• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN 1. Rumah Sehat

Dalam dokumen Editan Pemukiman Bwt Blog (Halaman 42-53)

Frekuensi Jumlah dan Persentase Keseluruhan

PROSEN KOMULATIF

D. PEMBAHASAN 1. Rumah Sehat

Rumah sehat adalah rumah yang dapat memenuhi persyaratan

fisiologis, psikologis, pencegahan penyakit dan pencegahan kecelakaan

(American Public Health Association (APHA) dan Kepmenkes RI No.

829/Menkes/SK/1999). Secara fisiologis rumah yang sehat harus memiliki

suhu berkisar 18C-30C dengan kelembaban 40%-60%, pencahayaan

yang disesuaikan dengan dengan kegiatan berkisar 20 Lux-250 Lux atau

pencahayaan rumah dapat digunakan untuk membaca tanpa membuat

mata sakit, ventilasi alam 10%-15% dari luas lantai dan tingkat kebisingan

<55 dB. Kebutuhan psikologis di rumah harus dapat memenuhi

kebutuhan dasar kejiwaan yaitu, kebebasan, kenyamanan, keamanan

dan perlindungan serta tempat bersantai, untuk memenuhi kebutuhan

tersebut perlu adanya penunjang seperti jumlah kamar yang sesuai

penghuni, terletak pada kawasan pemukiman yang sepadan, pembagian

ruang yang jelas dan tersedia fasilitas yang memadai. Rumah yang sehat

juga harus mampu dalam pencegahan penularan penyakit khususnya

penyakit berbasis lingkungan yang didukung dengan adanya penyediaan

air bersih yang cukup, tersedia tempat pembuangan tinja (jamban), luas

kamar tidur minimal 6,5 m dan tinggi langit-langit 2,5 m serta bebas dari

sarang-sarang vector penyakit (nyamuk, tikus, kecoa, lalat dan lain-lain).

Upaya pencegahan kecelakaan yang dilakukan dalam rumah yang sehat

dapat terlihat dari bangunan yang kokoh, bahan bangunan yang tahan api dan terhindar dari kebakaran, lantai tidak licin dan tidak terdapat dalam

daerah atau kawasan rawan bencana seperti bantaran sungai atau kereta

Kelurahan Brontokusuman khususnya RW 16 dan RW 17 yang

merupakan tempat sampel dari praktik sanitasi pemukiman ini secara keseluruhan atau sebanyak 64 dari 120 rumah sudah termasuk dalam

kategori rumah sehat, hasil tersebut diperoleh dari Survei Data Dasar dari

Penilaian Rumah Sehat, hasil penilaian yang ada dibandingkan dengan

Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/1999 yang telah disebutkan di atas

ternyata sudah sesuai, dimana dalam Formulir ini dari keempat

persyaratan di atas dibagi dalam 4 variabel yaitu komponen rumah,

sarana sanitasi, perilaku, lain-lain yang berisi tentang keberadaan vektor

penyakit, dan ditambah penyakit berbasis lingkungan 3 bulan terakhir

yang ada di rumah tersebut. Rumah sehat yang ada di RW 16 dan RW 17

ini sudah memenuhi syarat atau komponen dari variabel yang ada.

Sedangkan untuk rumah yang tidak sehat terdapat 5 rumah yang tidak

sehat, karena terdapat beberapa komponen yang tidak memenuhi syarat,

seperti pada komponen bangunan yang langit-langitnya kurang dari 2,75

m, tidak adanya ruang keluarga dan tidak ada pintu pada setiap

kamarnya, lantai yang masih dalam keadaan plesteran sehingga dapat

mempengaruhi kelembaban, dinding yang non permanen rawan dengan

terpaan angin dan pencahayaan alami yang masih kurang. Untuk sarana

sanitasinya masyarakat di sini sudah tertib dalam membuang tinja (BAB) termasuk bayi ke dalam jamban, sehingga vektor penyakit tidak

mempunyai kesempatan menularkan bakteri dari tinja manusia ke makanan atau lainnya yang dapat mengakibatkan diare, selain itu diare

juga dapat dicegah dengan pengelolaan sampah, yaitu sebanyak 88,3%

kamar mandi warga tersebut masih dominan menguras bak mandi

seminggu sekali, hal ini dikarenakan aktivitas warga yang cukup tinggi sehingga warga tidak sempat menguras bak mandi yang maksimal 3 hari

sekali. Terakhir pada variabel lain-lain yang meliputi kepadatan penghuni,

di daerah ini sudah cukup baik karena sebanyak 60% rumah sampel

sudah berkepadatan penghuni >8 m² per orang, kepadatan vektor

penyakit yang ada di kawasan ini sudah cukup baik dalam

penangganannya, terbukti untuk kepadatan tikus terdapat 76,7% bebas

tikus, kepadatan lalat sudah sebanyak 82,5% sampel sudah

berkepadatan lalat <5 ekor, sedangkan untuk rumah yang bebas kecoa

sebanyak 62,5% dan rumah bebas nyamuk saat disurvei sebanyak

75,8%. Terakhir untuk keberadaan kandang ternak ternyata di kawasan

ini masih terdapat kandang ternak yang menyatu dengan ruma sebanyak

13,3%, padahal kandang ternak ini sangatlah berpotensi dalam

penyebaran penyakit ditambah dengan keberadaannya yang menyatu

dengan rumah.

Ditinjau dari penilaian atau pengukuran secara fisik pada 10

rumah sampel dibandingkan dengan peraturan yang ada, bahwa dari 10

rumah sampel tersebut masih belum memenuhi persyaratan yang ada

yaitu untuk suhu berkisar 180C -300C dengan kelembaban 40%-60% dan

semua sampel yang ada tidak memenuhi persyaratan yang ada, sedangkan untuk pencahayaan minimal yaitu 60 Lux, dari kesepeuluh

sampel yang kurang dari 60 Lux yaitu pada rumah Jumari dan Imran

Munaf karena rumah mereka mempunyai ventilasi kurang dari 10% LL

Sedangkan untuk kebisingan sendiri, kawasan tersebut melebihi amban

batas yang ada yaitu maksimal 55 dB, sedangkan dari hasil pengukuran seketika di dekat Mushola Krapyak terhitung kebisingan sebesar 64,45

dB, hal ini disebabkan banyaknya kendaaan yang lalu lalang di daerah

tersebut dan kurang pepohonan yang dapat mengurangi kebisingan.

2. Hubungan antara rumah sehat dengan sarana sanitasi

Rumah yang sehat adalah rumah yang telah memenuhi beberapa

syarat, salah satunya yaitu tersedianya sarana sanitasi di rumah seperti

yang tertera pada formulir Survei Data dasar untuk penilaian rumah

sehat. Adapun untuk sarana sanitasi yang berupa sumber air bersih

(SAB) dengan jenis, kepemilikan dan kualitas SAB, jamban keluarga,

saluran pembuangan air limbah (SPAL) dan tempat sampah di Kelurahan

Brontokusuman khususnya pada RW 16 dan RW 17 didapatkan hasil

sesuai survey adalah jenis SAB yang digunakan dari sumur gali lebih

banyak digunakan daripada SAB dari pompa/sanyo dan PDAM,yaitu

sebanyak 56,7% atau 68 sampel dari 120 sampel, hal ini dikarenakan

masyarakat yang tidak menyukai bau kaporit pada PDAM dan takut

terjadi diare setelah mengonsumsi air berkaporit atau air PDAM.

Sedangkan untuk kepemilikannya, masyarakat disini sudah 60,8% dari

120 sampel rumah telah memiliki SAB tersebut secara pribadi dan juga

telah memenuhi syarat yang ada, secara fisik. Jamban keluarga di

masyarakat ini telah memenuhi syarat yang ada dan milik pribadi yaitu

sebanyak 78,4% atau 104 sampel dari 120 sampel. Pada SPAL, masyarakat tersebut sebanyak 60% mempunyai SPAL yang jarak dengan

sanitasi yang terakhir adalah tempat sampah, masyarakat di sini telah

menggunakan tempat sampah, namun belum kedap air dan belum tertutup yaitu sebanyak 60% dari 120 sampel. Jumlah rumah sehat dari

semua sampel sebanyak 53,3% atau 64 rumah dibandingkan data sarana

sanitasi yang ada cukup sepadan dengan perbandingan jumlahnya,

walau pada setiap rumah sehat masih memiliki beberapa kekurangan

pada sarana sanitasi atau komponen lain yang ada.

3. Hubungan antara faktor rumah sehat dengan penyakit berbasis

lingkungan

Rumah sehat adalah rumah yang mampu memenuhi syarat

fisiologis, psikologis, pencegahan penyakit dan pencegahan kecelakaan.

Rumah sehat yang dapat memenuhi dalam pencegahan penyakit dapat

dianalisi melalui penyakit yang diderita penghuni dalam kurun waktu tiga

bulan terakhir dengan cara wawancara dengan penghuni rumah. Hasil

yang didapatkan adalah sebanyak 31 sampel dari 120 sampel selama

kurun waktu tiga bulan terakhir mengalami penyakit Infeksi Saluran

Pernafasan Atas (ISPA), dilanjutkan dengan penyakit kulit sebanyak 14

sampel kemudian penyakit diare sebanyak 13 sampel, Demam Berdarah

Dengue (DBD) sebanyak 2 sampel dan terakhir TB Paru 1 sampel. Ditinjau dari data sekunder Puskesmas Mergangsan, memang terbukti

bahwa frekuensi timbunya penyakit ISPA sangatlah tinggi dibandng

penyakit berbasis lingkungan yang lainnya, sedangkan pada penyakit kulit

dan diare disbanding dengan data puskesmas bahwa penyakit diare lebih dominan dibandingkan penyakit kulit. Hal ini dapat disebabkan karena

berperilaku hidup bersih dan sehat, terbukti dari hasil survei para

penghuni rumah yang belum bisa membuka jendela rumah setiap hari, menguras bak mandi minimal 3 hari sekali, penerapan pembuangan

sampah yang masih belum pada tempat yang semestinya miisalnya

Tempat Penampungan Sampah sementara (TPS). Selain itu, hal-hal yang

mempengaruhi timbulnya penyakit berbasis lingkungan adalah kepadatan

vektor penyakit seperti lalat, kecoa, tikus dan nyamuk serta keberadaan

kandang ternak di dekat rumah.

4. Hubungan aspek sosial, ekonomi pendidikan dan budaya

Dihubungkan dengan aspek sosial, ekonomi, pendidikan dan

budaya pada sampel ini sangatlah erat, dari hasil suvei terbukti bahwa

untuk kegiatan sosial masyarakat di sini sangatlah antusias mengikuti

kegiatan PKK di RW, pelatihan kader yang diadakan oleh kecamatan

dibantu dengan pihak puskesmas dan ikut melakukan penyuluhan di

warga setempat, bahkan ada beberapa kader yang mengikuti Lomba

Kader mewakili Kota Yogyakarta tahun 2011. Hubungan dengan aspek

ekonomi dilihat dari data sekunder Kecamatan Brontokusuman menurut

mata pencahariannya dan dari penglihatan fisik tentang harta benda

(barang elektronik) yang ada , masyarakat di sini sudahlah cukup mampu

atau termasuk kelas menengah ke atas walaupun ada sebagian kecil

yang masih dalam kelas menenga ke bawah. Dari segi pendidikan dilihat

dari data kecamatan masyarakat di sini pun juga termasuk masyarakat

berpendidikan tinggi dengan mayoritas pendidikan terakhir SMA/SMK serta perguruan tinggi S1 atau D3. Sedangkan untuk aspek budayanya

dari cara bicara, perilaku dan cara penyambutan peneliti di rumah sampel

tersebut. Selain itu di daerah ini budaya dalam menjaga kebersihan sudah cukup baik, terbukti pada saat melakukan survei, kami sempat

bertemu dengan para dewan juri atau tim penilai Lomba Green Clean

2011 dan dari cerita masyarakat bahwa daerah ini juga suka mengikuti

lomba seperti lomba takbiran yang selalu menggunakan alat tradisioal

jawa dan drum band dipadukan dengan para penari berbalut pakaian

jawa yang direnovasi hingga terlihat unik dan menarik.

5. Pemecahan masalah

Hasil yang telah didapat kemudian direkap dan dianalisis sehingga

dapat dikelompokkan antara rumah sehat, rumah kurang sehat dan

rumah tidak sehat. Selama penggelompokkan tersebut didapatkan

beberapa masalah yang membuat rumah tersebut tidak sehat, adapun

masalah dan pemecahan masalah dalam praktek rumah sehat ini adalah

sebagai berikut:

a. Komponen rumah

Untuk komponen rumah masih terdapat banyak masalah yang

membuat rumah tidak sehat, yaitu:

1) Rumah yang masih belum berlangit dapat ditambah

langit-langit atau plafon rumah sehingga panas matahari tidak dirasakan

langsung oleh penghuni rumah.

2) Dinding non permanen atau masih menggunakan anyaman bambo/triplek sebaiknya diubah dengan dinding yang permanen

dan tidak tembus pandang sehingga dapat menahan terpaan

angin dari luar.

3) Lantai yang masih plesteran, sebaiknya dibuat lantai dengan

berbagai variasi, misalnya dikeramik sehingga udara dalam rumah

tidak lembab, mudah dibersihkan dan dikeringkan.

4) Tidak adanya jendela kamar tidur dan ruang untuk keluarga

5) Ventilasi kurang dari 10% LL, dapat dilakukan dengan bantuan

kipas angin, exhauster fan, dan Air Conditioner (AC) yang dapat

mengeluarkan udara yang ada di dalam berganti dengan yang di

luar serta dapat mengatur temperature suhu yang ada di dalam

ruangan.

6) Kurang berfungsinya lubang asap dapur, sebaiknya lubang asap

dapur diprbaiki dan disesuaikan dengan penggunaannya.

7) Masih kurangnya pencahayaan alami di dalam rumah untuk

alternatif lain selain penambahan jendela dan penggantian

beberapa genteng rumah dengan genteng kaca, dapat digunakan

cara dengan penambahan keterangan/kecerahan lampu yang

disesuaikan dengan kebutuhan.

b. Sarana sanitasi

1) SAB

Masih adanya pengguna SAB dengan sumur gali yang tidak

memenuhi syarat, sebaiknya sumur dichlorinasi agar bakteri E. coli dalam sumur dapat ditekan sehingga kualitas air sesuai

2) Jamban keluarga, masih adanya keluarga yang tidak memiliki

jamban keluarga dan yang memiliki tapi tidak memenuhi persyaratan, hal ini dapat diselesaikan dengan pembuatan jamban

sederhana atau dengan meminjam jamban tetangga saat BAB

dan seharusnya jamban yang ada dibersihkan setiap 3 hari sekali,

sehingga tidak menjadi tempat perindukan vector penyakit.

3) SPAL, pembuatan SPAL yang langsung disalurkan ke

pembuangan air limbah kota.

4) Tempat sampah, sebaiknya dibuat tempat sampah yang terbuat

dari bahan plastik karena kedap air, tertutup rapat dan mudah

dibersihkan.

c. Perilaku Penghuni

1) Membuka jendela, bagi penghuni yang sibuk dan jam terbang

yang tinggi membuat para penghuni tidak sempat bahkan jarang

membuka jendela saat rumah kosong karena factor keamanan,

hal ini dapat diatasi dengan membuka jendela sebelum berangkat

lalu ditutup saat akan pergi bekerja, atau dengan membuka

jendela dari pagi hingga sore saat hari libur.

2) Kegiatan menyapu dan mengepel hendaknya dilakukan setiap hari

untuk menyapu dan seminggu untuk mengepel.

3) Pengelolaan sampah, dibuang ke TPS atau jika ingin mendapat

nilai ekonomi yang lebih sampah tersebut didaur ulang menjadi barang daur ulang seperti tas, bantal, gantungan kunci, tempat

dipisakan antara organik, sampah plastik, kertas, kaca atau

lainnya yang dapat dijual dipengepul untuk ditukar dengan uang. 4) Pengurasan bak mandi sebaiknya dilakukan 3 har sekali.

d. Lain-lain

1) Kepadatan penghuni kaitannya dengan kebutuhan udara

perorangan, bagi yang berpenghuni < 8 m² per orang dapat

mempergunakan kipas angin.

2) Kepadatan tikus di rumah sangatlah wajib ditekan atau

dimusnahkan, karena hubungannya dengan penyakit

leptospirosis, caranya dengan pemasangan perangkap tikus dan

meniadakan hal-hal yang dapat mengundang tikus dating.

3) Kepadatan lalat dan kecoa, untuk menekan kepadatan lalat

caranya dengan membuang sampah langsung ke TPS dan lama

tinggal sampah dalam rumah tidak lebih dari 3 hari

4) Kepadatan nyamuk, dengan cara meniadakan genangan air,

menguras bak mandi maksimal 3 hari sekali, hindari gantungan

baju di dalam kamar.

e. Penyakit berbasis lingkungan

1) ISPA, baiknya penghuni rumah selalu membuka jendela rumah

sehingga suhu dan kelembaban rumah dapat diturunkan, memasang kasa pada ventilasi rumah untuk mengurang debu

yang masuk dan membersihkan rumah maksimal seminggu sekali terutama pada dinding, lantai dan jendela rumah.

2) Penyakit kulit, membiasakan mandi 2 kali sehari dengan air yang

bersih dan sabun yang mengandung antiseptic atau antibakteri, serta mencuci pakaian dengan bersih.

3) Penyakit diare, membiasakan cuci tangan dengan sabun yang

mengandung antiseptic atau antibakteri terutama setelah BAB,

sebelum dan sesudah makan.

4) Penyakit DBD, yaitu dengan PHBS dan meniadakan jentik

BAB V

Dalam dokumen Editan Pemukiman Bwt Blog (Halaman 42-53)

Dokumen terkait