• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan utama pembuatan nanopartikel adalah sebagai sistem penghantaran untuk mengendalikan ukuran partikel, luas permukaan, dan pelepasan bahan aktif sehingga dapat mencapai target spesifik secara optimal dan sesuai dengan aturan dosis (Mohanraj and Chen, 2006).

Pembuatan nanopartikel dapat mempercepat disolusi sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas fraksi diterpen lakton (FDTL) sambiloto.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah kitosan sebagai polimer terhadap karakteristik fisik dan profil pelepasan nanopartikel fraksi diterpen lakton sambiloto-kitosan yang dibuat dengan metode gelasi ionik dan dikeringkan dengan metode pengeringan semprot. Pada tahap awal penelitian, dilakukan identifikasi bahan baku secara kualitatif yang bertujuan untuk memastikan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi ketentuan yang tertera pada pustaka. Identifikasi bahan baku FDTL sambiloto meliputi pemeriksaan organoleptis, pemeriksaan jarak lebur, pemeriksaaan dengan difraksi sinar X, dan pemeriksaan dengan spektrum inframerah, sedangkan untuk identifikasi kitosan meliputi pemeriksaan organoleptis, pemeriksaan jarak lebur, pemeriksaan dengan difraksi sinar X, pemeriksaan dengan spektrum inframerah, dan pemeriksaan viskositas.

Berdasarkan hasil pemeriksaan organoleptis, FDTL sambiloto merupakan serbuk berwarna kuning sedikit kehijauan, berbau khas, dan berasa pahit. Pada pemeriksaan jarak lebur dengan DTA diperoleh jarak lebur FDTL sambiloto 204,8-219,7 °C. Pada pemeriksaan spektrum inframerah FDTL sambiloto didapatkan serapan pada bilangan gelombang 3400 cm-1yang menunjukkan adanya gugus hidroksil (–OH),

gugus karbonil (C=O) pada panjang gelombang 1722 cm-1, gugus alkena (C=C) pada panjang gelombang 1674 cm-1, dan gugus C-H pada panjang gelombang 2927 cm-1(tabel V.1).

Hasil pemeriksaan organoleptis kitosan merupakan serbuk berwarna putih kekuningan dan tidak berbau, tidak berasa. Hasil tersebut telah sesuai dengan yang tertera pada sertifikat analisis (lampiran 1).Pada pemeriksaan jarak lebur dengan DTA diperoleh jarak lebur kitosan 148,9-157,9 °C (tabel V.5). Dari hasil pemeriksaan viskositas kitosan diperoleh viskositas kitosan sebesar19,67 cPs (lampiran 7), hasil tersebut masih memenuhi rentang viskositas kitosan dalam sertifikat analisis (lampiran 1). Hasil identifikasi spektrum inframerah kitosan menunjukkan beberapa pita serapan yang spesifik pada bilangan gelombang 3435 cm-1 yang menunjukkan pita serapan gugus O-H, pada bilangan gelombang 2878 cm-1 yang menunjukkan gugus NH

3, terdapat gugus CO (karbonil) dengan pita serapan pada bilangan gelombang 1654 cm-1, dan pada bilangan gelombang 1382 cm-1 yang menujukkan gugus NH (asetil), gugus NH (bebas) pada 1500-1600 cm-1, dan pada bilangan 1077 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus C-O-C. Seluruh hasil pita serapan spesifik memiliki kemiripan dengan pita serapan kitosan pada pustaka (tabel V.2). Berdasarkan hasil identifikasi kualitatif yang diperoleh menunjukkan bahwa kitosan telah sesuai dengan yang ada di pustaka sehingga dapat digunakan dalam penelitian.

Tahap selanjutnya dilakukan pembuatan nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan dengan metode gelasi ionik yang kemudian dikeringkan dengan metode pengeringan semprot. Nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan dibuat dengan menggunakan perbedaan jumlah kitosan yaitu 80 mg (FK 1), 100 mg (FK 2), dan 120 mg (FK 3). Nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan terbentuk pada saat penambahan penyambung

silang TPP ke dalam larutan kitosan-FDTL sambiloto. Hal ini ditandai dengan terbentuknya koloid putih pada masing-masing formula pada proses pembuatan. Setelah proses pendiaman dapat diamati pada FK 1, FK 2, dan FK 3 terbentuk endapan berwarna putih yang halus. Setelah itu, campuran dikeringkan menggunakan metode pengeringan semprot (lampiran 8).

Tahap berikutnya dilakukan pemeriksaan evaluasi karakteristik fisik dari hasil nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan yang telah dikeringkan. Pemeriksaan evaluasi karakteristik fisik yang dilakukan meliputi evaluasi morfologi nanopartikel kering,evaluasi spektroskopi FT-IR, evaluasi Different Thermal Apparatus (DTA), evaluasi difraksi

sinar X, dan penetapan kandungan FDTL sambiloto dalam nanopartikel. Pemeriksaan evaluasi karakteristik fisik nanopartikel dilakukan identifikasi pada semua hasil perlakuan.

Evaluasi morfologi nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan kering dilakukan dengan Scanning Electron Microscopy (SEM), pada perbesaran

5000 kali dan 10000 kali. Hasil pemeriksaan nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan dengan perbandingan kitosan – FDTL sambiloto = 8:4 (FK 1), 10:4 (FK 2), dan 12:4 (FK 3) memiliki bentuk sferis. Pada FK 1 dan FK 3 menghasilkan permukaan yang kurang rata, sedangkan pada FK 2 didapatkan hasil permukaan yang lebih halus (gambar 5.1). Ukuran yang dihasilkan heterogen pada FK 1, FK 2, FK 3 yaitu berkisar 391 nm – 44,45 µm. (tabel V.4). Hasil pemeriksaan morfologi partikel menunjukkan bahwa FK 1 dan FK 3 memiliki moroflogi yang kurang rata. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan jumlah kitosan dengan TPP yang belum optimal. Selain itu, proses spray drying juga dapat

Evaluasi spektroskopi FT-IR digunakan untuk melihat ikatan yang terbentuk antara kitosan dan TPP. Spektrum inframerah kitosan menunjukkan pita serapan spesifik yaitu gugus amina (–NH2) dan gugus hidroksi (–OH) pada bilangan gelombang 3435 cm-1 yang mengalami vibrasi ulur serta pada ikatan amida terlihat adanya vibrasi ulur dari gugus karbonil (–C=O) pada bilangan gelombang 1654 cm-1 (Silverstein, 1968; Rohman, 2014). Kitosan yang telah berikatan dengan TPP ditunjukkan dengan adanya pita serapan amida dari kitosan pada bilangan gelombang 1655 cm-1 hilang dan muncul pita serapan baru pada bilangan gelombang 1645 cm-1 dan 1554 cm-1 (Bhumkar, 2006). Hal ini dapat dilihat pada sistem nanopartikel tanpa FDTL sambiloto pada bilangan gelombang 1634 cm-1 dan 1559 cm-1, pada FK 1 yaitu 1644 cm-1 dan 1558 cm-1, sedangkan FK 2 terlihat pada bilangan gelombang 1638 cm-1 dan 1559 cm-1 dan FK 3 terlihat pada bilangan gelombang 1637 cm-1 dan 1559 cm- 1. Selain itu, pada gugus O-H, terlihat bahwa pita serapan tergeser dari bilangan gelombang 3435 cm-1 ke 3407 - 3407 cm-1 pada spektrum inframerah nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan (gambar 5.2).

Hasil evaluasi jarak lebur dan entalpi menggunakan Differential Thermal Apparatus (DTA) untuk FDTL sambiloto-kitosan menunjukkan

telah terbentuk ikatan antara kitosan dan TPP, dapat dilihat dari termogram yang terbentuk pada FK 1, FK 2, FK 3, F01, F02, dan F03 memiliki pola termogram yang berbeda dari termogram masing-masing bahan penyusunnya yakni kitosan dan fraksi diterpenlakton sambiloto (gambar 5.3). Hasil termogram DTA pada tabel V.5 terlihat bahwa FK 2 memiliki energi peleburan yang paling besar yaitu 171 J/g dibandingkan dengan FK 1 (154 J/g) dan FK 3 (121 J/g). Dari hasil tersebut dapat membuktikan bahwa ikatan antara kitosan dan TPP pada FK 2 memiliki ikatan yang lebih kuat dibandingkan dengan dua formula lain yakni, FK 1

dan FK 3. Hal ini memperkuat hasil dari pemeriksaan morfologi dengan SEM, bahwa FK 2 memiliki bentuk dan morfologi yang paling optimal.

Dari hasil evaluasi difraksi sinar X, menunjukkan fraksi diterpen lakton sambiloto memiliki struktur kristalin sedangkan kitosan memiliki struktur amorf. Pada difraktogram sinar X dari FK 1, FK 2, FK 3 tidak tampak puncak tajam FDTL sambiloto, ini membuktikan bahwa FDTL sambiloto telah terjerap ke dalam sistem nanopartikel FDTL sambiloto- kitosan dan telah mengalami perubahan struktur kristalin (gambar 5.4). Hal ini disebabkan karena setelah melalui proses gelasi ionik, nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan dikeringkan secara cepat dengan pengeringan semprot sehingga terjadi hambatan pada pertumbuhan kristal dan menyebabkan FDTL sambiloto terjebak dalam ukuran yang kecil.

Hasil penetapan kandungan FDTL sambiloto dalam nanopartikel dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) digunakan untuk menghitung kemampuan penjerapan dari FDTL sambiloto pada nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan. Pemeriksaan ini diawali dengan pembuatan kurva baku pada panjang gelombang maksimum 228 nm, selanjutnya diperoleh persamaan regresi liner dari kurva baku tersebut adalah y = 9,6389x – 8,4911 dengan r = 0,9982 (lampiran 10). Hasil pemeriksaan kandungan bahan obat (Tabel V.6) diperoleh kandunganFDTL sambiloto untuk FK 1 = 7,11 ± 0,46 %, FK 2 = 5,74 ± 0,36 % dan FK 3 = 4,53 ± 0,41 %. Dari perhitungan efisiensi penjerapan nanopartikel masing-masing formula diperoleh hasil efisiensi penjerapan untuk FK 1 = 32,69 ± 1,75 %, FK 2 = 31,57 ± 1,98 % dan FK 3 = 29,01 ± 1,43 %. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan meningkatnya jumlah kitosan, efisiensi penjerapan semakin menurun.Hal ini dikarenakan peningkatan jumlah kitosan akan membentuk partikel yang lebih kompak sehingga menghambat penjerapan bahan obat dalam

sistem. Selain itu, setiap bahan memiliki kemampuan tertentu untuk menjebak dan pada saat tertentu kemampuan menjebak tersebut sudah optimal.

Dari pemeriksaan efisiensi penjerapan nanopartikel tersebut dilakukan analisis statistika ANOVA satu arah dengan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05) diperoleh nilai sig. yang lebih besar dari 0,05, sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan meningkatnya jumlah kitosan tidak memberi perbedaan bermakna terhadap efisiensi penjerapan FDTL sambiloto pada nanopartikel. Hasil analisis statistik efisiensi penjerapan nanopartikel dengan metode ANOVA dapat dilihat pada lampiran 15.

Selanjutnya dilakukan uji pelepasan FDTL sambiloto untuk mengetahui pengaruh pembentukan sistem nanopartikel FDTL sambiloto- kitosan terhadap substansi FDTL sambiloto. Uji pelepasan dilakukan dalam media natrium lauril sulfat (SLS) 0,1% pada suhu 37± 0,5°C, suatu surfaktan yang memfasilitasi pelepasan bahan padat sehingga dapat meningkatkan kelarutan dari bahan. SLS 0,1% yang digunakan dapat meningkatkan kelarutan andrografolid dari 4,4 µg/ml menjadi 44,7 µg/ml (Ghosh, 2012).

Untuk mengetahui laju pelepasan FDTL sambiloto, maka dilakukan perhitungan slope masing-masing formula yang didapatkan dari

persamaan regresi linier hubungan antara persentase jumlah FDTL sambiloto terlarut terhadap akar waktu (menit-1). Dari hasil laju pelepasan diperoleh laju pelepasan untuk FK 1= 12,8590 ± 0,6023 (mg/menit1/2) , FK 2= 13,527 ± 0,7619 (mg/menit1/2), FK 3= 13,453 ± 0,4957 (mg/menit1/2), dan substansi FDTL sambuloto= 8,3296 ± 0,4957 (mg/menit1/2). Hasil analisa statistika ANOVA satu arah dengan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05) diperoleh nilai sig. yang lebih kecil dari 0,05,

sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna diantara formula nanopartikel. Untuk mengetahui formula mana yang berbeda bermakna maka dilakukan uji HSD. Dari hasil HSD diperoleh bahwa laju pelepasan substansi FDTL sambiloto memiliki perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan laju pelepasan pada FK 1, FK 2, dan FK 3. Hasil analisis statistik laju pelepasan nanopartikel FDTL sambiloto dengan metode ANOVA dapat dilihat pada lampiran 16.

Profil pelepasan FDTL sambiloto menunjukkan bahwa jumlah FDTL sambiloto terlarut dari sistem nanopartikel FDTL sambiloto- kitosan lebih tinggi sebesar 1,6 kali bila dibandingkan dengan substansi FDTL sambiloto. Hal ini memperkuat hasil karakterisasi sistem nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan dengan difraksi sinar X (gambar 5.4) yang menunjukkan bahwa sifat kristalin dari bahan FDTL sambiloto menurun setelah terjebak ke dalam sistem nanopartikel. Pelarut akan lebih mudah kontak di antara bahan obat yakni FDTL sambiloto, hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan melarut FDTL sambiloto. Adanya perubahan struktur kristalin dan juga pengecilan ukuran partikel akan meningkatkan kelarutan dari bahan-bahan obat dengan kelarutan yang rendah sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas bahan obat (Murphy, 2008).

Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa FK 2 yaitu sistem nanopartikel dengan perbandingan FDTL sambiloto-kitosan= 4 : 10 memiliki bentuk yang sferis dan struktur permukaan lebih rata dibandingkan dengan FK 1 dengan jumlah kitosan 80 mg dan FK 3 dengan jumlah kitosan 120 mg. Hasil statistika efisiensi penjerapan menunjukkan bahwa dengan peningkatan jumlah polimer tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada nanopartikel sedangkan,

hasil statistika pelepasan FDTL sambiloto dari nanopartikel menunjukkan adanya peningkatan laju pelepasan pada ketiga formula sebesar 1,6 kali dibandingkan dengan substansi FDTL sambiloto. Dari penelitian yang telah dilakukan maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan sistem nanopartikel kitosan pada bahan alam yang sukar larut.

64

Dokumen terkait