• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

D. PEMBAHASAN 1. Subjek 1

a. Penyebab Perceraian.

1) Penyesuaian dengan pasangan a) Konsep pasangan ideal

Menurut Hurlock (1993) dalam memilih pasangan, baik pria ataupun wanita sampai sejauh tertentu dibimbing oleh konsep pasangan ideal yang dibentuk selama masa dewasa. Semakin orang terlatih menyesuaikan diri terhadap realitas semakin sulit penyesuaian dilakukan terhadap pasangan.

Hal ini sesuai dengan AN yang uga memiliki konsep pasangan yang diinginkannya jauh sebelum ia menikah. AN menginginkan pria yang sayang kepadanya, yang dapat menjadi teman hidupnya hingga tua nanti, saling memahami, tidak saling mencurigai, dan adanya sikap kedewasaan. Pada awalnya kriteria pria idamannya ada pada suaminya, orang yang penyayang. Tetapi akhirnya berubah juga seiring berjalannya waktu. b) Pemenuhan kebutuhan

Menurut Hurlock (1993) apabila penyesuaian yang baik dilakukan, pasangan harus memenuhi kebutuhan yang berasal pengalaman awal. Apabila orang dewasa perlu pengenalan, pertimbangan prestasi dan status sosial agar bahagia, pasangan harus membantu pasangan lainnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Pada AN kebutuhan yang ia inginkan setelah menikah adalah pasangan yang bisa menyayanginya dan jadi tempat bersandar, berbagi suka duka. Hal ini telah dipenuhi oleh suaminya pada awal-awal pernikahan mereka.

c) Kesamaan latar belakang

Menurut Hurlock (1993) semakin sama latar belakang suami dan istri, semakin mudah untuk saling menyesuaikan diri. Bagaimanapun juga apabila latar belakang mereka sama, setiap orang dewasa mencari pandangan unik tentang kehidupan. Semakin berbeda pandangan hidup ini, makin sulit penyesuaian diri dilakukan.

keluarga yang sederhana. Subjek dan suaminya pindah ke kota Kabanjahe. Subjek dan suaminya sama-sama berasal dari satu suku yang sama, yaitu suku Minang .

d) Minat dan kepentingan bersama

Menurut Hurlock (1993) kepentingan yang saling bersamaan tentang suatu hal yang dapat dilakukan pasangan cenderung membawa penyesuaian yang baik dari kepentingan bersama yang sulit dilakukan dan dibagi bersama.

Pada AN persamaan dirinya dengan suaminya adalah keinginan yang sama untuk membuka usaha sendiri. Mereka sama-sama memiliki impian dan keinginan yang kuat dalam mewujudkan usaha tersebut.

e) Konsep peran

Menurut Hurlock(1993) setiap lawan pasangan mempunyai konsep yang pasti mengenai bagaimana seharusnya peranan seorang suami dan istri, atau setiap orang mengharapkan pasangannya memainkan perannya. Jika harapan terhadap peran tidak terpenuhi, akan mengakibatkan konflik dan penyesuaian yang buruk.

Subjek menginginkan peran suami yang bertanggung jawab melindungi keluarga dan mencari nafkah. Tetapi suami subjek belum memenuhi peran yang diharapkan.

f) Perubahan pola hidup

Menurut Hurlock (1993) penyesuaian terhadap pasangannya berarti mengorganisasikan pola kehidupan, merubah persahabatan dan kegiatan-kegiatan sosial, serta merubah persyaratan pekerjaan, terutama bagi

seorang istri. Penyesuaian-penyesuaian ini seringkali diikuti oleh konflik emosional.

Sebelum menikah, suami subjek tidak ada membatasi pergaulan subjek. Bahkan subjek sendiri yang menutup dirinya dari orang lain terutama laki-laki.

2) Penyesuaian keuangan

Menurut Hurlock (1993) uang dan kurangnya uang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penyesuaian diri orang dewasa dengan perkawinan. Situasi keuangan keluarga dapat digunakan untuk mengatasi masalah penyesuaian status perkawinan khususnya untuk dua hal penting. Pertama, percekcokan mungkin berkembang apabila sang istri berharap suaminya tidak bermewah-mewah. Ancaman kedua dapat berasal dari timbulnya keinginan-keinginan memiliki harta benda. Apabila suami tidak bisa memenuhi keinginan keluarga maka hal ini bisa menimbulkan perasaan tersinggung yang berakhir ke arah percekcokan.

Sebelum menikah AN telah mengetahui apa pekerjaan suaminya. AN pada awalnya adalah teman dan juga tetangga suaminya sewaktu rumah mereka di Jakarta. AN merupakan teman curhat bagi suaminya. Suaminya mengatakan kalau dia bekerja di suatu supermarket, padahal itu bukan bidang yang sesuai dengannya. Gaji yang di dapatkan pun sudah lumayan. Selain itu, sebelum menikah AN tidak pernah meminta atau tidak pernah diberi barang oleh suaminya. AN merasa mengerti dan tidak terlalu

biaya untuk anak-anak suaminya sebelum mereka menikah. Sewaktu menyiapkan pesta pernikahan juga, suami AN tidak memberi sumbangan uang atau tidak ikut berpartisipasi memberi uang. Hal ini terjadi bukan karena ketidakmampuan suaminya tetapi karena AN dan suaminya adalah suku Minang

3) Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan a) Stereotipe tradisional

Hurlock (1993) mengatakan bahwa stereotipe yang secara luas diterima mengenai “ibu mertua yang representatife” dapat manimbulkan perangkat mental yang tidak menyenangkan bahkan sebelum perkawinan. Stereotipe yang tidak menyenangkan mengenai usia lanjut - mereka itu adalah bossy dan campur tangan – dapat menambah masalah bagi keluarga pasangan. Sebelum menikah hubungan suami AN dengan orangtua AN tidak terlalu dekat, hanya sekedar kenal saja. Hal ini dikarenakan kesibukan suami AN mengurus pekerjaan dan anak-anaknya. Sebelum menikah suami AN hanya sekedar bertegur sapa saja dengan orangtua AN. Sebaliknya hubungan AN dengan keluarga suaminya justru tidak dekat bahkan setelah menikah. Hubungan subjek dengan keluarga suaminya tidak dekat karena sebelum kehadirannya suaminya telah pernah memiliki istri pertama. Orangtua suaminya merasa statusnya sebagai istri kedua tidak terlalu biasa di keluarga mereka. Selain itu status subjek sebagai ibu tiri dari anak-anak suaminya juga dipandang sebagai suatu hal yang tidak biasa. Orangtua suaminya merasa bahwa kasih sayang subjek kepada anak-anak tirinya

bukanlah kasih sayang yang tulus. Mereka megira kasih sayang yang subjek berikan hanyalah cara agar bisa memperoleh suaminya. Tetapi subjek sebenarnya merasa sangat menyayangi anak-anak tirinya.

b) Keinginan untuk Mandiri

Hurlock (1993) mengatakan bahwa orang yang menikah muda cenderung menolak berbagai saran dan petunjuk dari orangtua mereka, walaupun mereka menerima bantuan keuangan, dan khususnya mereka menolak campur tangan dari keluarga pasangan. Sebelum menikah orangtua AN memberikan nasehat kepada AN dan suaminya. Suami AN bersikap terbuka dan menerima saran dan nasehat dari orangtua AN. Setelah menikah keluarga AN termasuk orangtua AN tidak lagi turut mencampuri masalah rumah tangga AN.

c) Keluargaisme

Hurlock (1993) mengatakan bahwa penyesuaian dalam perkawinan akan lebih pelik apabila salah satu pasangan tersebut menggunakan lebih banyak waktunya terhadap keluarganya daripada mereka sendiri ingin berikan. Pasangan terpengaruh oleh keluarga, apabila seorang anggota keluarga berkunjung dalam waktu yang lama atau hidup dengan mereka seterusnya.

Sebelum menikah AN lebih banyak menghabiskan waktunya dengan keluarganya. AN merasa pada saat itu hidupnya masih tergantung pada

menikah terjadi perubahan sikap pada suami AN. Awalnya suaminya tidak mempertanyakan ketidaksuburannya. Tetapi akibat pengaruh keluarganya, maka suaminya mulai mempermasalahkan ketidakmampuan subjek memiliki anak. Keluarga suami subjek ikut berubah sikap. Mereka tidak seramah dulu lagi kepada subjek. mereka mengatakan kalau subjek adalah wanita yang mandul dan tidak bisa memberikan anak pada suaminya. d) Mobilitas sosial

Hurlock (1993) mengatakan bahwa orang dewasa muda yang status sosialnya meningkat di atas anggota keluarga atau di atas status keluarga pasangannya mungkin saja tetap membawa mereka dalam latar belakangnya. Banyak orang tua dan anggota keluarga sering bermusuhan dengan pasangan muda.

Sebelum menikah AN merasa tingkat keuangan dan status sosial suami subjek setara dengan orangtua subjek. Tidak ada perbedaan yang mencolok. Setelah menikah dengan suaminya AN mulai merasa bahwa tingkat status sosial mereka semakin meningkat dibandingkan yang dulu. Setelah memiliki restoran AN dan suaminya banyak mengenal orang yang memiliki jabatan penting di kota tersebut. Orangtua AN tidak ada merasa keberatan atau menimbulkan masalah bagi keluarga AN.

b) Anggota Keluarga yang Berusia Lanjut

Hurlock (1993) mengatakan bahwa merawat anggota keluarga berusia lanjut merupakan faktor yang sangat pelik dalam penyesuaian perkawinan sekarang karena sikap yang tidak menyenangkan terhadap orangtua dan

keyakinan bahwa orang muda harus bebas dari urusan keluarga khususnya bila dia juga mempunyai anak-anak.

AN dan suaminya tidak pernah membicarakan mengenai rencana akan merawat anggota keluarga yang lanjut usia jika sudah menikah nantinya. Karena AN dan suaminya merencanakan akan pindah untuk mengadu nasib di daerah lain. Setelah menikah pun AN dan suaminya tetap tidak ada keinginan untuk merawat anggota keluarga yang lanjut usia karena telah jauh pindah ke luar daerah.

f) Bantuan Keuangan Untuk Keluarga Pasangan

Hurlock (1993) mengatakan bahwa bila pasangan muda harus membantu atau memikul tanggungjawab bantuan keuangan bagi pihak keluarga pasangan, hal itu sering membawa hubungan keluarga yang tidak beres. Hal ini dikarenakan anggota keluarga pasangan dibantu keuangannya, marah dan tersinggung dengan tujuan agar diperoleh bantuan tersebut. Memang sejak sebelum menikah keluarga AN maupun keluarga suaminya ada juga yang pernah meminta bantuan berupa uang kepada mereka. Tetapi AN dan suaminya belum pernah memberikan bantuan tersebut, karena mereka merasa keuangan mereka juga hanya cukup untuk kehidupan mereka sendiri. Walaupun setelah menikah AN merasa keuangan dan status mereka semakin meningkat tetapi mereka tetap belum bisa membatu keuangan untuk keluarga AN maupun suaminya.

Hasil penelitian Freudiger, P. (1983), yang dimuat dalam Journal of

Marriage and the Family, 45, 213 - 219 -tentang ukuran kebahagiaan

hidup wanita yang sudah menikah, ditinjau dari 3 kategori: wanita bekerja, wanita pernah bekerja dan wanita yang belum pernah bekerja, menunjukkan bahwa bagi para istri dan ibu bekerja, kebahagiaan perkawinan adalah tetap menjadi hal yang utama, dibandingkan dengan kepuasan kerja.

Sebelum menikah AN tidak ada terpikir untuk mencari kerja. Karena saat itu ia merasa bapaknya masih sanggup untuk membiayai hidupnya selama ini. AN juga memutuskan untuk tidak bekerja setelah menikah karena ia ingin memberikan perhatian yang penuh kepada anak-anaknya.

5) Alasan menikah

Alasan AN menikah dengan suaminya, pada awalnya adalah rasa kasihan pada anak-anak suaminya dulu. Sebelum mereka menikah AN melihat kalau anak-anak tersebut sangat membutuhkan orang yang bisa menyayangi dan mengurus mereka. Apalagi pada saat itu orangtua anak-anak itu baru saja bercerai. AN melihat sebelum menikah suaminyalah yang mengurus anak-anak itu seorang diri. AN melihat suaminya kerepotan dalam membagi waktu antara pekerjaan dan anak-anaknya. AN merasa sangat sedih saat melihat pada saat makan pagi dan makan siang anak-anaknya hanya sempat makan indomie saja. Pada saat itulah AN dengan niatnya yang tulus, menawarkan bantuannya untuk merawat anak-anak itu di siang hari setelah mereka pulang sekolah sampai suami AN

pulang dari tempat kerjanya. Dari sejak saat itulah AN dan suaminya menjadi dekat dan akhirnya memutuskan untuk menikah.

6) Jumlah anak

Ini adalah salah satu kekurangan AN. Sejak menikah ia belum juga diberikan keturunan yang dilahirkan dari rahimnya sendiri. AN sadar itu adalah kekurangannya. Ia merasa tidak sempurna sebagai seorang wanita. AN merasa hal ini sudah menjadi garis hidupnya. Pada saat ini anak AN adalah dua orang anak yang dibawa suaminya dari perkawinan pertamanya.

7) Penyesuaian seksual

Masalah penyesuaian utama yang kedua dalam perkawinan adalah penyesuaian seksual. Masalah ini merupakan salah satu masalah yang paling sulit dalam perkawinan dan salah satu penyebab yang mengakibatkan pertengkaran dan ketidakbahagiaan perkawinan apabila kesepakatan ini tidak dapat dapat dicapai dengan memuaskan. Biasanya pasangan tersebut belum mempunyai cukup pengalaman awal, yang berhubungan dengan dengan penyesuaian ini daripada orang-orang lain dan mereka mungkin tidak mampu mengendalikan emosi mereka. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi penyesuaian seksual, yaitu:

a) Perilaku terhadap seks

Di dalam keluarga AN tidak boleh membicarakan tentang sex, apalagi pada orangtua. Hal itu dianggap tabu. Subjek sendiri juga merasa malu

terlalu berpengaruh terhadap rumah tangganya. Karena pada saat itu subjek juga banyak mendapat informasi dari media seperti majalah.

b) Pengalaman seks masa lalu

Cara orang dewasa dan teman sebaya bereaksi terhadap masturbasi, petting, dan hubungan suami istri sebelum menikah, ketika mereka masih muda dan cara pria dan wanita merasakan itu sangat mempengaruhi perilakunya terhadap seks. Apabila pengalaman awal seorang wanita tentang petting tidak menyenangkan hal ini akan mewarnai sikapnya terhadap seks.

Subjek tidak pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Subjek merasa ia masih takut pada Allah dan kebudayaan yang ada di Indonesia juga tidak memperbolehkan adanya hubungan seks sebelum menikah. c) Dorongan seksual

Dorongan seksual berkembang lebih awal pada pria daripada wanita dan cenderung tetap demikian, sedang pada wanita timbul secara periodik, dengan turun naik selama siklus menstruasi. Variasi ini mempengaruhi minat dan kenikmatan akan seks, yang kemudian mempengaruhi penyesuaian seksual.

Pada saat menstruasi subjek terkadang merasa tidak ingin melayani suaminya. Tetapi seiring dengan berjalannya tahun pernikahan hal ini semakin tidak menjadi masalah bagi subjek dan suaminya.

d) Pengalaman seks marital awal

Kepercayaan bahwa hubungan seksual menimbulkan keadaan yang tidak sejajar dengan pengalaman lain, menyebabkan banyak orang dewasa muda

merasa begitu pahit dan susah sehingga penyesuaian seksual akhir sulit atau tidak mungkin dilakukan.

Seks merupakan masalah penting di dalam rumaha tangga, tetapi subjek merasa bukan yang utama karena masih banyak hal lain yang diperlukan dalam berumah tangga.

e) Sikap Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi

Akan terjadi lebih sedikit konflik dan ketegangan jikalau suami istri itu setuju untuk menggunakan alat pencegah kehamilan dibanding apabila antara keduanya mempunyai perasaan yang berbeda tentang sarana tersebut.

Subjek merasa tidak perlu menggunakan alat kontrasepsi saat melakukan hubungan seksual dengan suaminya, karena subjek tetap berharap dapat memiliki anak. Selain itu suami subjek juga tidak pernah ingin memakai alat kontrasepsi.

f) Efek vasektomi

Apabila seseorang menjalani operasi vasektomi, maka akan hilang ketakutan akan kehamilan yang tidak diinginkan. Vasektomi mempunyai efek yang sangat positif bagi wanita tentang penyesuaian seksual wanita tetapi membuat pria mempertanyakan kepriaannya.

Pada pemakaian alat kontrasepsi saja subjek dan suaminya tidak setuju, apalagi dengan vasektomi mereka tidak mau melakukannya.

Makin pendek jarak interval antara saat menikah dengan lahirnya anak pertama maka makin tinggi kemungkinan tingkat perceraiannya. Hal ini disebabkan pasangan tersebut tidak punya cukup waktu untuk menyesuaikan diri dengan situasi berkeluarga.

Subjek sejak awal merasa siap dengan keputusannya menikahi seorang duda yang akan membawa anak ke dalam perkawinannya.

9) Model pasangan sebagai orangtua

Keberhasilan dan kegagalan perkawinan cenderung selalu ada dalam keluarga. Anak-anak dari keluarga bahagia, kecil kemungkinannya untuk ditinggal cerai dibandingkan yang tidak bahagia.

Subjek dan suaminya selalu berusaha agar tidak pernah bertengkar di depan anak-anaknya, karena subjek merasa anak-anak mereka telah cukup menderita di masa lalu dengan ibu kandung mereka. Subjek ingin menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya.

10)Mempertahankan identitas

Orang dewasa yang dapat merawat identitasnya setelah menikah dan yang mempunyai kesempatan untuk memperbaharui diri, lebih kecil kemungkinannya untuk bercerai daripada mereka yang kehidupan dirinya sangat dipengaruhi keluarga.

Subjek sedari dulu memang diajarkan untuk mencari jati diri sendir tanpa dipengaruhi keluarga.

Masalah penyesuaian ketiga dalam hidup perkawinan adalah keuangan. Uang dan kurangnya uang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penyesuaian diri orang dewasa dengan perkawinan.

Sejak menikah suami subjek telah memiliki sebuah restoran. Sejak saat itu keuangan suami subjek semakin meningkat dibandingkan sebelum menikah, sudah melebihi dari keuangan orangtua subjek sendiri

b. Tahap Penyesuaian dalam perceraian

Efek traumatik dari perceraian biasanya lebih besar dari pada efek kematian, karena sebelum dan sesudah perceraian sudah timbul rasa sakit dan tekanan emosional. Hozman dan Froiland menjelaskan tentang kesulitan dan kerumitan penyesuaian diri setelah terjadi perceraian. Mereka mengatakan ada lima tahap penyesuaian setelah perceraian yaitu:

1) Menyangkal bahwa ada perceraian.

Saat suami subjek mengajukan perceraian subjek masih berusaha tenang. Subjek merasa mungkin suaminya hanya emosi sesaat dan tidak sungguh-sungguh ingin bercerai.

2) Timbul kemarahan di mana masing-masing individu tidak ingin saling terlibat. Saat subjek ingin memperjelas suasana suaminya justru marah dan berkata bahwa ia kecewa karena subjek hingga saat itu belum sadar juga kesalahannya. Subjek pada saat itu benar-benar bingung apa kesalahannya.

Subjek merasa tidak ada kesalahan yang fatal yang diperbuatnya. Ia tidak terima kenapa ia langsung dicerai. Subjek juga menolak untuk diceraikan karena memikirkan anak-anaknya. Subjek tidak ingin anak-anaknya melihat perceraian orangtuanya untuk kedua kalinya.

4) Mereka mengalami depresi mental ketika mereka tahu akibat menyeluruh dari perceraian terhadap keluarga

Subjek merasa stres dan terpukul dengan adanya rencana perceraian itu. Subjek merasa bingung bagaimana cara menyampaikan berita ini ke anak dan keluarganya. Tetapi subjek merasa bahwa ia juga harus tegar dan tidak boleh jatuh di hadapan suaminya.

5) Akhirnya mereka setuju untuk bercerai

Subjek akhirnya sadar bahwa ini semua kehendak Allah dan ia pasrah tidak akan menggugat balik suaminya. Ia merasa jika memaksakan kehendaknya hanya membuat semakin teraniaya.

c. Penyesuaian terhadap setiap anggota keluarga.

Landis juga mengatakan bahwa perceraian memerlukan penyesuaian tertentu terhadap setiap anggota keluarga. Menurut Landis penyesuaian yang terpenting adalah :

1) Penyesuaian terhadap pengetahuan bahwa perceraian akan terjadi.

Subjek sebenarnya tidak ingin percaya kalau dia tidak akan bercerai, tapi subjek hanya bisa pasrah.

Subjek akhirnya sadar bahwa ini semua kehendak Allah dan ia pasrah tidak akan menggugat balik suaminya. Ia merasa jika memaksakan kehendaknya hanya membuat semakin teraniaya. Sesaat setelah bercerai subjek sempat berpikir untuk kembali ke keluarganya, tetapi tidak jadi karena khawatir akan timbul masalah baru. Subjek memutuskan untuk tetap tegar dan menerima kenyataan walopun pahit.

3) Penyesuaian salah satu orangtua anak untuk menentang salah satu orangtua yang lain.

Subjek tidak setuju mantan suaminya mengubah namanya di akte kelahiran anak-anaknya. Ia ingin walaupun bercerai namanya tetap ada di akte itu. Subjek sempat bertentangan dengan mantan suaminya.

4) Penyesuaian terhadap perilaku kelompok usia sebaya

Teman subjek awalnya heran mengapa subjek dan suaminya yang selalu terlihat akur dan tanpa masalah justru bercerai. Tapi akhirnya mereka bisa mengerti dan memberi semangat dan dukungan kepada subjek.

5) Penyesuaian terhadap perubahan perasaan

Dulu subjek merasa sayang dan percaya kepada suaminya. Tetapi sejak bercerai subjek merasa kecewa, sakit hati dan merasa dikhianati oleh mantan suaminya.

6) Penyesuaian untuk menikah kembali

Subjek mengharapkan agar segera mendapatkan jodoh yang baik bagi dirinya. Subjek terus berdoa agar Allah segera menurunkan jodoh yang terbaik baginya. Subjek merasa semakin banyak gangguan yang

orang yang cocok karena kebanyakan suami orang. Subjek tidak ada mau jika harus dimadu. Subjek pernah mencoba menjalin hubungan dengan orang lain tetapi tidak berhasil. Dulu subjek pernah memiliki hubungan dekat dengan seorang tentara. Pada saat itu subjek sudah mengadopsi anak tetapi masih bayi. Awalnya subjek sudah merasa cocok dengan tentara itu. Tapi takdir kembali memisahkan mereka. Suatu hari tentara itu pergi dinas ke luar kota tetapi hingga sekarang tidak pernah kembali lagi. 7) Penyesuaian untuk memahami kegagalan keluarga

Subjek berusaha memahami mengapa rumah tangganya bisa mengalami kegagalan. Ia berusaha untuk menginstropeksi diri, karena menurutnya bagaimanapun manusia walaupun selalu merasa benar tapi juga tak luput dari kesalahan.

d. Keadaan subjek setelah bercerai

1) Masalah ekonomi

Setelah bercerai baik istri maupun suami mengalami kekurangan pendapatan, seringkali istri harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Untuk menutupi masalah keuangan subjek mencoba membuka usaha rumah makan. Dengan pertimbangan bahwa ia sedikit banyaknya ia telah belajar secara tidak langsung pada suaminya terdahulu. Subjek juga

menerima pesanan catering untuk 10-15 orang. Subjek terus bekerja keras. Saat usaha rumah makan dan catering subjek mengalami penurunan maka subjek meminta tolong kepada kawan-kawannya agar mau datang makan ke rumah makannya dan mau memesan catering. Subjek merasa hanya dari usaha itulah ia bisa hidup.

2) Masalah sosial

Karena kehidupan sosial orang dewasa terbentuk dari pasangan, maka wanita yang janda cenderung akan tersisih. Hetherington (dalam Hurlock,1993) menyebutnya sebagai: terkunci dalam dunia anak, karena kehidupan sosial mereka hanya akan terbatas pada sanak saudara dan teman dekat wanita saja.

Dari segi pergaulan subjek merasa sejak bercerai ia juga mulai kekurangan kenalan yang dulu dikenal oleh suaminya. Padahal mereka sesama usaha rumah makan, sehingga pada saat subjek ingin meminta nasehat tentang usahanya dari mereka tapi mereka sulit untuk dihubungi.

3) Masalah psikologis & emosional

Khusus untuk masalah identitas setelah bercerai, wanita mengalami kondisi yang lebih parah dibandingkan laki-laki karena sebelumnya identitasnya tergantung pada suaminya. Setelah perceraian banyak wanita

Dokumen terkait