (100g Kacang kedelai + 70g Tepung kasava Bimo)

B1(100g Kacang kedelai + 40g Tapioka)

(30)

No Perlakuan L a b C b/a Hue

81.6 -0.626 17.928 17.9389 -28.639 -88.045

78.36 -0.41 22.12 68.04 -0.08 17.01 76.51 -0.39 19.36 73.71 -0.04 17.23 70.95 0.01 17.09

73.514 -0.182 18.562 18.5629 -101.99 -89.484

76.17 0.3 19.84 74.41 0.61 20.45 74.46 0.61 18.16 72.55 0.57 16.03 70.52 0.54 17.34

73.622 0.526 18.364 18.3715 34.9126 88.4041

75.34 -0.61 21.58 75.3 -0.64 20.38 68.63 -0.06 18.44 77.98 -0.7 18.75 64.4 -0.23 17.52

72.33 -0.448 19.334 19.3392 -43.156 -88.718

59.49 0.19 14.59 63.49 0.24 14.27 61.09 -0.37 17.12 75.79 -0.32 17.49 56.71 0.74 9.4

63.314 0.096 14.574 14.5743 151.813 89.6681

72.62 0.02 17.91 64.98 0.64 13.69 74.13 0.17 18.72 80.89 -0.59 18.01 73.75 0.14 17.71

73.274 0.076 17.208 17.2082 226.421 89.7925

77.37 -0.05 16.09 72.36 0.18 14.52 80.57 -0.5 16.4 56.49 1.11 12.23 62.53 0.28 13.96

69.864 0.204 14.64 14.6414 71.7647 89.2469

70.44 -0.78 19.46 75.91 -0.81 19.91 74.37 -0.83 18.02 69.85 -0.76 17.13 64.87 -0.61 16.63 Tabel 4 Hasil Analisis Uji Warna

A1 (100g Kacang kedelai +40g Tepung kasava Bimo)

A2 (100g Kacang kedelai + 50g Tepung kasava Bimo)

A3 (100g Kacang kedelai + 60g Tepung kasava Bimo)

A4 (100g Kacang kedelai + 70g Tepung kasava Bimo)

(31)

IV

PEMBAHASAN

Beras tiruan yang dibuat oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Pascapanen Pertanian merupakan salah satu program dan penerapannya di dunia

usaha konsorsium diversifikasi pangan dari pusat. Beras tiruan ini terdiri dari dua

jenis bahan baku yang berbeda. Ada yang terbuat dari kacang kedelai dengan

penambahan tapioka dan kacang kedelai dengan penambahan tepung kasava

Bimo.

4.1. Bahan Baku 4.1.1 Kacang Kedelai

Kacang kedelai digunakan sebagai bahan baku beras tiruan karena

merupakan sumber protein nabati. Diantara jenis kacang-kacangan, kedelai

merupakan sumber protein yang paling baik. Disamping itu, kedelai juga dapat

digunakan sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan serat. Kacang kedelai

mengandung protein yang cukup tinggi, lemak pada kacang kedelai sebagian

besar terdiri dari asam lemak tak jenuh (85%) dan sisanya berupa asam lemak

jenuh. Kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi pada kacang kedelai akan

terpengaruh terhadap bau langu. Bau tersebut disebabkan karena adanya aktivitas

enzim lipoksigenase dan enzim tersebut dapat diinaktifkan dengan beberapa cara,

diantaranya adalah dengan pemanasan atau perendaman.

Beberapa mineral yang terdapat pada kacang kedelai antara lain Fe, Na, K,

Ca, P, Mg, S, Cu, Zn, Co, Mn, dan Cl. Diantara mineral-mineral tersebut yang

terpenting adalah Fe karena selain jumlahnya cukup tinggi yaitu sekitar 0,9-1,5%

juga terdapat dalam bentuk yang langsung dapat digunakan untuk pembentukan

hemoglobin darah (Suliantari dan Rahayu, 1990; Koswara, 1992).

Kacang kedelai yang digunakan adalah jenis kacang kedelai putih “Glycine

max“ yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau. G. max

merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang selatan

(Wikipedia, 2011a). Pada pembuatan beras tiruan ini bahan baku yang digunakan

(32)

gizinya sesungguhnya masih cukup tinggi untuk dapat dimanfaatkan manusia

(Wikipedia, 2011b).

4.1.2 Tapioka

Tapioka adalah tepung pati ubi kayu yang kaya akan karbohidrat. Selain itu,

tapioka tidak mengandung gluten, sehingga aman bagi yang alergi. Tapioka sering

disebut sebagai tepung. Walaupun sama-sama berasal dari singkong,

sesungguhnya tapioka sangat berbeda dengan tepung singkong.

Bahan pangan ini merupakan pati yang diekstrak dengan air dari umbi

singkong (ketela pohon). Setelah disaring, bagian cairan dipisahkan dengan

ampasnya. Cairan hasil saringan kemudian diendapkan. Bagian yang mengendap

tersebut selanjutnya dikeringkan dan digiling hingga diperoleh butiran-butiran pati

halus berwarna putih yang disebut tapioka. Nilai energi dan karbohidrat tapioka

tidak kalah dari nasi atau olahan tepung terigu (Anonim, 2011b).

Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan,

antara lain sebagai bahan pembantu. Dibandingkan dengan tepung jagung,

kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik

sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu

pewarna putih (Warintek, 2011).

4.1.3 Tepung Kasava Bimo

Badan Litbang Pertanian melalui Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Pasca Panen Pertanian (BB-Pascapanen) mendukung program Kemandirian

Tepung Nasional dan Percepatan Produksi Tepung Cassava Fermentasi dan

Deklarasi Kemandirian Tepung Nasional yang dicanangkan Mentan Suswono

dengan menghasilkan teknologi pembuatan tepung kasava termodifikasi.

Teknologi yang mempergunakan cara fermentasi biologis untuk memperbaiki

sifat tepung singkong tersebut diberi nama Tepung Kasava BIMO (BIologically

MOdified).

Proses pembuatan tepung kasava BIMO adalah ubi kayu dikupas, dicuci,

(33)

Fermentasi mempergunakan starter BIMO-CF dengan dosis satu kg/ton sawut

singkong ke dalam 1 m3 air dengan lama fermentasi 12 jam (Deptan, 2011b).

Selain dapat memperbaiki derajat putih tepung hingga menjadi 86,4, sifat

amilograf tepung kasava Bimo menghasilkan viskositas puncak 1130 BU lebih

tinggi dibanding tepung kasava non fermentasi (700 BU) dan tepung terigu (130

BU) yang berarti produk olahan yang dihasilkan lebih mengembang menggunakan

tepung kasava termodifikasi dibanding tepung kasava non fermentasi, selain itu

dapat mengurangi aroma kasava secara signifikan, serta menghaluskan tekstur

tepung (Deptan, 2011c).

4.1.4 Air

Air merupakan komponen penting dalam pengolahan bahan pangan, salah

satunya dalam pembuatan beras kedelai karena air dapat mempengaruhi

penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Selain merupakan bagian dari suatu

bahan pangan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut dan

alat-alat yang akan digunakan dalam pengolahannya (Winarno, 2008).

4.2. Proses Pengolahan 4.2.1 Persiapan Bahan

Pada awal proses pengolahan bahan-bahan yang akan digunakan disiapkan.

Pada kacang kedelai dilakukan penyortiran dari benda asing dan kedelai yang

sudah rusak. Penyortiran biji kedelai dilakukan agar memperoleh produk beras

tiruan yang memiliki kualitas atau mutu yang baik dan untuk menghindari

kerusakan alat penggilingan karena adanya batu (Santoso, 1993; Muchtadi, 2009).

Setelah itu, kacang kedelai dan bahan lain seperti tapioka dan tepung kasava Bimo

ditimbang.

4.2.2 Perebusan dan Perendaman

Kacang kedelai yang sudah ditimbang kemudian dilakukan perebusan

pertama. Kacang kedelai rebusan tersebut dibiarkan terendam semalam.

Perebusan dilakukan untuk melunakkan kacang kedelai dan menghilangkan

(34)

off-flavor yang dapat menghambat kerja enzim tripsin di dalam tubuh. Senyawa ini

secara alami banyak terdapat dalam kacang-kacangan terutama kacang kedelai.

Faktor anti gizi ini menyebabkan pertumbuhan tidak normal dan pembekakan

pankreas (hipertrofi) pada tikus percobaan yang diberi ransum kedelai mentah.

Terhambatnya pertumbuhan tersebut disebabkan antitripsin yang menghambat

bekerjanya enzim tripsin yang dihasilkan pankreas sehingga protein makanan

tidak dapat diuraikan (dicerna) oleh enzim. Dengan demikian tidak terbentuk

asam-asam amino yang diperlukan untuk pembentukan (sintesis) jaringan tubuh

(Koswara, 1992).

Secara biologis jumlah enzim tripsin yang disekresi oleh pankreas tergantung

jumlah enzim tripsin bebas yang terdapat di dalam usus. Apabila konsentrasi

tripsin dalam usus menurun sampai batas tertentu, maka pankreas akan

memproduksi lebih banyak enzim dan sebaliknya apabila konsentrasi enzim

tripsin dalam usus normal kembali, maka sekresi enzim tripsin akan dihambat.

Adanya antitripsin dalam makanan (misalnya kacang kedelai mentah)

menyebabkan penurunan jumlah tripsin bebas dalam usus. Keadaan ini

menyebabkan pankreas memproduksi enzim tripsin lebih banyak (untuk menjaga

agar jumlahnya mencukupi). Oleh karena itu, pankreas akan bekerja hiperaktif

sehingga dapat menyebabkan pembekakan (hipertofi) pankreas (Koswara, 1992).

Selain dilakukan perebusan, aktifitas antitripsin dalam kacang kedelai dapat

dihilangkan dengan cara perendaman. Dengan dilakukannya perendaman dapat

menimbulkan suasana asam yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan

mikroba-mikroba yang tidak diinginkan, terjadi pembuangan atau penyingkiran

senyawa yang pahit dan berbau tengik yang berbeda dalam biji kedelai mentah

(Suliantari dan Rahayu, 1990; Koswara, 1992). Perendaman juga dapat

mempermudah pengupasan kulit kedelai. Biji-bijian yang keropos biasanya

mengapung dan harus disingkirkan. Air perendamannya dibuang, kemudian

kacang kedelai dibilas sampai bersih (Winarno, 2002).

Perendaman kacang kedelai sebaiknya tidak terlalu lama karena dapat

menyebabkan penurunan kandungan gizinya. Hasil penelitian Lo et al., (1970)

mengungkapkan bahwa perendaman selama 24 jam dan 76 jam berturut-turut

(35)

semula. Perendaman kedelai cukup dilakukan selama 6-8 jam sehingga kadar air

menjadi 40-60 persen atau berat kedelai menjadi sekitar dua kali berat semula

(Koswara, 1992).

4.2.3 Pengupasan Kulit Kacang Kedelai

Pengupasan kulit dilakukan setelah perendaman semalam. Disamping rasa

langu, faktor penyebab off-flavor yang lain dalam kedelai adalah rasa pahit yang

disebabkan oleh adanya senyawa glikosida, salah satunya adalah Saponin A. Pada

kacang kedelai senyawa ini memiliki intensitas rasa pahit yang lebih tinggi

dibandingkan saponin B. Dalam biji kedelai sekitar 27 persen saponin A terdapat

pada kulitnya, sehingga pengupasan kedelai juga akan mengurangi sekitar 1/3 rasa

pahitnya (Koswara, 1992).

4.2.4 Penggilingan Dalam Pembuatan Bubur Kacang Kedelai

Sebelum penggilingan kacang kedelai yang sudah direndam semalam

sebaiknya dicuci kembali untuk menghilangkan atau mengurangi jumlah bakteri

yang tumbuh selama perendaman. Penggilingan atau penghancuran bertujuan

untuk mengurangi ukuran bahan padat dengan kerja mekanis, yaitu membaginya

menjadi partikel-partikel lebih kecil. Di dalam proses penggilingan, ukuran bahan

diperkecil dengan mengoyakkannya. Mekanisme pengoyakan ini belum

dimengerti dengan jelas akan tetapi, di dalam proses bahan ditekan oleh gaya

mekanis dari mesin penggiling. Penekanan awal masuk ke tengah bahan sebagai

energi desakan. Waktu berpengaruh dalam proses penyobekan, terlihat bahwa

bahan akan lebih halus apabila penggilingan berlangsung cukup lama (Early,

1969; Muchtadi, 2009).

4.2.5 Penyaringan

Slurry atau bubur kacang kedelai yang sudah diperoleh dituangkan ke dalam

saringan dari kain putih, yang kemudian diperas dengan tangan. Bagian padatan

yang tidak dapat melewati saringan kain tersebut digunakan sebagai salah satu

bahan baku pembuatan beras tiruan. Bagian ini disebut ampas yang sebagian besar

(36)

4.2.6 Pencampuran

Pencampuran dimaksudkan untuk membuat suatu bentuk yang utuh (berupa

campuran) dari beberapa bahan, artinya bahan-bahan tersebut saling menyebar

secara acak dan merata. Campuran yang rata dinamakan campuran homogen.

Campuran semi basah adalah kombinasi dari beberapa bahan dasar dan bahan

tambahan yang menyebar secara acak membentuk suatu campuran rata. Bahan

yang dicampur berupa cair-padat. Proses pencampuran dapat dilakukan dengan

cara pengadukan (Anonim, 2011c).

4.2.7 Granulasi atau Pembentukan Butiran Beras

Granulasi adalah suatu proses dimana partikel-parikel serbuk dibuat

mempunyai daya lekat untuk membentuk pertikel-partikel lebih besar yang

disebut dengan granul-granul. Granulasi pada pembuatan beras tiruan termasuk

jenis granulasi basah, dalam proses ini serbuk adonan butuh dicampur dengan

suatu pelarut yang mudah menguap agar dapat dibebaskan dengan pengeringan

dan tidak beracun. Tipe pelarut yang biasa digunakan yaitu air (Anonim, 2011d).

4.2.8 Penyangraian

Butiran-butiran yang sudah terbentuk kemudian dilakukan pemanasan,

dengan cara butiran tersebut sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam wajan,

kemudian dipanaskan sampai butiran berwarna kuning muda. Pada saat

penyangraian harus tetap diaduk dengan hati-hati agar bentuk butiran beras tidak

rusak dan dilakukan sedikit demi sedikit agar menjaga butiran tidak rusak dan

tidak saling menempel.

Penyangraian merupakan proses pindah panas, tujuannya yaitu membentuk

aroma, membentuk cita rasa dan membentuk tekstur. Pada proses penyangraian

terjadi inaktivasi enzim, mikroba dan senyawa-senyawa lain seperti antitripsin

(Estiasih dan Ahmadi, 2011).

4.2.9 Pengeringan

Pengeringan merupakan suatu proses pengeluaran air yang terkandung dalam

(37)

Pada pembuatan beras tiruan ini menggunakan jenis pengeringan alami yaitu

pengeringan dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber panas. Teknik

pengeringan dilakukan secara langsung di bawah sinar matahari. Peranan udara

dan cuaca dalam pengeringan dengan sinar matahari sangat penting artinya,

terutama sebagai transfer panas, penampung uap air, kapasitas pengeringan,

tekanan udara dan laju pengeringan. Keuntungan dari teknik pengeringan tersebut

adalah tidak memerlukan peralatan khusus dan biaya yang relatif murah. Namun,

paparan terhadap cahaya matahari dan panas dapat menyebabkan penurunan nilai

gizi, masalah lainnya adalah sering terjadi kontaminasi selama penjemuran yaitu

berupa debu, kotoran atau serangga (Priyanto, 1988; Estiasih dan Ahmadi, 2011).

Dalam pengeringan pangan umumnya diinginkan kecepatan pengeringan

yang maksimum. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan menurut

Estiasih dan Ahmadi (2011), yaitu:

1) Luas permukaan

Luas permukaan yang tinggi atau ukuran bahan yang semakin kecil

menyebabkan permukaan yang dapat kontak dengan medium pemanas

menjadi lebih banyak, air lebih mudah berdifusi atau menguap dari bahan

pangan sehingga kecepatan penguapan lebih cepat dan bahan lebih cepat

kering. Ukuran yang kecil menyebabkan penurunan jarak yang harus

ditempuh oleh panas. Panas akan bergerak menuju pusat bahan pangan yang

dikeringkan, demikian juga jarak pergerakan air dari pusat bahan ke

permukaan bahan menjadi lebih pendek.

2) Suhu

Semakin tinggi suhu udara, semakin banyak uap air yang dapat ditampung

oleh udara tersebut sebelum terjadi kejenuhan. Dapat disimpulkan bahwa

udara bersuhu tinggi lebih cepat mengambil air dari bahan pangan sehingga

proses pengeringan lebih cepat.

3) Kecepatan pergerakan udara

Semakin cepat pergerakan/sirkulasi udara, proses pengeringan akan semakin

cepat. Udara yang beregerak akan lebih cepat mengambil uap air

dibandingkan udara diam.

(38)

4) Kelembaban udara

Apabila udara digunakan sebagai medium pengering atau bahan pangan

dikeringkan di udara, semakin kering udara tersebut (kelembaban semakin

rendah) kecepatan pengeringan semakin tinggi.

5) Penguapan air

Penguapan atau evaporasi merupakan proses penghilangan air dari bahan

pangan yang dikeringkan sampai diperoleh produk kering yang stabil. Pada

proses penguapan air dari permukaan bahan, terjadi proses pengambilan

energi dari bahan menjadi dingin. Penguapan yang terjadi selama

pengeringan tidak menghilangkan semua air yang terdapat dalam bahan

pangan.

6) Lama pengeringan

Lama pengeringan menentukan lama kontak bahan dengan panas karena

sebagian besar bahan pangan sensitif terhadap panas maka waktu pengeringan

yang digunakan harus maksimum, yaitu kadar air bahan yang diinginkan telah

tercapai dengan lama pengeringan yang pendek. Pengeringan dengan suhu

yang tinggi dan waktu yang pendek dapat lebih menekan kerusakan bahan

pangan dibandingakan dengan pengeringan yang lebih lama dan suhu rendah.

4.2.10 Pengemasan

Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan

produk pangan, salah satunya adalah pada beras tiruan yang dibuat di

BB-Pascapanen. Pengemasan memiliki fungsi dan peranan lain yaitu sebagai wadah

atau tempat untuk memudahkan penyimpanan produk agar tidak berserakan dan

jika akan dipindahkan atau diangkut, pekerjaan dapat dilakukan dengan mudah.

Selain itu, pengemasan berperan sebagai pelindung, dalam hal ini kemasan

tidak hanya sebagai pelindung produk yang dikemas, tetapi juga merupakan

pelindung bagi lingkungannya dimana produk tersebut berada. Dalam hal ini

pengemasan berperan sebagai perlindungan terhadap udara air, untuk dapat

mempertahankan kadar air suatu produk kemasan harus terbuat dari bahan kemas

kedap air agar uap air tidak bebas keluar masuk kemasan. Beras tiruan termasuk

(39)

menghindarkan terjadinya reaksi-reaksi kimia atau kerusakan yang ditimbulkan

oleh mikroba (Erliza, dkk., 1987). Oleh karena itu, pengemasan yang digunakan

pada beras tiruan menggunakan plastik.

4.2.11 Daya Serap Air, Kadar Air dan Kadar Abu

Daya serap air dilakukan untuk mengetahui besarnya kemampuan beras

tiruan dalam menyerap air. Berdasarkan hasil analisis daya serap air pada beras

tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tepung Bimo

dihasilkan bahwa semakin banyak penambahan tepung Bimo maka daya serap air

semakin menurun. Sedangkan hasil analisis daya serap air pada beras tiruan yang

terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tapioka dihasilkan bahwa

semakin banyak penambahan tapioka maka daya serap air semakin meningkat.

Daya serap air dipengaruhi oleh komposisi pati di dalam bahan pangan

(Herawati dan Widowati, 2009). Penambahan tepung Bimo yang semakin banyak

dapat meningkatkan kandungan pati yang mengakibatkan daya serap air akan

semakin tinggi, tetapi hasil analisis yang dilakukan tidak sesuai dengan teori yang

ada. Hal ini diduga karena ukuran dan bentuk butiran beras tiruan yang dibuat

tidak seragam.

Dapat dilihat pada Tabel 2 perlakuan B4 memiliki daya serap air yang paling

tinggi karena adanya penambahan tapioka yang lebih banyak. Pengaruh

peningkatan kandungan pati terhadap peningkatan nilai daya serap air terkait

dengan peranan komposisi amilosa-amilopektin di dalam pati. Harper (1981)

menyatakan bahan pangan dengan kadar pati yang tinggi akan semakin mudah

menyerap air akibat tersedianya molekul amilopektin yang bersifat reaktif

terhadap molekul air, sehingga jumlah air yang terserap ke dalam bahan pangan

semakin banyak (Herawati dan Widowati, 2009).

Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah

dilakukan pemanasan. Penentuan kadar air pada beras tiruan dilakukan dengan

cara pengeringan menggunakan oven. Prinsipnya adalah menguapkan air yang ada

dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat

konstan yang berarti semua air sudah diuapkan (Anonim, 2011e). Berdasarkan

(40)

Meningkatnya rasio pati tidak mempengaruhi kadar air dari bahan baku (Herawati

dan Widowati, 2009). Kadar air beras tiruan ini tergantung oleh faktor-faktor yang

mempengaruhi pengeringan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan

tersebut menurut Estiasih dan Ahmadi (2011) yaitu, luas permukaan, suhu udara,

kecepatan pergerakkan udara, kelembaban udara, penguapan air dan lama

pengeringan. Berdasarkan syarat mutu beras dalam SNI 6128:2008 maksimal

kadar air beras yaitu 14%, maka kadar air beras tiruan ini dapat memenuhi syarat

mutu beras karena kadar air yang dimiliki antara 8,106%-9,444%.

Berdasarkan hasil analisis kadar abu pada beras tiruan berkisar antara

1,191%-1,888%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada beras tiruan yang terbuat dari

kacang kedelai dengan penambahan tepung Bimo sedangkan kadar abu terendah

diperoleh pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan

tapioka. Hal tersebut dapat terjadi karena pada pembuatan pati melalui proses

pencucian berulang-ulang dalam air menyebabkan mineral yang terkandung

dalam umbi ikut terlarut dalam air cucian, selain itu sebagian mineral ikut

terbuang dalam ampas pada saat ekstraksi pati, sehingga kadar abu beras tiruan

dari kacang kedelai dengan penambahan tepung Bimo lebih tinggi dibandingkan

dengan penambahan tapioka (Herawati dan Widowati, 2009).

4.2.12 Sifat Amilograf

Sifat amilograf berkaitan dengan pengukuran viskositas tepung (beras tiruan

yang dibuat tepung) dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan

pengadukan. Pada uji ini, terdapat beberapa parameter yang diamati yaitu suhu

awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, viskositas maksimum, breakdown

viscosity dan setback viscosity. Sifat amilograf pati diukur berdasarkan

peningkatan viskositas pati pada proses pemanasan dengan menggunakan

Brabender Amylograph. Selama pemanasan terjadi peningkatan viskositas yang

disebabkan oleh pem- bengkakan granula pati yang irreversible dalam air. Energi

kinetik molekul air lebih kuat daripada daya tarik molekul pati sehingga air dapat

masuk ke dalam granula pati (Anonim, 2012g).

Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai

(41)

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran molekul amilosa,

amilopektin, dan keadaan media pemanasan (Anonim, 2012g). Suhu puncak

gelatinisasi dikenal sebagai suhu pada saat tercapainya viskositas maksimum yaitu

suhu ketika granula pati mencapai suspensi pasta pengembangan maksimum

hingga selanjutnya pecah. Pada suhu inilah pati akan mencapai viskositas

maksimum. Setelah mencapai viskositas maksimum, jika proses pemanasan dalam

Brabender dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi granula pati menjadi rapuh,

pecah dan terpotong-potong membentuk polimer, agregat serta viskositasnya

menurun akibat terjadinya leaching amilosa. Penurunan tersebut terjadi pada

pemanasan suhu suspensi 95°C yang dipertahankan selama 10 menit. Nilai

penurunan viskositas yang terjadi dari viskositas maksimum menuju viskositas

terendah ketika suspensi dipanaskan pada suhu 95°C selama 10 menit disebut

dengan breakdown viscosity. Besarnya breakdown viscosity menunjukkan bahwa

granula-granula tepung yang telah membengkak secarakeseluruhan bersifat rapuh

dan tidak tahan terhadap proses pemanasan. Nilai kenaikan viskositas ketika pasta

pati didinginkan disebut setback viscosity. Nilai setback viscosity diperoleh

dengan menghitung selisih antara viskositas pasta pati pada suhu 50°C dengan

viskositasmaksimum yang telah dicapai pada saat pemanasan (Baah, 2009 dalam

Anggriawan).

Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh hasil bahwa semakin banyak

penambahan tepung Bimo dan tepung tapioka pada beras tiruan maka suhu awal

gelatinisasi semakin rendah. Suhu awal gelatinisasi merupakan suatu fenomena

fisik pati yang kompleks, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

keberadaan protein dan lemak (Kibar et al., 2009; Quin et al., 1980 dalam

Anggriawan).

Berdasarkan hasil analisis pada perlakuan A2 dan A4 (Tabel 3) diperoleh

hasil viskositas puncak, sedangkan perlakuan lainnya tidak terdapat hasil

viskositas puncak. Hal ini disebabkan karena jika jumlah air kurang maka

pembentukan gel tidak akan mencapai kondisi optimum (Asfiyah, 1997 dalam

Anggriawan).

Nilai setback viscosity pada beras tiruan berkisar 50 BU-190 BU, dengan

(42)

viscosity akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena bila jumlah amilosa

tinggi maka nilai setback akan semakin meningkat, karena ketika pasta mendingin

molekul-molekul amilosa akan bersatu kembali (Winarno, 2008).

4.2.13 Uji Warna

Metode pengukuran warna pada beras tiruan dilakukan secara objektif yaitu

menggunakan chromameter. Chromameter merupakan alat yang digunakan untuk

mengukur warna dari permukaan suatu objek. Prinsip dasar dari alat ini ialah

interaksi antara energi cahaya diffus dengan atom atau molekul dari objek yang

dianalisis. Alat ini terdiri atas ruang pengukuran dan pengolah data. Ruang

pengukuran berfungsi sebagai tempat untuk mengukur warna objek dengan

diameter tertentu. Sumber cahaya yang digunakan yaitu lampu xenon. Lampu

inilah yang akan menembak permukaan sampel yang kemudian dipantulkan

menuju sensor spektral. Skema pengukuran dari chromameter yaitu sampel diberi

cahaya diffus dan diukur pada sudut tertentu. Cahaya diffus yang mengenai

sampel dipantulkan pada sudut tertentu, kemudian diteruskan ke sensor spektral,

lalu dihitung menggunakan komputer mikro (Anonim, 2012f).

Data hasil pengukuran berupa L, a dan b. Hunter Lab atau nilai tristimulus

XYZ diolah melalui pengolah data. Notasi L*: 0 (hitam); 100 (putih) menyatakan

cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam.

Notasi a*: warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a* (positif) dari 0

sampai +80 untuk warna merah dan nilai –a* (negatif) dari 0 sampai -80 untuk

warna hijau. Notasi b*: warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b*

(positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b* (negatif) dari 0

sampai -70 untuk warna biru (Suyatma, 2009 dalam Anonim, 2012f). Diagram

warna L*a*b* dapat dilihat pada Gambar 9. Nilai-nilai pengukuran pada sistem

Hunter bisa dikonversikan ke x, y dan z pada system CIE (Komisi Iluminasi

Internasional) (Anonim, 2012f).

Hue/warna kromatik/rona (merah, hijau dll) merupakan warna dari suatu

benda yang memberikan perbedaan dari suatu warna terhadap warna lainnya.

Chroma (kekuatan) yaitu intensitas warna yang membedakan warna yang kuat

(43)

yang diperoleh dari rumus C = . Semakin tinggi nilai chroma

menunjukkan semakin kuat intensitas warna yang dihasilkan. Nilai °HUE atau

nilai derajat Hue merupakan atribut yang menunjukkan derajat warna visual yang

terlihat. Pada beras tiruan warna visual yang terlihat adalah warna kuning muda.

Nilai °HUE diperoleh melalui perhitungan invers tangen perbandingan nilai b

dengan nilai a (Kusumawati, 2008).

Gambar 9 Diagram warna L*a*b*

Berdasarkan analisis uji warna pada beras tiruan diperoleh bahwa pada beras

tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tepung Bimo yang

semakin banyak maka nilai chroma pada beras kedelai semakin tinggi yaitu

berkisar antara 17,93-19,33 dan pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai

dengan penambahan tapioka yang semakin banyak maka nilai chroma yang

diperoleh juga semakin tinggi yaitu berkisar antara 14,57-18,24. Hal ini

menunjukkan bahwa beras tiruan dengan penambahan tepung Bimo dan tapioka

yang lebih banyak akan menghasilkan intensitas warna kuning yang semakin kuat.

Pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan

tepung Bimo sebanyak 60 gram memiliki nilai Hue tertinggi yaitu 88,40 dan nilai

Hue terendah diperoleh pada penambahan tepung Bimo sebanyak 40 gram yaitu

-88,04. Sedangkan pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan

penambahan tapioka, pada penambahan tapioka sebanyak 50 gram memiliki nilai

Hue tertinggi yaitu 89,79 dan nilai Hue terendah diperoleh pada penambahan

tapioka sebanyak 70 gram yaitu -87,66. Nilai Hue yang tinggi menunjukkan

(44)

V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada pengolahan beras tiruan yang dibuat di BB-Pascapanen terdiri dari dua

jenis yaitu beras dengan bahan baku kacang kedelai dengan penambahan tapioka

dan jenis yang lainnya dengan penambahan tepung Bimo. Bahan tambahan lain

yang digunakan pada beras tiruan adalah air.

Proses pengolahan pada kedua jenis beras tiruan ini melalui tahapan yang

sama yaitu, persiapan bahan, perendaman kacang kedelai, perebusan, pengupasan

kulit kacang kedelai, penggilingan atau pembuatan bubur kacang kedelai,

pencampuran, granulasi atau pembentukan butiran, dan pengeringan. Ukuran dan

bentuk butiran beras tiruan yang dihasilkan kurang seragam.

5.2 Saran

Nasi hasil pemasakan beras tiruan dengan menggunakan rice cooker bersifat

lengket. Oleh sebab itu, perlu adanya suatu pengkajian atau penelitian lanjut

tentang teknologi pembuatan beras tiruan melalui proses pengolahan dan peralatan

yang sesuai sehingga mengubah sifat fungsionalnya sedemikian rupa agar beras

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Asfiyah. 1997. Dalam Kimia Fisik dan Fungsional Tepung, Anggriawan, R.

Http://scribd.com/doc/skipsiRiyan/pdf. (Diakses 4 Januari 2012).

Anonim. 2011a. Nilai Gizi dari Kacang Kedelai.

Http://susukedelai.wordpress.com/2007/09/26. (Diakses 18 Desember 2011).

Anonim. 2011b. Tepung Tapioka, Manfaatnya, dan Cara Pembuatannya. Http://www.scribd.com/doc. (Diakses, 20 Desember 2011).

Anonim. 2011c. Mencampur Bahan Pangan Basah dan Semi Basah. Http://mantambakberas.com//pdf. (Diakses 30 Desember 2011).

Anonim. 2011d. Granulasi Kering.

Http://pharmacistmuslim.blogspot.com/2010/01.html. (Diakses 30

Desember 2011).

Anonim. 2011e. Air dalam Bahan Pangan.

Http://repository.usu.ac.id/bitstream/Chapter%20II.pdf. (Diakses 30

Desember 2011).

Anonim. 2012f. Sifat Optik Bahan Pertanian. Http://repository.ipb.ac.id/ TinjauanPustaka.pdf. (Diakses 4 April 2012).

Anonim. 2012g. Karakteristik Granula Pati dari Berbagai Macam Sumber Pati.

http://blog.ub.ac.id/nittaaa/2011/04/10/karateristik-granula-pati-dari-berbagai-macam-sumber-pati/. (Diakses 11 April 2012).

Baah. 2009. Dalam Kimia Fisik dan Fungsional Tepung, Anggriawan, R.

Http://scribd.com/doc/skipsiRiyan/pdf. (Diakses 4 Januari 2012).

Deptan. 2011a. Inovasi Pengolahan Singkong Meningkatkan Pendapatan dan

Diversifikasi Pangan.

Http://www.litbang.deptan.go.id.Manfaat-Singkong.pdf. (Diakses 29 Desember 2011).

Deptan. 2011b. Tepung Kasava BIMO, Bukti BB-Pascapanen Dukung Program Kemandirian Tepung Nasional. Http://www.litbang.deptan.go.id. (Diakses 18 Desember 2011).

Deptan. 2011c. Tepung Kasava BIMO Kian Prospektif.

Http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/assets/media/berita/Misgiyarta.pdf. (Diakses 20 Desember 2011).

(46)

Erliza, Nabil, M., Nasution, M.Z., dan Sutedja. 1987. Pengantar Pengemasan. Laboratorium Pengemasan Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Estiasih, T. dan Ahmadi. 2011. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.

Harper. 1981. Dalam Karakteristik Beras Mutiara dari Ubi Jalar (Ipomea batatas).

Vol 5:37-44, Herawati, H. dan S. Widowati.

Http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/bulletin/.pdf. (Diakses 23

September 2011).

Herawati, H. dan Widowati, S. 2009. Karakteristik Beras Mutiara dari Ubi Jalar

(Ipomea batatas). Vol 5:37-44.

Http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/bulletin/.pdf. (Diakses 23

September 2011).

Kibar et al. 2009. Dalam Kimia Fisik dan Fungsional Tepung, Anggriawan, R.

Http://scribd.com/doc/skipsiRiyan/pdf. (Diakses 4 Januari 2012).

Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Bermutu, Koswara, S. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Misgiarta. 2010. Alternatif Pengganti Terigu. Http://bangkittani.com/litbangBB-Pascapanen. (Diakses 18 Desember 2011).

Muchtadi, D. 2009. Prinsip Teknologi Pangan Sumber Protein. Alfabeta, Bandung.

Priyanto, G. 1988. Teknik Pengawetan Pangan. Proyek

Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Quin et al., 1980. Dalam Kimia Fisik dan Fungsional Tepung, Anggriawan, R.

Http://scribd.com/doc/skipsiRiyan/pdf. (Diakses 4 Januari 2012).

(47)

Suyatma. 2009. Dalam Sifat Optik Bahan Pertanian, Anonim, 2012f. Http://repository.ipb.ac.id/ TinjauanPustaka.pdf. (Diakses 4 April 2012).

Suliantari dan Rahayu, W.P. 1990. Teknologi Fermentasi Umbi-umbian dan Biji-bijian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Warintek. 2011. Pengolahan Pangan Tepung Tapioka.

Http://www.iptek.net.id/ind/warintek. (Diakses 18 Desember 2011).

Wikipedia. 2011a. Kedelai. Http://id.wikipedia.org/wiki. (Diakses 18 Desember 2011).

Wikipedia. 2011b. Oncom. Http://id.wikipedia.org/wiki. (Diakses 18 November 2011).

Winarno, F.G. 2002. Tahu Cina Tradisional. M-BRIO Press, Bogor.

(48)
(49)

Lampiran 1 Bagan Struktur Organisasi BB-Pascapanen

(Sumber: Surat Keputusan Menteri Pertanian No.632/Kpts/OT.140/12/2003).

(50)

Lampiran 2 Produk Beras Tiruan (Artificial Rice)

1. 100gram Kacang kedelai+40gram Tepung kasava Bimo

2. 100gram Kacang kedelai+50gram Tepung kasava Bimo

3. 100gram Kacang kedelai+60gram Tepung kasava Bimo

(51)

5. 100gram Kacang kedelai+40gram Tepung Tapioka

6. 100gram Kacang kedelai+50gram Tepung Tapioka

7. 100gram Kacang kedelai+60gram Tepung Tapioka

(52)
(53)

Lampiran 4 Laboratorium dan Bangsal di BB-Pascapanen

a. Laboratorim Kimia di BB-Pascapanen

(54)

Lampiran 5 Alat-alat Analisa

a. Amilography

Gambar

Tabel 1    Formulasi beras tiruan
Gambar 1 Perebusan.
Gambar 3  Pencampuran.
Gambar 4 Proses Granulasi, a (Pencetakan), b (Penyemprotan Air).
+6

Referensi

Dokumen terkait

As a primer of that history, philosophy and body of knowledge and skills, Swann and Henderson’s handbook advances the profession. Consisting of 19 essays by vet- eran admissions

Variabel Earning Per Share, Dividend Per Share, dan Return on Equity secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan Property And Real Estate

In response to given stimulus material, students apply skills to create visual communications for different purposes, audiences and contexts using a range of manual and

Krim tipe MA memiliki beberapa keuntungan yaitu mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik karena jika digunakan pada kulit maka akan terjadi penguapan dan

Seperti kebanyakan dongeng klasik Jawa yang lainnya, dongeng Tiyang Tani lan Tikus ini juga dapat digunakan sebagai salah satu upaya mengembangkan dan

Organisasi yang masih menggunakan sistem informasi manual, dan belum menerapkan perencanaan sistem informasi akan tertinggal dengan organisasi lain yang telah menggunakan

Pengolahan data RINEX GPS dilakukan menggunakan perangkat lunak GAMIT/GLOBK, pengolahan dilakukan untuk mendapatkan koordinat estimasi khususnya koordinat

Model analisis kualitatif menggunakan alur mengalir (flow analysis) memadukan semua tahapan, dari pengumpulan data, kategorisasi, mempolakan konsep atau tema