• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap III-Optimasi Rangkaian Proses Produksi Makanan Ringan dengan Proses Produksi Bihun

HASIL DAN PEMBAHASAN

Formulasi Produk Makanan Ringan

Dalam merancang formulasi digunakan peralatan laboratorium yang kurang lebih mirip fungsi ekstruder dan dikombinasikan dengan pengadukan bahan baku dan penguapan adonan bahan baku menggunakan panci bertekanan (pressure cooker). Formula makanan ringan terdiri dari daging ikan Lele halus, pati jagung, tepung terigu, tahu, tepung gaplek, minyak kelapa sawit, monosodium glutamat, garam, sodium bikarbonat dan perisa makanan. Dari beberapa formula yang telah dicoba pada skala laboratorium, dipilih 3 formula terbaik yang ditinjau dari segi penggunaan maksimal ikan segar dan hubungannya dengan kandungan protein produk akhir. Pertimbangan lainnya adalah kegurihan rasa dan kerenyahan tekstur produk hasil penggorengan (Tabel 5).

Tabel 5. Parameter penentu 3 jenis formula yang diproses dengan alat Meat Chopper Extruder skala laboratorium

Formula 1 Formula 2 Formula 3

Biaya bahan baku mentah per Kg (Rp)

6,765 5,895 6,619

Kandungan Ikan Segar (%) dalam total formula

37 25 35

Kadar Air adonan (%) sebelum proses steam 40.5 33.2 34.31 Kadar Protein (%) 14 9.5 12.7 Kerenyahan Tekstur (subjektif) setelah Goreng *) +++ + ++ *)+ = Keras ++= Renyah +++= Sangat renyah

Dari pengamatan selama proses, semakin tinggi kadar daging ikan segar, maka kadar air adonan semakin tinggi dan adonan menjadi lembek dan lengket. Hal ini sangat berpengaruh pada proses ekstrusi karena adanya keterbatasan

single screw extruder yaitu ketidak mampuan untuk mentransfer adonan yang lengket, lembek dan elastis atau membal. Beberapa bahan baku mempunyai

sifat yang berubah menjadi lengket atau membal setelah terkena panas ataupun pemampatan (kompresi); ada juga yang melawan gesekan pada ekstruder pemasakan (Huber dalam Lusas dan Rooney, 2001). Selain itu energi yang diperlukan untuk menurunkan kadar air dari 35-42% sehingga menjadi 20% setelah pemasakan pada ekstrusi makanan ringan generasi ketiga diduga memerlukan biaya energi yang relatif tinggi.

Biaya bahan baku untuk ketiga jenis formula masih memenuhi persyaratan (Tabel 5) untuk hasil goreng 5 gram yang ditentukan pada dokumen persyaratan proyek dalam dokumen protokol produk (Segall 2000, didalam Brody dan Lord 2000). Formula terpilih nomor 1 dengan jumlah ikan segar 37% sehingga kadar protein produk akhir menjadi 14%.

Aplikasi Formulasi Terpilih pada Ekstruder Skala Komersial

Ekstruder makanan ringan yang digunakan merupakan golongan ekstruder ulir tunggal yang tergolong pada medium shear atau gesekan medium karena ekstruder ini bersuhu tabung maksimal 110°C, suhu produk maksimum 79°C dan tekanan tabung ulir (screw barrel) +/- 2000-4000 kPa (Hauck, 1993 dan Harper, 1979 di dalam Fellows, 2000). Kadar air adonan yang ideal untuk ekstruder ini adalah maksimal 30% agar adonan masih berbentuk tepung lembab dan tidak menggumpal. Adonan yang masih bersifat tepung free flow dapat disalurkan melalui screw conveyor untuk masuk ke dalam tabung ulir.

Pada formula terpilih, kadar air adonan 40.5% melebihi kadar air optimal sehingga adonan menggumpal dan tidak bisa disalurkan melalui screw conveyor

yang tersedia pada alat ekstruder. Sifat adonan menjadi basah dan lengket sehingga adonan tersebut lengket pada pisau berputar yang terdapat pada permukaan lempengan cetakan dan tidak bisa dipotong secara langsung setelah ekstrusi. Pemotongan adonan hasil ekstrusi dapat dilakukan setelah adonan ditarik dalam bentuk tali setelah itu dipotong dengan pisau vertikal. Hasil potongan digoreng langsung dan ada yang dikeringkan sampai kadar air 9% atau bentuk pellet kering kemudian digoreng. Tekstur hasil penggorengan sangat keras (Tabel 7).

Ekstruder strap-Bihun terdiri dari 2 buah ulir, sebuah ulir kecil yang berfungsi mendorong dan mengaduk adonan ke arah ulir utama. Kapasitas strap

ekstruder yang terbuat dari besi hitam ini adalah 450 kg/jam; sama halnya dengan ekstruder vermicelli. Ekstruder strap mempunyai 10 putaran sedangkan ekstruder vermicelli mempunyai 13 putaran. Kedua jenis ekstruder ini dapat mengakomodasi adonan dalam bentuk gumpalan seperti adonan bihun berupa bubur beras yang sudah diuapkan dengan tekanan. Adonan panas hasil proses penguapan bertekanan ditampung pada wadah untuk langsung diekstrusi, hasil ekstrusi berupa tali dilalukan pada ban berjalan untuk pendinginan. Setelah itu dipotong secara manual dan langsung digoreng dengan suhu minyak 150°C selama 3 menit. Tekstur hasil penggorengan sangat keras.

MCE mempunyai ulir yang terdiri dari 5 putaran dengan kapasitas produksi 500 kg/jam. Pada bagian ujung ulir sebelum lubang outlet terdapat pisau berbentuk baling-baling yang berfungsi memecah atau mencacah adonan yang sudah terkompresi oleh ekstrusi. Oleh karena itu hasil ekstrusi MCE bersifat patah dan tidak perlu mesin pemotong akan tetapi ukuran panjang dan pendek produk menjadi tidak beraturan dan tidak bisa diatur sesuai keinginan. Jika ditunjang oleh suhu adonan dingin yang dilalukan melalui ekstrusi maka tekstur hasil penggorengan akan lebih renyah dibandingkan dengan adonan panas yang langsung diekstrusi pada MCE.

Adanya pisau berbentuk baling-baling sebelum cetakan outlet merupakan perbedaan pada struktur bagian dalam tabung ekstruder bihun strap, vermicelli

dan MCE yang menyebabkan perbedaan tingkat kompresi adonan di dalamnya sehingga berpengaruh langsung kepada mampatnya adonan yang akan mempersulit jalur ke luarnya uap air pada saat sineresis. Hasil goreng tekstur yang keras pada ekstruder bihun merupakan akibat dari adonan yang terlalu mampat/terkompresi sehingga uap air pada proses sineresis dan pada proses penggorengan menjadi sulit ke luar dan tidak terbentuk jalur/matriks kosong yang membuat tekstur menjadi berlubang-lubang sehingga terasa renyah.

Hasil aplikasi formulasi terpilih pada ketiga ekstruder skala komersial dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Parameter penentu hasil aplikasi formulasi terpilih pada 3 jenis ekstruder Kerenyahan tekstur*) Kapasitas produksi (kg/jam) Ekstruder makanan ringan + 70 Ekstruder Bihun + 450

Ekstruder Bihun & MCE

+++ 500

*) + = Keras ++= Renyah +++= Sangat renyah

Optimasi Rangkaian Proses Produksi Makanan Ringan dengan Proses Produksi Bihun

Tekstur pangan ditentukan oleh kadar air, kadar lemak dan kandungan karbohidrat struktural seperti selulosa, pati dan bahan pektin, serta protein yang terkandung dalam suatu produk. Perubahan tekstur biasanya disebabkan oleh peningkatan kadar air atau kehilangan lemak, pembentukan atau pemecahan emulsi dan gel, hidrolisa karbohidrat polimeris dan koagulasi atau hidrolisis (Fellows, 2000).

Pada hasil analisa tekstur terhadap 10 jenis urutan proses terlihat adanya pengaruh suhu adonan sebelum ekstrusi terhadap kerenyahan (Gambar 9). Suhu adonan dingin sebelum proses ekstrusi memberikan hasil kerenyahan tekstur yang berbeda nyata dengan suhu adonan panas sebelum ekstrusi. Urutan proses II AC (adonan dingin) dan I AC (adonan panas) berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan di mana produk dari urutan proses II AC mendapat nilai max load sebesar 93.2 kgf sedangkan proses I AC sebesar 26.2 (Gambar 6). Pendinginan adonan akan menyebabkan sifat pati yang sudah tergelatinisasi mengalami sineresis, di mana ikatan amilosa dan amilopektin makin menguat dan cenderung memisahkan diri dari air. Jika pendinginan adonan berlangsung lambat, fraksi amilosa akan mendapat kesempatan untuk berkumpul sehingga akan memudahkan keluarnya air yang terperangkap dalam jaringan. Air yang mudah ke luar dari jaringan ini akan mempermudah terbentuknya porositas tekstur pada saat pemanasan atau penggorengan sehingga tekstur menjadi lebih renyah dan tidak terkompresi atau mampat. Moss et al. (1987) menyatakan bahwa pada peralatan mi instan otomatis, adonan perlu diistirahatkan melalui

ban berjalan dengan kecepatan rendah sehingga adonan menjadi relaks karena protein melunak dan menjadi lebih lentur sehingga lapisan adonan yang licin akan terbentuk.

Pada pembuatan mi kering, terdapat 3 tahap pengeringan, pada tahap pengeringan pertama digunakan suhu rendah 15°C dan aliran udara kering selama 30-90 menit. Hal ini dilakukan untuk menghindari elongasi pada benang-benang mi. Pada tahap kedua, uap air dari bagian dalam akan berdifusi ke permukaan. Garam yang bersifat higroskopis yang terdapat pada permukaan yang kering akan menarik uap air dari bagian dalam mi. Suhu yang digunakan adalah 40°C pada kelembaban udara 70-75%. Tahap terakhir pengeringan adalah pengaliran udara sejuk yang mengurangi kelembaban sekitar produk mi.

Proses ekstrusi MCE yang dirangkai setelah ekstruder strap dan vermicelli

juga berpengaruh sangat nyata terhadap kerenyahan produk hasil penggorengan. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan nyata nilai kerenyahan (kgf) menurut uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% dari pasangan urutan proses IIB (24.49 kgf) dengan IIBC (55.96 kgf) , IB (16.48 kgf) dengan IBC (70.26 kgf), dan IIA (36.75 kgf) dengan IIAC (93.2 kgf). Dari hasil analisis pada Gambar 7, proses IIAC yaitu urutan proses adonan dingin dengan peralatan ekstruder

strap yang dirangkai dengan MCE memberikan kerenyahan tekstur yang paling baik (Gambar 9).

Berdasarkan uji kerenyahan subjektif (Gambar 8), tekstur dengan kerenyahan objektif minimum 45 kgf masih bisa diterima sebagai tekstur yang renyah, sedangkan nilai kgf di bawah 45 kgf sudah dirasakan keras oleh panelis. Dari Gambar 8 terlihat bahwa ada korelasi linier antara uji kerenyahan secara objektif dengan uji kerenyahan secara subjektif. Koefesien korelasi linieritasnya sebesar 0.90.

(I = suhu adonan panas II = suhu adonan dingin A = Strap Ekstruder - Bihun B= Vermicelli Estruder Bihun C = MCE)

Gambar 7. Histogram nilai kerenyahan makanan ringan dengan Instron texture analyzer

Jika dibandingkan antara pengaruh suhu adonan sebelum ekstrusi dengan pengaruh pemakaian ekstruder MCE terhadap kerenyahan tekstur, secara uji statistik – hasil analisa ragam dengan uji lanjut Duncan dan kontras ortogonal (Lampiran 5) suhu adonan maksimum 30°C lebih berpengaruh nyata. Walaupun keduanya berpengaruh nyata terhadap kerenyahan tekstur, nilai mean square

atau kuadrat tengah suhu adonan lebih besar jika dibandingkan dengan urutan proses. 29.54 26.2 16.48 70.26 43.37 36.75 93.2 24.49 55.96 66.14 IA IAC IB IBC IC II A II AC II B II BC II C Kerenyahan (kgf)

Gambar 8. Grafik hubungan antara analisa kerenyahan subjektif dengan kerenyahan objektif Pengadukan bahan kering Pengadukan bahan basah Pengadukan &

Steam bertekanan A.Extruder ‘Strap’

C.Meat Chopper Extruder (MCE) Pendinginan adonan

Penggorengan 150 C~3 menit

Gambar 9. Urutan proses adonan suhu maksimum 30°C pada ekstruder

strap dan MCE sebagai proses pengolahan makanan ringan terbaik (Proses II AC)

29,54 26,2 16,48 70,26 43,37 36,75 93,2 24,49 66,14 55,96 0 1 2 3 4 5 0 20 40 60 80 100 Kerenyahan (kgf) Kerenyahan subjektif

Sangat Renyah sekali

Sangat Renyah Agak Keras Renyah Keras Keras sekali y = 0,059x - 0,626 R2 = 0,900

Analisis Proksimat dan Tekstur Makanan Ringan

Analisa proksimat yang dilakukan terhadap produk hasil goreng produk dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan protein dan kandungan mineral kalsium prototip hasil penggorengan cukup tinggi, protein 14% dan kalsium 418 mg/100g produk sehingga sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan pada karakteristik produk (kadar protein minimum adalah 10%). Akan tetapi menurut Pedoman Klaim Label Pangan (BPOM 2003) masih belum mencukupi persyaratan untuk dibuat klaim kandungan gizi protein dan mineral kalsium tersebut. Pernyataan tentang tinggi, kaya akan, merupakan sumber yang sangat baik hanya diperbolehkan apabila pangan mengandung vitamin, mineral, serat pangan atau kalium sedikitnya 20% dari Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan per takaran saji baku. AKG terendah kalsium untuk orang dewasa adalah 500 mg per orang per hari.

Tabel 7. Hasil analisa proksimat makanan ringan formula terpilih

Parameter Jumlah Kadar air (%) 2.70 Kadar Protein (%) 14.28 Kadar Lemak (%) 18.00 Kadar Abu (%) 5.60 Kadar Karbohidrat (by difference) (%) 59.42 Kandungan Ca mg/100 g produk 418

Hasil pengamatan pada uji ketahanan tekstur produk setelah ditaburkan pada makanan berkuah (Lampiran 10) memperlihatkan perbandingan antara daya tahan tekstur II A - 6 menit (36,75 kgf) dengan II AC-5 menit (93.2 kgf) atau perbandingan IIA dengan I A – 8 menit 30 detik (29.74 kgf). Dari perbandingan ini terlihat jika tekstur semakin renyah, maka produk semakin cepat menyerap air (Gambar 10). Waktu konsumen menunggu mulai dari saat makanan berkuah disajikan sampai saat makanan tersebut dikonsumsi adalah kurang lebih 5 menit, sehingga taburan yang bertekstur renyah masih memenuhi persyaratan tekstur renyah setelah beberapa saat ditaburkan pada permukaan makanan berkuah

(Gambar 10). Gambar 11 menyajikan foto makanan ringan taburan dengan bentuk yang tidak beraturan dan taburan pada makanan berkuah berupa mi instan.

Gambar 10. Uji ketahanan kerenyahan tekstur makanan ringan yang ditabur pada mi instan berkuah Tekstur : 4= Sangat renyah ; 3= Renyah; 2= Kurang renyah; 1= Tidak renyah atau lunak

Gambar 11. Foto makanan ringan taburan dengan bentuk yang tidak beraturan dan taburan pada makanan berkuah berupa mi instan 0 1 2 3 4 1 2 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9 9,5 10

Waktu tabur (menit)

Tekstur subjektif

Tekstur I A-29.54 kgf Tekstur IIA-36.75 kgf Tekstur IIAC-93.2 kgf Tekstur IIC-66.14 kgf Tekstur IIBC-55.96 kgf Tekstur IBC-70.26 kgf

IIAC

Dokumen terkait