• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH JUMLAH KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN PROFIL PELEPASAN NANOPARTIKEL FRAKSI DITERPEN LAKTON SAMBILOTO-KITOSAN (Dibuat dengan metode gelasi ionik - pengeringan semprot)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH JUMLAH KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN PROFIL PELEPASAN NANOPARTIKEL FRAKSI DITERPEN LAKTON SAMBILOTO-KITOSAN (Dibuat dengan metode gelasi ionik - pengeringan semprot)"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH JUMLAH KITOSAN TERHADAP

KARAKTERISTIK FISIK DAN PROFIL PELEPASAN

NANOPARTIKEL FRAKSI DITERPEN LAKTON

SAMBILOTO-KITOSAN

(Dibuat dengan metode gelasi ionik - pengeringan semprot)

ANNISA MAULIDIA RAHAYYU

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

DEPARTEMEN FARMASETIKA

(2)

SKRIPSI

PENGARUH JUMLAH KITOSAN TERHADAP

KARAKTERISTIK FISIK DAN PROFIL PELEPASAN

NANOPARTIKEL FRAKSI DITERPENLAKTON

SAMBILOTO-KITOSAN

(Dibuat dengan metode gelasi ionik - pengeringan semprot)

ANNISA MAULIDIA RAHAYYU

NIM : 05111233

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

DEPARTEMEN FARMASETIKA

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya ilmiah saya, dengan judul :

PENGARUH JUMLAH KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN PROFIL PELEPASAN

NANOPARTIKEL FRAKSI DITERPEN LAKTON SAMBILOTO-KITOSAN

(Dibuat dengan metode gelasi ionik - pengeringan semprot)

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet, Digital Library

Perpustakaan Universitas Airlangga, atau media lain untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi skripsi/ karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, 10 Agustus 2015

(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Annisa Maulidia Rahayyu

NIM : 051111233

Fakultas : Farmasi

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa hasil skripsi/ tugas akhir yang saya tulis dengan judul :

PENGARUH JUMLAH KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN PROFIL PELEPASAN

NANOPARTIKEL FRAKSI DITERPEN LAKTON SAMBILOTO-KITOSAN

(Dibuat dengan metode gelasi ionik - pengeringan semprot)

adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Apabila di kemudian hari diketahui bahwa skripsi ini merupakan hasil dari plagiarisme, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan kelulusan dan atau pencabutan gelar yang saya peroleh.

Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, 10 Agustus 2015

(5)

Lembar Pengesahan

PENGARUH JUMLAH KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN PROFIL PELEPASAN

NANOPARTIKEL FRAKSI DITERPEN LAKTON SAMBILOTO-KITOSAN

(Dibuat dengan metode gelasi ionik - pengeringan semprot)

SKRIPSI

Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

2015

Oleh :

ANNISA MAULIDIA RAHAYYU NIM : 051111233

Skripsi ini telah disetujui Tanggal 10 Agustus 2015 oleh :

Pembimbing Utama

Dr. Retno Sari, Apt., M.Sc. NIP. 196308101989032001

Pembimbing Serta

Dr. Dewi Isadiartuti, Apt., M.Si. NIP. 196505201991022001

(6)
(7)

SKRIPSI

PENGARUH JUMLAH KITOSAN TERHADAP

KARAKTERISTIK FISIK DAN PROFIL PELEPASAN

NANOPARTIKEL FRAKSI DITERPENLAKTON

SAMBILOTO-KITOSAN

(Dibuat dengan metode gelasi ionik - pengeringan semprot)

ANNISA MAULIDIA RAHAYYU

NIM : 05111233

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

DEPARTEMEN FARMASETIKA

(8)

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya ilmiah saya, dengan judul :

PENGARUH JUMLAH KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN PROFIL PELEPASAN

NANOPARTIKEL FRAKSI DITERPEN LAKTON SAMBILOTO-KITOSAN

(Dibuat dengan metode gelasi ionik - pengeringan semprot)

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet, Digital Library

Perpustakaan Universitas Airlangga, atau media lain untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi skripsi/ karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, 10 Agustus 2015

(9)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Annisa Maulidia Rahayyu

NIM : 051111233

Fakultas : Farmasi

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa hasil skripsi/ tugas akhir yang saya tulis dengan judul :

PENGARUH JUMLAH KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN PROFIL PELEPASAN

NANOPARTIKEL FRAKSI DITERPEN LAKTON SAMBILOTO-KITOSAN

(Dibuat dengan metode gelasi ionik - pengeringan semprot)

adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Apabila di kemudian hari diketahui bahwa skripsi ini merupakan hasil dari plagiarisme, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan kelulusan dan atau pencabutan gelar yang saya peroleh.

Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, 10 Agustus 2015

(10)

PENGARUH JUMLAH KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN PROFIL PELEPASAN

NANOPARTIKEL FRAKSI DITERPEN LAKTON SAMBILOTO-KITOSAN

(Dibuat dengan metode gelasi ionik - pengeringan semprot)

SKRIPSI

Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

2015

Oleh :

ANNISA MAULIDIA RAHAYYU NIM : 051111233

Skripsi ini telah disetujui Tanggal 10 Agustus 2015 oleh :

Pembimbing Utama

Dr. Retno Sari, Apt., M.Sc. NIP. 196308101989032001

Pembimbing Serta

(11)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas kehendak dan kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH JUMLAH KITOSAN TERHADAP

KARAKTERISTIK FISIK DAN PROFIL PELEPASAN

NANOPARTIKEL FRAKSI DITERPEN LAKTON SAMBILOTO-KITOSAN (Dibuat dengan metode gelasi ionik - pengeringan semprot)” dengan baik, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya.

Pada kesempatan ini, tak lupa penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada :

1. Dr. Retno Sari, Apt., M.Sc. sebagai pembimbing utama yang dengan sabar, sayang, dan pengertian telah membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Dewi Isadiartuti, Apt., M.Si. sebagai pembimbing serta yang telah membimbing dan memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Dwi Setyawan, S.Si., M.Si., Apt. dan Dr. Tristiana Erawati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

(12)

vii

5. Ibu Yuni Priyandani, S.Si., Apt., Sp.FRS. selaku dosen wali yang selalu mendampingi dan memberi dorongan semangat di setiap waktu dalam hal akademik maupun non-akademik.

6. Dra. Hj. Esti Hendradi, Apt., M.Si., Ph.D. sebagai ketua Departemen Farmasetika yang telah memberikan kesempatan untuk mengerjakan skripsi di Laboratorium Departemen Farmasetika.

7. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan sarjana.

8. Ibunda Silaturrakhmiyati, S.KM. dan Ayahanda Suprijandani, S.KM., MSc. PH. tersayang yang telah menjadi motivasi dan inspirasi untuk penulis serta selalu membimbing, mendukung, dan memberikan doa restunya kepada penulis.

9. Adek tersayang, Fardhon Danang Prakoso yang tidak jarang untuk menemani, memberi motivasi, dan selalu mendukung penulis. 10. Mbah Tri, Mbay, Ajong, Pakde Nono, dan Bude Hanum yang selalu

memberikan semangat serta doa restunya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.

Bude Ndari dan Pakde Pri yang sudah penulis anggap seperti orang tua sendiri dan selalu memberikan semangat serta doa restunya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

12. Seluruh staf karyawan Departemen Farmasetika, terutama Bapak Suprijono, Bapak Harmono, Mbak Nawang, dan Ibu Ari atas kerjasamanya di laboratorium untuk menyelesaikan skripsi ini. 13. Teman-teman tim Nanopartikel 2015 (Acit, Okta, dan Meida) atas

(13)

14. Teman-teman seperjuangan farmasetika 2015 : tim mikropartikel probiotik, SLN-NLC, mikrosfer, nanoemulsi, mikroemulsi, dan sistem dispersi padat.

15. Para sahabat sekaligus saudara tersayang Zasa, Aida, Tiyas, Kanzul, Gete, Shofi, Icha, Citra, Gani, dan Aryo, yang selalu membantu, memotivasi, menghibur dalam suka dan duka, serta memberikan doanya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

16. Keluarga kelas B 2011 (BofF) serta teman-teman Fanatik angkatan 2011 yang selalu membantu, serta memberikan doa dan semangat. 17. Keluarga sepuluh satu dan ipa 7 yang selalu memberi semangat dan

doa kepada penulis.

18. Dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas atas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan.

Akhir kata, penulis mohon maaf atas segala keterbatasan dan kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu, kritik dan saran dari para pembaca sangat penulis butuhkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama untuk bidang teknologi farmasi.

Surabaya, Agustus 2015

(14)

ix

RINGKASAN

PENGARUH JUMLAH KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN PROFIL PELEPASAN

NANOPARTIKEL FRAKSI DITERPEN LAKTON SAMBILOTO-KITOSAN

(Dibuat dengan metode gelasi ionik - pengeringan semprot)

Annisa Maulidia Rahayyu

Kitosan merupakan polisakarida alam polikationik yang dapat berinteraksi dengan permukaan yang bermuatan negatif dan polianion seperti tripolifosfat (TPP) untuk membentuk nanopartikel. Jumlah polimer akan memengaruhi karakter fisiko kimia dari nanopartikel yang disebabkan karena adanya perbedaan intensitas ikatan antar NH3+ dari kitosan dan gugus -P3O105- dari TPP. Pada penelitian ini digunakan Fraksi diterpen lakton (FDTL) sambiloto (Andrographis paniculata Nees)

sebagai model obat dengan zat aktif utama andrografolid yang memiliki sifat lipofilik dan kelarutan dalam air rendah sehingga, menyebabkan bioavailabiltasnya buruk. Nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan diharapkan dapat mempercepat disolusi dari FDTL sambiloto sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitasnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah kitosan (0,08% (FK 1), 0,1% (FK 2), dan 0,12% (FK 3)) terhadap karakteristik fisik dan profil pelepasan nanopartikel fraksi diterpen lakton sambiloto-kitosan yang dibuat dengan metode gelasi ionik-pengeringan semprot. Nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan dievaluasi meliputi morfologi partikel kering, evaluasi difraksi sinar X, penetapan kandungan, efisiensi penjerapan, dan laju pelepasan fraksi diterpen lakton sambiloto dari nanopartikel.

(15)

FK 3, menunjukkan adanya ikatan antara –NH3 dari kitosan dengan – P3O105- dari TPP yang membuktikan bahwa nanopartikel telah terbentuk. Hasil evaluasi difraksi sinar X menunjukkan fraksi diterpen lakton sambiloto memiliki struktur kristalin sedangkan kitosan memiliki struktur amorf. Pada difraktogram sinar X dari FK 1, FK 2, FK 3, tidak tampak puncak tajam dari FDTL sambiloto, ini membuktikan bahwa FDTL sambiloto telah terjerap ke dalam sistem nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan. Hasil pemeriksaan efisiensi penjerapan diperoleh efisiensi penjerapan FDTL sambiloto dalam nanopartikel untuk FK 1 = 32,69 ± 1,75 %, FK 2 = 31,57 ± 1,98 % dan FK 3 = 29,01 ± 1,43 %. Hasil tersebut tidak memberikan perbedaan bermakna terhadap efisiensi penjerapan FDTL sambiloto dalam nanopartikel. Dari hasil perhitungan slope

didapatkan laju pelepasan FK 1= 12,8590 ± 0,6023 (mg/menit1/2) , FK 2= 13,527 ± 0,7619 (mg/menit1/2), dan FK 3= 13,453 ± 0,4957 (mg/menit1/2) sedangkan hasil slope dari substansi FDTL sambiloto diperoleh laju pelepasan 8,3296 ± 0,4957 (mg/menit1/2). Peningkatan jumlah kitosan tidak berpengaruh terhadap laju pelepasan nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan, namun terjadi peningkatan laju pelepasan nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan sebesar 1,6 kali bila dibandingkan dengan substansi FDTL sambiloto.

(16)

xi

ABSTRACT

EFFECT OF CHITOSAN CONCENTRATION ON PHYSICAL

CHARACTERISTICS AND in vitro RELEASE OF DITERPENE

LACTONE FRACTION FROM NANOPARTICLES

(Prepared by ionic gelation methods-spray drying)

Annisa Maulidia Rahayyu

Diterpene lacton fraction (FDTL)-chitosan nanoparticle could be developed to improve dissolution and further could increase bioavailability of FDTL. The objective of this research was a investigate effect of chitosan on physical characteristic and in vitro release of FDTL from nanoparticle.

Nanoparticles were prepare by ionic gelation-spray drying with different amount of chitosan 80 mg (FK 1), 100 mg (FK 2), and 120 mg (FK 3) using tripolyphosphate (TPP) as the cross linker. All formula particles had spherical shape, but FK 2 had smooth surface compared to FK 1 and FK 3. Based on infrared spectra and DTA termogram, there was ionic bonding between chitosan and TPP. XRD analysis of nanoparticle could indicate that FDTL had been trapped in nanoparticle system. The entrapment efficiency of FDTL of nanoparticle FK 1 (32,69 ± 1,75 %), FK 2 (31,57 ± 1,98 %), and FK 3 (29,01 ± 1,43 %) were not significantly different. Release rate FDTL from nanoparticles was found 1,6 times higher than the FDTL substance. From result it was known that chitosan has effect on physical characteristic and release profile of that.

Keywords: nanoparticle; ionic gelation; spray drying; chitosan;

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ii

SURAT PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

RINGKASAN ... ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Nanopartikel ... 6

2.1.1 Definisi Nanopartikel ... 6

2.1.2 Penggunaan Nanopartikel ... 6

2.2 Kitosan ... 8

2.3 Penyambung Silang ... 9

2.3.1 Tripolifosfat (TPP) ... 10

2.4 Metode Pembuatan Nanopartikel ... 12

(18)

xiii

2.4.2 Faktor yang Memengaruhi Pembuatan

Nanopartikel... 14

2.5 Pengeringan Nanopartikel Kitosan ... 16

2.5.1 Pengering Semprot ... 16

2.6 Fraksi Diterpen Lakton (FDTL) Sambiloto ... 22

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 24

3.1 Uraian Kerangka Konseptual ... 24

3.2 Skema Kerangka Konseptual... 26

BAB IV METODE PENELITIAN ... 27

4.1 Bahan dan Alat... 27

4.1.1 Bahan ... 27

4.1.2 Alat ... 27

4.2 Metodologi Penelitian ... 28

4.2.1 Pemeriksaan Bahan Baku ... 28

4.2.1.1 Identifikasi Kitosan ... 28

4.2.1.2 Identifikasi Fraksi Diterpen Lakton Sambiloto ... 29

4.2.2 Rancangan Penelitian ... 32

4.2.3 Pembuatan Nanopartikel Fraksi Diterpen Lakton (FDTL) Sambiloto-Kitosan ... 32

4.2.4 Evaluasi Nanopartikel Fraksi Diterpen Lakton (FDTL) Sambiloto-Kitosan ... 35

4.2.4.1 Evaluasi morfologi dan ukuran nanopartikel kering ... 35

4.2.4.2 Evaluasi spektroskopi FT-IR ... 35

4.2.4.3 Evaluasi Different Thermal Apparatus (DTA)... 36

(19)

4.2.4.5 Penetapan kandungan Fraksi Diterpen Lakton (FDTL) sambiloto dalam

nanopartikel ... 37

4.2.4.6 Penentuan efisiensi penjerapan Fraksi Diterpen Lakton (FDTL) Sambiloto ... 37

4.2.4.7 Penentuan uji pelepasan Bahan Obat ... 38

4.2.4.8 Penentuan Laju Pelepasan Fraksi Diterpen Lakton (FDTL) Sambiloto ... 39

4.2.4.9 Penentuan analisis statistik ... 39

BAB V HASIL PENELITIAN ... 41

5.1 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Bahan ... 41

5.1.1 Fraksi Diterpen Lakton Sambiloto ... 41

5.1.2 Kitosan ... 42

5.2 Pemeriksaan Karakteristik Nanopartikel Fraksi Diterpen Lakton Sambiloto-Kitosan ... 43

5.2.1 Ukuran dan Morfologi Permukaan Nanopartikel .... 43

5.2.2 Spektra Inframerah Nanopartikel ... 45

5.2.3 Pemeriksaan Titik Lebur Nanopartikel FDTL Sambiloto-Kitosan ... 47

5.2.4 Hasil Pemeriksaan Dfraktogram Sinar X ... 49

5.2.5 Hasil Pemeriksaan Kandungan Fraksi Diterpen Lakton Sambiloto dalam Nanopartikel ... 50

5.2.5.1 Perhitungan Kandungan FDTL Sambiloto yang diperoleh ... 50

5. 2.6 Uji Pelepasan Fraksi Diterpen Lakton Sambiloto dari Nanopartikel ... 52

(20)

xv

5.2.6.2 Hasil Perhitungan Laju Pelepasan Fraksi Diterpen Lakton Sambiloto dari

Nanopartikel ... 53

BAB VI PEMBAHASAN ... 56

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

7.1 Kesimpulan ... 64

7.2 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA... 65

(21)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

IV.1 Rancangan Formula Nanopartikel Fraksi Diterpen Lakton Sambiloto-Kitosan ... 32 V.1 Hasil pemeriksaan kualitatif fraksi diterpen lakton

sambiloto ... 41 V.2 Hasil pemeriksaan kualitatif kitosan ... 42 V.3 Morfologi nanopartikel fraksi diterpen lakton

sambiloto-kitosan ... 44 V.4 Rentang ukuran nanopartikel pada setiap formula dari

10 Pengamatan ... 44 V.5 Hasil pemeriksaan jarak lebur dan entalpi menggunakan

Different Thermal Apparatus (DTA) ... 48

V.6 Hasil pemeriksaan kandungan dan efisiensi penjerapan FDTL sambiloto dalam nanopartikel ... 50 V.7 Hasil uji HSD penjerapan FDTL sambiloto dalam

nanopartikel pada setiap formula ... 51 V.8 Hasil uji pelepasan FDTL sambiloto dari nanopartikel

FDTL sambiloto-kitosan dalam media natrium lauril sulfat (SLS) 0,1% suhu 37 ± 0,5°C ... 52 V.9 Slope dari persamaan regresi linier antara jumlah

kumulatif FDTL sambiloto yang terlepas terhadap akar waktu (menit-1) dari nanopartikel dalam media SLS 0,1% suhu 37 ± 0,5°C ... 54 V.10 Hasil uji HSD laju pelepasan FDTL sambiloto dari

(22)

xvii

Sambung Silang ... 11 2.5 Skema Representasi Pembuatan Sistem Partikulat Kitosan

Dengan Metode Gelasi Ionik ... 13 2.6 Skema Proses Pengeringan Semprot ... 17 2.7 Alur Pengeringan Semprot ... 22 2.8 Struktur Andrografolid ... 23 3.1 Alur Kerangka Konseptual ... 26 4.1 Skema Kerja Penelitian ... 31 4.2 Alur Kerja Pembuatan Nanopartikel Fraksi Diterpen

Lakton (FDTL) dengan Metode Pengeringan Semprot ... 34 5.1 Hasil SEM nanopartikel fraksi diterpen lakton

sambiloto-kitosan dengan perbandingan sambiloto-kitosan-FDTL sambiloto = 8:4 (FK 1), 10:4 (FK 2), 12:4 (FK 3) setelah pengeringan dengan pembesaran (A) 5000x, (B) 10.000x ... 43 5.2 Spektrum inframerah (A) FDTL sambiloto, (B) kitosan,

(23)

5.3 Hasil pemeriksaan titik lebur menggunakan

Thermal Apparatus (DTA), kitosan (A), fraksi diterpen

lakton sambiloto (B), nanopartikel fraksi diterpen lakton sambiloto-kitosan dengan perbandingan kitosan-FDTL sambiloto= 8:4 (C), 10:4 (D), 12:4 (E), sistem nanopartikel tanpa FDTL sambiloto dengan jumlah kitosan = 80 mg (F), 100 mg (G), 120 mg (H) ... 47 5.4 Difraktogram sinar X, kitosan (A), fraksi diterpen lakton

sambiloto (B), nanopartikel fraksi dierpen lakton sambiloto-kitosan dengan perbandingan kitosan-FDTL sambiloto= 8:4 (C), 10:4 (D), 12:4 (E), sistem nanopartikel tanpa FDTL sambiloto dengan jumlah kitosan = 80 mg (F), 100 mg (G), 120 mg (H) ... 49 5.5 Profil pelepasan FDTL sambiloto dari nanopartikel dalam

(24)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Sertifikat Analisis Kitosan ... 70 2 Analisis Spektra Inframerah Fraksi Diterpen Lakton

Sambiloto ... 71 3 Analisis Spektra Inframerah Kitosan (Low) ... 72 4 Analisis Spektra Inframerah Nanopartikel ... 73 5 Hasil Pemeriksaan Differential Thermal Apparatus (DTA) . 78

7 Pemeriksaan Viskositas Kitosan ... 80 8 Pembuatan Nanopartikel ... 81 9 Ukuran Nanopartikel pada setiap Formula ... 82 10 Hasil Penentuan Linieritas Bahan Fraksi Diterpen Lakton

Sambiloto dengan Metode HPLC ... 83 11 Kandungan FDTL Sambiloto dalam Nanopartikel ... 84 12 Penetapan Efisiensi Penjerapan (EP) Nanopartikel ... 85 13 Hasil Uji Pelepasan Fraksi Diterpen Lakton Sambiloto

dari Nanopartikel dalam Media Natrium Lauril Sulfat 0,1% ... 86 14 Hasil Uji Pelepasan Fraksi Diterpen Lakton Sambiloto

dari Nanopartikel ... 94 15 Hasil Analisis Statistik Efisiensi Penjerapan Nanopartikel

dengan ANOVA Satu Arah ... 96 16 Hasil Analisis Statistik Laju Pelepasan Nanopartikel

(25)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nanopartikel merupakan partikel padat dengan ukuran diameter antara 10-1000 nm. Nanopartikel sebagai sistem penghantaran ditujukan untuk mengendalikan ukuran partikel, luas permukaan, dan pelepasan bahan aktif sehingga dapat mencapai target spesifik secara optimal dan sesuai dengan aturan dosis (Mohanraj and Chen, 2006).

Matriks nanopartikel yang digunakan dapat berupa polimer, baik alam maupun sintetis. Salah satu polimer alam yang bisa digunakan adalah kitosan. Kitosan merupakan polisakarida alam polikationik, kopolimer dari glukosamin dan N-asetilglukosamin yang memiliki satu gugus amina primer (-NH2) dan dua gugus hidroksil (-OH) yang menyebabkan kitosan memiliki muatan positif, sehingga kitosan dapat berinteraksi dengan permukaan yang bermuatan negatif dan polimer anionik. Kitosan bersifat basa lemah, tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan asam seperti asam formiat, asam asetat, asam tartarik, dan asam sitrat pada pH < 6,5. Keuntungan lain dari kitosan adalah memiliki sifat biodegradabel sehingga mudah terdegradasi dalam tubuh, biokompatibilitas dengan

jaringan, mukoadesif, tidak toksik, dan mampu mengatur pelepasan bahan obat (Sinha et al., 2004; Fan et al., 2012). Kitosan dapat

mengendap pada larutan alkali atau dengan larutan polianion dan membentuk gel pada pH yang rendah (Tiyaboonchai et al., 2003;

(26)

Tripolifosfat (TPP) merupakan polianion non toksik yang dapat berinteraksi dengan gaya elektrostatik antara NH3+ dari kitosan dengan gugus -P3O105-. Intensitas ikatan antar NH3+ dan gugus -P3O105- akan memengaruhi karakter fisikokimia antara lain interaksi baik fisika maupun kimia, densitas matrik, struktur morfologi, ukuran partikel, dan kemampuan penjerapan bahan obat yang nantinya akan berpengaruh pula terhadap pelepasan, bioavailabilitas, dan efektivitas bahan obat yang terjebak dalam sistem (Shu, 2002; Ko et al., 2002; Kumar, 2011).

Pembuatan koloid nanopartikel secara gelasi ionik dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: jumlah kitosan, jumlah penyambung silang, pH larutan kitosan, suhu larutan kitosan, kosentrasi asam asetat, dan kecepatan pengadukan (Fan et al., 2012).

Setelah terbentuk koloid padat nanopartikel dapat dibuat dengan atau tanpa penegeringan. Proses pengeringan diperlukan untuk mengatasi permasalahan pada sediaan cair. Pengeringan dapat dilakukan dengan pengeringan beku dan pengeringan semprot. Pengeringan semprot adalah metode untuk merubah cairan atau suatu larutan terdispersi dari keadaan cair menjadi suatu bubuk dengan penyemprotan ke ruangan yang berudara panas. Metode ini tergolong cepat, sederhana, mudah, dan relatif murah untuk skala besar (Agnihotri et al., 2004; Kissel et al., 2006).

(27)

jumlah kitosan dengan TPP 7,5:8 dan 12,5:8. Data ini juga didukung dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Ashwatu (2013) mengenai pengaruh jumlah TPP terhadap karakteristik fisik nanopartikel kitosan-fraksi diterpenlakton sambiloto yang dibuat dengan metode gelasi ionik-pengeringan semprot juga diketahui bahwa pada perbandingan TPP dengan kitosan 8:10 dan 10:10 dapat menghasilkan partikel yang sferis.

Fraksi diterpen lakton (FDTL) sambiloto (Andrographis paniculata Nees) digunakan sebagai model obat dalam penelitian

ini untuk diaplikasikan dengan sistem nanopartikel kitosan. Kandungan kimia FDTL sambiloto terdiri dari flavonoid dan lakton. Zat aktif utama pada tanaman ini adalah andrografolid. Andrografolid memiliki bioavailabilitas yang buruk, sangat lipofilik (nilai log P = 2,632 ± 0,135), dan kelarutan dalam air yang rendah yaitu 3,29 ± 0,73 µg/ml. Pada pembentukan nanopartikel andrografolid-EudragitR terjadi peningkatan bioavailabilitas 2,2 kali lebih besar dibandingkan dengan andrografolid murni pada pemberian oral (Chellampillai and Pawar, 2011). Sistem

nanopartikel FDTL sambiloto – kitosan, diharapkan dapat mengatasi masalah kelarutan dalam air yang rendah dan dengan adanya pengecilan ukuran partikel dapat mempercepat disolusi sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas FDTL sambiloto.

(28)

diterpen lakton sambiloto – kitosan. Evaluasi yang dilakukan pada nanopartikel fraksi diterpen lakton sambiloto-kitosan ini meliputi distribusi ukuran partikel, bentuk dan permukaan dari nanopartikel, kandungan dan efisiensi penjerapan fraksi diterpen lakton dalam nanopartikel, serta profil pelepasan fraksi diterpen lakton sambiloto.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh jumlah kitosan terhadap karakteristik fisik dan profil pelepasan pada nanopartikel fraksi diterpen lakton sambiloto-kitosan dengan metode gelasi ionik – pengeringan semprot ?

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menentukan morfologi partikel dari nanopartikel fraksi diterpen lakton sambiloto – kitosan;

2. Menentukan kandungan dan efisiensi penjerapan FDTL sambiloto pada nanopartikel FDTL sambiloto – kitosan; 3. Menentukan laju pelepasan nanopartikel FDTL sambiloto –

kitosan

(29)

1.4 Manfaat

(30)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nanopartikel 2.1.1 Definisi Nanopartikel

Nanopartikel didefinisikan sebagai partikel padat dengan ukuran antara 10-1000 nm. Bahan obat terlarut, terjebak, terenkapsulasi, atau terikat matriks nanopartikel. Berdasarkan metode preparasi, dapat diperoleh 2 tipe untuk nanopartikel, yaitu nanosfer atau nanokapsul. Nanosfer merupakan suatu sistem yang mendispersi bahan obat secara merata dalam matriks sedangkan, nanokapsul adalah suatu sistem reservoir yang menjebak bahan obat secara terbatas ke dalam rongga yang terdiri dari inti cair (baik minyak atau air) dikelilingi oleh polimer (Mohanraj and

Chen, 2006; Rao and Geckeler, 2011).

2.1.2 Penggunaan Nanopartikel

Tujuan utama pembuatan nanopartikel adalah sebagai sistem penghantaran untuk mengendalikan ukuran partikel, luas permukaan, dan pelepasan bahan aktif sehingga dapat mencapai target spesifik secara optimal dan sesuai dengan aturan dosis (Mohanraj and Chen, 2006). Nanopartikel lebih banyak memiliki

Gambar 2.1 Nanosfer (A) dan Nanokapsul (B)

(31)

keuntungan daripada mikropartikel dalam sistem penghantar obat. Nanopartikel dapat menembus membran intestinal lebih besar, dibandingkan dengan mikrosfer (Yokoyama, 2007).

Nanopartikel tidak hanya memiliki kemampuan sebagai sistem penghantar obat pada rute oral, nasal, dan okular, tetapi juga dapat memiliki kemampuan sebagai pembawa vaksin (Tiyaboonchai, 2003).

Keuntungan menggunakan nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat meliputi:

1) Ukuran partikel dan karakteristik permukaan nanopartikel dapat dengan mudah dimanipulasi untuk mencapai target obat pasif dan aktif setelah pemberian parenteral.

2) Mengontrol dan mempertahankan pelepasan obat pada tempat lokalisasi sehingga dapat meningkatkan efikasi dan mengurangi efek samping.

3) Controlled release dan karakteristik degradasi partikel dapat

segera dimodulasi oleh konstituen matriks terpilih.

4) Mencapai target yang dituju dengan menempelkan ligan target ke permukaan atau dengan menggunakan penarikan dari magnet.

(32)

2.2 Kitosan

Kitosan merupakan suatu polimer alam hasil dealkilasi dari kitin, berupa polisakarida yang memiliki struktur mirip dengan selulosa. Kitin merupakan komponen dasar dari kutikula pelindung golongan crustacea, seperti kepiting, udang, lobster, dan dinding sel beberapa jamur golongan aspergillus dan mucor. Kitin memiliki struktur homopolimer yaitu β-(1,4)-linked N-acetyl-gluosamine, sedangkan kitosan merupakan kopolimer yang terdiri atas glukosamin dan N-asetil glukosamin (Agnihotri et al, 2004; Sinha et al., 2004).

Kitosan berbentuk sebuk putih, tidak berbau, dan tidak berasa (Rosydah, 2011) bersifat basa lemah yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan asam organik seperti asam formiat, asam asetat, asam tartarik, dan asam sitrat pada pH ± 6,5. Dalam keadaan asam dapat mengubah glukosamin menjadi gugus R-NH3+ yang larut (Tiyaboonchai et al., 2003; Sinha et al., 2004). Kitosan

mempunyai satu gugus amino primer dan 2 gugus hidroksil bebas. Gugus amino bebas dari kitosan menyebabkan kitosan bermuatan positif sehingga dapat bereaksi dengan beberapa polimer yang bermuatan negatif dan polianion. Secara komersial, kitosan tersedia dalam bentuk serpihan kering, larutan, dan serbuk halus (Prashanth

Gambar 2.2 Struktur kimia kitin dan kitosan (Ishihara, 2012)

(33)

dan Tharanathan, 2006; Agnihotri et al., 2004). Berat molekul

kitosan bervariasi, yaitu low, medium, dan high. Berat molekul

kitosan dapat berpengaruh terhadap viskositas dari larutan polimer kitosan dan bentuk mikropartikel serta memengaruhi pelepasan bahan aktif dari nanopartikel (Ko et al., 2002).

Kitosan bersifat biodegradabel sehingga mudah terdegradasi dalam tubuh, biokompatibilitas dengan jaringan,

mukoadesif, tidak toksik, dan mampu mengatur pelepasan bahan obat. Kitosan banyak digunakan dalam bidang farmasetika karena adanya pemberian dari gugus amina primer dari kitosan. Dalam aplikasinya kitosan banyak digunakan sebagai pembawa sediaan tablet, disintegrasi, pengikat, agen granulasi dan pembawa sediaan

sustained release (Sinha et a.l, 2004; Fan et al., 2012).

2.3 Penyambung Silang

Penyambung silang pada nanopartikel dapat meningkatkan kekuatan mekanik dan efisiensi penjerapan obat serta memperpanjang waktu pelepasan obat (Tsai and Wang, 2007).

Penyambung silang berguna untuk menghubungkan rantai dalam suatu polimer ke bentuk 3 dimensinya melalui pembentukan kompleks dengan polimer lain, ikatan ionik, maupun agregasi polimer (Prashanth and Tharanathan, 2006). Dalam pembuatan

(34)

Penyambung silang yang umumnya digunakan antara lain glutaraldehyde, formaldehide, tripolifosfat (TPP), kalsium klorida (CaCl2). Pemilihan penyambung silang ini berdasarkan interaksi elektrostatik yang terjadi antara anion dan kitosan yang digunakan (Shu and Zhu, 2002).

Penggunaan penyambung silang tripolifosfat (TPP) dapat mengendalikan pelepasan obat dan dapat meningkatkan kestabilan pada matriks nanopartikel (Ko et al., 2002; Rodrigues, 2012).

2.3.1 Tripolifosfat (TPP)

Penyambung silang tripolifosfat (TPP) merupakan polianion yang dapat digunakan sebagai penyambung silang kitosan (Bhumkar and Pokharkar, 2006). TPP granul memiliki

sifat higroskopis, agak larut dalam air (100 g/mL) pada suhu 25°C. TPP memiliki 4 nilai pKa yaitu, 1,1; 2,3; 6,3; dan 8,9 (Budavari, 2001). Penyambung silang TPP merupakan polianion non toksik yang dapat berinteraksi dengan gugus kationik kitosan dengan gaya elektrostatik. Penggunaan penyambung silang TPP dapat mengendalikan pelepasan obat dan dapat meningkatkan kestabilan pada matriks nanopartikel (Shu, 2002; Ko et al., 2002; Rodrigues,

2012).

Gambar 2.3 Skema (A) Polimer dan (B) Polimer yang Tersambung

(35)

Pada pH asam, gugus amino bebas dari kitosan berikatan dengan ion –P3O105- dengan mekanisme sambung silang ionik. Sedangkan pada pH yang lebih basa, gugus amina bebas dapat berikatan dengan ion –OH- maupun –P

3O105- dengan mekanisme deprotonasi (Bhumkar and Pokharkar, 2006).

Pembentukan nanopartikel hanya mungkin dalam perbandingan tertentu antara polimer dengan penyambung silang (Wu et al., 2005). Dalam pembuatan koloid nanopartikel,

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: jumlah kitosan, jumlah penyambung silang, pH larutan kitosan, suhu larutan kitosan, kosentrasi asam asetat, dan kecepatan pengadukan (Fan

et al., 2012). Peningkatan jumlah penyambung silang

menyebabkan jumlah gugus penyambung silang lebih banyak yang akan berinteraksi dengan gugus positif dari kitosan sehingga menyebabkan bahan obat sulit lepas (Ko et al., 2002). Gambar 2.4 Interaksi kitosan dengan TPP (A) deprotonasi (B) sambung silang ionik

(36)

2.4 Metode Pembuatan Nanopartikel

Dalam pembuatan sistem partikulat kitosan dapat dilakukan dengan beberapa metode yang berbeda. Pemilihan metode tergantung pada beberapa faktor, misalnya ukuran partikel yang dikehendaki, suhu, stabilitas dari bahan aktif, reprodusibilitas profil pelepasan, stabilitas, dan toksisitas residual dari produk akhir (Agnihotri, 2004).

Pembuatan nanopartikel dilakukan dengan dua tahap yaitu proses pembuatan koloid padat nanopartikel dan proses pengeringan. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk pembuatan nanopartikel kitosan adalah gelasi ionik, mikroemulsi, emulsification solvent diffusion, polielektrolit kompleks,

koaservasi, reverse micellar method, emulsion-droplet coalescence, pengeringan semprot dan pengeringan beku

(Agnihotri et al., 2004; Tiyaboonchai, 2003; Swarbrick, 2007).

2.4.1 Gelasi Ionik

Teknik gelasi ionik melibatkan peristiwa sambung silang polielektrolit karena adanya multivalent control ions berupa

kompleksasi polielektrolit yang muatannya berbeda. Kompleksasi ini membentuk membran kompleks polielektrolit pada permukaan partikel gel yang meningkatkan kekakuan partikel (Swarbrick, 2007).

Bahan yang sering digunakan sebagai penyambung silang dalah glutaraldehid, kalsium klorida (CaCl2), formaldehid, natrium hidroksida (NaOH), dan natrium tripolifosfat (Na TPP) (Ko et al.,

(37)

Mekanisme dari pembentukan nanopartikel kitosan didasarkan pada interaksi elektrostatik antara kelompok amina dari kitosan dan muatan negatif dari kelompok polianion seperti tripolifosfat. Polianion atau polimer anionik ditambahkan dan nanopartikel dapat terbentuk secara spontan di bawah kondisi pengadukan secara mekanik pada suhu ruang. Ukuran dan muatan partikel permukaan dapat dimodifikasi dengan variasi perbandingan kitosan dan stabilizer (Kumar, 2000).

Pembentukan nanopartikel hanya mungkin dalam perbandingan tertentu antara polimer dengan penyambung silang (Wu et al., 2005). Dalam pembuatan koloid nanopartikel,

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: jumlah kitosan, jumlah penyambung silang, pH larutan kitosan, suhu larutan kitosan, kosentrasi asam asetat, dan kecepatan pengadukan (Fan et al., 2012).

Gambar 2.5 Skema representasi pembuatan sistem partikulat

kitosan dengan metode gelasi ionik (Dash et al., 2011)

Larutan Kitosan

Penyangga

Larutan Polianion

(38)

2.4.2 Faktor yang Memengaruhi Pembuatan Nanopartikel

a. Jumlah polimer

Dengan meningkatnya konsentrasi polimer, ukuran nanopartikel yang dibuat akan meningkat. Partikel yang besar memiliki inti yang besar sehingga memungkinkan obat lebih banyak terenkapsulasi dan berdifusi keluar (He et al., 1999; Mohanraj and Chen, 2006). Menurut penelitian

yang dilakukan oleh Rosydah (2011) dengan meningkatnya jumlah kitosan, mikropartikel yang terbentuk lebih sferis dengan permukaan yang halus, sedangkan pada penelitian Putri (2013) mengenai pengaruh jumlah polimer terhadap karakteristik fisik nanopartikel artesunat-kitosan yang dibuat dengan metode gelas ionik – pengeringan semprot diketahui bahwa pada perbandingan jumlah kitosan dengan TPP 10:8 menghasilkan partikel yang sferis dengan permukaan lebih halus dibandingkan dengan 2 formula lain yaitu perbandingan jumlah kitosan dengan TPP 7,5:8 dan 12,5:8. Namun, apabila jumlah polimer terlalu kecil, partikel yang terbentuk akan semakin kecil, sehingga dapat terjadi agregasi dan menyebabkan partikel menjadi besar (Wu et al., 2005). Selain itu, dengan semakin tingginya

jumlah polimer yang digunakan, semakin tinggi viskositas larutan yang terbentuk, sehingga efisiensi penjerapan obat juga semakin tinggi (Agnihotri et al., 2004). Pada penelitian

(39)

meningkatnya densitas matriks sehingga mengurangi kemampuan swelling dari mikropartikel oleh karena itu laju

pelepasan bahan obat menurun (Ko etal., 2003).

b. Perbandingan obat-polimer

Pada nanopartikel ammonium gycrrhizinate dengan polimer

kitosan dan penyambung silang TPP diketahui bahwa dengan meningkatnya jumlah bahan obat maka ukuran partikel dan kandungan obat meningkat (Wu et al., 2005),

sedangkan pelepasan obat akan meningkat dengan meningkatnya kandungan bahan obat dalam mikropartikel (Sinha et al., 2004).

c. Berat molekul polimer

Berat molekul kitosan dan ukuran partikel mikrosfer memengaruhi laju pelepasan bahan obat. Kitosan yang memiliki berat molekul tinggi akan lebih lambat laju pelepasannya jika dibandingkan dengan yang memiliki berat molekul rendah atau medium. Hal ini disebabkan karena kitosan dengan berat molekul tinggi memiliki kelarutan yang rendah dan viskositas yang tinggi pada lapisan gel yang mengelilingi partikel obat dalam media disolusi, sedangkan pelepasan dari mikrosfer yang berukuran kecil akan lebih cepat jika dibandingkan dengan yang berukuran lebih besar (Agnihotri et al., 2004).

d. Jumlah penyambung silang

(40)

berinteraksi dengan gugus negatif dari kitosan sehingga menyebabkan bahan obat sulit lepas (Ko et al., 2002).

e. Jenis penyambung silang

Jenis penyambung silang dapat berpengaruh pada nanopartikel yang dihasilkan. Penyambung silang TPP, natrium sitrat dan natrium sulfat dapat berinteraksi secara elektrostatik dengan ion positif kitosan sehingga dihasilkan ikatan komplek dan akan memengaruhi bentuk permukaan nanopartikel (Shu and Zhu, 2002).

f. Waktu kontak dengan penyambung silang

Kandungan bahan obat dalam nanopartikel dan pelepasan bahan obat dari nanopartikel dipengaruhi waktu kontak dengan penyambung silang. Waktu kontak penyambung silang yang semakin lama maka kandungan obat dalam nanopartikel meningkat karena reaksi penyambungan silang terjadi dengan sempurna (Ko et al., 2002).

2.5 Pengeringan Nanopartikel Kitosan

2.5.1 Pengering semprot

(41)

Prinsip pada metode ini adalah terjadinya evaporasi larutan sampel dengan cepat dan presipitasi dari bahan aktif terlarut sehingga pelarut dapat dihilangkan dari larutan sampel (Williams and Vaughn, 2007). Ada 4 tahapan penting dalam metode pengeringan semprot (Kissel et al., 2006):

1) Atomisasi sampel

Tujuan pada tahap ini adalah untuk menciptakan transfer panas permukaan yang maksimal antara udara kering dan cairan sehingga mengoptimalkan transfer panas dan massa (Agnihotri et al., 2004).

Proses atomisasi akan mengubah sampel ke dalam bentuk tetesan-tetesan kecil (Agnihotri et al., 2004). Proses

ini dibantu dengan beberapa teknik yang membuatnya terbagi menjadi beberapa macam atomizer antara lain rotary atomizer, pada atomizer tipe ini terdapat cakram berputar

yang mampu membentuk tetesan droplet;

Gambar 2.6 Skema Proses Pengering Semprot (Agnihotri et al., 2004)

Udara bertekanan Larutan Kitosan

Udara Panas

Ruang pengering

Tempat Uap Dikeluarkan

Siklon

(42)

yang membentuk tetesan droplet dengan memberi tekanan pada atomizer dan two fluid nozzle yang memungkinkan

adanya kontak antara udara dan sampel sehingga terjadi pemecahan sampel ke dalam bentuk tetesan droplet. Proses atomisasi ini berdampak langsung terhadap ukuran partikel yang terbentuk (Kissel et al., 2006).

Pemilihan atomizer tergantung viskositas dari larutan

yang dimasukkan serta karakteristik produk yang diinginkan. Cakram berputar pada rotary atomizer dapat digunakan untuk

cairan yang sangat kental sehingga memungkinkan untuk membentuk partikel kecil. Sedangkan two-fluid nozzles

biasanya memiliki diameter internal antara 0,5 dan 1,0 μm, sehingga membentuk partikel dengan diameter kurang dari 10 μm (Kissel et al., 2006). Selain itu, semakin tinggi energi

pada atomizer yang digunakan, akan terbentuk tetesan yang

lebih halus. Ukuran partikel akan semakin meningkat bila viskositas, tegangan permukaan cairan awalnya tinggi, dan

feed rate yang tinggi (Gharsallaoui et al., 2007).

2) Kontak tetesan dengan udara

Dalam ruang pengeringan, tetesan kecil yang sudah terbentuk akan bertemu dengan udara panas dan dalam beberapa detik sebanyak 95% air yang berada dalam droplet akan mengalami evaporasi (Patel et al., 2009). Kontak antara

droplet dengan udara panas terjadi selama proses atomisasi dan tahap awal dalam pengeringan. Berdasarkan kedudukan

atomizer dibandingkan dengan penyemprot udara panas, ada

(43)

co-current cairan disemprotkan searah dengan aliran udara

panas yang melewati alat dan proses penguapan terjadi dengan seketika, sedangkan pada pengeringan counter-current cairan disemprotkan berlawanan arah dengan aliran

udara panas dan produk kering terpapar suhu tinggi sehingga dapat membatasi aplikasi proses ini untuk produk yang sensitif terhadap suhu (Gharsallaoui et al., 2007).

3) Evaporasi pelarut

Pada waktu terjadi kontak antara droplet dengan udara panas, keseimbangan suhu dan tekanan uap parsial dibentuk antara fase cair dan fase gas. Perpindahan panas dilakukan dari udara ke produk sebagai hasil dari perbedaan suhu yang terjadi sedangkan transfer air dilakukan dalam arah yang berlawanan yang disebabkan karena perbedaan tekanan uap.

Berdasarkan teori pengeringan, ada tiga langkah yang terjadi secara berurutan. Setelah terjadi kontak cairan dengan udara panas, perpindahan panas menyebabkan meningkatnya suhu droplet sampai nilai konstan. Selanjutnya penguapan air droplet terjadi pada suhu konstan dan tekanan uap air parsial. Kecepatan difusi air dari inti droplet ke permukaan yang dipertimbangkan biasanya sama dan konstan terhadap kecepatan penguapan permukaan. Akhirnya, ketika kandungan air mencapai nilai kritis, permukaan droplet mengeras dan laju pengeringan menurun dengan cepat. Pengeringan berakhir ketika suhu partikel sama dengan udara (Gharsallaoui et al., 2007).

(44)

dengan cepat dari permukaan droplet dan saat kandungan air dalam permukaan droplet sudah mencapai batas minimumnya, droplet ini akan berubah menjadi partikel kering (Agnihotri et al., 2004; Patel et al., 2009).

4) Pemisahan produk kering dari udara

Dalam tahap ini produk kering akan memisah dengan dibantu adanya udara sejuk di area siklon yang terletak di luar pengering. Partikel padat yang yang terdapat pada dasar

chamber pengering melewati siklon untuk dipisahkan dari

udara lembap. Sebagian besar partikel padat tertampung, sementara partikel yang lebih halus dan polutan yang mudah menguap melewati siklon untuk dipisahkan dari udara pengering dengan penyaring yang disebut “bag house”.

Pemisahan ini berdasar pada perbedaan densitas (Patel et al.,

2009; Gharsallaoui et al., 2007).

Pengering semprot dipengaruhi oleh beberapa faktor (Swarbrick, 2007) antara lain:

a) Diameter lubang penyemprot

Diameter lubang penyemprot akan berpengaruh pada waktu pengeringan, ukuran droplet atau ukuran distribusi, kecepatan pengeringan sehingga akan berpengaruh juga terhadap ukuran partikel dan bentuk partikel (Paudel et al, 2012).

Semakin besar diameter lubang penyemprot maka akan menghasilkan ukuran partikel yang lebih besar pula (He et al., 1999; Paudel et al., 2012).

b) Suhu inlet

(45)

partikel yang disebabkan oleh kenaikan suhu inlet terjadi karena aglomerasi partikel pada suhu yang lebih tinggi dan pengerasan tetesan cairan (Amaro et al., 2011; Patel et al.,

2011), dan juga disebabkan banyaknya fraksi partikel yang lebih besar akibat pembentukan droplet yang lebih besar (Paudel et al., 2012).

c) Laju pompa

Dengan semakin naiknya laju pompa dapat meningkatkan rendemen dan ukuran partikel, serta menurunkan suhu outlet. Pada kenaikan laju pompa, suplai cairan ke dalam ruang pengeringan serta penguapan pelarut menjadi lebih banyak, sehingga menurunkan suhu outlet. (Amaro et al., 2011; He et al., 1999).

d) Laju aliran gas

Penurunan laju aliran gas akan menurunkan energi atomisasi yang akan menyebabkan terbentuknya partikel yang lebih besar. Sebaliknya, dengan meningkatnya laju aliran gas maka akan dapat memperluas area permukaan spedifik dan memperkecil ukuran partikel (Amaro et al., 2011; He et al.,

(46)

Pengaturan kondisi alat-alat tersebut dapat memengaruhi parameter produk seperti ukuran partikel, suhu outlet, area permukaan, dan kandungan residu pelarut (Swarbrick, 2007).

2.6 Fraksi Diterpen Lakton (FDTL) Sambiloto

Fraksi diterpen lakton yang digunakan berasal dari sambiloto (Andrographis paniculata Nees) yang merupakan salah

satu dari sembilan obat tradisional yang diunggulkan untuk dikaji sampai tahap uji klinis. Senyawa yang temasuk dalam diterpen lakton meliputi andrografolid, neoandrografolid, 14-deoxyandrografolid, isoandrografolid, dan 14-deoxyandrografolid 19 β-D-glukosida, homoandrografolid, andrographan, andrographosterin, dan stigmasterol. Kandungan kimia dari tanaman ini terdiri dari flavonoid dan lakton. Zat aktif utamanya adalah andrografolid dengan titik lebur 238-240°C. Andrografolid merupakan senyawa diterpenlakton yang sukar larut dalam air.

Gambar 2.7 Alur pengering semprot(Kissel et al., 2006).

Keterangan: (6) Filtrasi + outlet

udara;

(A) Larutan, suspensi, emulsi yang akan di spray;

(B) Udara bertekanan atau nitrogen; (C) Spray nozzle.

(47)

Senyawa ini memiliki 20 atom karbon dan dibangun oleh 4 unit isopren. Distribusinya luas di jaringan dan organ tubuh. Efek farmakologi sambiloto di antaranya sebagai antioksidan, antidiabetik, antifertilitas, anti HIV-1, antiflu, anti adhesi intraperitoneal, antima-laria, antidiare, hepatoprotektif, koleretik, dan kolekinetik (Widyawati, 2007; Kanokwan and Nobuo, 2008;

Jain, et al., 2010). Andrografolid memiliki bioavailabilitas yang

buruk, sangat lipofilik (nilai log P = 2,632 ± 0,135), dan kelarutan dalam air yang rendah yaitu 3,29 ± 0,73 µg/ml (Chellampillai and

Pawar, 2011).

Fraksi diterpen lakton (FDTL) sambiloto (Andrographis paniculata Nees) memiliki pemerian berupa

padatan keras, tidak berbau, warna kuning kecoklatan, dan rasanya pahit (Tyas, 2010). Senyawa multikomponen FDTL sambiloto lebih efektif daripada senyawa tunggal andrografolid karena ada efek sinergi antar senyawa dalam multikomponen (Kusumawardhani, 2010).

(48)

24

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Uraian Kerangka Konseptual

Nanopartikel merupakan partikel padat dengan ukuran diameter antara 10-1000 nm. Pembuatan nanopartikel dilakukan dengan dua tahap yaitu proses pembuatan koloid padat nanopartikel dengan penyambung silang tripolifosfat (TPP) yang merupakan polianion non toksik dan dilakukan proses pengeringan dengan pengeringan semprot.

Fraksi diterpen lakton (FDTL) sambiloto (Andrographis paniculata) digunakan dalam penelitian ini sebagai model obat

untuk di aplikasikan dengan sistem nanopartikel. FDTL sambiloto memiliki kandungan utama yaitu andrografolid. Andrografolid memiliki bioavailabilitas yang buruk, sangat lipofilik, dan kelarutan dalam air yang rendah yaitu 3,29 ± 0,73 µg/ml. Pada pembentukan nanopartikel andrografolid-EudragitR terjadi peningkatan bioavailabilitas 2,2 kali lebih besar dibandingkan dengan andrografolid murni pada pemberian oral (Chellampillai, 2011).

Nanopartikel kitosan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: jumlah kitosan, jumlah penyambung silang, pH larutan kitosan, suhu larutan kitosan, kosentrasi asam asetat, dan kecepatan pengadukan (Fan et al., 2012).

(49)

dengan permukaan lebih halus dibandingkan dengan 2 formula lain yaitu perbandingan jumlah kitosan dengan TPP 7,5:8 dan 12,5:8 serta didapatkan hasil evaluasi efisiensi penejerapan pada F1 (49,31%), F2 (43,81%), dan F3 (45,47%) yang mununjukkan tidak ada perbedaan bermakna terhadap efisiensi penjerapan artesunat.

Pada pembentukan nanopartikel andrografolid-EudragitR terjadi peningkatan bioavailabilitas 2,2 kali lebih besar dibandingkan dengan andrografolid murni pada pemberian oral (Chellampillai and Pawar, 2011).

(50)

Menyebabkan

3.1 Skema Kerangka Konseptual

Gambar 3.1 Alur Kerangka Konseptual

- Jumlah penyambung silang

- pH larutan kitosan - Jumlah kitosan

Nanopartikel fraksi diterpenlakton sambiloto-kitosan yang memiliki karakteristik fisik dan profil pelepasan yang paling optimal.

Bahan Obat:

Fraksi Diterpen Lakton (FDTL) Sambiloto

- Kandungan utama adalah andrografolid - Sukar larut dalam air

Polimer:

Dibuat dengan metode gelasi ionik dengan penyambung silang TPP-pengeringan semprot

- Peningkatan kecepatan

(51)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Bahan dan Alat

4.1.1 Bahan

Fraksi diterpen lakton (FDTL) Sambiloto dari herba

Andrographis paniculata Ness (Departemen Farmakognosi dan

Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga); Kitosan

pharmaceutical grade low (Biotech Surindo); Sodium

tripolifosfat pentabasic practical grade (Nacalai Tesque); Asam

asetat pro analysis; Etanol pro analisis; Aquades.

4.1.2 Alat

Spray Dryer (SD-basic Lab Plant UK Ltd. Type SD

B09060019); Neraca analitik (Ohaus); Spektrofotometer inframerah (Jasco FT-IR 5300); Diferrential ThermalApparatus

(Mettler Toledo FP-65 DTA P-900 Thermal); Difraktor X’Pert Phillips; Digital viscosimeter (Brookfield Viscosimeter DV-II); Dissolution Tester (Erweka DT-700); Alat-alat gelas; Ultrasonic

ELMA LC-60/H; Magnetic stirrer (DRAGONLAB MS-Pro); Thermoline Hot Plate (Thermoline Cimarec 3); pH meter

(Mettler Toledo Seven Easy); HPLC (Agilent 1100 series);

(52)

4.2 Metode Penelitian 4.2.1 Pemeriksaan Bahan Baku

4.2.1.1 Identifikasi Kitosan

1. Pemeriksaan organoleptis

Pemeriksaan organoleptis kitosan dilakukan dengan cara memeriksa bentuk, warna, rasa, dan bau. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan pustaka.

2. Pemeriksaan titik lebur

Ditentukan menggunakan alat Differetial Thermal Apparatus (DTA). Pemeriksaan titik lebur kitosan

dilakukan pada suhu 50°C-300°C dengan kecepatan kenaikan suhu 10°C per menit. Hasil termogram yang diperoleh dibandingkan dengan pustaka.

3. Pemeriksaan dengan spektrofotometer infra merah

(53)

4. Pemeriksaaan dengan difraksi sinar X

Difraktogram sinar X ditentukan menggunakan alat difraktor X’Pert Phillips dilakukan pada suhu ruangan dengan kondisi pengukuran sumber sinar X Kα, target logam Cu, filter Ni, voltase 40 kV, arus 30 mA pada rentang 2θ 5-40°. Hasil difraktogram yang diperoleh dibandingkan dengan pustaka.

5. Pemeriksaan viskositas.

Pemeriksaan viskositas kitosan dilakukan dengan alat

Digital viscosimeter (Brookfield Viscosimeter DV-II).

Hasil pemeriksaan dibandingkan dengan viskositas kitosan pada pustaka atau disetarakan dengan sertifikat analisis dari bahan.

4.2.1.2 Identifikasi Fraksi Diterpen Lakton Sambiloto 1. Pemeriksaan organoleptis

Pemeriksaan organoleptis dilakukan terhadap bentuk, warna, rasa dan bau kemudian dibandingkan dengan pustaka.

2. Pemeriksaan titik lebur fraksi diterpen lakton

Penentuan titik lebur dilakukan dengan alat Differetial Thermal Apparatus (DTA). Pemeriksaan titik lebur

dilakukan pada suhu 160-240 ˚C dengan kecepatan kenaikan suhu ± 5˚C per menit. Hasil termogram yang diperoleh dibandingkan dengan pustaka.

3. Pemeriksaan dengan spektrofotometer infra merah

(54)

cakram KBr. Fraksi diterpen lakton digerus sampai halus dan homogen. Kemudian dimasukkan ke dalam pengering hampa udara dan dicetak dengan penekan hidrolik hingga terbentuk cakram yang transparan. Hasil pemeriksaan dibandingkan dengan spektrum infra merah fraksi diterpen lakton pembanding.

4. Pemeriksaan dengan difraksi sinar X

(55)

Gambar 4.1 Skema Kerja Penelitian

Keterangan:

FK 1 = Nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan dengan konsentrasi kitosan 0,08%

FK 2 = Nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan dengan konsentrasi kitosan 0,1%

FK 3 = Nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan dengan kitosan Pemeriksaan Bahan Baku (Kitosan dan Fraksi Diterpen

Lakton (FDTL) Sambiloto)

Pembuatan Formula FK 1, FK 2 dan Formula FK 3 dengan metode gelasi ionik

Dikeringkan dengan Pengeringan Semprot (ukuran

nozzle 1,0 mm, suhu inlet 100°C, tekanan 2 bar, skala 3

(6,0 ml/menit)

A. Uji Karakteristik Fisik Nanopartikel:

a. Bentuk dan Morfologi b. Organoleptis

B. Pelepasan Fraksi Diterpen Lakton (FDTL) Sambiloto

Analisis Data

(56)

4.2.2 Rancangan Penelitian

Nanopartikel dibuat dengan metode gelasi ionik dan dikeringkan dengan proses pengeringan semprot dengan jumlah kitosan yang berbeda.

Tabel IV.1 Rancangan Formula Nanopartikel Fraksi

Diterpen Lakton

FK 1 = Nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan dengan konsentrasi kitosan 0,08%

FK 2 = Nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan dengan konsentrasi kitosan 0,1%

FK 3 = Nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan dengan kitosan konsentrasi 0,12%

4.2.3 Pembuatan Nanopartikel Fraksi Diterpen Lakton (FDTL) Sambiloto-Kitosan

1. Kitosan ditimbang sesuai dengan formula pada tabel 4.1, didispersikan secara merata masing-masing ke dalam 100 ml asam asetat kemudian diaduk dengan magnetic stirrer

dengan kecepatan 500 rpm sampai larut.

2. FDTL sambiloto ditimbang sebanyak 40 mg, kemudian dilarutkan dalam 5 ml etanol, diaduk sampai larut.

3. Larutan kitosan dituangkan ke dalam larutan FDTL sambiloto, kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer

(57)

4. TPP ditimbang sesuai dengan formula pada tabel 4.1, kemudian dilarutkan ke dalam aquadest 80 ml aquadest dan diaduk hingga homogen.

5. Larutan TPP yang terbentuk diteteskan ke dalam larutan FDTL sambiloto-kitosan (untuk masing-masing formula) sambil terus diaduk dengan kecepatan 500 rpm menggunakan magnetic stirrer hingga TPP habis,

selanjutnya diaduk selama 2 jam.

6. Nanopartikel yang terbentuk dikeringkan menggunakan pengering semprot. Dilakukan pengaturan instrument pengering semprot meliputi: ukuran nozzle 1,0 mm, suhu

inlet 100°C, tekanan 2 bar, skala 3 (6,0 ml/menit).

(58)

Keterangan:

Gambar 4.2 Alur kerja pembuatan nanopartikel fraksi diterpen lakton-kitosan dengan metode pengering semprot

Larutan Kitosan dalam

Asam Asetat (FDTL) Sambiloto dalam Etanol Larutan Fraksi Diterpen Lakton

Campuran Larutan FDTL Sambiloto-Kitosan

Larutan TPP diteteskan dengan kecepatan 1 tetes/detik sambil diaduk

dengan kecepatan 500 rpm selama 2 jam

Nanopartikel FDTL Sambiloto-Kitosan dalam media

Diaduk dengan magnetic stirrer

dengan kecepatan 500 rpm hingga homogen

Dikeringkan dengan pengering semprot dengan suhu inlet 100°C, laju

pompa skala 3 (6,0 ml/menit), ukuran

nozzle 1,0 mm, tekanan 2 bar

Nanopartikel kering FDTL Sambiloto-Kitosan

(59)

4.2.4 Evaluasi Nanopartikel Fraksi Diterpen Lakton (FDTL) Sambiloto-Kitosan

4.2.4.1 Evluasi morfologi nanopartikel kering

Evaluasi dilakukan terhadap kitosan dan partikel kitosan (FK 1- FK 3). Sampel diletakkan di atas holder yang telah dilapisi carbon, selanjutnya holder diletakkan di dalam

sputter cooter untuk dilapisi dengan gold palladium selama ±

120 detik. Morfologi partikel diamati dengan scanning electron microscopy (SEM) FEI Inspect s50 pada beberapa

perbesaran dan dilakukan pengukuran terhadap beberapa partikel.

4.2.4.2 Evaluasi spektroskopi FT-IR

Evaluasi spektrum inframerah ini dilakukan untuk mengetahui adanya interaksi yang terjadi antara bahan obat fraksi diterpen lakton sambiloto dengan kitosan-TPP. Uji spektrofotometri inframerah dengan metode cakram KBr dilakukan dengan cara :

1. Sampel dari masing-masing perlakuan ditimbang 2 mg 2. Ditambah serbuk KBr sebanyak 300 mg.

3. Campuran tersebut digerus sampai halus dan homogen kemudian di masukkan kedalam alat pembuat cakram KBr kemudian ditekan dengan penekan hidrolik hingga terbentuk cakram yang transparan.

(60)

5. Hasil pemeriksaan dibandingkan dengan spektrum fraksi diterpen lakton dan kitosan.

4.2.4.3 Evaluasi Different Thermal Apparatus (DTA)

Penentuan titik lebur dilakukan dengan alat Different Thermal Apparatus (DTA). Diambil ± 5 mg nanopartikel

kitosan, kemudian dimasukkan ke dalam crucible pan

tertutup. Pemeriksaan titik lebur dilakukan pada suhu 50°-300°C dengan kecepatan kenaikan suhu ±5˚C per menit. Termogram yang terbaca diamati.

4.2.4.4 Evaluasi difraksi sinar X

Evaluasi difraktogram sinar X ini dilakukan untuk mengetahui struktur sistem nanopartikel fraksi diterpen lakton sambiloto-kitosan. Ditentukan menggunakan alat difraktor X’Pert Phillips dilakukan pada suhu ruangan dengan kondisi pengukuran sumber sinar X Kα, target logam Cu, filter Ni, voltase 40 kV, arus 40 mA pada rentang 2θ 5-40°. Pemeriksaan dilakukan dengan cara sampel diletakkan pada

sample holder dan diratakan untuk mencegah orientasi

(61)

(IV.1) 4.2.4.5 Penetapan kandungan Fraksi Diterpen Lakton (FDTL)

Sambiloto dalam nanopartikel

Penetapan kandungan fraksi diterpen lakton sambiloto dalam nanopartikel dilakukan dengan menggunakan HPLC (Agilent 1100 series). Langkah pertama dilakukan preparasi sampel, serbuk nanopartikel fraksi diterpen lakton sambiloto-kitosan sebanyak 5 mg dilarutkan dalam 2 ml metanol p.a, selanjutnya ditambah pelarut sampai 10 ml. Kemudian disaring dengan membran filter 0,2 µm. Larutan dianalisis kadarnya dengan HPLC Agilent 1100 dengan fase gerak methanol : dapar fosfat pH 3 50:50 pada panjang gelombang 228 nm. Kadar fraksi diterpen lakton sambiloto dalam nanopartikel dihitung dengan membandingkan luas area fraksi andrografolid. Penetapan kadar dilakukan sebanyak tiga kali. Dari hasil penetapan kadar fraksi diterpen lakton sambiloto dapat dihitung efisiensi penjerapan fraksi diterpen lakton sambiloto dalam nanopartikel (Aryani, 2005).

4.2.4.6 Penentuan efisiensi Penjerapan Fraksi Diterpen Lakton (FDTL) Sambiloto

Nilai efisiensi penjerapan fraksi diterpen lakton dapat dihitung dari data hasil penetapan kandungan fraksi diterpen lakton dalam nanopartikel dengan menggunakan rumus (Mahajan et al., 2009).

Keterangan:

Mactual = jumlah bahan obat yang terkandung dalam

sistem nanopartikel

M = jumlah bahan obat yang ditambahkan dalam

(62)

4.2.4.7 Penentuan uji pelepasan fraksi diterpen lakton (FDTL) sambiloto

Uji pelepasan dilakukan untuk mengetahui profil dan kecepatan pelepasan FDTL dari nanopartikel FDTL-Kitosan dan membandingkannya dengan substansi FDTL. Uji dilakukan dengan menginkubasi sejumlah partikel setara dengan 1 mg FDTL dalam 25 mL media 0,1% SLS dan diletakkan pada waterbath shaker yang diatur pada suhu 37±

0,5°C dan kecepatan skala 1 (110 rpm). Cuplikan sampel diambil sebanyak 0,5 mL setiap interval waktu tertentu (15, 30, 45, 60, 120, 180, dan 360 menit) lalu disaring dengan kertas saring milipore 0,45 µm. Pada setiap pengambilan cuplikan sampel, dilakukan penggantian media dengan volume yang sama. Analisis kadar sampel dilakukan terhadap substansi FDTL sebagai kontrol. Untuk mendapatkan kadar sebenarnya dengan memperhitungkan pengenceran dari media dalam setiap pengambilan cuplikan sampel, maka digunakan faktor koreksi dalam persamaan (Wuster and

Taylor, 1965), yaitu :

Keterangan :

Cn = konsentrasi sebenarnya setelah koreksi (mg/L) C’n = konsentrasi yang terukur (mg/L)

Cs = konsentrasi yang terukur dari sampel sebelumnya (mg/L)

a = volume sampel yang diambil (ml) b = volume media disolusi (ml)

(63)

4.2.4.8 Penentuan laju pelepasan fraksi diterpen lakton (FDTL) sambiloto

Laju pelepasan FDTL sambiloto dari nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan disajikan dari data profil pelepasan FDTL sambiloto pada nanopartikel FDTL sambiloto-kitosan dengan pembuatan persamaan garis regresi y= bx+a, dengan akar waktu sebagai absis dan kadar pelepasan sebagai ordinat. Besar laju pelepasan FDTL sambiloto ditunjukkan dengan nilai b (slope).

4.2.4.9 Penentuan analisis statistik

Untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari efisiensi penjerapan dan laju pelepasan fraksi diterpen lakton sambiloto dari nanopartikel fraksi diterpen lakton sambiloto-kitosan dilakukan analisis stastitik dengan metode uji Analysis of Variance (ANOVA).

Rancangan ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan bermakna antar formula dengan membandingkan harga F hitung terhadap F tabel dengan derajat kepercayaan (α) = 0,05. Jika dari analisis diperoleh hasil F hitung lebih besar dari F tabel, maka terdapat perbedaan bermakna antar formula.

Perhitungan dilanjutkan dengan uji HSD (Honestly Significant Difference Test) untuk mengetahui formula mana

(64)

HSD = q α,k,N-k√

(4.3) Keterangan :

q α,k,N-k = harga q tabel pada (α, k, N-k) α = derajat kepercayaan (α = 0,05) k = banyaknya kelompok (numerator)

N-k = derajat bebas within groups (denominator)

MSE = MSE pada uji anova CRD

N = pengamatan dalam tiap kelompok

(65)

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Bahan 5.1.1 Fraksi Diterpen Lakton Sambiloto

Hasil pemeriksaan kualitatif fraksi diterpen lakton sambiloto dapat dilihat pada tabel V.1.

Tabel V.1 Hasil pemeriksaan kualitatif FDTL Sambiloto

(*) Singh et al., 2006

(**) Tyas, 2010

Dari hasil pemeriksaan kualitatif fraksi diterpen lakton sambiloto yang digunakan dalam penelitian sesuai dengan pustaka. Hasil pemeriksaan FTIR, termogram DTA, dan difraktogram sinar X fraksi diterpen lakton sambiloto dapat dilihat di lampiran 2, 5, 6.

Pemeriksaan Pengamatan Pustaka

Organoleptis kecoklatan, berbau khas, dan Serbuk berwarna hijau rasa pahit

Inframerah Bilangan gelombang (cm-1)

Bilangan

(66)

5.1.2 Kitosan

Hasil pemeriksaan kualitatif kitosan dapat dilihat pada tabel V.2.

Tabel V.2 Hasil pemeriksaan kualitatif kitosan

(*) Sertifikat analisis kitosan (**) Lu-E shi, 2009

(***) Kumar et al., 2009

Dari hasil pemeriksaan kualitatif kitosan yang digunakan dalam penelitian sesuai dengan pustaka. Sertifikat analisis kitosan, hasil pemeriksaan viskositas, FTIR kitosan, termogram DTA, dan difraktogram sinar X kitosan dapat dilihat di lampiran 1, 3, 4, 5, 6, 7.

Pemeriksaan Pengamatan Pustaka

Organoleptis putih kekuningan Serbuk berwarna dan tidak berbau

Serbuk putih dan tidak berbau (*) Viskositas 19,67 cPs 18,16 cPs (*) Jarak lebur (DTA) 148,9-157,9 °C

(67)

5.2 Pemeriksaan Karakteristik Nanopartikel Fraksi Diterpen Lakton Sambiloto-Kitosan

5.2.1 Ukuran dan Morfologi Permukaan Nanopartikel

Hasil pengukuran partikel diamati menggunakan

Scanning Electrom Microscopy (SEM) nanopartikel dapat dilihat

pada gambar 5.1.

Gambar 5.1 Hasil SEM nanopartikel fraksi diterpen lakton

(68)

Setelah pengeringan, partikel diamati menggunakan Scanning Electrom Microscopy (SEM) dan didapatkan ukuran partikel yang

heterogen, seperti terlihat pada gambar 5.1. Walaupun sudah terdapat partikel-partikel berukuran < 1000 nm tetapi masih terdapat partikel berukuran > 1000 nm (tabel V.4).

Tabel V.3 Morfologi nanopartikel fraksi diterpen lakton sambiloto-kitosan

Tabel V.4 Rentang ukuran nanopartikel pada setiap formula

dari 10 pengamatan

Formula Rentang Ukuran (nm)

FK 1 424,3 - 3009

FK 2 420,3 - 1722

FK 3 391 - 4445

Dari hasil pemeriksaan morfologi nanopartikel pada gambar 5.1 terlihat bahwa FK 2 memiliki morfologi yang paling optimal dibandingkan dengan FK 1 dan FK 3 yaitu memiliki bentuk yang sferis dan morfologi yang rata atau halus.

Bentuk Permukaan

FK 1 Sferis Kurang rata

FK 2 Sferis Rata

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 2.1
Gambar 2.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan bantuan Rajah 1.0, bezakan antara ketiga-tiga bijih ini dan terangkan secara ringkas cartalir umum bagi bijih-bijih ini merujuk kepada kaedah pengangkutan, amalan

International University for obtaining Sarjana Degree at Information Systems program,. Education

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan secara visual kegiatan sehari-hari para santri yang berasal dari

Dari uraian-uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam lagi model-model pendidikan karakter dan hasilnya dalam membentuk kepribadian muslim

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: &#34;Tuhan kami ialah Allah&#34; kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:

Alhamdulillah, puji syukur hanya pada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta nikmat-Nya, serta memberikan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi sehingga

Penggunaan huruf kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf