• Tidak ada hasil yang ditemukan

Retensi Vanilin pada Produk Ekstrak Pekat dan Pasta Vanili Selama Penyimpanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Retensi Vanilin pada Produk Ekstrak Pekat dan Pasta Vanili Selama Penyimpanan"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

RETENSI VANILIN PADA PRODUK EKSTRAK PEKAT DAN

PASTA VANILI SELAMA PENYIMPANAN

MIRA SOFYANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Retensi Vanilin pada Produk Ekstrak Pekat dan Pasta Vanili Selama Penyimpanan” adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Dr. Ir. Sugiyono, MApp.Sc. dan Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi. Tesis ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007

(3)

ABSTRAK

Mira Sofyaningsih. Retensi Vanilin pada Produk Ekstrak Pekat dan Pasta Vanili Selama Penyimpanan. Dibimbing oleh Dr. Ir. Sugiyono, MAppSc. dan Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi.

Vanili merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan selalu diekspor dalam bentuk kering. Untuk mengantisipasi perkembangan pasar dan meningkatkan nilai tambah dari produk vanili, diperlukan upaya untuk membuat produk turunannya. Produk flavor yang dapat dibuat dari vanili setengah kering hasil proses kuring yang dimodifikasi adalah ekstrak pekat dan pasta vanili.

Pada penelitian ini dibuat ekstrak pekat vanili dengan bahan baku ekstrak vanili setengah kering dan kering yang telah diuapkan (alkohol maksimum 1%) ditambah pemanis (HFS 55% dan sirup glukosa 75 oBrix) dan penstabil berupa larutan CMC 1%. Prinsip pembuatan ekstrak pekat vanili adalah pencampuran semua bahan-bahan menjadi homogen, pemanasan sampai suhu 60 oC selama 1 – 2 menit, dan pengemasan. Berdasarkan penelitian tahap I terpilih ekstrak pekat vanili formula A1 B2 dan A1 B4. Formula A1 B2 adalah formula ekstrak pekat vanili dengan komposisi 10 ml ekstrak (terdiri atas 6 ml ekstrak vanili setengah kering ditambah 4 ml ekstrak vanili kering), 10 ml HFS 55%, dan 3 ml larutan CMC 1%; sedangkan formula A1 B4 adalah formula ekstrak pekat vanili dengan komposisi 10 ml ekstrak (terdiri atas 6 ml ekstrak vanili setengah kering ditambah 4 ml ekstrak vanili kering), 10 ml sirup glukosa 75 oBrix, 3 ml larutan CMC 1%. Kedua formula dipilih karena memiliki sifat-sifat fisik dan kimia (aw, viskositas, warna, dan kadar vanilin) yang terbaik dibandingkan ke-14 sampel lainnya.

Penelitian ini difokuskan pada pengamatan retensi vanilin selama penyimpanan pada suhu refrigerator, ruang, dan 55 oC. Retensi vanilin pada kedua ekstrak pekat vanili memperlihatkan kecenderungan menurun. Retensi vanilin ekstrak pekat vanili formula A1 B2 pada suhu refrigerator mengikuti persamaan garis linear Y = 98,62 - 0,42 X (r = - 0,99); persamaan pada suhu ruang adalah Y = 98,04 - 0,43 X (r = - 0,98); sedangkan pada suhu 55 oC adalah Y = 93,86 - 0,53 X (r = - 0,87). Retensi vanilin ekstrak pekat vanili formula A1 B4 mengikuti persamaan kuadratik. Retensi vanilin ekstrak pekat vanili formula A1 B2 lebih baik dibandingkan ekstrak pekat vanili formula A1 B4 selama penyimpanan pada suhu refrigerator, ruang, maupun 55 oC. Laju penurunan retensi vanilin A1 B2 ditentukan menggunakan persamaan Arrhenius dengan persamaan ln k = 0,74 – 467,90 (1/T); r = -0,94. Berdasarkan analisis statistik suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap retensi vanilin ekstrak pekat vanili.

Warna ekstrak pekat vanili formula A1 B4 lebih cerah dibandingkan warna ekstrak pekat vanili formula A1 B2. Pola perubahan kecerahan warna kedua formula mengikuti pesamaan kuadratik. Berdasarkan analisis statistik suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap tingkat kecerahan warna. Warna produk semakin gelap jika suhu penyimpanan semakin tinggi.

(4)

Selain ekstrak pekat vanili, dibuat juga pasta vanili yang prinsip pembuatannya sama dengan ekstrak pekat vanili, yakni pencampuran semua bahan-bahan, pemanasan, dan pengemasan. Hal mendasar yang membedakan kedua produk ini adalah viskositas dan adanya biji-biji vanili yang berwarna hitam dalam pasta. Supaya viskositas pasta lebih kental, maka bahan pembuatannya mengandung pengental selain pemanis. Pasta vanili terbaik adalah pasta vanili yang terbuat dari pektin 2%, CMC 0,5%, glukosa 5 ml, dan ekstrak vanili setengah kering yang telah diuapkan sebanyak 10 ml. Retensi vanilin pada pasta vanili memperlihatkan kecenderungan menurun dan mengikuti persamaan linear. Persamaan penurunan retensi vanilin pasta vanili pada suhu refrigerator adalah Y = 98,81 – 2,81 X (r = - 0,97), sedangkan pada suhu ruang adalah Y = 98,79 – 3,95 X (r = - 0,97). Penurunan retensi vanilin pada suhu refrigerator lebih lambat dibandingkan suhu ruang. Berdasarkan analisis statistik lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap stabilitas retensi vanilin pasta vanili.

(5)

ABSTRACT

Mira Sofyaningsih. Vanillin Retention in Products of Vanilla Concentrated Extract and Vanilla Bean Paste During Storage. Under supervision Dr. Ir. Sugiyono, MAppSc. dan Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi.

Vanilla is a commodity which has high economic value and always be exported in dry form. To anticipate market growth and to increase the added value of vanilla products we need to create the derivation of the products. Products of flavor which can be made from half-dry vanilla extract resulting from curing process modification are vanilla concentrated extract and vanilla bean paste.

In this research, vanilla concentrated extract was created from half-dry and dry vanilla extract, which had been evaporated (alcohol maximum 1%), mixed with sweetener (HFS 55% and glucose syrup 75 oBrix) and stabilizer solution (CMC 1%). The principle of making vanilla concentrated extract is the mixing all materials until temperature 60 oC for 1 – 2 minutes, and packaging. Referring to the result of the first stage research, the formulas of vanilla concentrated extract A1 B2 and A1 B4 were selected. A1 B2 consists of 10 ml extract (6 ml half-dry vanilla extract and 4 ml dry vanilla extract), 10 ml HFS 55%, and 3 ml CMC 1%; and A1 B4 consists of 10 ml extract (6 ml half-dry vanilla extract and 4 ml dry vanilla extract), 10 ml glucose syrup 75 oBrix 3, and 3 ml CMC 1%. Both formulas were selected because of their best physical and chemical properties (aw, viscosity, color, and the amount of vanillin) compared with the other 14 samples.

This research focused on the observation of vanillin retention during the storage at the temperatures of refrigerator, room, and 55 oC. The vanillin retention of both formulas of vanilla concentrated extracts (A1 B2 and A1 B4) had the trends of decreasing. The trend of A1 B2 followed linear equations: Y = 98,62 - 0,42 X (r = - 0,99) at refrigerator temperature, Y = 98,04 - 0,43 X (r = - 0,98) at room temperature, and Y = 93,86 - 0,53 X (r = - 0,87) at 55 oC. The trend of A1 B4 followed quadratic equations. Vanillin retention of A1 B2 was better than vanillin retention of A1 B4 during period of storage at the temperatures of refrigerator, room, and 55 oC. The decreasing rate of vanillin retention of A1 B2 was determined with Arrhenius equations: ln k = 0,74 – 467,90 (1/T); r = -0,94. Based on statistical analysis, temperature and period of storage significantly affected the vanillin retention of vanilla concentrated extract.

The color of A1 B4 was brighter than that of A1 B2. The pattern of lightness change of both formulas followed quadratic equations. Based on statistical analysis, temperature and period of storage significantly affected the lightness of vanilla. Because their patterns of lightness change overlapped, both formulas of vanilla concentrated extracts were suggested to be stored at room temperature, which can save storage cost.

(6)

evaporated. The vanillin retention of vanilla bean paste had the trends of decreasing. It followed linear equations Y = 98,81 – 2,81 X (r = - 0,97) at refrigerator temperature, and Y = 98,79 – 3,95 X (r = - 0,97) at room temperature. The decreasing rate of vanillin retention at refrigerator temperature was slower than the decreasing rate of vanillin retention at room temperature. Based on statistical analysis, temperature and period of storage significantly affected the vanillin retention of vanilla bean paste.

(7)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

RETENSI VANILIN PADA PRODUK EKSTRAK PEKAT

DAN PASTA VANILI SELAMA PENYIMPANAN

MIRA SOFYANINGSIH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(9)

Judul Tesis : Retensi Vanilin pada Produk Ekstrak Pekat dan Pasta Vanili Selama Penyimpanan

Nama : Mira Sofyaningsih NRP : F251040031

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sugiyono, MAppSc. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof.Dr.Ir. Betty Sri Laksmi Jenie,MS Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS

(10)

PRAKATA

Alhamdulillaahi rabbil ’aalaamin. Hanya kepada Allah SWT jualah segala pujian dilimpahkan, shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Rasulullah SAW, Nabi penutup akhir zaman, serta para shahabat yang setia berjuang di jalan-Nya.

Puji syukur penulis panjatkan dan tujukan kepada Allah SWT, Rabb Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim yang telah memberi hidayah sehingga tugas akhir penulisan tesis ini dapat diselesaikan pada waktunya. Tesis yang berjudul ”Stabilitas Retensi Vanilin pada Produk Ekstrak Pekat dan Pasta Vanili Selama Penyimpanan” ini merupakan hasil penelitian yang berlangsung dari akhir Mei 2006 hingga awal Agustus 2007.

Pada kesempatan ini tak lupa penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih nan tulus dan sebesar-besarnya kepada:

1. Ibunda Ika Maulana dan Ayahanda Ibnu Maulana Jazir (Alm.) yang telah membesarkan, mendidik, dan mengarahkan penulis sejak di alam rahim hingga kini. Sungguh kasih sayang dan pengorbananmu begitu besar dan berarti dalam hidupku, yang tak mungkin dapat terbalas.

2. Ibunda mertuaku Hj. Roseffina Harahap yang telah mendorong penulis untuk melanjutkan studi ke jenjang S-2. Terima kasih atas perhatian dan motivasi yang tak pernah henti.

3. Bapak Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan perhatian, motivasi, dan nasihat yang berharga selama penulis berada di bawah bimbingannya. Terima kasih yang sangat atas kesediaan Bapak menjawab pertanyaan-pertanyaan anytime I need.

4. Ibu Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing sekaligus sahabat nan setia. Terima kasih atas atensi, sharing, dan kesabarannya selama ini. Semoga persahabatan kita tak putus usai bimbingan ini.

(11)

6. Bapak Rektor UHAMKA dan Dekan FIKES UHAMKA yang telah memberi kesempatan penulis untuk melanjutkan studi.

7. Kementrian Negara Ristek yang telah mendanai penelitian ini melalui program RUT (Riset Unggulan Terpadu).

8. Suamiku terkasih Abang Ir. Maruli Siregar, MSc. yang senantiasa mendoakan, memotivasi, menasihati, serta memberikan masukan dan perhatian setiap saat yang begitu besar. Terima kasih atas kesabaranmu menantiku menyelesaikan studi dan mengambil alih tugasku selama kuliah.

9. Anak-anakku tercinta Aisyah Razaanah Siregar dan Fathimah Waqaarah Siregar, terima kasih atas kerelaanmu ditinggal Mama studi. Semoga kelak kalian juga mencintai ilmu dan ingin memperdalam dan mengamalkannya. 10.Teman-temanku seperjuangan Reni Rahmalia, Farida Anggraini, Marleni

Limonu, Fajriyati Mas’ud dan suami, Dorkas Sianipar, Sandi Frida, Mbak Iin, Mbak Santi, Agnani Marlis, dan teman-temanku IPN serta sahabat setiaku Indang dan Mbak Woro dari Grand Hyatt Hotel. Terima kasih, kalian adalah teman yang senantiasa berbagi.

11.Ibu Euis dari PT Sungai Budi, terima kasih atas sampel HFS dan sirup glukosanya.

12.Bapak Djoko Purwoko dari PT Firmenich atas kesediaannya membantu mencari dan memberikan sampel ingredient flavor.

13.Para teknisi dan laboran di Departemen ITP dan Seafast, Ibu Rubiyah, Pak Sobirin, Mbak Ida, Mas Edi, Pak Rojak, Pak Wahid, Pak Koko, Mas Taufik, Mbak Ari, dan yang lainnya yang tak disebutkan satu per satu.

14.Kakakku Teh Lia, adikku Leily dan Lisna yang selalu menyemangatiku untuk cepat lulus. Kakak-kakak iparku Uda, Bang Abdur, Kak Lely, dan Kak Evi, serta adik-adik iparku Arul dan Adin terima kasih atas doa dan kerjasamanya. 15.Semua pihak yang turut mendukung dan membantu penulis selama studi dan

penelitian, terima kasih untuk Anda semua.

Penulis dengan terbuka menerima saran dan kritik yang positif melalui email mirasn@yahoo.com. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat.

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Cianjur pada hari Sabtu tanggal 1 Rajab yang bertepatan dengan 13 September 1969. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ibnu Maulana Jazir (Alm.) dan Ibu Ika Maulana.

Masa pendidikan menengah atas dilalui penulis di SMA Negeri 28 Jakarta dan lulus pada tahun 1988. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK), lulus pada tanggal 22 April 1993 dari Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.

(13)

i

METODOLOGI PENELITIAN ……….. 17

Tempat dan Waktu ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode Penelitian ... 17

Proses Kuring Vanili sampai Setengah Kering ... 18

Proses Ekstraksi Vanili Setengah Kering dan Vanili Kering ... 19

Proses Penguapan Ekstrak Setengah Kering dan Vanili Kering ... 20

Penelitian I ... 21

Penelitian II ... 23

Analisis Penelitian ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 27

Penelitian I ... 28

Pembuatan Ekstrak Pekat Vanili ... 28

Retensi Vanilin Ekstrak Pekat Vanili Selama Penyimpanan ... 33

Perubahan Warna Selama Penyimpanan ... 42

Penelitian II ... 49

Pembuatan Pasta Vanili ... 49

Retensi Vanilin Pasta Vanili Selama Penyimpanan ... 54

Optimasi Formula Pasta ... 56

SIMPULAN DAN SARAN ... 64

DAFTAR PUSTAKA ………. 66

(14)

ii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi Kimia Buah Vanili Segar ………. 7

2 Syarat Umum Vanili Kering Menurut SNI 01-0010-1990 ………. 7

3 Syarat Khusus Vanili Kering Menurut SNI 01-0010-1990 …….... 8

4 Komponen-komponen Utama Vanili yang Dikuring ………. 10

5 Sifat Fisik dan Kimia Vanilin ……… 16

6 Perincian Taraf untuk Masing-masing Faktor Perlakuan ... 22

7 Perincian Keempat Taraf untuk Setiap Faktor ... 23

8 Beberapa Uji Coba Formula Ekstrak Vanili Pekat ... 29

9 Hasil Pengukuran Sifat Fisik dan Kimia Ekstrak Pekat Vanili ... 30

10 Hasil Analisis Regresi pada Penyimpanan Ekstrak Pekat Vanili A1 B2 ... 35

11 Hasil Analisis Statistik pada Penyimpanan Ekstrak Pekat Vanili A1 B4 ... 37

12 Nilai-nilai untuk Menentukan Laju Penurunan Retensi Vanilin .... 40

13 Hasil Analisis Regresi Perubahan Kecerahan Ekstrak Pekat Vanili A1 B2 ... 43

14 Hasil Analisis Regresi Perubahan Kecerahan Ekstrak Pekat Vanili A1 B4 ... 45

15 Pengamatan terhadap 8 Jenis Pengental ... 50

16 Percobaan Formulasi Pasta Vanili ... 51

17 Hasil Analisis Sensori terhadap Ke-16 Sampel ... 52

18 Hasil Pengukuran Kadar dan Retensi Vanilin ... 54

19 Perincian Taraf untuk 3 Faktor Perlakuan ... 56

20 Hasil Pengukuran Viskositas ... 56

21 Nilai-nilai Nonkode Polinomial Orde Kedua ... 58

22 Matriks Orde Kedua untuk Optimasi Viskositas ... 58

(15)

iii

10 Tahapan Pembuatan Ekstrak Vanili ... 20

11 Pembuatan Ekstrak Vanili dengan Cara Maserasi ... 20

12 Pembuatan Ekstrak Pekat Vanili ... 21

13 Kadar Air Vanili Selama Proses Pengeringan ... 28

14 Posisi Formula Terbaik dalam Diagram Warna Hunter ... 31

15 Retensi Vanilin Formula A1 B2 Selama Penyimpanan ... 34

16 Retensi Vanilin Formula A1 B4 Selama Penyimpanan ... 34

17 Kadar VanilinA1 B4 dan A1 B2 Selama Penyimpanan (Metode HPLC) ... 39

18 Grafik Laju Penurunan Retensi Vanilin A1 B2 ... 40

19 Perbandingan Retensi Vanilin Bahan Baku dengan Ekstrak Pekat Vanili ... 41

25 Dari Kiri ke Kanan: Ekstrak A1 B2 pada Suhu Refrigerator, Ruang, dan 55 oC pada Hari ke-14 ... 48

26 Dari Kiri ke Kanan: Ekstrak A1 B4 pada Suhu Refrigerator, Ruang, dan 55 oC pada Hari ke-14 ………. 48

27 Kromatogram Produk Komersial ………... 49

28 Kromatogram A1 B2 ……….... 49

(16)

iv

30 Pasta P2G5 (A) dengan Produk Komersial (B) ………... 54

31 Pola Retensi Vanilin Pasta Vanili ... 55

32 Rheometer ... 57

33 Produk Komersial (A) dan G2P1C2 (B) ... 57

34 Permukaan Respon Viskositas pada Konsentrasi Sirup Glukosa Konstan ... 60

35 Kontur Optimasi Viskositas pada Konsentrasi Glukosa Konstan ... 60

36 Permukaan Respon Viskositas pada Konsentrasi CMC Konstan ... 61

37 Kontur Optimasi Viskositas pada Konsentrasi CMC Konstan ... 61

38 Permukaan Respon Viskositas pada Konsentrasi Pektin Konstan .. 62

(17)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Prosedur Analisis ... 69

2 Kurva Standar Vanilin ... 73

3 Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Pengaruh Jumlah Ekstrak serta Komposisi Pemanis dan Penstabil terhadap aw Ekstrak Pekat ... 74

4 Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Pengaruh Jumlah Ekstrak serta Komposisi Pemanis dan Penstabil terhadap Viskositas Ekstrak Pekat ... 76

5 Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Pengaruh Jumlah Ekstrak serta Komposisi Pemanis dan Penstabil terhadap Lightness Ekstrak Pekat ... 78

6 Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Pengaruh Jumlah Ekstrak serta Komposisi Pemanis dan Penstabil terhadap Redness Ekstrak Pekat ... 80

7 Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Pengaruh Jumlah Ekstrak serta Komposisi Pemanis dan Penstabil terhadap Yellownes Ekstrak Pekat ... 82

8 Komposisi Ekstrak Vanili Menurut Nilai Analisis Winston ... 84

9 Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Pengaruh Jumlah Ekstrak serta Komposisi Pemanis dan Penstabil terhadap Kadar Vanilin Ekstrak Pekat ... 85

10 Data Kadar Vanilin dan Retensi Vanilin A1B2 dan A1B4 Selama Penyimpanan ... 87

11 Hasil Analisis Statistik Retensi Vanilin A1B2 ... 88

12 Hasil Analisis Statistik Retensi Vanilin A1B4 ... 90

13 Hasil Analisis Regresi Retensi A1B2 pada Suhu Refrigerator ... 92

14 Hasil Analisis Regresi Retensi A1B2 pada Suhu Ruang ... 93

15 Hasil Analisis Regresi Retensi A1B2 pada Suhu 55 oC ... 94

16 Rekapitulasi Pengamatan Nilai L, a, dan b Formula A1 B2 Selama Penyimpanan pada Suhu Refrigerator, Ruang, dan 55 oC 95

17 Rekapitulasi Pengamatan Nilai L, a, dan b Formula A1 B4 Selama Penyimpanan pada Suhu Refrigerator, Ruang, dan 55 oC 96 18 Hasil Analisis Regresi Retensi Vanilin Pasta Vanili pada Suhu Refrigerator ……….... 97

(18)

vi

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman vanili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman rempah yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi karena kandungan flavor vanili yang dihasilkannya. Vanili juga merupakan salah satu produk andalan sektor pertanian nonmigas, yakni produk hasil industri pengolahan yang bahan bakunya cukup berlimpah di dalam negeri dan menggunakan sumberdaya manusia yang cukup banyak (Suwandi dan Sudibyanto, 2004).

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil vanili terbanyak di dunia. Daerah pengembangan vanili di Indonesia meliputi Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Daerah sentra produksinya adalah Sumatra Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan (Ruhnayat, 2003).

Vanili merupakan komoditas lokal yang selalu diekspor bahkan tidak digunakan di dalam negeri karena tingginya permintaan dunia. Selama ini vanili diekspor dalam bentuk kering dan belum diolah lebih lanjut menjadi produk-produk flavor karena teknologi prosesnya belum dikuasai dengan baik. Namun untuk mengantisipasi perkembangan pasar, memberikan nilai tambah bagi pengolahan vanili, dan membuka pasar bagi produk berbasis vanili Indonesia, perlu dilakukan upaya untuk membuat produk turunannya. Alasan lain membuat produk flavor berbasis vanili alami adalah sebagai penyeimbang maraknya flavor pangan sintetik dewasa ini. Walaupun harga flavor vanili alami lebih mahal dibandingkan flavor vanili sintetik, diharapkan keberadaannya akan dapat diterima karena memiliki senyawa-senyawa flavor yang lebih lengkap serta penggunaannya aman bagi kesehatan.

(20)

flavor vanili yang dominan. Dengan cara kuring tersebut Setyaningsih (2006) dapat membuktikan bahwa kadar vanilin yang diperoleh lebih tinggi daripada cara kuring metode Balitro II yang telah menjadi standar kuring vanili di Indonesia. Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk membuat produk flavor berbasis vanili hasil pengeringan hari kelima karena pada saat tersebut kandungan vanilinnya tertinggi.

Ada berbagai jenis produk turunan vanili, seperti ekstrak vanili alami, vanili oleoresin, vanili tincture, vanili bubuk, dan lain-lain yang kesemua prosesnya menggunakan ekstrak vanili sebagai bahan bakunya. Dalam penelitian ini dibuat dua macam produk flavor yakni ekstrak pekat vanili dan pasta vanili. Perbedaan yang menonjol dari kedua produk flavor tersebut dengan produk flavor yang telah ada di pasaran adalah dari bentuk vanili kering yang digunakan. Produk yang akan dibuat memanfaatkan buah vanili setengah kering dan ekstrak yang digunakan adalah ekstrak yang telah mengalami penguapan hingga kandungan alkohol maksimum 1%.

Prinsip pembuatan ekstrak pekat vanili dan pasta vanili adalah pencampuran (compounding) bahan-bahan baku menjadi suatu campuran yang homogen. Jadi, bahan baku ekstrak vanili dicampur dengan pemanis dan penstabil, khusus pasta ditambah pengental karena pada produk pasta diinginkan viskositas tertentu. Hal yang membedakan ekstrak pekat vanili dengan pasta vanili adalah ekstrak pekat lebih encer dibandingkan pasta dan dalam pasta terkandung biji-biji vanili yang berwarna hitam, tersebar merata di seluruh bagian. Kedua produk merupakan bentuk awetan karena menggunakan gula sebagai media campurannya sehingga memiliki aw yang cukup untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Ekstrak pekat dan pasta vanili ini dapat digunakan sebagai sumber flavor yang siap ditambahkan pada pembuatan produk-produk makanan yang biasa menggunakan aroma vanili seperti es krim, puding, cake, custards, krim, sirup, dan lain-lain.

Perumusan Masalah

(21)

kondisi tersebut adalah karena teknologi proses pembuatan produk flavor belum dikuasai dengan baik. Penelitian ini merupakan langkah untuk mengembangkan teknologi proses pembuatan produk flavor alami yang halal berbasis vanili Indonesia, yakni produk ekstrak pekat vanili dan pasta vanili.

Teknologi pembuatan ekstrak pekat vanili dan pasta vanili tidak rumit. Titik keberhasilan dalam pembuatan ekstrak pekat vanili adalah mengatur formula yang dapat menghasilkan flavor vanili yang dapat diterima secara organoleptik. Untuk memperoleh mutu ekstrak pekat vanili yang baik diperlukan pengaturan antara jumlah ekstrak, pemanis, dan penstabil. Selain itu, ekstrak vanili setengah kering yang tinggi kadar vanilinnya tetapi aroma getahnya masih tercium perlu dicampur dengan ekstrak kering yang lebih rendah kadar vanilinnya tetapi aroma getahnya tidak tercium dengan perbandingan yang pas.

Adapun permasalahan dalam pembuatan pasta vanili adalah bagaimana mengupayakan agar biji-biji vanili dapat stabil dalam pasta sampai waktu yang cukup lama. Produk pasta vanili yang dikehendaki adalah yang memiliki viskositas agak kental tetapi masih dapat mengalir dengan biji-biji vanili yang terdistribusi merata di seluruh bagian pasta (biji-biji tidak mengendap). Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan pemilihan bahan pengental yang sesuai dengan konsentrasi optimum dan juga konsentrasi pemanis berupa sirup glukosa yang optimum. Optimasi terhadap formula pasta dilakukan agar dapat diperoleh pasta dengan viskositas sesuai yang diharapkan.

Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari retensi vanilin ekstrak pekat vanili dan pasta vanili selama penyimpanan. Adapun tujuan khususnya adalah sebagai berikut:

1. mendapatkan jumlah ekstrak dan komposisi pemanis serta penstabil yang dapat menghasilkan mutu ekstrak pekat vanili terbaik;

2. mendapatkan konsentrasi dan jenis pengental serta konsentrasi pemanis dalam pembuatan pasta vanili;

(22)

4. mengetahui perubahan warna ekstrak pekat vanili selama penyimpanan; 5. melakukan optimasi viskositas pada produk pasta vanili.

Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah:

1. menyediakan paket teknologi berupa proses pembuatan ekstrak pekat vanili dan pasta vanili;

2. memberikan nilai tambah bagi produk vanili;

3. membuka pasar bagi produk flavor berbasis vanili Indonesia;

4. menghasilkan produk flavor vanili dengan kandungan alkohol maksimum 1% yang berguna bagi penyediaan flavor halal.

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. retensi vanilin ekstrak pekat vanili selama penyimpanan lebih baik dibandingkan dengan retensi vanilin bahan bakunya (ekstrak vanili setengah kering yang telah diuapkan);

2. retensi vanilin ekstrak pekat vanili yang disimpan pada suhu 10 oC, 30 oC, dan 55 oC mengikuti persamaan garis linear;

3. retensi vanilin pasta vanili yang disimpan pada suhu 10 oC dan pada suhu 30 o

C mengikuti persamaan garis linear;

4. perubahan warna ekstrak pekat vanili di suhu 10 oC, 30 oC, dan 55 oC mengikuti persamaan garis linear;

5. retensi vanilin ekstrak pekat vanili dan pasta vanili menurun selama penyimpanan;

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Vanili

Menurut Ruhnayat (2004), tanaman vanili (Gambar 1) termasuk famili Orchidaceae (anggrek) yang dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:

Gambar 1 Tanaman Vanili.

Divisi : Kelas : Subkelas : Ordo : Famili : Genus : Spesies :

Spermatophyta Angiospermae Monocotyledoneae Orchidales

Orchidaceae Vanili

Vanili planifolia Andrews

Vanili merupakan buah dari tanaman anggrek yang aslinya berasal dari hutan hujan tropis Meksiko. Genus vanili terdiri atas 110 spesies, tersebar dalam rentang 27 oLU (lintang utara) dan 27 oLS (lintang selatan) kecuali Australia (Fouche dan Jouve 1999). Beberapa di antaranya terdapat di Indonesia, baik yang dibudidayakan maupun yang tumbuh liar di hutan-hutan (Ruhnayat 2004). Gambar 2 adalah bunga dari tanaman vanili, sedangkan buah vanili segar diperlihatkan pada Gambar 3.

(24)

Buah vanili berbentuk kapsul (polong), bersudut tiga, bertangkai pendek, panjang 10 – 25 cm, diameter 5 – 15 mm, dan permukaannya licin. Buah akan matang dalam waktu 8 – 9 bulan setelah penyerbukan dan berisi biji yang berukuran sangat kecil (diameter 0.3 mm). Dalam satu polong berisi beribu-ribu biji yang tidak mempunyai lembaga tetapi memiliki protocorm yang merupakan jaringan dan dapat tumbuh bila ditanam pada media yang cocok (Ruhnayat 2004). Bagian dalam buah vanili dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Biji-biji dalam Buah Vanili.

Buah vanili berbeda-beda dalam hal sifat kimia, fisik, dan organoleptik tergantung dari spesiesnya, bahkan dalam satu spesies dapat berbeda-beda karena sifat-sifat tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi geografi dan bentuk fisik atau grade. Jenis-jenis vanili utama yang masuk dalam perdagangan dunia adalah Vanili Meksiko, Vanili Bourbon, Vanili Indonesia, Vanili Amerika Selatan dan India Barat, Vanili Tahiti, dan Vanillons. Jenis terakhir dihasilkan dari V. pompona, memiliki kandungan vanilin yang rendah dan aroma flora yang khas (Purseglove et al. 1981). Perbedaan bentuk fisik antara buah yang masih muda dengan vanili yang telah dikeringkan tampak jelas terlihat pada Gambar 5 dan 6.

Gambar 5 Buah Vanili Segar.

(25)

Buah vanili tersusun atas bagian pusat yang berbiji dan plasenta yang dibungkus oleh bagian luar yang berdaging. Komposisi kimia buah vanili segar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi Kimia Buah Vanili Segar

KOMPONEN KIMIA KANDUNGAN (%)

Air 78-82 Karbohidrat 8-20

Lemak 4-15 Kalium 0.005 Kalsium 0.003 Klor 0.0024 Nitrogen 0.004 Magnesium 0.0015 Sumber: Purseglove et al. 1981

Harga vanili ditentukan oleh mutunya. Organisasi Standar Internasional (ISO) telah menetapkan spesifikasi vanili yang diperdagangkan di pasaran dunia. Di Indonesia standar mutu mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) yang ditetapkan oleh Dewan Standardisasi Nasional. Tabel 2 dan 3 memperlihatkan syarat umum dan khusus untuk vanili.

Tabel 2 Syarat Umum Vanili Kering Menurut SNI 01-0010-1990

KARAKTERISTIK SYARAT MUTU CARA PENGUJIAN

Bau Wangi khas vanili Organoleptik

Warna Hitam mengilat, hitam

kecoklatan mengilap sampai coklat

Visual

Polong Penuh berisi, berminyak,

lentur sampai agak kaku, dan kurang kaku

Organoleptik

Benda asing Bebas Visual

(26)

Tabel 3 Syarat Khusus Vanili Kering Menurut SNI 01-0010-1990

2.25 2.25 1.50 1.00 SP-SMP-302-1980

Menurut Suwandi dan Sudibyanto (2004), ada tiga macam produk olahan yang diminati pasar, yaitu vanili kering, oleoresin, dan ekstrak vanili. Masing-masing negara produsen vanili sudah memiliki cara tersendiri dalam mengeringkan buah vanili. Secara umum rangkaian proses pengolahan buah vanili basah menjadi vanili kering adalah pelayuan, pengeringan, fermentasi, pengeringan lambat, penyimpanan, serta sortasi dan pengemasan.

Sebelum diperoleh ekstrak vanili alami, terlebih dahulu vanili yang telah dipanen mengalami beberapa tahapan perlakuan yang dikenal sebagai proses kuring. Menurut Purseglove et al (1981), secara umum proses kuring terdiri atas 4 tahapan:

(27)

pencelupan tergantung ukuran buah vanili. Dua cara lainnya adalah dengan cara penghamparan dan penggoresan.

2. Pemeraman (sweating) bertujuan untuk memberikan kesempatan terjadinya proses enzimatis pada buah vanili untuk mendapatkan flavor dan aroma yang diinginkan.

3. Pengeringan lambat hingga mencapai kadar air kira-kira 25 – 30%.

4. Penuaan (conditioning), buah vanili disimpan dalam kotak tertutup selama 3 bulan atau lebih untuk memperoleh aroma dan flavor yang diinginkan.

Setyaningsih (2006) melakukan modifikasi terhadap proses kuring metode Balitro II yang menjadi standar pengeringan vanili di Indonesia. Adapun modifikasi yang dilakukan berupa perendaman vanili segar dalam larutan butanol 0,3 M dan sistein 0,001 M selama 2 jam. Modifikasi tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas enzim β-glukosidase, kadar vanilin, dan kadar gula dibandingkan metode standar. Peningkatan kadar vanilin tertinggi terjadi pada pengeringan hari ke-5 yakni mencapai 2,8% dengan kadar air 70%, sedangkan metode standar hanya 1,2%.

Flavor Vanili

Heath (1981) menyatakan bahwa buah vanili yang telah dikuring mengandung vanilin, senyawa aromatik sekunder, sejumlah kecil heliotropin (hanya di Tahiti), minyak volatil, resin, asam-asam organik, fixed oil, gula, gum, tanin, wax, selulosa, dan air. Senyawa-senyawa aromatik sekunder penting dalam flavor vanili dan kompleks antara aldehid aromatik, alkohol, dan ester secara bersama-sama minyak volatil membentuk balsamic fragrance khusus dari flavor vanili.

(28)

vanili menjadi berharga ketika reaksi kimia mengubahnya menjadi ester selama proses penuaan (aging).

Menurut Rao dan Ravishankar (2000), komponen utama yang bertanggung jawab terhadap aroma dan flavor vanili bersifat volatil seperti karbonil, alkohol aromatik, asam-asam aromatik, ester-ester aromatik, alkohol alifatik, lakton, hidrokarbon aromatik dan alifatik, terpenoid, heterosiklik, dan lain-lain. Adapun senyawa nonvolatilnya seperti tanin, polifenol, resin, dan asam-asam amino bebas. Gambar 7 memperlihatkan struktur kimia komponen flavor vanili yang utama, sedangkan komponen-komponen utama penyusun vanili yang dikuring dapat dilihat pada Tabel 4.

Gambar 7 Struktur Kimia Komponen Flavor Vanili yang Utama Tabel 4 Komponen-komponen Utama Vanili yang Dikuring

KOMPONEN g/kg (berat kering)

Vanillin 20

Vanillic acid 1

p-Hydroxybenzaldehyde 2 p-Hydroxybenzyl methyl ether 0.2

Gula 250 Lemak 150 Selulosa 150-300 Mineral 60 Air 350

Sumber: Rao dan Ravishankar (2000)

(29)

2-fenil etanol, dan etil fenil glisidat) dari sistem model pastille beraroma buah stroberi (3-metil-1-butanol, 2-fenil etanol, dan etil fenil glisidat). Dari hasil analisis sensori diperoleh hasil bahwa gel sirup glukosa (glukosa ditambah pektin) memiliki intensitas flavor paling tinggi, diikuti oleh gel corn syrup DE 60 dan gel corn syrup DE 40. Konsistensi gel memegang peranan dalam pelepasan flavor. Pelepasan flavor menurun jika kekuatan gel meningkat (untuk karagenan dan gelatin), tetapi tidak berlaku untuk gel pati (Guinard et al. 1995). Intensitas flavor tergantung pada jenis zat pengental dan tekstur yang diperoleh.

Pe´rez-Silva et al (2006) menggunakan GC-MS dan GC-Olfactometry untuk menentukan senyawa-senyawa volatil yang terkandung dalam vanili (Vanilla planifolia G. Jackson). Senyawa-senyawa volatil dari buah vanili diekstrak menggunakan pelarut organik. Hasil analisis sensori menunjukkan bahwa ekstrak aromatik yang diperoleh dengan campuran pelarut pentan/eter (1/1 v/v) menghasilkan ekstrak flavor buah vanili yang paling representatif. Sebanyak 65 senyawa volatil teridentifikasi dalam ekstrak pentan/eter menggunakan GC-MS dengan komponen utama asam-asam aromatik, asam-asam alifatik, dan senyawa fenolik. Jika menggunakan GC-O dalam ekstrak yang sama terdeteksi 26 senyawa aroma aktif, diantaranya adalah guaikol, 4-metilguaicol, asetovanilon, dan vanilil alkohol, sedangkan yang terbanyak adalah vanilin.

Ekstrak Vanili

Ekstrak vanili adalah ekstrak yang mengandung komponen-komponen aromatik dan flavor vanili yang terbuat dari minimum 378.5gram (rata-rata) buah vanili per gallon tanpa campuran bahan lain kecuali etanol (350 ml/liter) dan/atau gliserol, gula, dan air. Analisis yang digunakan untuk menentukan kualitas ekstrak vanili adalah jumlah vanilin, lead number, kandungan abu, dan parameter lain (Rao dan Ravishankar 2000).

(30)

Kualitas ekstrak vanili tergantung pada sejumlah faktor yang meliputi penanganan dan penyimpanan buah vanili sebelum ekstraksi, seleksi dan pencampuran buah vanili, derajat penghancuran vanili, metode dan kondisi ekstraksi (dua metode ekstraksi yang umum: maserasi dan perkolasi), serta waktu penuaan (aging) yang memadai untuk mengembangkan flavor secara penuh (Purseglove et al. 1981).

Produk Flavor

Menurut Heath dan Reineccius (1986), karakter fisik dari material flavor sangat beragam, tetapi pada prinsipnya dapat digolongkan menjadi tiga, yakni padatan (solid), semi padatan dan pasta (semisolid), dan cairan (liquid). Yang termasuk dalam kategori padatan di antaranya flavor terenkapsulasi, flavor berbentuk bubuk yang diproses dengan pengering semprot, dan lain-lain. Adapun flavor yang berbentuk semi padatan atau pasta antara lain oleoresin, resinoid, concretes dan absolutes. Yang termasuk flavor berbentuk cairan adalah emulsi, minyak esensial, oleoresin cair, ekstrak dan konsentrat cair, flavoring imitasi, jus dan konsentrat buah, dan lain-lain.

Menurut Wright (2002), produk flavor berbentuk likuid dapat dibagi atas tiga jenis, yakni flavor likuid yang larut air, flavor likuid yang larut dalam minyak, dan flavor berbentuk emulsi. Dalam flavor likuid yang larut air, kimia flavor dan komponen alami dilarutkan dalam pelarut tunggal, yang umum adalah propilen glikol, triasetin atau etanol, dengan penambahan yang mungkin adalah air. Jika flavor mengandung jumlah padatan yang signikan seperti vanilin atau maltol, maka jumlah padatan yang ditambahkan harus tetap dalam batas kelarutannya. Ekstrak vanili yang dibuat dalam penelitian ini termasuk ke dalam flavor likuid yang larut dalam air.

(31)

(www.Vanilla Bean Paste.htm, 2006). Adapun ekstrak pekat alami (natural concentrated extract) merupakan ekstrak vanili dari vanili premium dengan kekuatan ekstra. Produk ini secara ekstensif digunakan sebagai bahan flavor untuk desserts dan minuman berbasis susu (www.vanilla concentrated extract.htm, 2006).

Pemanis

Sirup jagung sangat ekstensif digunakan dalam pengolahan makanan di Amerika dan didefinisikan sebagai larutan konsentrat murni dari sakarida nutritif yang diperoleh dari pati jagung dan memiliki bilangan DE (dextrose equivalent) 20 atau lebih. Semakin lama waktu hidrolisis asam terhadap pati jagung tersebut maka bilangan DE yang diperoleh semakin tinggi (Heath 1981).

Sirup fruktosa adalah produk berbentuk cairan kental dengan jenis kadar fruktosa tinggi (SNI 01-2895-1992). Sirup fruktosa (high fructose syrup (HFS)) sangat luas penggunaannya dalam industri. Keuntungan penggunaan HFS dalam industri dapat dikelompokkan menjadi 5 bagian yaitu keuntungan pemakaian pada saat pengolahan (mudah dicetak/dicampurkan), memperbaiki kualitas rasa produk akhir (memperbaiki rasa “karamelisasi” dan mereduksi rasa pahit), memperbaiki aspek produk akhir (warna keemasan yang lebih nyata/kecemerlangan warna yang lebih baik), memperbaiki kualitas fisik produk akhir (plastisitas yang lebih baik dan tekstur yang lebih baik), dan memperbaiki ketahanan/keawetan produk akhir (tahan disimpan lebih lama, kesegaran lebih terjamin, dan mencegah kristalisasi pada gula) (Tjokroadikoesoemo 1986).

(32)

Tingkat mutu sirup glukosa ditentukan oleh tingkat konversi pati menjadi komponen-komponen glukosa, maltosa, dan dekstrin yang dikenal sebagai ekuivalen dekstrosa (DE) yang merepresentasikan persentase dari hidrolisis yang dihasilkan dari pemutusan ikatan glikosidik. Glukosa murni memiliki DE 100, maltosa murni mempunyai DE 50, tergantung dari metode analisis yang digunakan (Chaplin dan Bucke 1990).

Penstabil

Menurut Glicksman (1969), pektin kering yang telah dimurnikan berupa kristal yang berwarna putih dengan kelarutan yang berbeda-beda sesuai dengan kandungan metoksilnya. Pektin dengan kandungan metoksil tinggi larut dalam air dingin, pektin dengan metoksil rendah larut dalam alkali dan asam oksalat. Grade dari pektin adalah jumlah gula yang dibutuhkan oleh satu bagian pektin untuk membentuk gel yang diinginkan pada kondisi yang sesuai. Grade tersebut merupakan indeks penting yang menggambarkan mutu pektin. Grade pectin 100 artinya dapat membentuk gel yang baik dengan 100 gram gula.

Gum arab adalah gum alami yang diperoleh dari jenis tanaman spesies acacia. Sumber utama gum arab komersial adalah Acacia Senegal L. Willd., yang juga disebut Acacia verek (Wareing 1999). Gum arab jenis ini merupakan kompleks polisakarida yang agak asam dan dijumpai dalam campuran garam kalsium, magnesium, dan kalium. Di dalamnya terkandung protein dalam jumlah kecil (kira-kira 2% b/b) yang bertanggung jawab terhadap sifat emulsifier.

Larutan gum arab dengan konsentrasi di bawah 10% memiliki viskositas rendah dan reologi Newtonian. Konsentrasi di atas 30% menghasilkan viskositas yang lebih tinggi dan sifat pseudoplastik.

(33)

Sodium CMC dihasilkan dari reaksi sodium monokloroasetat dengan selulose alkali. Penggunaan di industri berkembang pesat sejak 1947 karena kemampuannya mensuspensikan padatan, mengontrol viskositas dalam larutan berbasis air, dan membentuk film yang kuat. Sodium CMC tak larut dalam pelarut organik, tetapi larut dalam air dan pelarut yang bercampur dengan air seperti etanol dan aseton. Viskositas larutan CMC menurun dengan meningkatnya suhu. Akan tetapi, waktu pemanasan yang lama pada temperatur tinggi akan menyebabkan terdepolimerisasinya CMC dan mengurangi viskositasnya. Larutan sodium CMC mempertahankan viskositas normalnya pada kisaran pH yang luas. Secara umum larutan menunjukkan viskositas maksimum dan stabilitas terbaik pada pH 7 – 9. Di bawah pH 3, pengendapan mungkin terjadi. Di atas pH 10, viskositas agak menurun (Batdorf dan Rossman 1973).

Penggunaan CMC dalam makanan sering dikombinasikan dengan gum yang lain. Sebagai contoh, untuk menstabilkan tekstur serbet, CMC dikombinasikan dengan pektin, locust bean gum, dan gelatin. Konsentrasi CMC bervariasi dari 0.15 – 0.3% tergantung dari tipe CMC yang digunakan, vikositas medium atau tinggi (Zecher dan Gerrish 1999). Ditambahkan pula bahwa dalam ripple syrups yang kandungan gulanya sangat tinggi, penambahan CMC 0.75 – 1% untuk memperoleh sirup yang jernih dengan konsistensi yang baik selama pembekuan dan konsumsi.

Vanilin

Vanilin dengan nama lain 4-hydroxy-3-methoxybenzaldehyde adalah senyawa organik dengan rumus molekul C8H8O3 dan memiliki gugus fungsi aldehid, eter, dan alkohol. Vanilin merupakan komponen utama dalam ekstrak vanili. Vanilin sintetik digunakan sebagai bahan flavor dalam makanan, minuman, dan farmasi.

(34)

formilasi guaiacol (melalui reaksi Reimer-Tiemann) dan juga fermentasi lignin, produk samping industri kertas (http://en.wikipedia.org/wiki/Vanillin, 2006). Tabel 5 menunjukkan sifat fisik dan kimia dari vanilin.

Tabel 5 Sifat Fisik dan Kimia Vanilin

SIFAT URAIAN Penampakan Bubuk kristal putih hingga kekuningan

Berat molekul 152,14

Titik leleh 81 oC (83 oC); menyublim ketika dipanaskan Titik didih 284 - 285 oC (dengan dekomposisi)

Berat jenis 1,06 (likuid)

Kelembaban relatif 0,5% (kehilangan berat %)

Kelarutan 1:3 dalam alkohol 70%; 1:2 dalam alkohol 95%; larut dalam eter, kloroform, dan ligroin panas; larut baik dalam air dan gliserol

(35)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium SEAFAST (South East Asian Food & Agriculture Science & Technology) Center IPB dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB mulai akhir Mei 2006 hingga awal Agustus 2007.

Bahan dan Alat

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri atas:

1. bahan untuk kuring vanili yang dimodifikasi: buah vanili segar (Vanilla planifolia Andrews) dari Kabupaten Kuningan Jawa Barat, butanol, sistein; 2. bahan untuk membuat ekstrak vanili: etanol 60%, air, sukrosa;

3. bahan untuk membuat ekstrak pekat vanili: ekstrak vanili setengah kering (hasil kuring sampai hari ke-5), ekstrak vanili kering (PT Dwipa), HFS 55%, sirup glukosa 75 oBrix, CMC 1%;

4. bahan untuk membuat pasta vanili: ekstrak vanili setengah kering, sirup glukosa 75 oBrix, pektin, CMC, biji vanili.

Alat-alat yang digunakan meliputi:

1. alat untuk kuring vanili: oven, kotak kayu yang didisain khusus;

2. alat untuk membuat ekstrak pekat dan pasta vanili: pisau, timbangan analitik, wadah gelas, panci, hotplate, pengaduk kayu, termometer, rotary vacuum evaporator;

3. alat untuk analisis sifat fisikokimia dan stabilitas retensi vanilin: aw meter, Gilmont Instrument, DV-III + Rheometer, chromameter, spektrofotometer, HPLC, oven, dan alat-alat gelas.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri atas 3 tahapan dengan perincian sebagai berikut: 1. persiapan bahan meliputi kegiatan:

a. proses kuring vanili sampai setengah kering;

(36)

2. Penelitian I, terdiri atas:

a. pembuatan ekstrak pekat vanili;

b. pengukuran retensi vanilin selama penyimpanan; c. pengukuran perubahan warna selama penyimpanan; 3. Penelitian II, meliputi:

a. pembuatan pasta vanili;

b. pengukuran retensi vanilin selama penyimpanan; c. optimasi viskositas pasta vanili.

Proses Kuring Vanili sampai Setengah Kering

Proses kuring vanili yang dilakukan mengikuti metode Setyaningsih (2006) yang telah mengalami modifikasi dengan cara merendam buah vanili segar yang telah disayat dalam larutan butanol 0.3 M dan sistein 1 mM sebagai aktivator enzim. Alur proses kuring vanili tersebut tampak pada Gambar 8.

(37)

Proses kuring vanili hingga setengah kering tersebut secara jelas dapat dilihat pada Gambar 9 berikut ini.

Pengirisan Tiga Garis Longitudinal Buah Vanili Segar

Perendaman dalam Larutan Butanol 0.3 M dan Sistein 1 mM

Pelayuan dalam Air Bersuhu 40 oC Selama 30 Menit

Pembungkusan Buah Vanili Setelah Penirisan

Pemeraman Buah Vanili Pengeringan dengan Oven Bersuhu 40 oC

Gambar 9 Proses Kuring Vanili hingga Setengah Kering.

Proses Ekstraksi Vanili Setengah Kering dan Vanili Kering

(38)

dengan kadar alkohol yang cukup tinggi (sekitar 30%) dan kadar vanilin sebesar 2,18 g/l. Tahapan pembuatan ekstrak vanili berbahan baku vanili setengah kering (kadar air sekitar 78%) disajikan dalam Gambar 10.

Gambar 10 Tahapan Pembuatan Ekstrak Vanili.

Proses pembuatan ekstrak vanili berbahan baku vanili kering (kadar air kira-kira 12,85%) sama dengan yang berbahan baku vanili setengah kering. Proses tersebut secara jelas dapat dilihat pada Gambar 11.

Buah Vanili Setengah Kering

Pemotongan Setebal Kira-kira 0,5 cm

Maserasi selama 14 Hari

Penyaringan dengan Kain Kasa

Gambar 11 Pembuatan Ekstrak Vanili dengan Cara Maserasi.

Proses Penguapan Ekstrak Setengah Kering dan Vanili Kering

(39)

penguapan alkohol menggunakan rotary vacuum evaporator sebagai berikut: suhu penguapan 40 oC, kecepatan 150 rpm, jumlah ekstrak yang diuapkan 300 ml, waktu 3 jam, volume akhir yang diperoleh berkisar 160 -170 ml. Dengan penguapan tersebut ekstrak vanili menjadi semakin pekat, dari triple fold menjadi fifth fold, kandungan etanol sebesar 1% (dianalisis dengan alkoholmeter), dan kadar vanilin 3,74%. Menurut Winarno (2002), pemekatan merupakan tahapan untuk meningkatkan konsentrasi flavor sehingga mudah untuk dianalisis.

Penelitian I

Pembuatan Ekstrak Pekat Vanili.

Tahap ini ditujukan untuk mengembangkan teknologi proses pembuatan ekstrak pekat vanili alami dengan fokus menyusun formula yang dapat menghasilkan mutu produk yang baik. Teknologi pembuatan ekstrak pekat vanili berskala laboratorium terdiri atas tiga tahapan yakni, pencampuran, pemanasan, dan pengemasan. Pada tahap pencampuran, ekstrak vanili setengah kering dicampur dengan ekstrak vanili kering dengan perbandingan 3 : 2 (paling banyak disukai oleh panelis) lalu ditambahkan pemanis dan penstabil. Pemanasan pada suhu 60 oC selama 1 – 2 menit dimaksudkan untuk membunuh khamir. Tahap terakhir yakni pengemasan, segera dilakukan setelah pemanasan produk selesai. Pembuatan ekstrak pekat vanili dapat dilihat pada Gambar 12.

(40)

Penelitian I lebih khusus ditujukan untuk mengetahui pengaruh jumlah ekstrak vanili dan komposisi pemanis serta penstabil terhadap mutu ekstrak pekat vanili. Penetapan jumlah perlakuan didasarkan pada hasil uji coba formula, yakni 2 faktor yang masing-masing terdiri atas 4 taraf yang perinciannya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Perincian Taraf untuk Masing-masing Faktor Perlakuan FAKTOR A:

JUMLAH EKSTRAK

FAKTOR B:

KOMPOSISI PEMANIS DAN PENSTABIL A1 = 10 ml B1 = HFS 5 ml, CMC 6 ml

A2 = 15 ml B2 = HFS 10 ml, CMC 3 ml

A3 = 20 ml B3 = Sirup glukosa 10 ml, CMC 6 ml A4 = 25 ml B4 = Sirup glukosa 15 ml, CMC 3 ml

Kombinasi kedua faktor menghasilkan suatu formula ekstrak pekat vanili. Volume total ekstrak pekat vanili untuk masing-masing formula tidak disamakan, tergantung dari jumlah ekstrak dan pemanis yang ditambahkan. Sebagai contoh formula A1B1 memiliki volume 21 ml karena dihasilkan dari campuran 10 ml ekstrak dengan HFS 5 ml dan larutan CMC 1% 6 ml. Adapun faktor yang tetap dalam setiap perlakuan adalah:

1) perbandingan ekstrak setengah kering dan kering adalah 6 : 4;

2) pemanis yang digunakan adalah sirup glukosa 75 oBrix dan HFS 55%; 3) jenis penstabil: larutan CMC 1%.

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua kali ulangan sehingga jumlah perlakuan sebanyak 16 formula dan unit percobaan berjumlah 32. Model umum rancangan acak lengkap faktorial adalah:

Y

ijk

= µ +

α

i

+

β

j

+ (

αβ

)

ij

+

ε

ijk

Yijk : nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k;

µ, αi, βj : komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor A dan pengaruh utama faktor B;

αβij : komponen interaksi dari faktor A dan faktor B;

(41)

Parameter yang diamati adalah aw, warna (L: lightness, a: redness, b: yellowness), viskositas, dan kadar vanilin.

Pengukuran Retensi Vanilin Selama Penyimpanan.

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui retensi vanilin ekstrak pekat vanili selama penyimpanan. Pengukuran dilakukan terhadap dua ekstrak pekat vanili terbaik hasil Penelitian I. Penyimpanan dilakukan pada tiga tingkat suhu yaitu suhu refrigerator (kira-kira 10 oC), suhu ruang (kira-kira 30 oC), dan 55 oC. Analisis laju penurunan stabilitas retensi vanilin selama penyimpanan dilakukan menggunakan persamaan Arrhenius.

Pengukuran Perubahan Warna Selama Penyimpanan.

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui perubahan warna ekstrak pekat vanili selama penyimpanan. Pengukuran dilakukan terhadap dua ekstrak pekat vanili terbaik hasil Penelitian I. Penyimpanan dilakukan pada tiga tingkat suhu yaitu suhu refrigerator (kira-kira 10 oC), suhu ruang (kira-kira 30 oC), dan 55 oC.

Penelitian II

Pembuatan Pasta Vanili.

Penelitian II bagian a ini ditujukan untuk mengembangkan teknologi proses pembuatan pasta vanili dengan melakukan seleksi terhadap berbagai bahan pengental, penentuan kisaran konsentrasi pengental dan pemanis, serta penentuan cara pengolahan. Penetapan jumlah perlakuan didasarkan pada hasil uji coba formula yakni sebanyak 2 faktor, masing-masing terdiri atas 4 taraf sehingga jumlah seluruhnya sebanyak 16 kombinasi perlakuan seperti terlihat pada Tabel 7. Tabel 7 Perincian Keempat Taraf untuk Setiap Faktor

FAKTOR A:

JENIS DAN JUMLAH PENGENTAL

(42)

Kombinasi kedua faktor menghasilkan suatu formula pasta vanili. Volume total pasta vanili untuk masing-masing formula tidak disamakan, tergantung dari jumlah pemanis yang ditambahkan. Sebagai contoh formula P1G2 memiliki volume kira-kira 12,5 ml karena dihasilkan dari campuran 10 ml ekstrak dengan sirup glukosa 2,5 ml. Adapun faktor yang tetap dalam setiap perlakuan adalah: 1) jumlah ekstrak setengah kering 10 ml;

2) pemanis yang digunakan adalah sirup glukosa 75 oBrix;

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua kali ulangan sehingga jumlah perlakuan sebanyak 16 formula. Parameter yang diamati adalah kestabilan biji vanili, viskositas, dan aroma vanilin.

Pengukuran Retensi Vanilin Pasta Vanili Selama Penyimpanan.

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui retensi vanilin pasta vanili selama penyimpanan. Pengukuran dilakukan terhadap satu pasta vanili terbaik hasil penelitian sebelumnya. Penyimpanan dilakukan pada dua tingkat suhu yaitu suhu refrigerator (kira-kira 10 oC) dan suhu ruang (kira-kira 30 oC).

Optimasi Viskositas Pasta Vanili.

Tahap ini bertujuan mencari formula pasta yang dapat menghasilkan viskositas yang diinginkan. Rancangan yang digunakan adalah CCD (central composite design) dari RSM (Response Surface Methodology) dengan 3 variabel yakni X1: konsentrasi sirup glukosa (ml), X2: konsentrasi pektin (%), dan X3: konsentrasi CMC (%). Model umum rancangan sebagai berikut:

ε

(43)

Analisis Penelitian

Parameter-parameter yang akan dianalisis dalam pembuatan ekstrak pekat vanili adalah sebagai berikut:

1. Viskositas dengan metode falling ball menggunakan Gilmont Instruments (Lampiran 1).

2. Aw menggunakan aw meter (Lampiran 1).

3. Warna menggunakan kromameter CR – 300 Minolta (Lampiran 1). Alat ini digunakan juga dalam pengamatan perubahan warna ekstrak pekat vanili selama penyimpanan.

4. Kadar Vanilin menggunakan spektrofotometer UV – 160 Shimadzu (Lampiran 1), sedangkan kurva standar vanilin dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pengamatan retensi vanilin dilakukan dengan mengukur kadar vanilin setiap minggu selama 7 minggu menggunakan spektrofotometer. Dalam menentukan kadar vanilin, harus diukur pula kadar air. Kadar air ditentukan dengan menggunakan metode oven dan infrared (Lampiran 1). Analisis kadar vanilin dilakukan pula dengan menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Spesifikasi HPLC yang digunakan adalah sebagai berikut: Merk : Hewlett Packard 1100 Series

Kolom : Lichrosorph Rp 18 Panjang kolom : 200 x 4,6 mm

Fase gerak : methanol dan air + asam asetat glasial (20 : 80)

Detektor : UV

Laju alir : 1 ml/menit

Tekanan : 198 mmHg

Volume injeksi : 20 µl

Filter : PTFE 0,45 µm

Panjang gelombang : 254 nm.

Analisis-analisis yang dilakukan dalam pembuatan pasta vanili sebagai berikut:

1. viskositas, diukur dengan pengamatan secara visual;

(44)

Pengamatan terhadap retensi vanilin dilakukan dengan cara mengukur kadar vanilin setiap minggu selama satu bulan penyimpanan. Analisis kadar vanilin dilakukan menggunakan HPLC.

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses pengeringan dalam pengolahan vanili segar hingga didapatkan vanili kering dengan kadar air berkisar 25% dikenal dengan istilah kuring. Proses kuring buah vanili dimaksudkan untuk mendapatkan aroma dan flavor khas vanili, selain untuk menurunkan kadar air. Menurut Rao dan Ravishankar (2000) buah vanili segar hampir tidak beraroma. Aroma akan berkembang setelah dilakukan proses kuring. Hal ini terjadi karena reaksi enzimatik pada komponen flavor berupa gugus-gugus glikosida oleh enzim β-glikosidase menghasilkan berbagai macam komponen flavor vanili.

Di Indonesia proses kuring ini telah dikembangkan oleh Balitro (Balai Penelitian Tanaman Obat-obatan dan Rempah), Bogor. Penelitian ini menggunakan metode pengeringan termodifikasi yang merupakan hasil penelitian Setyaningsih (2006), yang terbukti memiliki kadar vanilin yang lebih tinggi dibandingkan metode Balitro. Hal-hal yang membedakan dari metode Balitro adalah perendaman dalam aktivator enzim berupa larutan butanol 0,3 M dan sistein 1 mM; suhu pelayuan; dan suhu pengeringan.

Menurut Setyaningsih (2006), butanol dapat bertindak sebagai aktivator enzim karena enzim cenderung menggunakan alkohol dibandingkan air sebagai penerima bagian glikosil sehingga dapat meningkatkan reaksi. Mekanismenya dapat dijelaskan sebagai berikut: melalui ikatan hidrogen, gugus hidroksil pada n-butanol terikat pada enzim β-glukosidase. Selain itu, gugus hidroksil pada butanol tersebut menyebabkan butanol dapat larut dalam air melalui sistem kopelarut satu fase, yaitu sistem yang melarutkan pelarut organik – dalam hal ini butanol – pada larutan penyangga (air) dalam satu fase. Dengan demikian enzim masih dapat mengikat air. Keberadaan air menyebabkan enzim menjadi lebih fleksibel sehingga lebih mudah berikatan dengan substrat.

Sistein juga dapat bertindak sebagai aktivator enzim. Mekanisme kerjanya dapat dijelaskan sebagai berikut: gugus S-H pada sistein dapat membantu kestabilan struktur enzim karena gugus S-H mudah teroksidasi. Jika terjadi reaksi oksidasi, gugus S-H inilah yang akan lebih dulu teroksidasi sehingga enzim dapat terlindungi dan diharapkan aktivitasnya tidak terganggu.

(46)

87.61

Dari Gambar 13 terlihat bahwa kadar air vanili segar atau kadar air pengeringan hari ke-0 masih tinggi yakni sebesar 87,96%. Terlihat pula adanya fluktuasi kadar air selama proses pengeringan, akan tetapi hal tersebut dapat diminimalisasi dengan pengambilan sampel yang lebih banyak. Kadar air pada pengeringan hari kelima telah turun sebesar 9,65% dibandingkan hari ke-0 sehingga diperoleh hasil sebesar 78,31%.

Selain kadar air, diukur pula kadar vanilin. Pada awal pengeringan kadar vanilin masih sedikit, tetapi setelah pengeringan hari ke-5 diperoleh hasil sebesar 2,7%. Hasil ini hampir mendekati hasil penelitian Setyaningsih et al (2003) yakni sebesar 2,8%, dan lebih besar dari vanili yang dikeringkan dengan metode standar (Balitro) yang hanya sebesar 1,2%. Peningkatan kadar vanilin setiap harinya menandakan senyawa glukovanilin semakin banyak yang terhidrolisis menjadi glukosa dan vanilin.

Penelitian I

Pembuatan Ekstrak Pekat Vanili

Beberapa uji coba yang dilakukan sebelum menentukan perlakuan pada percobaan pembuatan ekstrak vanili pekat dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.

0 1 2 3

(47)

Tabel 8 Beberapa Uji Coba Formula Ekstrak Pekat Vanili

NO FORMULA HASIL

A Ekstrak vanili setengah kering 10 ml + sirup glukosa 10 ml

Aroma ekstrak vanili setengah kering tercium dengan intensitas sedang

B Ekstrak vanili setengah kering 10 ml + HFS 10 ml

Aroma vanili segar terdeteksi, ada sedikit endapan di dinding tabung karena ekstrak tidak disaring dan tidak ditambah emulsifier

C Sirup glukosa 20 ml + ekstrak vanili setengah kering 7 ml + ekstrak vanili kering 3 ml, dipanaskan 60 oC

Aroma vanili setengah kering lebih dominan

D Sirup glukosa 30 ml + ekstrak vanili setengah kering 4 ml + ekstrak vanili kering 6 ml, diaduk saja tanpa pemanasan

Aroma vanili setengah kering berkurang, tercium aroma vanili kering, warna coklat lebih terang dibanding formula C

E Sirup glukosa 15 ml + ekstrak setengah kering 4 ml + ekstrak kering 6 ml + larutan CMC 1% 2 sendok teh, dipanaskan 60 oC

Warna lebih gelap dibanding C dan D, aroma setengah kering dan kering terdeteksi dengan intensitas sedang

F Sirup glukosa 15 ml + ekstrak setengah kerin 6 ml + ekstrak kering 9 ml + larutan CMC 2% 2 sendok sudip, dipanaskan 60 oC

Aroma lebih kuat dibanding E, warna juga lebih gelap dibanding E, ada gumpalan-gumpalan CMC yang tak larut

G HFS 10 ml + ekstrak setengah kering 6 ml + ekstrak kering 9 ml + larutan CMC 1% 5 ml, dipanaskan 60 oC

Aroma lebih kuat dibanding F, warna hampir sama dengan F

H Sirup glukosa 20 ml + ekstrak setengah kering 5 ml + ekstrak kering 5 ml + larutan CMC 1% 1 sendok teh, dipanaskan 60 oC

Aroma getah masih tercium, tidak terbentuk endapan

Secara lebih khusus diuji coba perbandingan ekstrak vanili setengah kering dengan ekstrak kering sebagai berikut: 4:6, 6:4, 3:7, 0:10, 7:3, 5:5. Aroma yang paling banyak disukai adalah perbandingan 6:4 sehingga perbandingan ini yang digunakan dalam perlakuan.

Analisis Sifat Fisik dan Kimia.

(48)

Tabel 9 Hasil Pengukuran Sifat Fisik dan Kimia Ekstrak Pekat Vanili

FORMULA aw VISKOSITAS

(cP)

Pengukuran aw ke-16 ekstrak pekat vanili menunjukkan kisaran antara 0,82 – 0,86. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa komposisi pemanis dan penstabil berpengaruh nyata (p < 0,05) terhadap aw. Hasil analisis statistik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Dalam jumlah ekstrak dan jenis pemanis yang sama terlihat bahwa semakin banyak jumlah pemanis maka aw semakin kecil. Menurut Fennema (1985), aw dapat menurun dengan adanya zat seperti gula karena gula dapat mengikat air. Nilai aw yang semakin rendah diinginkan dalam produk ini karena dapat menghambat mikroba yang tidak diinginkan. Formula A1 B2 memiliki nilai aw terendah dibandingkan formula lainnya.

Viskositas.

(49)

Formula A1 B4 memiliki nilai viskositas paling tinggi yakni sebesar 60,31 cP yang menyebabkan produk tersebut tidak terlalu encer tetapi tidak terlalu kental. Karakteristik yang demikian diharapkan untuk produk ekstrak pekat vanili.

Nilai L (Kecerahan).

Secara umum dapat dikatakan bahwa ke-16 ekstrak pekat vanili berwarna coklat dengan tingkat kecerahan warna bervariasi antara 27,52 – 52,02. Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa jumlah ekstrak serta komposisi pemanis dan penstabil berpengaruh nyata (p < 0,05) terhadap tingkat kecerahan. Formula A1 B4 memiliki nilai L tertinggi (52,02), diikuti oleh formula A1 B2 dengan nilai L sebesar 45,06. Semakin tinggi nilai L, maka warna produk semakin cerah dan umumnya konsumen lebih menyukai warna ekstrak pekat yang lebih cerah daripada yang lebih gelap.

Dalam pengukuran warna menggunakan Chromameter, selain nilai L, terukur pula nilai a dan b. Nilai a merupakan derajat kemerahan (redness), sedangkan nilai b menunjukkan derajat kekuningan (yellowness). Dari diagram Hunter diketahui bahwa nilai a berkisar antara + 70 dan - 70, demikian pula nilai b berkisar antara + 70 dan – 70. Gambar 14 menunjukkan posisi warna (berdasarkan nilai a dan b) untuk formula terbaik A1B4 dan A1B2 dalam diagram warna Hunter.

Gambar 14 Posisi Formula Terbaik dalam Diagram Warna Hunter

(50)

Dari Gambar 14 di atas terlihat bahwa warna ekstrak pekat A1 B4 lebih cerah dibandingkan dengan A1 B2. Warna kedua ekstrak pekat vanili berada dalam kuadran I dan cenderung kemerahan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pemanis berupa HFS 55% maupun sirup glukosa 75 oBrix yang berwarna bening dapat mencerahkan warna ekstrak yang semula berwarna coklat.

Nilai a (redness/greeness).

Nilai a ekstrak pekat vanili bervariasi dengan kisaran antara + 17,26 – (+ 27,57). Menurut Nielsen (2003) ”a ” dapat bernilai positif maupun negatif, + a diartikan sebagai redness dan – a diartikan sebagai greeness. Jika suatu sampel memiliki nilai a semakin positif berarti warna sampel tersebut semakin merah, sebaliknya jika nilai a semakin negatif berarti warna sampel semakin hijau. Jadi, dengan kisaran nilai a di atas, ke-16 sampel ekstrak pekat cenderung berwarna kemerahan, tidak ada yang ke arah hijau.

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) diketahui bahwa kedua faktor perlakuan tidak berpengaruh nyata (p > 0,05) terhadap nilai a. Jika diamati plot antara nilai a dengan jumlah ekstrak (Lampiran 6), terlihat sampel dengan komposisi pemanis dan penstabil berkode B4 (glukosa 15 ml + CMC 3 ml) memiliki tingkat kemerahan yang paling tinggi dan hampir sama dengan yang berkode B3 (glukosa 10 ml + CMC 6 ml). Tingkat kemerahan terendah diperoleh sampel dengan komposisi pemanis HFS 5 ml + CMC 6 ml (sampel berkode B1), diikuti oleh B2.

Nilai b (yellowness/blueness).

Nilai b ekstrak pekat vanili bervariasi dengan kisaran antara - 4,15 – (+ 31,73). Menurut Nielsen (2003) ”b ” dapat bernilai positif maupun negatif, + b diartikan sebagai yellowness dan – a diartikan sebagai blueness. Jika suatu sampel memiliki nilai b semakin positif berarti warna sampel tersebut semakin kuning, sebaliknya jika nilai a semakin negatif berarti warna sampel semakin biru. Jadi, dengan kisaran nilai b di atas, warna ke-16 sampel bervariasi dari kecoklatan hingga kemerahan.

(51)

ditambahkan maka nilai b semakin rendah (warna sampel semakin gelap). Urutan nilai b tertinggi hingga terendah adalah kode B4, diikuti oleh B3, B2, dan B1. Urutan ini sama dengan nilai a.

Kadar Vanilin.

Kisaran kadar vanilin ekstrak pekat vanili antara 1,10 g/l – 2,38 g/l. Kadar tersebut berada dalam kisaran nilai analisis Winston (Heath, 1981) yang sering digunakan sebagai standar untuk pendeteksian tingkat kematangan ekstrak. Nilai standar Winston tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.

Berdasarkan standar tersebut kadar vanilin minimum sebesar 1,1 g/l, kadar rata-rata 1,9 g/l, sedangkan maksimum sebesar 3,5 g/l. Beberapa formula memiliki kadar vanilin di atas rata-rata nilai standar Winston, yakni formula yang jumlah bahan baku ekstraknya 20 dan 25 ml. Kedua produk ini tidak dipilih karena kadar vanilin bukan satu-satunya pertimbangan dalam menentukan produk terbaik, tetapi perlu juga diperhatikan sifat-sifat yang lain seperti aw, viskositas, dan warna.

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 9) diketahui bahwa kedua faktor perlakuan berpengaruh nyata (p < 0,05) terhadap kadar vanilin. Kadar vanilin ekstrak pekat vanili akan semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah ekstrak yang digunakan. Untuk jumlah ekstrak yang sama, kadar vanilin akan semakin kecil jika jumlah pemanis yang digunakan semakin banyak.

Formula Terbaik.

Berdasarkan pengamatan terhadap sifat-sifat di atas, formula A1 B2 (jumlah ekstrak 10 ml + HFS 55% 10 ml + CMC 1% 3 ml) dan A1 B4 (jumlah ekstrak 10 ml + sirup glukosa 75 oBrix 15 ml + CMC 1% 3 ml) memiliki sifat fisik dan kimia yang lebih unggul dibandingkan ke-14 formula yang lainnya. Atas dasar pertimbangan tersebut kedua formula dipilih untuk dilanjutkan ke tahap penelitian selanjutnya.

Retensi Vanilin Ekstrak Pekat Vanili Selama Penyimpanan

(52)

Retensi vanilin (%) = (C/Co) x 100 C = kadar vanilin hari ke-x; Co = kadar vanilin hari ke-0.

Retensi vanilin selama penyimpanan diamati dengan cara mengukur kadar vanilin dalam setiap minggu selama tujuh minggu dan dibandingkan dengan retensi vanilin pada hari ke-0 penyimpanan. Data Kadar Vanilin dan Retensi Vanilin Ekstrak Pekat Vanili Formula A1 B2 dan Formula A1 B4 Selama Penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 10.

Jika retensi vanilin versus lama penyimpanan diplotkan ke dalam sumbu Y dan X, maka akan diperoleh titik-titik pengamatan yang cenderung membentuk garis lurus menurun. Retensi vanilin ekstrak pekat vanili formula A1 B2 pada ketiga suhu penyimpanan selama 7 minggu ditunjukkan pada Gambar 15 di bawah ini.

Retensi Vanilin A1 B2

Suhu 55 oC Linear (Suhu Refrigerator)

Linear (Suhu 55 oC) Linear (Suhu Ruang)

Gambar 15 Retensi Vanilin Formula A1 B2 Selama Penyimpanan

(53)

Tabel 10 Hasil Analisis Regresi pada Penyimpanan Ekstrak Pekat Vanili A1 B2

SUHU REFRI SUHU RUANG SUHU 55 oC

Persamaan Linier Y = 98,62 - 0,42 X Y = 98,04 - 0,43 X Y = 93,86 - 0,53 X

Koefisien Korelasi (r) - 0,99 - 0,98 - 0,87

Koef. Determinasi (R2) 0,98 0,95 0,76

Dari Tabel 10 di atas terlihat nilai koefisien korelasi pada tiga suhu penyimpanan relatif tinggi dengan nilai tertinggi pada suhu refrigerator. Koefisien korelasi bernilai negatif artinya semakin lama penyimpanan maka retensi vanilin ekstrak pekat vanili formula A1 B2 semakin turun. Koefisien determinasi pada suhu refrigerator tertinggi, yakni sebesar 0,98, artinya 98% keragaman dari nilai Y (retensi vanilin) dapat dijelaskan dengan baik oleh model regresi sederhana tersebut. Koefisien determinasi pada suhu 55 o

C kurang dari 0,9 (sebesar 0,76). Rendahnya nilai koefisien determinasi tersebut disebabkan adanya fluktuasi retensi vanilin selama 7 minggu penyimpanan. Fluktuasi tersebut dapat disebabkan antara lain oleh kesalahan selama pengukuran dengan spektrofotometer dan banyaknya faktor yang harus diperhatikan karena karakteristik komponen flavor (dalam hal ini vanilin) mudah berubah.

Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh sangat nyata (p < 0,01) terhadap retensi vanilin. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.

Dari Gambar 15 di atas terlihat bahwa pola retensi vanilin ekstrak pekat vanili formula A1 B2 pada suhu refrigerator (garis biru) hampir berhimpit dengan pola retensi vanilin ekstrak pekat vanili formula A1 B2 pada suhu ruang (garis merah jambu). Hasil tersebut berimplikasi pada penentuan kondisi suhu penyimpanan yang tepat untuk produk yang bersangkutan. Karena pola retensi vanilin yang berhimpitan tersebut maka dapat dikatakan bahwa penyimpanan ekstrak pekat vanili formula A1 B2 pada suhu refrigerator (kira-kira 10 oC) tidak terlalu berbeda dengan penyimpanan produk tersebut pada suhu ruang (kira-kira 30 oC). Oleh sebab itu, penyimpanan produk ekstrak pekat vanili formula A1 B2 disarankan pada suhu ruang karena dapat menghemat biaya.

(54)

Retensi Vanilin A

1

B

4

Suhu 55 oC Poly. (Suhu Refrigerator) Poly. (Suhu Ruang) Poly. (Suhu 55 oC)

Gambar 16 Retensi Vanilin Formula A1 B4 Selama Penyimpanan

(55)

Tabel 11 Hasil Analisis Regresi pada Penyimpanan Ekstrak Pekat Vanili A1 B4

Dari Tabel 11 di atas terlihat nilai koefisien linear pada tiga suhu penyimpanan bernilai negatif artinya semakin lama penyimpanan maka retensi vanilin ekstrak pekat vanili formula A1 B4 semakin turun. Koefisien determinasi pada suhu ruang tertinggi, yakni sebesar 0,84, artinya 84% keragaman dari nilai Y (retensi vanilin) dapat dijelaskan dengan baik oleh model regresi sederhana tersebut. Koefisien determinasi pada suhu 55 o

C kurang dari 0,8 (sebesar 0,75). Rendahnya nilai koefisien determinasi tersebut disebabkan adanya fluktuasi retensi vanilin selama 7 minggu penyimpanan. Penyebabnya diduga hampir sama dengan ekstrak pekat vanili formula A1 B2.

Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh sangat nyata (p < 0,01) terhadap retensi vanilin. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.

Dari Gambar 16 di atas terlihat bahwa pola retensi vanilin ekstrak pekat vanili formula A1 B4 pada suhu refrigerator (grafik biru) berhimpit dengan pola retensi vanilin ekstrak pekat vanili formula A1 B4 pada suhu ruang (grafik merah jambu). Hasil tersebut berimplikasi pada penentuan kondisi suhu penyimpanan yang tepat untuk produk yang bersangkutan. Karena pola retensi vanilin yang berhimpitan tersebut maka dapat dikatakan bahwa penyimpanan ekstrak pekat vanili formula A1 B4 pada suhu refrigerator (kira-kira 10 oC) tidak terlalu berbeda dengan penyimpanan produk tersebut pada suhu ruang (kira-kira 30 oC). Oleh sebab itu, penyimpanan produk ekstrak pekat vanili formula A1 B4 juga disarankan pada suhu ruang karena dapat menghemat biaya.

Gambar

Tabel 5 menunjukkan sifat fisik dan kimia dari vanilin.
Gambar 8  Alur Proses Kuring Termodifikasi.
Gambar 9  Proses Kuring Vanili hingga Setengah Kering.
Gambar 11  Pembuatan Ekstrak Vanili dengan Cara Maserasi.
+7

Referensi

Dokumen terkait

serkembangan (D) pada ekstrak 4%, sedangkan penambahan ekstrak n-heksana biji pala aerpengaruh terhadap semua parameter pengujian, pada ebtrak lolo, yaitu

Larutan ini dapat mempertahankan mutu mie basah matang hingga 4 hari penyimpanan serta mengandung asam asetat sebesar 1.75% dan ekstrak bawang putih hasil maserasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak kayu manis terhadap aktivitas antioksidan dan aktivitas antibakteri telur asin selama penyimpan,

Dalam penelitian ini dilakukan optimasi suhu pencampuran dan kecepatan putar pada proses formulasi krim sunscreen ekstrak kering teh hijau ( Camellia sinensis L.)

Kemudian pengujian ekstrak rambusa dalam meningkatkan daya simpan tahu menggunakan metode Total Plate Count (TPC) untuk mengamati pertumbuhan mikroba pada produk tahu yang