• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses pengeringan dalam pengolahan vanili segar hingga didapatkan vanili kering dengan kadar air berkisar 25% dikenal dengan istilah kuring. Proses kuring buah vanili dimaksudkan untuk mendapatkan aroma dan flavor khas vanili, selain untuk menurunkan kadar air. Menurut Rao dan Ravishankar (2000) buah vanili segar hampir tidak beraroma. Aroma akan berkembang setelah dilakukan proses kuring. Hal ini terjadi karena reaksi enzimatik pada komponen flavor berupa gugus-gugus glikosida oleh enzim β-glikosidase menghasilkan berbagai macam komponen flavor vanili.

Di Indonesia proses kuring ini telah dikembangkan oleh Balitro (Balai Penelitian Tanaman Obat-obatan dan Rempah), Bogor. Penelitian ini menggunakan metode pengeringan termodifikasi yang merupakan hasil penelitian Setyaningsih (2006), yang terbukti memiliki kadar vanilin yang lebih tinggi dibandingkan metode Balitro. Hal-hal yang membedakan dari metode Balitro adalah perendaman dalam aktivator enzim berupa larutan butanol 0,3 M dan sistein 1 mM; suhu pelayuan; dan suhu pengeringan.

Menurut Setyaningsih (2006), butanol dapat bertindak sebagai aktivator enzim karena enzim cenderung menggunakan alkohol dibandingkan air sebagai penerima bagian glikosil sehingga dapat meningkatkan reaksi. Mekanismenya dapat dijelaskan sebagai berikut: melalui ikatan hidrogen, gugus hidroksil pada n-butanol terikat pada enzim β-glukosidase. Selain itu, gugus hidroksil pada butanol tersebut menyebabkan butanol dapat larut dalam air melalui sistem kopelarut satu fase, yaitu sistem yang melarutkan pelarut organik – dalam hal ini butanol – pada larutan penyangga (air) dalam satu fase. Dengan demikian enzim masih dapat mengikat air. Keberadaan air menyebabkan enzim menjadi lebih fleksibel sehingga lebih mudah berikatan dengan substrat.

Sistein juga dapat bertindak sebagai aktivator enzim. Mekanisme kerjanya dapat dijelaskan sebagai berikut: gugus S-H pada sistein dapat membantu kestabilan struktur enzim karena gugus S-H mudah teroksidasi. Jika terjadi reaksi oksidasi, gugus S-H inilah yang akan lebih dulu teroksidasi sehingga enzim dapat terlindungi dan diharapkan aktivitasnya tidak terganggu.

Proses pengeringan vanili dilakukan tidak sampai kering benar, sehingga hasil akhir proses pengeringan sampai dengan hari kelima diistilahkan dengan vanili setengah kering. Kadar air diukur setiap hari yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 13.

87.61 86.06 79.09 81.2 81.58 78.31 72 74 76 78 80 82 84 86 88 90

Lama Pengeringan (Hari)

K a d a r A ir ( % )

Gambar 13 Kadar Air Vanili Selama Proses Pengeringan.

Dari Gambar 13 terlihat bahwa kadar air vanili segar atau kadar air pengeringan hari ke-0 masih tinggi yakni sebesar 87,96%. Terlihat pula adanya fluktuasi kadar air selama proses pengeringan, akan tetapi hal tersebut dapat diminimalisasi dengan pengambilan sampel yang lebih banyak. Kadar air pada pengeringan hari kelima telah turun sebesar 9,65% dibandingkan hari ke-0 sehingga diperoleh hasil sebesar 78,31%.

Selain kadar air, diukur pula kadar vanilin. Pada awal pengeringan kadar vanilin masih sedikit, tetapi setelah pengeringan hari ke-5 diperoleh hasil sebesar 2,7%. Hasil ini hampir mendekati hasil penelitian Setyaningsih et al (2003) yakni sebesar 2,8%, dan lebih besar dari vanili yang dikeringkan dengan metode standar (Balitro) yang hanya sebesar 1,2%. Peningkatan kadar vanilin setiap harinya menandakan senyawa glukovanilin semakin banyak yang terhidrolisis menjadi glukosa dan vanilin.

Penelitian I

Pembuatan Ekstrak Pekat Vanili

Beberapa uji coba yang dilakukan sebelum menentukan perlakuan pada percobaan pembuatan ekstrak vanili pekat dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.

0 1 2 3

Tabel 8 Beberapa Uji Coba Formula Ekstrak Pekat Vanili

NO FORMULA HASIL

A Ekstrak vanili setengah kering 10 ml + sirup glukosa 10 ml

Aroma ekstrak vanili setengah kering tercium dengan intensitas sedang

B Ekstrak vanili setengah kering 10 ml + HFS 10 ml

Aroma vanili segar terdeteksi, ada sedikit endapan di dinding tabung karena ekstrak tidak disaring dan tidak ditambah emulsifier

C Sirup glukosa 20 ml + ekstrak vanili setengah kering 7 ml + ekstrak vanili kering 3 ml, dipanaskan 60 oC

Aroma vanili setengah kering lebih dominan

D Sirup glukosa 30 ml + ekstrak vanili setengah kering 4 ml + ekstrak vanili kering 6 ml, diaduk saja tanpa pemanasan

Aroma vanili setengah kering berkurang, tercium aroma vanili kering, warna coklat lebih terang dibanding formula C

E Sirup glukosa 15 ml + ekstrak setengah kering 4 ml + ekstrak kering 6 ml + larutan CMC 1% 2 sendok teh, dipanaskan 60 oC

Warna lebih gelap dibanding C dan D, aroma setengah kering dan kering terdeteksi dengan intensitas sedang

F Sirup glukosa 15 ml + ekstrak setengah kerin 6 ml + ekstrak kering 9 ml + larutan CMC 2% 2 sendok sudip, dipanaskan 60 oC

Aroma lebih kuat dibanding E, warna juga lebih gelap dibanding E, ada gumpalan-gumpalan CMC yang tak larut

G HFS 10 ml + ekstrak setengah kering 6 ml + ekstrak kering 9 ml + larutan CMC 1% 5 ml, dipanaskan 60 oC

Aroma lebih kuat dibanding F, warna hampir sama dengan F

H Sirup glukosa 20 ml + ekstrak setengah kering 5 ml + ekstrak kering 5 ml + larutan CMC 1% 1 sendok teh, dipanaskan 60 oC

Aroma getah masih tercium, tidak terbentuk endapan

Secara lebih khusus diuji coba perbandingan ekstrak vanili setengah kering dengan ekstrak kering sebagai berikut: 4:6, 6:4, 3:7, 0:10, 7:3, 5:5. Aroma yang paling banyak disukai adalah perbandingan 6:4 sehingga perbandingan ini yang digunakan dalam perlakuan.

Analisis Sifat Fisik dan Kimia.

Hasil analisis fisik dan kimia meliputi aw, viskositas, warna, (L, a, b), dan kadar vanilin dapat dilihat dalam Tabel 9.

Tabel 9 Hasil Pengukuran Sifat Fisik dan Kimia Ekstrak Pekat Vanili FORMULA aw VISKOSITAS (cP) L a b KADAR VANILIN (g/l) A1 B1 0,85 16,04 37,67 +25,77 +11,57 1,58 A1 B2 0,82 31,93 45,06 +25,14 +21,41 1,43 A1 B3 0,86 37,09 42,69 +27,12 +20,27 1,29 A1 B4 0,85 60,31 52,02 +22,28 +31,73 1,10 A2 B1 0,84 12,40 29,17 +20,97 -1,60 1,99 A2 B2 0,83 19,63 36,08 +18,60 +5,77 1,78 A2 B3 0.85 21.84 41,84 +22,97 +24,95 1,60 A2 B4 0,84 44,03 43,51 +27,15 +21,15 1,45 A3 B1 0,85 9,70 29,41 +19,93 -1,24 2,22 A3 B2 0,83 14,31 30,14 +21,92 -2,06 2,00 A3 B3 0,86 18,46 35,50 +26,70 +9,12 1,89 A3 B4 0,83 30,05 39,47 +27,57 +15,16 1,76 A4 B1 0,84 8,27 27,52 +17,26 -4,15 2,38 A4 B2 0,83 11,56 28,94 +20,04 -2,52 2,31 A4 B3 0,85 14,16 31,74 +24,40 +2,96 2,10 A4 B4 0,84 22,30 31,75 +24,67 +2,29 1,98

Nilai Aw (Aktivitas Air).

Pengukuran aw ke-16 ekstrak pekat vanili menunjukkan kisaran antara 0,82 – 0,86. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa komposisi pemanis dan penstabil berpengaruh nyata (p < 0,05) terhadap aw. Hasil analisis statistik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Dalam jumlah ekstrak dan jenis pemanis yang sama terlihat bahwa semakin banyak jumlah pemanis maka aw semakin kecil. Menurut Fennema (1985), aw dapat menurun dengan adanya zat seperti gula karena gula dapat mengikat air. Nilai aw yang semakin rendah diinginkan dalam produk ini karena dapat menghambat mikroba yang tidak diinginkan. Formula A1 B2 memiliki nilai aw terendah dibandingkan formula lainnya.

Viskositas.

Ekstrak pekat vanili yang dihasilkan memiliki viskositas dengan kisaran 8,27 cP – 60,31 cP. Dari analisis ragam diketahui bahwa kedua faktor perlakuan berpengaruh nyata terhadap viskositas (p < 0,05). Hasil analisis statistik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Formula A1 B4 memiliki nilai viskositas paling tinggi yakni sebesar 60,31 cP yang menyebabkan produk tersebut tidak terlalu encer tetapi tidak terlalu kental. Karakteristik yang demikian diharapkan untuk produk ekstrak pekat vanili.

Nilai L (Kecerahan).

Secara umum dapat dikatakan bahwa ke-16 ekstrak pekat vanili berwarna coklat dengan tingkat kecerahan warna bervariasi antara 27,52 – 52,02. Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa jumlah ekstrak serta komposisi pemanis dan penstabil berpengaruh nyata (p < 0,05) terhadap tingkat kecerahan. Formula A1 B4 memiliki nilai L tertinggi (52,02), diikuti oleh formula A1 B2 dengan nilai L sebesar 45,06. Semakin tinggi nilai L, maka warna produk semakin cerah dan umumnya konsumen lebih menyukai warna ekstrak pekat yang lebih cerah daripada yang lebih gelap.

Dalam pengukuran warna menggunakan Chromameter, selain nilai L, terukur pula nilai a dan b. Nilai a merupakan derajat kemerahan (redness), sedangkan nilai b menunjukkan derajat kekuningan (yellowness). Dari diagram Hunter diketahui bahwa nilai a berkisar antara + 70 dan - 70, demikian pula nilai b berkisar antara + 70 dan – 70. Gambar 14 menunjukkan posisi warna (berdasarkan nilai a dan b) untuk formula terbaik A1B4 dan A1B2 dalam diagram warna Hunter.

Gambar 14 Posisi Formula Terbaik dalam Diagram Warna Hunter

A1 B4 A1 B2

Dari Gambar 14 di atas terlihat bahwa warna ekstrak pekat A1 B4 lebih cerah dibandingkan dengan A1 B2. Warna kedua ekstrak pekat vanili berada dalam kuadran I dan cenderung kemerahan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pemanis berupa HFS 55% maupun sirup glukosa 75 oBrix yang berwarna bening dapat mencerahkan warna ekstrak yang semula berwarna coklat.

Nilai a (redness/greeness).

Nilai a ekstrak pekat vanili bervariasi dengan kisaran antara + 17,26 – (+ 27,57). Menurut Nielsen (2003) ”a ” dapat bernilai positif maupun negatif, + a diartikan sebagai redness dan – a diartikan sebagai greeness. Jika suatu sampel memiliki nilai a semakin positif berarti warna sampel tersebut semakin merah, sebaliknya jika nilai a semakin negatif berarti warna sampel semakin hijau. Jadi, dengan kisaran nilai a di atas, ke-16 sampel ekstrak pekat cenderung berwarna kemerahan, tidak ada yang ke arah hijau.

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) diketahui bahwa kedua faktor perlakuan tidak berpengaruh nyata (p > 0,05) terhadap nilai a. Jika diamati plot antara nilai a dengan jumlah ekstrak (Lampiran 6), terlihat sampel dengan komposisi pemanis dan penstabil berkode B4 (glukosa 15 ml + CMC 3 ml) memiliki tingkat kemerahan yang paling tinggi dan hampir sama dengan yang berkode B3 (glukosa 10 ml + CMC 6 ml). Tingkat kemerahan terendah diperoleh sampel dengan komposisi pemanis HFS 5 ml + CMC 6 ml (sampel berkode B1), diikuti oleh B2.

Nilai b (yellowness/blueness).

Nilai b ekstrak pekat vanili bervariasi dengan kisaran antara - 4,15 – (+ 31,73). Menurut Nielsen (2003) ”b ” dapat bernilai positif maupun negatif, + b diartikan sebagai yellowness dan – a diartikan sebagai blueness. Jika suatu sampel memiliki nilai b semakin positif berarti warna sampel tersebut semakin kuning, sebaliknya jika nilai a semakin negatif berarti warna sampel semakin biru. Jadi, dengan kisaran nilai b di atas, warna ke-16 sampel bervariasi dari kecoklatan hingga kemerahan.

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 7) diketahui bahwa kedua faktor perlakuan berpengaruh nyata (p < 0,05) terhadap nilai b. Artinya nilai b dipengaruhi oleh jumlah ekstrak yang ditambahkan serta jenis komposisi pemanis dan penstabil. Jika diamati plot antara nilai b dengan jumlah ekstrak (Lampiran 7), terlihat bahwa dalam setiap pemanis dan penstabil yang sama, semakin banyak jumlah ekstrak yang

ditambahkan maka nilai b semakin rendah (warna sampel semakin gelap). Urutan nilai b tertinggi hingga terendah adalah kode B4, diikuti oleh B3, B2, dan B1. Urutan ini sama dengan nilai a.

Kadar Vanilin.

Kisaran kadar vanilin ekstrak pekat vanili antara 1,10 g/l – 2,38 g/l. Kadar tersebut berada dalam kisaran nilai analisis Winston (Heath, 1981) yang sering digunakan sebagai standar untuk pendeteksian tingkat kematangan ekstrak. Nilai standar Winston tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.

Berdasarkan standar tersebut kadar vanilin minimum sebesar 1,1 g/l, kadar rata-rata 1,9 g/l, sedangkan maksimum sebesar 3,5 g/l. Beberapa formula memiliki kadar vanilin di atas rata-rata nilai standar Winston, yakni formula yang jumlah bahan baku ekstraknya 20 dan 25 ml. Kedua produk ini tidak dipilih karena kadar vanilin bukan satu-satunya pertimbangan dalam menentukan produk terbaik, tetapi perlu juga diperhatikan sifat-sifat yang lain seperti aw, viskositas, dan warna.

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 9) diketahui bahwa kedua faktor perlakuan berpengaruh nyata (p < 0,05) terhadap kadar vanilin. Kadar vanilin ekstrak pekat vanili akan semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah ekstrak yang digunakan. Untuk jumlah ekstrak yang sama, kadar vanilin akan semakin kecil jika jumlah pemanis yang digunakan semakin banyak.

Formula Terbaik.

Berdasarkan pengamatan terhadap sifat-sifat di atas, formula A1 B2 (jumlah ekstrak 10 ml + HFS 55% 10 ml + CMC 1% 3 ml) dan A1 B4 (jumlah ekstrak 10 ml + sirup glukosa 75 oBrix 15 ml + CMC 1% 3 ml) memiliki sifat fisik dan kimia yang lebih unggul dibandingkan ke-14 formula yang lainnya. Atas dasar pertimbangan tersebut kedua formula dipilih untuk dilanjutkan ke tahap penelitian selanjutnya.

Retensi Vanilin Ekstrak Pekat Vanili Selama Penyimpanan

Vanilin merupakan komponen utama pembentuk flavor vanila, di samping vanillic acid, vanillyl alcohol, hydroxybenzaldehyde, hydroxybenzoic acid, dan p-hydroxybenzylalcohol (Rao dan Ravishankar, 2000). Oleh sebab itu, selama penyimpanana diamati retensi vanilinnya. Retensi vanilin dihitung dengan rumus:

Retensi vanilin (%) = (C/Co) x 100 C = kadar vanilin hari ke-x; Co = kadar vanilin hari ke-0.

Retensi vanilin selama penyimpanan diamati dengan cara mengukur kadar vanilin dalam setiap minggu selama tujuh minggu dan dibandingkan dengan retensi vanilin pada hari ke-0 penyimpanan. Data Kadar Vanilin dan Retensi Vanilin Ekstrak Pekat Vanili Formula A1 B2 dan Formula A1 B4 Selama Penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 10.

Jika retensi vanilin versus lama penyimpanan diplotkan ke dalam sumbu Y dan X, maka akan diperoleh titik-titik pengamatan yang cenderung membentuk garis lurus menurun. Retensi vanilin ekstrak pekat vanili formula A1 B2 pada ketiga suhu penyimpanan selama 7 minggu ditunjukkan pada Gambar 15 di bawah ini.

Retensi Vanilin A1 B2 (10 ml ekstrak + 10 ml HFS + 3 ml CMC) 50 60 70 80 90 100 0 7 14 21 28 35 42 49 56

Lama Penyimpanan (Hari)

R e te n s i V a n ilin ( % )

Suhu Refrigerator Suhu Ruang

Suhu 55 oC Linear (Suhu Refrigerator)

Linear (Suhu 55 oC) Linear (Suhu Ruang)

Gambar 15 Retensi Vanilin Formula A1 B2 Selama Penyimpanan

Secara umum pola retensi vanilin ekstrak pekat vanili formula A1 B2 pada ketiga suhu penyimpanan dapat dikatakan sama, yakni retensi vanilin cenderung menurun selama penyimpanan dan mengikuti persamaan garis linear. Hasil analisis regresi terhadap tiga grafik di atas dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil Analisis Regresi pada Penyimpanan Ekstrak Pekat Vanili A1 B2

SUHU REFRI SUHU RUANG SUHU 55 oC

Persamaan Linier Y = 98,62 - 0,42 X Y = 98,04 - 0,43 X Y = 93,86 - 0,53 X

Koefisien Korelasi (r) - 0,99 - 0,98 - 0,87

Koef. Determinasi (R2) 0,98 0,95 0,76

Dari Tabel 10 di atas terlihat nilai koefisien korelasi pada tiga suhu penyimpanan relatif tinggi dengan nilai tertinggi pada suhu refrigerator. Koefisien korelasi bernilai negatif artinya semakin lama penyimpanan maka retensi vanilin ekstrak pekat vanili formula A1 B2 semakin turun. Koefisien determinasi pada suhu refrigerator tertinggi, yakni sebesar 0,98, artinya 98% keragaman dari nilai Y (retensi vanilin) dapat dijelaskan dengan baik oleh model regresi sederhana tersebut. Koefisien determinasi pada suhu 55 o

C kurang dari 0,9 (sebesar 0,76). Rendahnya nilai koefisien determinasi tersebut disebabkan adanya fluktuasi retensi vanilin selama 7 minggu penyimpanan. Fluktuasi tersebut dapat disebabkan antara lain oleh kesalahan selama pengukuran dengan spektrofotometer dan banyaknya faktor yang harus diperhatikan karena karakteristik komponen flavor (dalam hal ini vanilin) mudah berubah.

Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh sangat nyata (p < 0,01) terhadap retensi vanilin. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.

Dari Gambar 15 di atas terlihat bahwa pola retensi vanilin ekstrak pekat vanili formula A1 B2 pada suhu refrigerator (garis biru) hampir berhimpit dengan pola retensi vanilin ekstrak pekat vanili formula A1 B2 pada suhu ruang (garis merah jambu). Hasil tersebut berimplikasi pada penentuan kondisi suhu penyimpanan yang tepat untuk produk yang bersangkutan. Karena pola retensi vanilin yang berhimpitan tersebut maka dapat dikatakan bahwa penyimpanan ekstrak pekat vanili formula A1 B2 pada suhu refrigerator (kira-kira 10 oC) tidak terlalu berbeda dengan penyimpanan produk tersebut pada suhu ruang (kira-kira 30 oC). Oleh sebab itu, penyimpanan produk ekstrak pekat vanili formula A1 B2 disarankan pada suhu ruang karena dapat menghemat biaya.

Pengukuran retensi vanilin ekstrak pekat vanili formula A1 B4 pada ketiga suhu penyimpanan juga dilakukan selama 7 minggu. Hasil pengukuran tersebut ditunjukkan pada Gambar 16 di bawah ini.

Dokumen terkait