PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN (
ARTIFICIAL
RICE
) DARI KACANG KEDELAI DAN UBI KAYU SEBAGAI
SALAH SATU DIVERSIFIKASI PROGRAM PANGAN
DI BB-PASCAPANEN BOGOR
LAPORAN PRAKTEK LAPANG
Oleh:
KES OKTAVIANI B.0810194
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI
FAKULTAS AGRIBISNIS DAN TEKNOLOGI PANGAN
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
BOGOR
PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN (
ARTIFICIAL
RICE
) DARI KACANG KEDELAI DAN UBI KAYU SEBAGAI
SALAH SATU DIVERSIFIKASI PROGRAM PANGAN
DI BB-PASCAPANEN BOGOR
Oleh:
KES OKTAVIANI
B.0810194
LAPORAN PRAKTEK LAPANG
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan
Universitas Djuanda Bogor
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI
FAKULTAS AGRIBISNIS DAN TEKNOLOGI PANGAN
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
BOGOR
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
FAKULTAS AGRIBISNIS DAN TEKNOLOGI PANGAN
PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN (
ARTIFICIAL
RICE
) DARI KACANG KEDELAI DAN UBI KAYU SEBAGAI
SALAH SATU DIVERSIFIKASI PROGRAM PANGAN
DI BB-PASCAPANEN BOGOR
Oleh:
KES OKTAVIANI B.0810194
Menyetujui:
Bogor, 17 Januari 2012
Sri Rejeki Retna Pertiwi, Ir., M.S. Heny Herawati, STP. MT.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktek lapangan
dengan judul “Proses Pengolahan Beras Tiruan (Artificial Rice) dariKacangKedelai dan Ubi Kayu Sebagai Salah SatuDiversifikasi Program
Pangandi BB-Pascapanen Bogor”. Dimana merupakan syarat dalam
menyelesaikan pendidikan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Agribisnis dan
Teknologi Pangan Universitas Djuanda.
Laporan ini disusun berdasarkan kegiatan praktek lapangan yang telah
dilaksanakan pada tanggal 19 Juli 2011 sampai 26 Agustus 2011, yang bertempat
di Balai Besar Penilitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jl. Tentara
Pelajar 12, Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor.
Dalam penyusunan hasil laporan Praktek Lapang ini penulis mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Sri Rejeki Retna Pertiwi, Ir., M.S. selaku dosen pembimbing dari
Universitas Djuanda Bogor yang selalu memberi semangat dan meluangkan
waktu dalam mengevaluasi laporan Praktek Lapang ini.
2. Ibu Heni Herawati, STP. MT.selaku pembimbing dari Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Pascapanen Pertanian yang telah memberi kesempatan
kepada penulis untuk melaksanakan Praktek Lapang.
3. Ibu Citra, Bapak Idris, Bapak Arif, Bapak Tri, Ibu Melly, Ibu Dewi, dan staf
lainnya yang telah membantu dan turut membimbing penulis selama kegiatan
Praktek Lapang ini berlangsung.
4. Seluruh Dosen dan Staf Tata Usaha Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan
yang telah memberikan bantuan dan kerjasama dalam pelaksanaan Praktek
Lapang ini.
5. Mamah, Bapak, dan semua Kakakku, Keponakanku yang tercinta, serta
dukungan (material, spiritual), motivasi, dan kehangatan keluarga yang selalu
diberikan kepada penulis.
6. Rekan-rekan Mahasiswa Fakultas Agribisnis Dan Teknologi Pangan Angkatan
2008, Hapsah, Arie, Gusti, Nana, Ika, Ijal, Ruddy, Bunga, Putri dan lainnya
yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang senantiasa memberikan
bantuan, dukungan, motivasi, keceriaan, dan penyemangat bagi penulis.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih yang
sebesar-besarnya atas bantuan yang diberikan, semoga Allah SWT.
membalasnya. Amiin.
Harapan penulis semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Penulisan laporan ini juga masih jauh dari
sempurna, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritik dari pembaca
sekalian demi kesempuraannya dimasa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bogor, Januari 2012
DAFTAR ISI
2.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan …... 4
2.2. Kedudukan, Tugas dan Fungsi ... 5
2.3. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan ... 5
2.4. Struktur Organisasi ... 5
2.5. Tata Kerja ... 6
2.6. Ketenagakerjaan ... 7
III. PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN ... 9
3.1. Bahan Baku ... 9
3.2. Mesin dan Peralatan ... 9
3.3. Proses Pengolahan ... 9
3.4. Prosedur Analisa ... 16
3.5. Hasil Analisis Sifat Fisik dan Kimia Beras Tiruan ... 18
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Formulasi Beras Tiruan ……… 19
2 Hasil Analisis Daya Serap Air, Kadar Air dan Kadar Abu ………... 19
3 Hasil Analisis Sifat Amilogafi ………... 20
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Perebusan ... 11
2 Perendaman ... 11
3 Pencampuran ... 12
4 Proses Granulisasi ... 13
5 Penyangraian ... 13
6 Pengeringan ... 14
7 Pengemasan ... 14
8 Diagram Alir ... 15
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Struktur Organisasi ... 42
2 Produk Beras Tiruan (Artificial Rice) ... 43
3 Produk Beras Tiruan Setelah Dimasak ... 45
4 Laboratorium dan Bangsal di BB-Pascapanen ... 46
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah Indonesia tengah berupaya agar ketergantungan penduduk
Indonesia terhadap beras dapat dikurangi. Pada Hari Pangan tahun 2000,
pemerintah menetapkan program ketahanan pangan melalui penganekaragaman
pangan (diversifikasi). Banyaknya sumber daya pangan lain selain beras yang
berpotensi, namun kurang dimanfaatkan sebagai makanan pokok yang
memungkinkan diversifikasi pangan dapat diwujudkan.
Program diversifikasi pangan telah dicanangkan sejak 1974. Berbagai
teknologi subsititusi, tepung komposit dan lain-lain telah dihasilkan untuk
mendukung usaha tersebut. Namun sejauh ini belum diperoleh hasil yang
menggembirakan. Hal ini antara lain disebabkan pemerintah terkesan tidak
sungguh-sungguh mendukung usaha pengembangannya karena fakta
menunjukkan bahwa hasil-hasil diversifikasi tersebut tidak dapat dimanfaatkan
langsung oleh masyarakat luas karena terbentur terbatasnya fasilitas dan dukungan
kebijaksanaan. Pengadaan beberapa jenis pangan non beras ternyata tidak
menyebabkan berkurangnya konsumsi beras. Pemikiran terhadap kemungkinan
penyediaan “beras tiruan” (beras buatan) dapat dianggap realistis asalkan secara
teknis dan ekonomi dapat dilakukan walaupun dari segi rasa dan estetika masih
perlu dikaji lebih lanjut.
Oleh karena itu, di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian melakukan salah satu penelitian yaitu membuat produk beras tiruan
dengan dua perlakuan berbeda, yaitu beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai
dengan penambahan tapioka dan kacang kedelai dengan penambahan tepung
kasava Bimo, kemudian dilakukan beberapa analisa. Pembuatan produk beras
tiruan ini merupakan salah satu program dan penerapannya di dunia usaha
konsorsium diversifikasi pangan dari pusat.
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Begitu pula dengan
bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan umbi-umbian sebagai
sumber energi terus meningkat. Usaha penganekaragaman pangan sangat penting
pangan pokok saja misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi
berbagai bentuk awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan.
Salah satu bentuk olahannya yaitu beras tiruan (artificial rice) yang terbuat dari
kacang kedelai dan ubi kayu. Hal ini sesuai dengan program pemerintah
khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan pangan, terutama
non-beras (padi) (Warintek, 2011).
Kacang kedelai termasuk dalam family Leguminosa, subfamily Papilionidae,
genus Glycine dan spesies max, sehingga nama latinnya dikenal dengan Glycine
max. Tanaman ini tumbuh baik pada tanah dengan pH 4,5 dan daerah
pertumbuhannya tidak lebih dari 500 m di atas permukaan laut dengan iklim
panas dan curah hujan rata-rata 200 mm/bulan. Umur tanaman ini berbeda-beda
tergantung varietasnya, tetapi pada umumnya berkisar antara 75 sampai 105 hari.
Dilihat dari segi pangan dan gizi, kacang kedelai merupakan sumber protein yang
paling murah di dunia. Berbagai varietas kacang kedelai yang ada di Indonesia
mempunyai kadar protein 30,53 sampai 44 persen, sedangkan kadar lemaknya 7,5
sampai 20,9 persen (Koswara, 1992).
Kacang kedelai juga terkenal dengan nilai gizinya yang kaya dan merupakan
salah satu makanan yang mengandung 8 asam amino yang penting dan dibutuhkan
oleh tubuh manusia. Kacang kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang
mengandung protein tinggi, berkalsium tinggi, dan juga unik karena bebas dari
racun kimia. Kacang kedelai tidak mengandung kolesterol dan lemak jenuh yang
sangat rendah, mempunyai rasio kalori rendah dibandingkan protein dan bertindak
sebagai makanan yang tidak menggemukkan bagi penderita obesitas. Kacang
kedelai juga mengandung kalsium, besi, potassium dan phosphorus serta kaya
akan vitamin B kompleks (Anonim, 2011a).
Indonesia sebagai negara sangat subur memiliki berbagai komoditas tanaman
dapat tumbuh dengan baik dan melimpah, termasuk tanaman ubi kayu. Sebagai
tanaman yang mudah tumbuh, ubi kayu merupakan tanaman yang banyak
dibudidayakan oleh masyarakat. Tanaman ubi kayu tersebar di seantero nusantara
dan produksinya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Singkong atau ubi
kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu sumber karbohidrat lokal
Tanaman ini merupakan bahan baku yang paling potensial untuk diolah menjadi
tepung. Singkong segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar air
sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak 0,5% dan
kadar abu 1%, karenanya merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan,
namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein (Deptan, 2011a).
Ubi kayu dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang
memerlukan waktu lama, ubi kayu harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang
lebih awet, salah satunya diolah menjadi tapioka dan tepung kasava (Warintek,
2011). Upaya mendayagunakan tepung ubi kayu terus dilakukan mengingat
potensi ubi kayu sebagai pangan nusantara memiliki potensi besar untuk
mendukung ketahanan pangan nasional dan sebagai bahan baku produk olahan
yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Misgiarta, 2010).
1.2 Tujuan
Tujuan umum pelaksanaan praktek lapang ini adalah untuk mengembangkan
pengetahuan, sikap dan kemampuan profesi mahasiswa melalui penerapan ilmu,
latihan kerja dan pengamatan teknik-teknik yang diterapkan di lapangan dalam
bidang keahlian teknologi pangan dan gizi. Sedangkan tujuan khususnya adalah
untuk mempelajari dan terlibat langsung dalam proses pembuatan beras tiruan dari
kacang kedelai dan ubi kayu di Balai Besar Pengembangan dan Penelitian
II
KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
Pada bulan Oktober 2000, muncul gagasan yang dikemukakan oleh Menteri
Pertanian saat itu yaitu Bapak Bungaran Sarangih bahwa sudah saatnya
Departemen Pertanian memiliki institusi penelitian yang menangani bidang
pascapanen untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Gagasan tersebut
kemudian bergulir dan ditindaklanjut oleh pucuk pimpinan Badan Litbang
Pertanian.
Berdasarkan keinginan yang kuat untuk mendukung pembangunan sistem
dan usaha agribisnis yang berdaya saing, maka Badan Litbang Pertanian
membentuk Pokja Pascapanen melalui Surat Penugasan Kepala Badan Litbang
Pertanian No. Kp.440.010101.39, tanggal 23 Januari 2001 dengan menyiapkan
berdirinya institusi Litbang Pascapanen. Pentingnya Litbang Pascapanen
sebenarnya sudah didambakan sejak lama dan pernah lahit dalam bentuk Proyek
Penelitian Pascapanen Pertanian pada tahun 1985-1990.
Dalam setahun kegiatan Pokja, lahir Balai Penelitian Pascapanen Pertanian
(Balitpasca) dengan dasar hukum Kepmen No. 76/Kpts/T.210/1/2002 tanggal 29
Januari 2002, sebagai institusi eselon III, dan berdomisili di Jakarta, tepatnya di Jl.
Ragunan 29A, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tugas pokok yang dibebankan
kepada Balitpasca adalah melaksanakan kegiatan penelitian bidang pascapanen
pertanian. Balitpasca didukung oleh para peneliti dan tenaga administrasi yang
berasal dari beberapa institute lingkup Badan Litbang Pertanian.
Peningkatan eselon diperoleh Balitpasca di penghujung tahun 2003, dengan
ditetapkannya menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian (BB-Pascapanen) melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
623/Kpts/OT.140/12/2003 tanggal 30 Desember 2003. BB-Pascapanen memiliki
tugas pokok melaksanakan serta merumuskan program penelitian dan
2.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian yang
selanjutnya disebut BB-Pascapanen adalah unit pelaksana teknis di bidang
penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. BB-Pascapanen dipimpin oleh seorang Kepala.
BB-Pascapanen mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan
pengembangan teknologi pascapanen pertanian yaitu menyelenggarakan fungsi:
1. Penyusunan program dan evaluasi penelitian dan pascapanen pertanian;
2. Pelaksanaan penelitian identifikasi dan karakteristisasi sifat fungsional dan
mutu hasil pertanian;
3. Pelaksanaan penelitian pengolahan hasil, perbaikan mutu pemanfaatan limbah
dan pengembangan produk baru;
4. Pelaksanaan pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan hasil pertanian;
5. Pelaksanaan pengembangan sistem informasi teknologi pascapanen pertanian;
6. Pelaksanaan pengembangan komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis
bidang pascapanen pertanian;
7. Pelaksanaan kerjasama dan pendayagunaan hasil penelitian pascapanen
pertanian;
8. Pengelolaan tata usaha dan rumah tangga BB-Pascapanen.
2.3 Lokasi dan Tata Letak Perusahaan
Pelaksanaan praktek lapang ini bertempat di Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian Laboratorium Pengujian. Jl. Tentara Pelajar
No.12A, Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor 1611.
2.4 Struktur Organisasi
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 632 tahun 2003, struktur
organisasi BB-Pascapanen (Lampiran 1) terdiri dari:
a) Bagian Tata Usaha:
(1) Subbagian Kepegawaian mempunyai tugas melakukan urusan
(2) Subbagian Perlengkapan mempunyai tugas melakukan urusan
perlengkapan.
(3) Subbagian Rumah Tangga dan Keuangan mempunyai tugas melakukan
urusan surat menyurat, kearsipan, rumah tangga dan keuangan.
b) Bidang Program dan Evaluasi:
(1) Seksi Program mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pengolahan,
dan analisis data, penyiapan bahan penyusunan program, rencana kerja,
serta anggaran penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian.
(2) Seksi Evaluasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi dan
laporan kegiatan dan hasil penelitian dan pengembangan pascapanen
pertanian.
c) Bidang Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian:
(1) Seksi Kerjasama Penelitian mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
kerjasama penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian, dan sistem
informasi pertanian;
(2) Seksi Pendayagunaan Hasil Penelitian mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan promosi, ekspose, diseminasi, komersialisasi,
dokumentasi, dan publikasi hasil penelitian pascapanen pertanian.
d) Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari, jabatan fungsional Peneliti, Teknisi
dan jabatan fungsional lain yang terbagi dalam berbagai kelompok jabatan
fungsional berdasarkan bidang keahliannya. Masing-masing kelompok jabatan
fungsional dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang
ditetapkan oleh Kepala. Jumlah tenaga fungsional ditentukan berdasarkan
kebutuhan dan beban kerja.
2.5 Tata Kerja
Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala, Kepala Bagian, Kepala Bidang,
Kepala Subbagian, Kepala Seksi, dan Kelompok Jabatan Fungsional diwajibkan
menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik di lingkungan
satuan organisasi BB-Pascapanen maupun dengan instansi lain sesuai dengan
1. Setiap pimpinan satuan organisasi diwajibkan mengawasi pelaksanaan tugas
bawahannya masing-masing dan bila terjadi penyimpangan agar mengambil
langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BB-Pascapanen bertanggung
jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya masing-masing, dan
memberikan bimbingan, serta petunjuk pelaksanaan tugas bawahannya.
3. Setiap pimpinan satuan organisasi dan Kelompok Jabatan Fungsional di
lingkungan BB-Pascapanen diwajibkan mengikuti dan mematuhi petunjuk,
dan bertanggung jawab kepada atasan masing-masing.
4. Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan satuan organisasi harus diolah dan
dipergunakan sebagaimana bahan penyusunan laporan lebih lanjut, dan untuk
memberi petunjuk kepada bawahan.
5. Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BB-Pascapanen wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala, baik berkala
atau sewaktu-waktu.
6. Dalam menyampaikan laporan masing-masing kepada atasan, tembusan
laporan wajib disampaikan kepada satuan organisasi lain yang secara
fungsional mempunyai hubungan kerja.
7. Dalam melaksanakan tugasnya, setiap pimpinan satuan organisasi dibantu oleh
Kepala Satuan Organisasi di bawahnya, dan dalam rangka pemberian
bimbingan kepada bawahan, wajib mengadakan rapat berkala.
2.6 Ketenagakerjaan
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, BB-Pascapanen didukung
oleh Sumber Daya Manusia (SDM) sebanyak 149 tenaga kerja yang terdiri dari 62
orang tenaga peneliti (52 orang mempunyai jabatan fungsional dan 10 orang
peneliti non kelas), 23 orang tenaga teknisi (10 orang mempunyai jabatan
fungsional teknisi atau litkayasa dan 13 orang teknisi non kelas), 1 orang arsiparis,
dan 63 orang tenaga administrasi. Berdasarkan strata pendidikan tertinggi terdapat
8 orang S3, 32 orang S2, 33 orang S1, 10 orang S0, 59 orang setingkat SLTA, 5
BB-Pascapanen terdiri dari 42 orang (66-74%) yang usianya dibawah 50 tahun dan 20
orang (32-26%) usia berkisar 51-65 tahun.
Waktu bekerja di BB-Pascapanen berkisar 8 jam sehari selama 5 hari kerja
dalam 1 minggu. Setiap karyawan harus memiliki waktu lebih 25 jam selama 1
bulan. Jam kerja karyawan mulai dari pukul 07.30-16.30. Jika pekerjaan banyak
atau belum selesai jam pulang ditambah tergantung dari selesainya pekerjaan.
Begitu pula pada hari Sabtu dan Minggu, jika masih ada kerjaan yang tidak dapat
ditunda maka karyawan masuk kerja.
BB-Pascapanen berada di bawah naungan Departemen Pertanian, sehingga
sistem pemberian gaji di BB-Pascapanen berdasarkan atas golongan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan masa kerja karyawan, untuk karyawan honorer gaji yang
diterima berdasarkan kebijakan instansi. Gaji karyawan diberikan pada akhir
bulan yang sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja berdasarkan golongan. Ketika
masa bekerja telah berakhir, karyawan mendapatkan TASPEN (Tabungan
III
PROSES PENGOLAHAN BERAS TIRUAN
3.1 Bahan Baku
Pada proses pembuatan beras tiruan, bahan baku yang digunakan adalah
kacang kedelai, tapioka dan tepung kasava Bimo. Bahan baku kacang kedelai
yang digunakan di BB-Pascapanen adalah jenis kacang kedelai putih yang
diperoleh dengan cara membeli di supermarket “Super Indo”.
Tapioka yang digunakan pada pembuatan produk ini bermerek “Alini”,
diperoleh dengan cara membeli di pasar Anyar, sedangkan tepung kasava Bimo
yang digunakan bermerek “Tepung Bimoka”, diperoleh dengan cara membeli di koperasi BB-Pascapanen.
Pada proses pembuatan beras tiruan ini, bahan tambahan yang digunakan
adalah air. Air yang digunakan di BB-Pascapanen bersumber dari PDAM
PEMDA Bogor. Dalam pembutan beras tiruan air digunakan dalam proses
,pencucian, perebusan, penggilingan dan perendaman kacang kedelai. Selain itu,
air juga disemprotkan pada proses pembentukan butiran beras.
3.2 Mesin dan Peralatan
Pada proses pengolahan produk alat yang digunakan adalah blender, baskom,
kain saring, panci, pengayak, semprotan air, penggorengan, dan nampan/loyang.
Sedangkan alat yang digunakan untuk keperluan analisis antara lain yaitu, cawan
porselen, oven, gelas, sudip, timbangan, alat penjepit, tanur, desikator, botol gelas
ukuran 500 ml, chromameter, dan brabender. Hal tersebut diperlukan sebagai
penunjang kegiatan pembuatan produk dan analisa.
3.3 Proses Pengolahan
Proses pengolahan beras tiruan meliputi persiapan bahan, perendaman kacang
kedelai, perebusan, penggilingan atau pembuatan bubur kacang kedelai,
3.3.1 Persiapan Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan beras tiruan yaitu
kacang kedelai, tapioka dan tepung kasava Bimo disiapkan. Kemudian kacang
kedelai disortasi dari benda asing dan kacang yang cacat. Setelah itu dilakukan
penimbangan masing-masing bahan. Beras tiruan yang dibuat terdiri dari dua jenis
yaitu dari kacang kedelai dengan penambahan tapioka dan kacang kedelai dengan
penambahan tepung Bimo. Pada setiap jenis beras tiruan dilakukan
masing-masing empat perlakuan. Formulasi beras tiruan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Formulasi beras tiruan
Formulasi Kacang Kedelai Tepung Kasava Bimo Tapioka
A1 100 gram 40 gram -
A2 100 gram 50 gram -
A3 100 gram 60 gram -
A4 100 gram 70 gram -
B1 100 gram - 40 gram
B2 100 gram - 50 gram
B3 100 gram - 60 gram
B4 100 gram - 70 gram
Kacang kedelai dimasukkan ke dalam 8 baskom kecil masing-masing
sebanyak 100 gram. Tapioka dan tepung kasava Bimo ditimbang sesuai dengan
masing-masing perlakuan, kemudian disimpan dalam wadah yang berbeda.
3.3.2 Perebusan
Pada kacang kedelai dilakukan proses perebusan sebanyak dua kali. Pada
perebusan pertama dilakukan setelah kacang kedelai disortir dan ditimbang,
sedangkan perebusan kedua dilakukan setelah proses perendaman selama satu
malam. Kacang kedelai pada masing-masing wadah direbus secara bergantian.
Gambar 1 Perebusan.
3.3.3 Perendaman
Setelah mendidih kacang kedelai diangkat kemudian didiamkan selama 1
malam dalam air rebusan. Kemudian kacang kedelai dikupas atau dipisahkan
kacang dengan kulitnya dan dicuci. Proses perendaman kacang kedelai terdapat
pada Gambar 2.
Gambar 2 Perendaman.
3.3.4 Penggilingan atau Pembuatan Bubur Kacang Kedelai
Kacang kedelai yang telah bersih direbus kembali, kemudian dihaluskan
menggunakan blender selama 30 detik dengan ditambahkan air ±200ml sampai
menutup permukaan kacang kedelai. Setelah itu, kacang yang sudah dihaluskan
saring. Campuran kacang kedelai dan air kemudian digiling bersama, sehingga
menjadi bubur kedelai atau slurry. Kacang kedelai halus yang sudah diperas
digunakan sebagai bahan baku beras tiruan.
3.3.5 Pencampuran dan Granulasi
Bagian padatan yang sudah diperas disimpan ke dalam masing-masing
wadah, tepung kasava Bimo yang sudah ditimbang ditambahkan ke dalam empat
baskom yang berisi kacang kedelai halus, sedangkan empat baskom lainnya
ditambahkan tapioka. Pencampuran dilakukan menggunakan tangan, diaduk
hingga merata. Pencampuran dalam pembuatan beras tiruan termasuk jenis
campuran semi basah. Proses pencampuran terdapat pada Gambar 3.
Gambar 3 Pencampuran.
Setelah dilakukan proses pencampuran, bahan-bahan yang sudah tercampur
merata, kemudian dilakukan proses granulasi atau proses pembentukan seperti
butiran-butiran bulat. Alat yang digunakan pada proses ini adalah alat saringan
yang terdapat lubang-lubang kecil atau biasa disebut ayakan. Adonan ditekan dari
atas ayakan dan bagian bawah disiapkan baskom plastik yang agak lebar. Adonan
dicetak sedikit demi sedikit kemudian baskom diputar-putar agar terbentuk butiran
bulat kecil. Pada saat baskom diputar dapat dilakukan sedikit penyemprotan air
agar adonan mudah terbentuk secara merata seperti butiran-butiran kecil yang
(a) (b)
Gambar 4 Proses Granulasi, a (Pencetakan), b (Penyemprotan Air).
3.3.6 Penyangraian
Penyangraian dilakukan setelah proses pembentukan butiran, dengan cara
butiran tersebut sedikit demi sedikit dilakukan penyangraian di atas wajan, diaduk
secara perlahan sampai butiran berwarna kuning muda. Proses penyangraian
terdapat pada Gambar 5.
Gambar 5 Penyangraian.
3.3.7 Pengeringan
Butiran beras yang sudah dipanaskan kemudian disimpan di atas loyang
kotak alumunium berukuran 50 x 50 x 3cm dan 25x20x2cm, kemudiandilakukan
pengeringan 2-3 hari tergantung cuaca dan udara di daerah BB-Pascapanen.
Proses pengeringan terdapat pada Gambar 6.
Gambar 6 Pengeringan.
3.3.8 Pengemasan
Beras tiruan yang sudah kering yang sudah dijemur selama ±2-3 hari
dikemas. Kemasan yang digunakan adalah plastik bening berukuran 12x30cm.
Proses pengemasan pada beras tiruan terdapat pada Gambar 7.
(a) (b)
Gambar 7 Proses Pengemasan, (a) Beras tiruan yang siap dikemas,
↓
Gambar 8 Diagram Alir Pengolahan Beras Tiruan di BB-Pascapanen. 100gram Kacang kedelai
Ampas kacang kedelai
3.4 Prosedur Analisis
Analisis dilakukan setelah pembuatan beras tiruan. Analisis yang dilakukan
adalah daya serap air, kadar air, kadar abu, penentuan suhu gelatinisasi dan
viskositas dengan metode amilografi, dan uji warna.
3.4.1 Daya Serap Air
Sejumlah sampel ditimbang beratnya kemudian dicelupkan ke dalam air
hangat selama 2 menit, diangkat dan ditiriskan. Sampel tersebut kemudian
ditimbang kembali.
Daya serap air ditentukan dengan persamaan :
Keterangan: A = berat contoh sebelum dicelupkan
B = berat contoh setelah dicelup
3.4.2 Kadar Air (AOAC, 2006)
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan
dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak
± 2 g dalam cawan (B). Cawan beserta isi dikeringkan dalam oven 100ºC selama
6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang.
Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan (C).
Perhitungan :
3.4.3 Kadar Abu (AOAC,2006)
Disiapkan cawan untuk melakukan pengabuan, kemudian dikeringkan dalam
oven selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A).
Sampel ditimbang sebanyak ± 3 g dalam cawan (B), kemudian dibakar dalam
ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya dilakukan
terbentuk abu berwarna putih atau memiliki berat yang tetap. Abu beserta cawan
didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (C).
Perhitungan :
3.4.4 Penentuan suhu gelatinisasi dan viskositas, metode amilografi
Sampel sebanyak 45 g dimasukkan ke dalam botol gelas ukuran 500 ml air
kemudian ditambah dengan 400 ml aquades, diaduk selama 5 menit dengan
pengaduk, kemudian dipindahkan ke dalam mangkuk amilograf yang sebelumnya
telah dipasang pada alat. Botol gelas dan pengaduk dicuci dengan 50 ml aquades,
lalu air bilasan dituangkan ke dalam mangkuk amilograf.
Mangkuk amilograf yang berisi sampel diputar pada kecepatan 75 rpm,
sambil suhu dinaikkan mulai dari 30ºC sampai 90ºC dengan kenaikan 1.5ºC per
menit, lalu diturunkan sampai suhu 50ºC dengan laju penurunan yang sama.
Perubahan viskositas pasta dicatat secara otomatis pada kertas grafik dalam satuan
Brabender Unit (BU).
Grafik (amilogram) yang diperoleh dapat diinterpretasikan menjadi 3
parameter, yaitu :
1) Suhu awal gelatinisasi, yaitu suhu pada saat kurva mulai menaik.
2) Suhu puncak gelatinisasi, yaitu suhu pada puncak maksimum viskositas yang
dicapai. Suhu ditentukan berdasarkan perhitungan berikut :
3) Viskositas maksimum pada puncak dalam Brabender Unit (BU).
Kadar Abu (% bb) = x100%
B A C
Suhu awal gelatinisasi = suhu awal + (waktu dalam menit x 1.5)
3.4.5 Uji Warna
Analisis warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter Minolta. Uji
warna dilakukan dengan sistem warna Hunter L*, a*, b*. Chromameter terlebih
dahulu dikalibrasi dengan standar warna putih yang terdapat pada alat tersebut.
Disiapkan sampel yang masing-masing dibungkus dengan jenis plastik
bening yang sama. Alat yang digunakan untuk analisis warna adalah
Chromameter. Setelah alat sudah siap digunakan, alat tembak yang terdapat sinar
ditempelkan ke beberapa bagian plastik bening yang berisi beras tiruan sebanyak
5 kali pada bagian yang berbeda. Kertas hasil perhitungan akan keluar dari alat
tersebut kemudian untuk diolah datanya.
3.5 Hasil Analisis Sifat Kimia dan Fisik Beras Tiruan
Analisis sifat kimia yang dilakukan pada beras tiruan adalah uji kadar air dan
kadar abu. Sedangkan analisis sifat fisik yang dilakukan adalah daya serap air,
sifat amilograf dan uji warna. Hasil analisis sifat kimia dan fisik beras tiruan dapat
1 A1 (100g Kacang kedelai +40g Tepung kasava Bimo) 235 9.145 1.888
2 A2 (100g Kacang kedelai +50g Tepung kasava Bimo) 261 8.527 1.356
3 A3 (100g Kacang kedelai +60g Tepung kasava Bimo) 254 9.234 1.404
4 A4 (100g Kacang kedelai +70g Tepung kasava Bimo) 167 8.583 1.275
5 B1 (100g Kacang kedelai +40g Tapioka) 150 8.721 1.627
6 B2 (100g Kacang kedelai +50g Tapioka) 212 8.106 1.191
7 B3 (100g Kacang kedelai +60g Tapioka) 115 9.162 1.439
8 B4 (100g Kacang kedelai +70g Tapioka) 154 9.444 1.456
Tabel 2 Hasil Analisis Daya Serap Air, Kadar Air dan Kadar Abu
No Perlakuan Daya Serap
Air (%)
Kadar Air (%bb)
Tabel 3 Hasil Analisis Sifat Amilogaf
B2 (100g Kacang kedelai + 50g Tapioka)
B3 (100g Kacang kedelai + 60g Tapioka)
B4 (100g Kacang kedelai + 70g Tapioka)
A1 (100g Kacang kedelai + 40g Tepung kasava Bimo)
A2 (100g Kacang kedelai + 50g Tepung kasava Bimo)
A3 (100g Kacang kedelai + 60g Tepung kasava Bimo)
A4 (100g Kacang kedelai + 70g Tepung kasava Bimo)
B1(100g Kacang kedelai + 40g Tapioka)
No Perlakuan L a b C b/a Hue
81.6 -0.626 17.928 17.9389 -28.639 -88.045
78.36 -0.41 22.12 68.04 -0.08 17.01 76.51 -0.39 19.36 73.71 -0.04 17.23 70.95 0.01 17.09
73.514 -0.182 18.562 18.5629 -101.99 -89.484
76.17 0.3 19.84 74.41 0.61 20.45 74.46 0.61 18.16 72.55 0.57 16.03 70.52 0.54 17.34
73.622 0.526 18.364 18.3715 34.9126 88.4041
75.34 -0.61 21.58 75.3 -0.64 20.38 68.63 -0.06 18.44 77.98 -0.7 18.75 64.4 -0.23 17.52
72.33 -0.448 19.334 19.3392 -43.156 -88.718
59.49 0.19 14.59 63.49 0.24 14.27 61.09 -0.37 17.12 75.79 -0.32 17.49 56.71 0.74 9.4
63.314 0.096 14.574 14.5743 151.813 89.6681
72.62 0.02 17.91 64.98 0.64 13.69 74.13 0.17 18.72 80.89 -0.59 18.01 73.75 0.14 17.71
73.274 0.076 17.208 17.2082 226.421 89.7925
77.37 -0.05 16.09 72.36 0.18 14.52 80.57 -0.5 16.4 56.49 1.11 12.23 62.53 0.28 13.96
69.864 0.204 14.64 14.6414 71.7647 89.2469
70.44 -0.78 19.46 75.91 -0.81 19.91 74.37 -0.83 18.02 69.85 -0.76 17.13 64.87 -0.61 16.63 Tabel 4 Hasil Analisis Uji Warna
A1 (100g Kacang kedelai +40g Tepung kasava Bimo)
A2 (100g Kacang kedelai + 50g Tepung kasava Bimo)
A3 (100g Kacang kedelai + 60g Tepung kasava Bimo)
A4 (100g Kacang kedelai + 70g Tepung kasava Bimo)
IV
PEMBAHASAN
Beras tiruan yang dibuat oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian merupakan salah satu program dan penerapannya di dunia
usaha konsorsium diversifikasi pangan dari pusat. Beras tiruan ini terdiri dari dua
jenis bahan baku yang berbeda. Ada yang terbuat dari kacang kedelai dengan
penambahan tapioka dan kacang kedelai dengan penambahan tepung kasava
Bimo.
4.1. Bahan Baku 4.1.1 Kacang Kedelai
Kacang kedelai digunakan sebagai bahan baku beras tiruan karena
merupakan sumber protein nabati. Diantara jenis kacang-kacangan, kedelai
merupakan sumber protein yang paling baik. Disamping itu, kedelai juga dapat
digunakan sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan serat. Kacang kedelai
mengandung protein yang cukup tinggi, lemak pada kacang kedelai sebagian
besar terdiri dari asam lemak tak jenuh (85%) dan sisanya berupa asam lemak
jenuh. Kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi pada kacang kedelai akan
terpengaruh terhadap bau langu. Bau tersebut disebabkan karena adanya aktivitas
enzim lipoksigenase dan enzim tersebut dapat diinaktifkan dengan beberapa cara,
diantaranya adalah dengan pemanasan atau perendaman.
Beberapa mineral yang terdapat pada kacang kedelai antara lain Fe, Na, K,
Ca, P, Mg, S, Cu, Zn, Co, Mn, dan Cl. Diantara mineral-mineral tersebut yang
terpenting adalah Fe karena selain jumlahnya cukup tinggi yaitu sekitar 0,9-1,5%
juga terdapat dalam bentuk yang langsung dapat digunakan untuk pembentukan
hemoglobin darah (Suliantari dan Rahayu, 1990; Koswara, 1992).
Kacang kedelai yang digunakan adalah jenis kacang kedelai putih “Glycine
max“ yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau. G. max
merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang selatan
(Wikipedia, 2011a). Pada pembuatan beras tiruan ini bahan baku yang digunakan
gizinya sesungguhnya masih cukup tinggi untuk dapat dimanfaatkan manusia
(Wikipedia, 2011b).
4.1.2 Tapioka
Tapioka adalah tepung pati ubi kayu yang kaya akan karbohidrat. Selain itu,
tapioka tidak mengandung gluten, sehingga aman bagi yang alergi. Tapioka sering
disebut sebagai tepung. Walaupun sama-sama berasal dari singkong,
sesungguhnya tapioka sangat berbeda dengan tepung singkong.
Bahan pangan ini merupakan pati yang diekstrak dengan air dari umbi
singkong (ketela pohon). Setelah disaring, bagian cairan dipisahkan dengan
ampasnya. Cairan hasil saringan kemudian diendapkan. Bagian yang mengendap
tersebut selanjutnya dikeringkan dan digiling hingga diperoleh butiran-butiran pati
halus berwarna putih yang disebut tapioka. Nilai energi dan karbohidrat tapioka
tidak kalah dari nasi atau olahan tepung terigu (Anonim, 2011b).
Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan,
antara lain sebagai bahan pembantu. Dibandingkan dengan tepung jagung,
kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik
sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu
pewarna putih (Warintek, 2011).
4.1.3 Tepung Kasava Bimo
Badan Litbang Pertanian melalui Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pasca Panen Pertanian (BB-Pascapanen) mendukung program Kemandirian
Tepung Nasional dan Percepatan Produksi Tepung Cassava Fermentasi dan
Deklarasi Kemandirian Tepung Nasional yang dicanangkan Mentan Suswono
dengan menghasilkan teknologi pembuatan tepung kasava termodifikasi.
Teknologi yang mempergunakan cara fermentasi biologis untuk memperbaiki
sifat tepung singkong tersebut diberi nama Tepung Kasava BIMO (BIologically
MOdified).
Proses pembuatan tepung kasava BIMO adalah ubi kayu dikupas, dicuci,
Fermentasi mempergunakan starter BIMO-CF dengan dosis satu kg/ton sawut
singkong ke dalam 1 m3 air dengan lama fermentasi 12 jam (Deptan, 2011b).
Selain dapat memperbaiki derajat putih tepung hingga menjadi 86,4, sifat
amilograf tepung kasava Bimo menghasilkan viskositas puncak 1130 BU lebih
tinggi dibanding tepung kasava non fermentasi (700 BU) dan tepung terigu (130
BU) yang berarti produk olahan yang dihasilkan lebih mengembang menggunakan
tepung kasava termodifikasi dibanding tepung kasava non fermentasi, selain itu
dapat mengurangi aroma kasava secara signifikan, serta menghaluskan tekstur
tepung (Deptan, 2011c).
4.1.4 Air
Air merupakan komponen penting dalam pengolahan bahan pangan, salah
satunya dalam pembuatan beras kedelai karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Selain merupakan bagian dari suatu
bahan pangan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut dan
alat-alat yang akan digunakan dalam pengolahannya (Winarno, 2008).
4.2. Proses Pengolahan 4.2.1 Persiapan Bahan
Pada awal proses pengolahan bahan-bahan yang akan digunakan disiapkan.
Pada kacang kedelai dilakukan penyortiran dari benda asing dan kedelai yang
sudah rusak. Penyortiran biji kedelai dilakukan agar memperoleh produk beras
tiruan yang memiliki kualitas atau mutu yang baik dan untuk menghindari
kerusakan alat penggilingan karena adanya batu (Santoso, 1993; Muchtadi, 2009).
Setelah itu, kacang kedelai dan bahan lain seperti tapioka dan tepung kasava Bimo
ditimbang.
4.2.2 Perebusan dan Perendaman
Kacang kedelai yang sudah ditimbang kemudian dilakukan perebusan
pertama. Kacang kedelai rebusan tersebut dibiarkan terendam semalam.
Perebusan dilakukan untuk melunakkan kacang kedelai dan menghilangkan
off-flavor yang dapat menghambat kerja enzim tripsin di dalam tubuh. Senyawa ini
secara alami banyak terdapat dalam kacang-kacangan terutama kacang kedelai.
Faktor anti gizi ini menyebabkan pertumbuhan tidak normal dan pembekakan
pankreas (hipertrofi) pada tikus percobaan yang diberi ransum kedelai mentah.
Terhambatnya pertumbuhan tersebut disebabkan antitripsin yang menghambat
bekerjanya enzim tripsin yang dihasilkan pankreas sehingga protein makanan
tidak dapat diuraikan (dicerna) oleh enzim. Dengan demikian tidak terbentuk
asam-asam amino yang diperlukan untuk pembentukan (sintesis) jaringan tubuh
(Koswara, 1992).
Secara biologis jumlah enzim tripsin yang disekresi oleh pankreas tergantung
jumlah enzim tripsin bebas yang terdapat di dalam usus. Apabila konsentrasi
tripsin dalam usus menurun sampai batas tertentu, maka pankreas akan
memproduksi lebih banyak enzim dan sebaliknya apabila konsentrasi enzim
tripsin dalam usus normal kembali, maka sekresi enzim tripsin akan dihambat.
Adanya antitripsin dalam makanan (misalnya kacang kedelai mentah)
menyebabkan penurunan jumlah tripsin bebas dalam usus. Keadaan ini
menyebabkan pankreas memproduksi enzim tripsin lebih banyak (untuk menjaga
agar jumlahnya mencukupi). Oleh karena itu, pankreas akan bekerja hiperaktif
sehingga dapat menyebabkan pembekakan (hipertofi) pankreas (Koswara, 1992).
Selain dilakukan perebusan, aktifitas antitripsin dalam kacang kedelai dapat
dihilangkan dengan cara perendaman. Dengan dilakukannya perendaman dapat
menimbulkan suasana asam yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan
mikroba-mikroba yang tidak diinginkan, terjadi pembuangan atau penyingkiran
senyawa yang pahit dan berbau tengik yang berbeda dalam biji kedelai mentah
(Suliantari dan Rahayu, 1990; Koswara, 1992). Perendaman juga dapat
mempermudah pengupasan kulit kedelai. Biji-bijian yang keropos biasanya
mengapung dan harus disingkirkan. Air perendamannya dibuang, kemudian
kacang kedelai dibilas sampai bersih (Winarno, 2002).
Perendaman kacang kedelai sebaiknya tidak terlalu lama karena dapat
menyebabkan penurunan kandungan gizinya. Hasil penelitian Lo et al., (1970)
mengungkapkan bahwa perendaman selama 24 jam dan 76 jam berturut-turut
semula. Perendaman kedelai cukup dilakukan selama 6-8 jam sehingga kadar air
menjadi 40-60 persen atau berat kedelai menjadi sekitar dua kali berat semula
(Koswara, 1992).
4.2.3 Pengupasan Kulit Kacang Kedelai
Pengupasan kulit dilakukan setelah perendaman semalam. Disamping rasa
langu, faktor penyebab off-flavor yang lain dalam kedelai adalah rasa pahit yang
disebabkan oleh adanya senyawa glikosida, salah satunya adalah Saponin A. Pada
kacang kedelai senyawa ini memiliki intensitas rasa pahit yang lebih tinggi
dibandingkan saponin B. Dalam biji kedelai sekitar 27 persen saponin A terdapat
pada kulitnya, sehingga pengupasan kedelai juga akan mengurangi sekitar 1/3 rasa
pahitnya (Koswara, 1992).
4.2.4 Penggilingan Dalam Pembuatan Bubur Kacang Kedelai
Sebelum penggilingan kacang kedelai yang sudah direndam semalam
sebaiknya dicuci kembali untuk menghilangkan atau mengurangi jumlah bakteri
yang tumbuh selama perendaman. Penggilingan atau penghancuran bertujuan
untuk mengurangi ukuran bahan padat dengan kerja mekanis, yaitu membaginya
menjadi partikel-partikel lebih kecil. Di dalam proses penggilingan, ukuran bahan
diperkecil dengan mengoyakkannya. Mekanisme pengoyakan ini belum
dimengerti dengan jelas akan tetapi, di dalam proses bahan ditekan oleh gaya
mekanis dari mesin penggiling. Penekanan awal masuk ke tengah bahan sebagai
energi desakan. Waktu berpengaruh dalam proses penyobekan, terlihat bahwa
bahan akan lebih halus apabila penggilingan berlangsung cukup lama (Early,
1969; Muchtadi, 2009).
4.2.5 Penyaringan
Slurry atau bubur kacang kedelai yang sudah diperoleh dituangkan ke dalam
saringan dari kain putih, yang kemudian diperas dengan tangan. Bagian padatan
yang tidak dapat melewati saringan kain tersebut digunakan sebagai salah satu
bahan baku pembuatan beras tiruan. Bagian ini disebut ampas yang sebagian besar
4.2.6 Pencampuran
Pencampuran dimaksudkan untuk membuat suatu bentuk yang utuh (berupa
campuran) dari beberapa bahan, artinya bahan-bahan tersebut saling menyebar
secara acak dan merata. Campuran yang rata dinamakan campuran homogen.
Campuran semi basah adalah kombinasi dari beberapa bahan dasar dan bahan
tambahan yang menyebar secara acak membentuk suatu campuran rata. Bahan
yang dicampur berupa cair-padat. Proses pencampuran dapat dilakukan dengan
cara pengadukan (Anonim, 2011c).
4.2.7 Granulasi atau Pembentukan Butiran Beras
Granulasi adalah suatu proses dimana partikel-parikel serbuk dibuat
mempunyai daya lekat untuk membentuk pertikel-partikel lebih besar yang
disebut dengan granul-granul. Granulasi pada pembuatan beras tiruan termasuk
jenis granulasi basah, dalam proses ini serbuk adonan butuh dicampur dengan
suatu pelarut yang mudah menguap agar dapat dibebaskan dengan pengeringan
dan tidak beracun. Tipe pelarut yang biasa digunakan yaitu air (Anonim, 2011d).
4.2.8 Penyangraian
Butiran-butiran yang sudah terbentuk kemudian dilakukan pemanasan,
dengan cara butiran tersebut sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam wajan,
kemudian dipanaskan sampai butiran berwarna kuning muda. Pada saat
penyangraian harus tetap diaduk dengan hati-hati agar bentuk butiran beras tidak
rusak dan dilakukan sedikit demi sedikit agar menjaga butiran tidak rusak dan
tidak saling menempel.
Penyangraian merupakan proses pindah panas, tujuannya yaitu membentuk
aroma, membentuk cita rasa dan membentuk tekstur. Pada proses penyangraian
terjadi inaktivasi enzim, mikroba dan senyawa-senyawa lain seperti antitripsin
(Estiasih dan Ahmadi, 2011).
4.2.9 Pengeringan
Pengeringan merupakan suatu proses pengeluaran air yang terkandung dalam
Pada pembuatan beras tiruan ini menggunakan jenis pengeringan alami yaitu
pengeringan dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber panas. Teknik
pengeringan dilakukan secara langsung di bawah sinar matahari. Peranan udara
dan cuaca dalam pengeringan dengan sinar matahari sangat penting artinya,
terutama sebagai transfer panas, penampung uap air, kapasitas pengeringan,
tekanan udara dan laju pengeringan. Keuntungan dari teknik pengeringan tersebut
adalah tidak memerlukan peralatan khusus dan biaya yang relatif murah. Namun,
paparan terhadap cahaya matahari dan panas dapat menyebabkan penurunan nilai
gizi, masalah lainnya adalah sering terjadi kontaminasi selama penjemuran yaitu
berupa debu, kotoran atau serangga (Priyanto, 1988; Estiasih dan Ahmadi, 2011).
Dalam pengeringan pangan umumnya diinginkan kecepatan pengeringan
yang maksimum. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan menurut
Estiasih dan Ahmadi (2011), yaitu:
1) Luas permukaan
Luas permukaan yang tinggi atau ukuran bahan yang semakin kecil
menyebabkan permukaan yang dapat kontak dengan medium pemanas
menjadi lebih banyak, air lebih mudah berdifusi atau menguap dari bahan
pangan sehingga kecepatan penguapan lebih cepat dan bahan lebih cepat
kering. Ukuran yang kecil menyebabkan penurunan jarak yang harus
ditempuh oleh panas. Panas akan bergerak menuju pusat bahan pangan yang
dikeringkan, demikian juga jarak pergerakan air dari pusat bahan ke
permukaan bahan menjadi lebih pendek.
2) Suhu
Semakin tinggi suhu udara, semakin banyak uap air yang dapat ditampung
oleh udara tersebut sebelum terjadi kejenuhan. Dapat disimpulkan bahwa
udara bersuhu tinggi lebih cepat mengambil air dari bahan pangan sehingga
proses pengeringan lebih cepat.
3) Kecepatan pergerakan udara
Semakin cepat pergerakan/sirkulasi udara, proses pengeringan akan semakin
cepat. Udara yang beregerak akan lebih cepat mengambil uap air
dibandingkan udara diam.
4) Kelembaban udara
Apabila udara digunakan sebagai medium pengering atau bahan pangan
dikeringkan di udara, semakin kering udara tersebut (kelembaban semakin
rendah) kecepatan pengeringan semakin tinggi.
5) Penguapan air
Penguapan atau evaporasi merupakan proses penghilangan air dari bahan
pangan yang dikeringkan sampai diperoleh produk kering yang stabil. Pada
proses penguapan air dari permukaan bahan, terjadi proses pengambilan
energi dari bahan menjadi dingin. Penguapan yang terjadi selama
pengeringan tidak menghilangkan semua air yang terdapat dalam bahan
pangan.
6) Lama pengeringan
Lama pengeringan menentukan lama kontak bahan dengan panas karena
sebagian besar bahan pangan sensitif terhadap panas maka waktu pengeringan
yang digunakan harus maksimum, yaitu kadar air bahan yang diinginkan telah
tercapai dengan lama pengeringan yang pendek. Pengeringan dengan suhu
yang tinggi dan waktu yang pendek dapat lebih menekan kerusakan bahan
pangan dibandingakan dengan pengeringan yang lebih lama dan suhu rendah.
4.2.10 Pengemasan
Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan
produk pangan, salah satunya adalah pada beras tiruan yang dibuat di
BB-Pascapanen. Pengemasan memiliki fungsi dan peranan lain yaitu sebagai wadah
atau tempat untuk memudahkan penyimpanan produk agar tidak berserakan dan
jika akan dipindahkan atau diangkut, pekerjaan dapat dilakukan dengan mudah.
Selain itu, pengemasan berperan sebagai pelindung, dalam hal ini kemasan
tidak hanya sebagai pelindung produk yang dikemas, tetapi juga merupakan
pelindung bagi lingkungannya dimana produk tersebut berada. Dalam hal ini
pengemasan berperan sebagai perlindungan terhadap udara air, untuk dapat
mempertahankan kadar air suatu produk kemasan harus terbuat dari bahan kemas
kedap air agar uap air tidak bebas keluar masuk kemasan. Beras tiruan termasuk
menghindarkan terjadinya reaksi-reaksi kimia atau kerusakan yang ditimbulkan
oleh mikroba (Erliza, dkk., 1987). Oleh karena itu, pengemasan yang digunakan
pada beras tiruan menggunakan plastik.
4.2.11 Daya Serap Air, Kadar Air dan Kadar Abu
Daya serap air dilakukan untuk mengetahui besarnya kemampuan beras
tiruan dalam menyerap air. Berdasarkan hasil analisis daya serap air pada beras
tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tepung Bimo
dihasilkan bahwa semakin banyak penambahan tepung Bimo maka daya serap air
semakin menurun. Sedangkan hasil analisis daya serap air pada beras tiruan yang
terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tapioka dihasilkan bahwa
semakin banyak penambahan tapioka maka daya serap air semakin meningkat.
Daya serap air dipengaruhi oleh komposisi pati di dalam bahan pangan
(Herawati dan Widowati, 2009). Penambahan tepung Bimo yang semakin banyak
dapat meningkatkan kandungan pati yang mengakibatkan daya serap air akan
semakin tinggi, tetapi hasil analisis yang dilakukan tidak sesuai dengan teori yang
ada. Hal ini diduga karena ukuran dan bentuk butiran beras tiruan yang dibuat
tidak seragam.
Dapat dilihat pada Tabel 2 perlakuan B4 memiliki daya serap air yang paling
tinggi karena adanya penambahan tapioka yang lebih banyak. Pengaruh
peningkatan kandungan pati terhadap peningkatan nilai daya serap air terkait
dengan peranan komposisi amilosa-amilopektin di dalam pati. Harper (1981)
menyatakan bahan pangan dengan kadar pati yang tinggi akan semakin mudah
menyerap air akibat tersedianya molekul amilopektin yang bersifat reaktif
terhadap molekul air, sehingga jumlah air yang terserap ke dalam bahan pangan
semakin banyak (Herawati dan Widowati, 2009).
Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah
dilakukan pemanasan. Penentuan kadar air pada beras tiruan dilakukan dengan
cara pengeringan menggunakan oven. Prinsipnya adalah menguapkan air yang ada
dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat
konstan yang berarti semua air sudah diuapkan (Anonim, 2011e). Berdasarkan
Meningkatnya rasio pati tidak mempengaruhi kadar air dari bahan baku (Herawati
dan Widowati, 2009). Kadar air beras tiruan ini tergantung oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi pengeringan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan
tersebut menurut Estiasih dan Ahmadi (2011) yaitu, luas permukaan, suhu udara,
kecepatan pergerakkan udara, kelembaban udara, penguapan air dan lama
pengeringan. Berdasarkan syarat mutu beras dalam SNI 6128:2008 maksimal
kadar air beras yaitu 14%, maka kadar air beras tiruan ini dapat memenuhi syarat
mutu beras karena kadar air yang dimiliki antara 8,106%-9,444%.
Berdasarkan hasil analisis kadar abu pada beras tiruan berkisar antara
1,191%-1,888%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada beras tiruan yang terbuat dari
kacang kedelai dengan penambahan tepung Bimo sedangkan kadar abu terendah
diperoleh pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan
tapioka. Hal tersebut dapat terjadi karena pada pembuatan pati melalui proses
pencucian berulang-ulang dalam air menyebabkan mineral yang terkandung
dalam umbi ikut terlarut dalam air cucian, selain itu sebagian mineral ikut
terbuang dalam ampas pada saat ekstraksi pati, sehingga kadar abu beras tiruan
dari kacang kedelai dengan penambahan tepung Bimo lebih tinggi dibandingkan
dengan penambahan tapioka (Herawati dan Widowati, 2009).
4.2.12 Sifat Amilograf
Sifat amilograf berkaitan dengan pengukuran viskositas tepung (beras tiruan
yang dibuat tepung) dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan
pengadukan. Pada uji ini, terdapat beberapa parameter yang diamati yaitu suhu
awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, viskositas maksimum, breakdown
viscosity dan setback viscosity. Sifat amilograf pati diukur berdasarkan
peningkatan viskositas pati pada proses pemanasan dengan menggunakan
Brabender Amylograph. Selama pemanasan terjadi peningkatan viskositas yang
disebabkan oleh pem- bengkakan granula pati yang irreversible dalam air. Energi
kinetik molekul air lebih kuat daripada daya tarik molekul pati sehingga air dapat
masuk ke dalam granula pati (Anonim, 2012g).
Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran molekul amilosa,
amilopektin, dan keadaan media pemanasan (Anonim, 2012g). Suhu puncak
gelatinisasi dikenal sebagai suhu pada saat tercapainya viskositas maksimum yaitu
suhu ketika granula pati mencapai suspensi pasta pengembangan maksimum
hingga selanjutnya pecah. Pada suhu inilah pati akan mencapai viskositas
maksimum. Setelah mencapai viskositas maksimum, jika proses pemanasan dalam
Brabender dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi granula pati menjadi rapuh,
pecah dan terpotong-potong membentuk polimer, agregat serta viskositasnya
menurun akibat terjadinya leaching amilosa. Penurunan tersebut terjadi pada
pemanasan suhu suspensi 95°C yang dipertahankan selama 10 menit. Nilai
penurunan viskositas yang terjadi dari viskositas maksimum menuju viskositas
terendah ketika suspensi dipanaskan pada suhu 95°C selama 10 menit disebut
dengan breakdown viscosity. Besarnya breakdown viscosity menunjukkan bahwa
granula-granula tepung yang telah membengkak secarakeseluruhan bersifat rapuh
dan tidak tahan terhadap proses pemanasan. Nilai kenaikan viskositas ketika pasta
pati didinginkan disebut setback viscosity. Nilai setback viscosity diperoleh
dengan menghitung selisih antara viskositas pasta pati pada suhu 50°C dengan
viskositasmaksimum yang telah dicapai pada saat pemanasan (Baah, 2009 dalam
Anggriawan).
Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh hasil bahwa semakin banyak
penambahan tepung Bimo dan tepung tapioka pada beras tiruan maka suhu awal
gelatinisasi semakin rendah. Suhu awal gelatinisasi merupakan suatu fenomena
fisik pati yang kompleks, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
keberadaan protein dan lemak (Kibar et al., 2009; Quin et al., 1980 dalam
Anggriawan).
Berdasarkan hasil analisis pada perlakuan A2 dan A4 (Tabel 3) diperoleh
hasil viskositas puncak, sedangkan perlakuan lainnya tidak terdapat hasil
viskositas puncak. Hal ini disebabkan karena jika jumlah air kurang maka
pembentukan gel tidak akan mencapai kondisi optimum (Asfiyah, 1997 dalam
Anggriawan).
Nilai setback viscosity pada beras tiruan berkisar 50 BU-190 BU, dengan
viscosity akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena bila jumlah amilosa
tinggi maka nilai setback akan semakin meningkat, karena ketika pasta mendingin
molekul-molekul amilosa akan bersatu kembali (Winarno, 2008).
4.2.13 Uji Warna
Metode pengukuran warna pada beras tiruan dilakukan secara objektif yaitu
menggunakan chromameter. Chromameter merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur warna dari permukaan suatu objek. Prinsip dasar dari alat ini ialah
interaksi antara energi cahaya diffus dengan atom atau molekul dari objek yang
dianalisis. Alat ini terdiri atas ruang pengukuran dan pengolah data. Ruang
pengukuran berfungsi sebagai tempat untuk mengukur warna objek dengan
diameter tertentu. Sumber cahaya yang digunakan yaitu lampu xenon. Lampu
inilah yang akan menembak permukaan sampel yang kemudian dipantulkan
menuju sensor spektral. Skema pengukuran dari chromameter yaitu sampel diberi
cahaya diffus dan diukur pada sudut tertentu. Cahaya diffus yang mengenai
sampel dipantulkan pada sudut tertentu, kemudian diteruskan ke sensor spektral,
lalu dihitung menggunakan komputer mikro (Anonim, 2012f).
Data hasil pengukuran berupa L, a dan b. Hunter Lab atau nilai tristimulus
XYZ diolah melalui pengolah data. Notasi L*: 0 (hitam); 100 (putih) menyatakan
cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam.
Notasi a*: warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a* (positif) dari 0
sampai +80 untuk warna merah dan nilai –a* (negatif) dari 0 sampai -80 untuk
warna hijau. Notasi b*: warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b*
(positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b* (negatif) dari 0
sampai -70 untuk warna biru (Suyatma, 2009 dalam Anonim, 2012f). Diagram
warna L*a*b* dapat dilihat pada Gambar 9. Nilai-nilai pengukuran pada sistem
Hunter bisa dikonversikan ke x, y dan z pada system CIE (Komisi Iluminasi
Internasional) (Anonim, 2012f).
Hue/warna kromatik/rona (merah, hijau dll) merupakan warna dari suatu
benda yang memberikan perbedaan dari suatu warna terhadap warna lainnya.
Chroma (kekuatan) yaitu intensitas warna yang membedakan warna yang kuat
yang diperoleh dari rumus C = . Semakin tinggi nilai chroma
menunjukkan semakin kuat intensitas warna yang dihasilkan. Nilai °HUE atau
nilai derajat Hue merupakan atribut yang menunjukkan derajat warna visual yang
terlihat. Pada beras tiruan warna visual yang terlihat adalah warna kuning muda.
Nilai °HUE diperoleh melalui perhitungan invers tangen perbandingan nilai b
dengan nilai a (Kusumawati, 2008).
Gambar 9 Diagram warna L*a*b*
Berdasarkan analisis uji warna pada beras tiruan diperoleh bahwa pada beras
tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan tepung Bimo yang
semakin banyak maka nilai chroma pada beras kedelai semakin tinggi yaitu
berkisar antara 17,93-19,33 dan pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai
dengan penambahan tapioka yang semakin banyak maka nilai chroma yang
diperoleh juga semakin tinggi yaitu berkisar antara 14,57-18,24. Hal ini
menunjukkan bahwa beras tiruan dengan penambahan tepung Bimo dan tapioka
yang lebih banyak akan menghasilkan intensitas warna kuning yang semakin kuat.
Pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan penambahan
tepung Bimo sebanyak 60 gram memiliki nilai Hue tertinggi yaitu 88,40 dan nilai
Hue terendah diperoleh pada penambahan tepung Bimo sebanyak 40 gram yaitu
-88,04. Sedangkan pada beras tiruan yang terbuat dari kacang kedelai dengan
penambahan tapioka, pada penambahan tapioka sebanyak 50 gram memiliki nilai
Hue tertinggi yaitu 89,79 dan nilai Hue terendah diperoleh pada penambahan
tapioka sebanyak 70 gram yaitu -87,66. Nilai Hue yang tinggi menunjukkan
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada pengolahan beras tiruan yang dibuat di BB-Pascapanen terdiri dari dua
jenis yaitu beras dengan bahan baku kacang kedelai dengan penambahan tapioka
dan jenis yang lainnya dengan penambahan tepung Bimo. Bahan tambahan lain
yang digunakan pada beras tiruan adalah air.
Proses pengolahan pada kedua jenis beras tiruan ini melalui tahapan yang
sama yaitu, persiapan bahan, perendaman kacang kedelai, perebusan, pengupasan
kulit kacang kedelai, penggilingan atau pembuatan bubur kacang kedelai,
pencampuran, granulasi atau pembentukan butiran, dan pengeringan. Ukuran dan
bentuk butiran beras tiruan yang dihasilkan kurang seragam.
5.2 Saran
Nasi hasil pemasakan beras tiruan dengan menggunakan rice cooker bersifat
lengket. Oleh sebab itu, perlu adanya suatu pengkajian atau penelitian lanjut
tentang teknologi pembuatan beras tiruan melalui proses pengolahan dan peralatan
yang sesuai sehingga mengubah sifat fungsionalnya sedemikian rupa agar beras
DAFTAR PUSTAKA
Asfiyah. 1997. Dalam Kimia Fisik dan Fungsional Tepung, Anggriawan, R.
Http://scribd.com/doc/skipsiRiyan/pdf. (Diakses 4 Januari 2012).
Anonim. 2011a. Nilai Gizi dari Kacang Kedelai.
Http://susukedelai.wordpress.com/2007/09/26. (Diakses 18 Desember 2011).
Anonim. 2011b. Tepung Tapioka, Manfaatnya, dan Cara Pembuatannya. Http://www.scribd.com/doc. (Diakses, 20 Desember 2011).
Anonim. 2011c. Mencampur Bahan Pangan Basah dan Semi Basah. Http://mantambakberas.com//pdf. (Diakses 30 Desember 2011).
Anonim. 2011d. Granulasi Kering.
Http://pharmacistmuslim.blogspot.com/2010/01.html. (Diakses 30
Desember 2011).
Anonim. 2011e. Air dalam Bahan Pangan.
Http://repository.usu.ac.id/bitstream/Chapter%20II.pdf. (Diakses 30
Desember 2011).
Anonim. 2012f. Sifat Optik Bahan Pertanian. Http://repository.ipb.ac.id/ TinjauanPustaka.pdf. (Diakses 4 April 2012).
Anonim. 2012g. Karakteristik Granula Pati dari Berbagai Macam Sumber Pati.
http://blog.ub.ac.id/nittaaa/2011/04/10/karateristik-granula-pati-dari-berbagai-macam-sumber-pati/. (Diakses 11 April 2012).
Baah. 2009. Dalam Kimia Fisik dan Fungsional Tepung, Anggriawan, R.
Http://scribd.com/doc/skipsiRiyan/pdf. (Diakses 4 Januari 2012).
Deptan. 2011a. Inovasi Pengolahan Singkong Meningkatkan Pendapatan dan
Diversifikasi Pangan.
Http://www.litbang.deptan.go.id.Manfaat-Singkong.pdf. (Diakses 29 Desember 2011).
Deptan. 2011b. Tepung Kasava BIMO, Bukti BB-Pascapanen Dukung Program Kemandirian Tepung Nasional. Http://www.litbang.deptan.go.id. (Diakses 18 Desember 2011).
Deptan. 2011c. Tepung Kasava BIMO Kian Prospektif.
Http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/assets/media/berita/Misgiyarta.pdf. (Diakses 20 Desember 2011).
Erliza, Nabil, M., Nasution, M.Z., dan Sutedja. 1987. Pengantar Pengemasan. Laboratorium Pengemasan Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Estiasih, T. dan Ahmadi. 2011. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.
Harper. 1981. Dalam Karakteristik Beras Mutiara dari Ubi Jalar (Ipomea batatas).
Vol 5:37-44, Herawati, H. dan S. Widowati.
Http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/bulletin/.pdf. (Diakses 23
September 2011).
Herawati, H. dan Widowati, S. 2009. Karakteristik Beras Mutiara dari Ubi Jalar
(Ipomea batatas). Vol 5:37-44.
Http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/bulletin/.pdf. (Diakses 23
September 2011).
Kibar et al. 2009. Dalam Kimia Fisik dan Fungsional Tepung, Anggriawan, R.
Http://scribd.com/doc/skipsiRiyan/pdf. (Diakses 4 Januari 2012).
Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Bermutu, Koswara, S. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Misgiarta. 2010. Alternatif Pengganti Terigu. Http://bangkittani.com/litbangBB-Pascapanen. (Diakses 18 Desember 2011).
Muchtadi, D. 2009. Prinsip Teknologi Pangan Sumber Protein. Alfabeta, Bandung.
Priyanto, G. 1988. Teknik Pengawetan Pangan. Proyek
Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Quin et al., 1980. Dalam Kimia Fisik dan Fungsional Tepung, Anggriawan, R.
Http://scribd.com/doc/skipsiRiyan/pdf. (Diakses 4 Januari 2012).
Suyatma. 2009. Dalam Sifat Optik Bahan Pertanian, Anonim, 2012f. Http://repository.ipb.ac.id/ TinjauanPustaka.pdf. (Diakses 4 April 2012).
Suliantari dan Rahayu, W.P. 1990. Teknologi Fermentasi Umbi-umbian dan Biji-bijian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Warintek. 2011. Pengolahan Pangan Tepung Tapioka.
Http://www.iptek.net.id/ind/warintek. (Diakses 18 Desember 2011).
Wikipedia. 2011a. Kedelai. Http://id.wikipedia.org/wiki. (Diakses 18 Desember 2011).
Wikipedia. 2011b. Oncom. Http://id.wikipedia.org/wiki. (Diakses 18 November 2011).
Winarno, F.G. 2002. Tahu Cina Tradisional. M-BRIO Press, Bogor.
Lampiran 1 Bagan Struktur Organisasi BB-Pascapanen
(Sumber: Surat Keputusan Menteri Pertanian No.632/Kpts/OT.140/12/2003).
Lampiran 2 Produk Beras Tiruan (Artificial Rice)
1. 100gram Kacang kedelai+40gram Tepung kasava Bimo
2. 100gram Kacang kedelai+50gram Tepung kasava Bimo
3. 100gram Kacang kedelai+60gram Tepung kasava Bimo
5. 100gram Kacang kedelai+40gram Tepung Tapioka
6. 100gram Kacang kedelai+50gram Tepung Tapioka
7. 100gram Kacang kedelai+60gram Tepung Tapioka
Lampiran 4 Laboratorium dan Bangsal di BB-Pascapanen
a. Laboratorim Kimia di BB-Pascapanen
Lampiran 5 Alat-alat Analisa
a. Amilography