• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian “Sindrom Depresif pada Penderita HIV/AIDS” ini merupakan suatu penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sindrom depresif pada penderita- penderita HIV/AIDS dengan menggunakan kuesioner BDI dan tujuan khususnya adalah mengetahui apakah sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS berbeda berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, tempat tinggal, pekerjaan, stadium klinis HIV, jumlah CD4 dan agar penderita- penderita HIV/AIDS yang memiliki sindrom depresif dapat dirujuk ke Departemen Psikiatri untuk mendapatkan penilaian dan perawatan lebih lanjut.

Hipotesis pada penelitian ini yang menyatakan bahwa sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS berbeda berdasarkan kelompok pekerjaan, stadium klinis HIV dan jumlah CD4 terbukti.

8.1. MEAN DAN STANDARD DEVIATION (SD) BDI PADA PENDERITA HIV/AIDS

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa mean BDI pada 100 penderita HIV/AIDS adalah depresi sedang 22,7 (SD 4,0), depresi ringan 12,9 (SD 1,6), depresi berat 33,1 (SD 2,8), tidak depresi 12,9 (SD 1,6). Sedangkan Evans et al yang melakukan penelitian terhadap 63 penderita dengan HIV positif, dan 30 dengan HIV negatif mendapati rerata masing-masing skor Hamilton Rating Scale for Depression adalah 8,62 (SD 7,26) yaitu depresi ringan dan 5,67 (SD 7,33) yaitu tidak depresi.49 Sementara Perry et al yang melakukan penelitian terhadap 129 penderita HIV/AIDS mendapati bahwa sepertiganya mempunyai skor BDI 14 atau lebih tinggi (≥ depresi ringan hingga sedang).15 Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa berdasarkan skor BDI maka sindrom depresif sedang paling banyak terjadi pada penderita HIV/AIDS, hal yang sama dengan penelitian Perry et al yang mendapati bahwa penderita HIV/AIDS paling banyak mengalami depresi ringan hingga sedang.15

8.2.SINDROM DEPRESIF PADA PENDERITA HIV/AIDS

Dari tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif sedang paling banyak terjadi pada penderita HIV/AIDS (34%), diikuti oleh sindrom depresif ringan (28%), tidak depresi (26%) dan sindrom depresif berat (12%). Secara keseluruhan juga dapat diamati bahwa dari 100 penderita HIV/AIDS yang mengalami sindrom depresif berjumlah 74 orang (74%), sementara Stolar et al menemukan hingga 85% individu dengan HIV positif melaporkan mengalami gejala-gejala depresi.14 Penelitian lainnya yang diadakan pada klinik spesialis HIV pusat perawatan kesehatan tersier (tertiary health care centre) di India Selatan melaporkan 40% individu HIV seropositif menderita sindrom depresif.9,14 Bing et al, menyatakan secara keseluruhan, angka depresi diantara orang-orang dengan infeksi HIV adalah mencapai 50%,13 dan Acuff et al menemukan diantara pasien- pasien yang terinfeksi HIV yang diarahkan untuk evaluasi psikiatrik, rata-rata mengalami depresi berat berkisar dari 8% - 67%,14 sedangkan pada penelitian ini angka depresi berat 12% hal ini tidak berbeda jauh.

Dari penelitian ini depresi yang ada pada penderita HIV/AIDS menurut literatur dikatakan bahwa hubungan antara depresi dengan HIV/AIDS merupakan hubungan yang sangat kompleks, di satu sisi depresi dapat timbul karena penyakit HIV/AIDS itu sendiri, disisi lain depresi yang timbul akan lebih memperberat perjalanan penyakit HIV/AIDS itu sendiri.38,39

8.3. SEBARAN UMUR PENDERITA DENGAN SINDROM DEPRESIF

Dari tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif yang paling banyak adalah sindrom depresi berat, pada kelompok umur 30-39 tahun (66,7%), mean BDI 32,6 (SD 1,9). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS berdasarkan kelompok umur.

Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Christ et al yang menyatakan bahwa kebanyakan subjek yang terinfeksi HIV/AIDS mengalami sindrom depresif terjadi pada kelompok umur 25-49 tahun.17 Sedangkan hasil penelitian ini sindrom depresif yang paling banyak pada kelompok umur 30-39 tahun, hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa umur onset untuk gangguan depresif berat sekitar 40 tahun, dengan 50% dari seluruh penderita memiliki onset antara 20 hingga 50 tahun.31

8.4. SEBARAN JENIS KELAMIN DENGAN SINDROM DEPRESIF

Dari tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif yang paling banyak adalah sindrom depresi berat dengan jenis kelamin pria (75%), mean BDI 33 (SD 3,2) dan sindrom depresif ringan (75%), mean BDI 13,1 (SD 1,6). Sedangkan wanita depresi sedang (29,4%), mean BDI 22,9 (SD 4,2). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS berdasarkan kelompok jenis kelamin.

Penelitian Brown et al mengevaluasi 43 wanita yang terinfeksi HIV dan mendapat pelayanan di Angkatan Udara Amerika Serikat, hanya 2 pasien (5%) yang depresi. Pada studi yang ditunjukkan 3 tahun kemudian, peneliti lainnya mendiagnosa depresi pada sampel wanita HIV positif hanya 1,9%.18 Dew et al mengikuti selama 1 tahun dari 113 kelompok pria dengan HIV positif dan 57 kontrol dengan HIV negatif, yang ikut pada setting perawatan primer. Mereka menemukan bahwa prevalensi depresi berat selama periode follow up adalah secara signifikan lebih tinggi pada kelompok pria dengan HIV positif.23

Secara keseluruhan dari penelitian ini didapat jumlah penderita laki-laki lebih banyak yang menderita depresi. Hal yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Lipsitz et al didapatkan angka kejadian depresi pada laki-laki dengan HIV positif lebih tinggi dibandingkan pada wanita yaitu masing-masing sebesar 33% dan 26%.20

8.5. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN SINDROM DEPRESIF

Dari tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa yang mengalami depresi yang paling banyak adalah tingkat pendidikan SLTA yaitu depresi sedang (76,5%), mean BDI 22,5 (SD 4,1). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS berdasarkan tingkat pendidikan.

Dari literatur mengatakan sindrom depresif lebih sering terjadi pada tingkat pendidikan rendah dibandingkan tingkat pendidikan lebih tinggi.31 Ini berbeda pendapat dengan penelitian diatas dimana tingkat pendidikan SLTA yaitu depresi sedang (76,5%), mean BDI 22,5 (SD 4,1) lebih tinggi daripada tingkat pendidikan SMP yaitu depresi berat 25%, mean BDI 34,6 (SD 5,0).

8.6. SEBARAN STATUS PERKAWINAN DENGAN SINDROM DEPRESIF Dari tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif berat yang paling banyak adalah tidak kawin (58%),

mean BDI 33,4 (SD 3,5).

Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS berdasarkan status perkawinan.

Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa penderita HIV/AIDS yang paling banyak mengalami sindrom depresi berat adalah tidak kawin. Dari literatur dikatakan bahwa gangguan depresif berat sering dialami individu yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang bercerai dibandingkan dengan yang menikah. Status perceraian menempatkan seseorang pada risiko lebih tinggi untuk menderita depresi. Depresi lebih sering pada orang yang tinggal sendiri bila dibandingkan dengan yang tinggal bersama kerabat lainnya.31,48

8.7. SEBARAN TEMPAT TINGGAL DENGAN SINDROM DEPRESIF

Dari tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif berat paling banyak adalah bertempat tinggal di Medan (66,7%), mean BDI 33,3 (SD 3,1). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS berdasarkan tempat tinggal.

Pada penelitian ini penderita HIV/AIDS yang mengalami sindrom depresif berat paling banyak bertempat tinggal di Medan. Dari literatur dikatakan bahwa faktor lingkungan seperti pemaparan terhadap peristiwa hidup yang penuh tekanan tampaknya memainkan peranan untuk menyebabkan timbulnya sindrom depresif. Ketidakmampuan peranan sosial untuk menyesuaikan diri dengan stresor sosial mengarah pada berkembangnya depresi pada seseorang. Stresor psikososial lebih tinggi pada daerah perkotaan dari pada pedesaan. 31

8.8. SEBARAN PEKERJAAN DENGAN SINDROM DEPRESIF

Dari tabel 11 diatas dapat diamati bahwa sindrom depresif berat paling banyak adalah tidak bekerja (75%), mean BDI 33,5 (SD 3,2). Terdapat perbedaan bermakna di sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS berdasarkan pekerjaan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Blalock et al yang melaporkan hasil yang sama pada penilaian cross sectional dari 200 pasien

Warga Afrika-Amerika laki-laki dan wanita dengan HIV/AIDS yang mengikuti suatu pelayanan klinik medik yang pada beberapa waktu mempunyai jumlah CD4 kurang dari 200 cell/mm3, 60% adalah tidak mempunyai pekerjaan dan 15% mempunyai pekerjaan.20 Sedangkan Lyketsos et al melaporkan hasil yang di follow up dari 911 laki-laki HIV positif dari The Multicenter AIDS Cohort Study (MACS), timbulnya semua gejala-gejala depresi yang signifikan, termasuk prevalensi sindrom depresif dalam waktu 6 bulan sebelum AIDS berkembang. Adanya depresi sebelumnya, tidak mempunyai pekerjaan, dan laporan gejala- gejala yang berhubungan dengan AIDS adalah hanya sebagai prediktor dari peningkatan tersebut.20 Dari literatur dikatakan bahwa tidak mempunyai pekerjaan atau menganggur juga merupakan faktor risiko terjadinya depresi. Suatu survei yang dilakukan terhadap wanita dan laki-laki dibawah 65 tahun yang tidak bekerja sekitar enam bulan melaporkan bahwa depresi tiga kali lebih sering pada pengangguran daripada yang bekerja.48

8.9. SEBARAN STADIUM KLINIS HIV/AIDS DENGAN SINDROM DEPRESIF Dari tabel 12 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif berat yang paling banyak adalah stadium IV (66,7%), menurut kriteria WHO yaitu stadium klinis yang simtomatik dengan mean BDI 33,6 (SD 3,1). Terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV /AIDS berdasarkan stadium klinis HIV.

Hasil yang sama diperoleh pada penelitian Kelly et al yang menemukan bahwa stadium klinis infeksi HIV simtomatik pada penderita dengan HIV positif angka gangguan depresif berat lebih tinggi daripada penderita dengan HIV positif yang asimtomatik.15 Penelitian meta analisis yang dipublikasikan, Ciesla dan Roberts juga menemukan bahwa orang dengan HIV positif, kemungkinan hampir dua kali lebih banyak didiagnosa dengan depresi berat dan orang dengan HIV simtomatik dan asimtomatik umumnya adalah sama mengalami depresi.17 Sementara Lipsitz et al mengeksplorasi prevalensi gangguan-gangguan mental pada sampel orang-orang pengguna obat-obatan (drug users) secara intra vena yang tinggal di kota New York, prevalensi gangguan depresif adalah secara signifikan lebih tinggi pada pria dengan HIV positif daripada kontrol dengan HIV negatif, dan diagnosis adalah dihubungkan dengan gejala berdasarkan stadium klinis penyakit HIV.20

Lyketsos et al melaporkan hasil yang di follow up dari 911 laki-laki HIV positif dari The Multicenter AIDS Cohort Study (MACS), timbulnya semua gejala-gejala depresi yang signifikan, termasuk prevalensi sindrom depresif dalam waktu 6 bulan sebelum AIDS berkembang.20

8.10. SEBARAN JUMLAH CD4 DENGAN SINDROM DEPRESIF

Dari tabel 13 diatas dapat dilihat bahwa sindrom depresif sedang paling banyak adalah jumlah CD4 < 200/mm3 (97,1%), mean BDI 22,5 (SD 3,9). Terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada penderita HIV /AIDS berdasarkan jumlah CD4.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian di Uganda. Hasil penelitian di Uganda mendapati bahwa dari 1017 penderita yang terinfeksi HIV yang dinilai gejala-gejala depresinya dengan menggunakan Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D), 47% dilaporkan mengalami gejala depresi (CES-D ≥23) memiliki jumlah CD4 < 50 cells/ l.22

Dokumen terkait