• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIODATA PENELITIAN

5.2 Pembahasan .1 Stres Kerja .1 Stres Kerja

Perawat yang bekerja di ruang IGD dan ICU mempunyai stres kerja yang lebih membutuhkan ketelitian dan kecermatan dibanding di ruang perawat lainnya. Kondisi prosedur kerja yang ketat dan kondisi pasien yang membutuhkan penanganan yang lebih ekstra dibanding pasien lainnya memungkinkan terjadinya stres kerja diri perawat.

Tingkat stres kerja perawat sebagian besar dalam kategori sedang, yang memberikan gambaran tentang bahwa masih adanya faktor yang mempengaruhi timbulnya stres pada perawat terkait dengan lingkungan kerja dan faktor beban kerja yang berlebihan dan kesulitan menjalin hubungan dengan staf yang lain yang dirasakan perawat Permata Bunda Medan. Terkait dengan sumber tekanan perawat tidak selalu melakukan asuhan keperawatan dalam bertanggung jawab terhadap pekerjaan, rumah sakit juga kurang memperhatikan kesejahteraaan perawat, kepala ruangan kurang memiliki hubungan yang baik dengan perawat, perawat sering terbebani dengan pekerjaan dan hubungan dengan rekan kerja, serta perawat kurang mendapat imbalan yang sesuai dengan pekerjaan yang telah dilakukan. Hal tersebut diperlukan upaya peningkatan kerjasama antara kepala ruangan dengan perawat.

Stres kerja pada kategori sedang pada penelitian ini salah satunya mungkin disebabkan perawat mayoritas masih mempunyai keterbatasan tenaga, masih mempunyai beban kerja yang berat dan masih mempunyai konflik dengan teman sejawat sehingga menimbulkan stres pada perawat. Beban kerja yang terlalu berlebihan, masalah keterbatasan tenaga dan kesulitan menjalin hubungan dengan teman staf lain seperti mengalami konflik dengan teman sejawat.

Hasil penelitian sebelumnya yang di kemukakan oleh Febriani (2009) juga mengatakan bahwa semakin banyak jumlah pasien yang dirawat dan semakin beragamnya penyakit serta tingkat kebutuhan juga bisa memicu terjadinya stres. Perbedaan individual sebagian besar perawat tidak menyukai rekan kerja yang tidak cekatan dalam bekerja. Diharapkan agar perawat yang satu dengan perawat lainnya tetap dapat bekerja sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Namun, diharapkan juga kepala ruangan untuk meningkatkan komunikasi yang baik antar perawat, sehingga tidak mengganggu kondisi perawat saat bekerja. Demikian juga pada akibat/efek sebagian besar perawat dalam melakukan asuhan keperawatan hanya sering mengatasi kesulitan yang dialami dalam bekerja, kepala ruangan meminta pendapat/masukan kepada perawat tentang masalah perawatan pasien, berkomunikasi dengan baik kepada pasien dan keluarga pasien dan juga sesulit apapun masalah pasien yang ditangani, tetap bekerja dengan baik, serta tetap terus bertanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaan.

Menurut Asumsi Peneliti, jika dilihat dari pendidikan perawat yang ada di RSU Permata Bunda yang mayoritas berpendidikan D3 maka dapat diasumsikan bahwa tingkat stres perawat dalam katagori sedang dipengaruhi oleh pendidikan perawat. Penelitian Wijono,(2006) menemukan bahwa subjek dengan tingkat

pendidikan Sarjana mengalami stres kerja rendah, sedangkan subjek dengan tingkat pendidikan Diploma mengalami stres kerja sedang. Menurut peneliti semakin tinggi tingkat pendidikan semakin luas wawasan dan pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien.

Hasil penelitian didapatkan stres kerja paling banyak dialami perawat dengan pendidikan diploma karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam menjalankan tindakan keperawatan sehingga perawat merasa kurang memahami dalam melaksanakan tindakan keperawatan.

5.2.1 Kinerja Perawat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja perawat sebagian besar pada keterangan cukup. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Joeharno, (2008) menunjukkan bahwa tingkat kinerja perawat pelaksana memiliki kategori cukup sebesar 64,8% dalam melaksanakan asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Lansirang. Sejalan dengan penelitian Siahaan, (2011) di RS TKII Putri Hijau menunjukkan bahwa kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan lebih banyak yang kinerjanya baik sebesar 71,4% sedangkan kinerja yang buruk sebesar 28,6%.

Sejalan dengan penelitian Kristiyanti, (2012) menunjukkan bahwa pengukuran kinerja merupakan alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. Dilakukannya pengukuran kinerja maka peneliti bisa memastikan apakah pengambilan keputusan dilakukan secara tepat dan obyektif. Selain itu peneliti juga bisa memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja periode berikutnya. Tetapi tidak sejalan dengan penelitian

Mulyono, (2013) bahwa kategori kinerja perawat sebagian besar tidak baik (59,38%) dan yang baik sebesar 40,62%.

Indikator kinerja berdasarkan pengkajian cukup dikatagorikan dari kemampuan yang dimiliki oleh tenaga perawat dalam melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pasien. Lebih banyak melakukan pengkajian daripada mendokumentasikan hasil. Perawatpun masih kurang dalam melakukan dokumentasi diagnosa keperawatan dan kurang melibatkan pasien dalam menetapkan prioritas masalah untuk merencanakan perawatan yang akan diberikan kepada pasien.

Asumsi peneliti, seorang perawat dituntut untuk menggunakan kemampuan dalam berbagai aspek kehidupan khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, sehingga dengan demikian dapat memberikan dampak yang positif sesuai dengan bidang ilmu yang dimilikinya. Tenaga perawat perlu untuk memiliki kualitas profesional yang dapat memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan efisien serta berkualitas yang akhirnya dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan kesehatan pasien di rumah sakit.

Perawat yang mempunyai kinerja yang baik maka asuhan keperawatan dapat dicapai bila kondisi pasien dilakukan mulai pengkajian sampai evaluasi. Tindakan perawat mulai dari pengkajian sampai evaluasi yang diberikan perawat di rumah sakit akan banyak berpengaruh terhadap kesehatan pasien. Hal yang menyebabkan kinerja perawat cukup di rumah sakit Permata Bunda yaitu masih belum optimalnya perawat dalam pengkajian sampai evaluasi keperawatan.

5.2.3 Hubungan Stres Kerja dengan Kinerja Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Permata Bunda Medan

Hasil penelitian pada hubungan stress kerja dengan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawaran diperoleh hasil terdapat adanya hubungan stres kerja dengan kinerja perawat ditunjukkan dengan hasil nilai p=0,005. Sesuai dengan penelitian Noviansyah dan Zunaidah, (2011) menunjukkan bahwa ada pengaruh stres kerja terhadap kinerja perawat dengan nilai p = 0,000. Stres kerja juga dapat mempengaruhi kinerja perawat, hal ini sudah terlihat dari beberapa penelitian yaitu penelitian yang dilakukan oleh Park, (2007), AbuAlRub, (2008) serta Lu, et al. (2010) mendapatkan hasil yang sama yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara stres kerja dengan kinerja perawat.

Menurut Kahn, dkk (Munandar, 2001), stres yang timbul karena ketidakjelasan peran akhirnya mengarah kepada ketidakpuasan pekerjaan, kurang memiliki kepercayaan diri, rasa tak berguna, rasa harga diri menurun, depresi, motivasi rendah untuk bekerja, peningkatan tekanan darah dan delak nadi, dan cenderung untuk meninggalkan pekerjaan. Semakin kuat Stres Kerja pada perawat, maka akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap kinerja perawat.

Hasil penelitian Syaiin, (2008) menunjukkan bahwa kepuasan yang terdiri dari gaji (insentif) dan pengawasan (supervisi) berpengaruh terhadap kinerja perawat, sebagaimana telah dijelaskan bahwa yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kompetensinya karena sebagaian besar merasa belum diimbangi dengan peningkatan kompetensi (68.75%). Rumah Sakit perlu memberi kesempatan kepada perawat untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan secara intensif. Kemudian penting kiranya memberi kesempatan pada perawat untuk selalu berprestasi.

Asumsi peneliti, hasil ini merupakan suatu hal yang positif karena menunjukkan kekuatan konsep diri yang dimiliki oleh perawat, dimana pada saat bekerja perawat yang memiliki stres ringan justru dapat melakukan tanggungjawab yang diembannya, dan sebaliknya perawat yang memiliki stres berat dan sedang cenderung dalam bekerja mengalami penurunan kemampuan. Hal ini adalah wajar, karena orang yang stres berat mempunyai kecenderungan kinerjanya kurang baik, sebaliknya bila stres nya ringan maka kinerja cenderung baik. Tingkat stres yang tinggi akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis seseorang dan pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja yang semakin menurun.

60

6.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa stres kerja di ruang perawatan IGD dan ICU sebagian besar kategori sedang. Perawat merasa sering tertekan dalam melakukan asuhan keperawatan karena mempunyai tanggungjawab yang besar terhadap pekerjaan, perbedaan dalam bekerja yang tidak cekatan antar perawat yang satu dengan yang lainnya. Namun, perawat sering juga dapat mengatasi kesulitan dalam bekerja.

Kinerja perawat di ruang IGD dan ICU sebagian besar kategori cukup, disebabkan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan cukup mampu melakukan pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan (implementasi) dan evaluasi keperawatan dengan baik.

Terdapat hubungan antara stres kerja dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Swasta Permata Bunda Medan dengan nilai p=0,005. Perawat yang stres berat dan sedang mempunyai kecenderungan kinerjanya kurang baik, sebaliknya bila stres nya ringan maka kinerja cenderung baik.Tingkat stres yang tinggi akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis seseorang dan pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja yang semakin menurun.

6.2 Saran

6.2.1. Untuk RS.Permata Bunda

Hasil penelitian ini hendaknya dapat dijadikan sebagai bahan bagi perawat agar stres pada saat bekerja biasa mempengaruhi kinerjanya sehingga mutu pelayanan keperawatan dapat diberikan secara optimal. Menjaga agar kinerja

perawat dapat optimal dalam memberikan asuhan keperawatan perlu diperhatikan kinerja perawat dalam kategori kurang sebesar (34,5%).

Tingkat stres kerja yang sedang dan berat agar diminimalisasi dan tingkat stres kerja ringan agar dipertahankan pada perawat dengan meningkatkan kemampuan dalam diri perawat untuk menyeimbangkan masalah internal dan eksternal sehingga perawat dapat menjalankan peran dan fungsinya terhadap pasien di rumah sakit dengan baik.

Perlu adanya pengembangan asuhan keperawatan dalambentuk reward (penghargaan) yang jelas baik penghargaan berupa materi ataupun peningkatan karir dan peningkatan pengetahuan sesuai dengan prestasinya, hal ini dapat memotivasi perawat untuk bekerja lebih optimal dan muncul kepuasan dalam diri perawat atas apa yang sudah dilakukan. Lebih meningkatkan hubungan kerja yang lebih baik antara atasan dan bawahan, sebaiknya pembagian tugas dan pekerjaan harus dilakukan lebih merata dan adil.

6.2.2. Untuk Penelitian selanjutnya

Bila melakukan penelitian selanjutnya hendaknya peneliti menganalisa hubungan stres kerja dengan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan di beberapa rumah sakit berbeda sehingga hasilnya dapat di generalisasi. Peneliti lanjutan juga sebaiknya tidak hanya menggunakan kuesioner dengan pernyataan tertutup tetapi dapat juga dilakukan dengan cara lain misalnya kuesioner dengan pernyataan terbuka, obsevasi atau wawancara.

10

Dokumen terkait