• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Pembahasan

1. Hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif

Berdasarkan hasil penelitian, dari 62 responden yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di kelurahan Persiakan wilayah kerja Puskesmas Pabatu Kota Tebing Tinggi diketahui berpengetahuan “baik” yaitu sebanyak 18 orang (29,03%),diantaranya memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya sebanyak 11 orang (17,74%) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya

sebanyak 7 orang (11,29%), berpengetahuan “cukup” yaitu sebanyak 39 orang (62,90%), diantaranya memberikan ASI Ekslusif yaitu sebanyak 27 orang (43,54%) dan yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 12 orang (19,36%), berpengetahuan “kurang” yaitu sebanyak 5 orang (8,06%), diantaranya memberikan ASI Ekslusif kepada bayinya sebanyak 0 orang (0%) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya sebanyak 5 orang (8,06%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,011, nilai p value lebih kecil dari α 5 % (0,05) sehingga dinyatakan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI Ekslusif pada bayi usia 6-12 bulan di kelurahan Persiakan wilayah kerja Puskesmas Pabatu kota Tebing Tinggi 2013. Dari data diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di kelurahan Persiakan wilayah kerja Puskesmas Pabatu Kota Tebing Tinggi maka semakin tinggi pula cakupan pemberian ASI Eksklusif, sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan seseorang maka semakin rendah pula cakupan pemberian ASI eksklusifnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purwanti (2008), yang mengatakan bahwa pengetahuan yang rendah tentang manfaat dan tujuan pemberian ASI Eksklusif bisa menjadi penyebab gagalnya pemberian ASI Eksklusif pada bayi. Kemungkinan pada saat pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care), mereka tidak memperoleh penyuluhan intensif tentang ASI Eksklusif, kandungan dan manfaat ASI, teknik menyusui, dan kerugian jika tidak memberikan ASI Eksklusif.

2. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif a. Umur

Berdasarkan hasil penelitian dari 62 ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan dikelurahan Persiakan wilayah kerja Puskesmas Pabatu Kota Tebing Tinggi diketahui bahwa ibu yang memiliki usia “< 20 tahun” yaitu sebanyak 4 orang (6,42%), diantaranya memberikan ASI Eksklusif sebanyak 1 orang (1,61%) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 3 orang (4,84%), memiliki umur “20-35 tahun” yaitu sebanyak 35 orang (56,45%), diantaranya memberikan ASI Eksklusif sebanyak 18 orang (32,26%) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 17 orang (27,42%), dan memiliki umur “>35 tahun” sebanyak 23 orang (37,1 %), diantaranya memberikan ASI Eksklusif sebanyak 19 orang (30,65) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 4 orang (6,45%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,018, nilai p value lebih kecil dari α 5 % (0,05) sehingga dinyatakan ada hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan pemberian ASI Ekslusif pada bayi usia 6-12 bulan di kelurahan Persiakan wilayah kerja Puskesmas Pabatu kota Tebing Tinggi 2013.

Hal tersebut sesuai dengan kurun waktu reproduksi sehat yang dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan, persalinan, dan menyusui adalah 20-35 tahun. Oleh sebab itu, yang sesuai dengan masa reproduksi sangat baik dan sangat mendukung dalam pemberian ASI eksklusif, sedangkan umur yang kurang dari 20 tahun dianggap masih belum matang secara fisik, mental, dan psikologi dalam menghadapi kehamilan, persalinan, serta pemberian ASI. Umur lebih dari 35 tahun dianggap berbahaya, sebab baik alat reproduksi maupun fisik ibu sudah jauh berkurang dan menurun, selain itu bisa terjadi risiko bawaan pada

bayinya dan juga dapat meningkatkan kesulitan pada kehamilan, persalinan, dan nifas (Daneswari, 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Susita (2007), mengatakan bahwa semakin bertambah umur ibu semakin besar proporsi menyusui ASI eksklusif. Proporsi terbesar terdapat pada umur 21-30 tahun yaitu 69,5% tetapi proporsi menyusui ASI eksklusif pada umur 41 tahun atau lebih proporsinya cukup besar 64,4%. Jadi tampak keberanian untuk menyusui bayi tidak ragu- ragu bagi ibu-ibu yang relatif tua umurnya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Aulita (2011) di peroleh bahwa ada hubungan antara umur ibu dengan pemberian ASI Ekkslusif pada bayi, dimana dengan bertambahnya usia ibu maka tingkat pemahaman ibu tentang manfaat pemberian ASI Eksklusif akan semakin baik dan ibu akan semakin termotivasi untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya.

Di kelurahan persiakan ibu-ibu yang memiliki usia semakin matang banyak memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya, dikarenakan lingkungan di daerah kelurahan persiakan masih mudah terjangkau oleh petugas kesehatan dan jaraknya tidak jauh dari daerah perkotaan, sehingga akses untuk memperoleh pengetahuan dan pelayanan kesehatan cukup terjangkau dan mudah untuk didapatkan

b. Paritas

Berdasarkan hasil penelitian dari 62 ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan dikelurahan Persiakan wilayah kerja Puskesmas Pabatu Kota Tebing Tinggi diketahui bahwa ibu yang memiliki paritas primipara (1 kali) yaitu sebanyak 15 orang (24,19%), diantaranya memberikan ASI Eksklusif sebanyak 9 orang (14,52%) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 6 orang (9,68%),

memiliki paritas multipara (>1 kali) yaitu sebanyak 32 orang (51,62%), diantaranya memberikan ASI Eksklusif sebanyak 16 orang (25,81%) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 16 orang (25,81%), dan memiliki paritas Grandemultipara (>5 kali) sebanyak 15 orang (38,71%), diantaranya memberikan ASI Eksklusif sebanyak 13 orang (20,96) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 2 orang (3,22%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,055, nilai p value lebih besar dari α 5 % (0,05) sehingga dinyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara paritas ibu dengan pemberian ASI Ekslusif pada bayi usia 6-12 bulan di kelurahan Persiakan wilayah kerja Puskesmas Pabatu kota Tebing Tinggi 2013. Hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Suryanita (2008), yang mengatakan bahwa di dalam pemberian ASI Eksklusif pengalaman sangat mempengaruhi terhadap pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif sehingga ibu yang telah pernah memberikan ASI Ekslusif kepada bayinya cenderung akan memberikan lagi ASI ekslusif kepada bayinya pada kelahiran selanjutnya

Menurut Proverawati,dkk (2009), bahwa faktor emosional dan sosial menunjang keberhasilan pemberian ASI. Salah satu faktor yang dapat disebutkan diantaranya adalah nasehat dan pengalaman selama masa kehamilan, persalinan, terutama pengalaman menyusui pertamanya.

Dari hasil penelitian Anggraini (2009), menyatakan bahwa ada hubungan antara paritas dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi, dimana semakin banyaknya jumlah paritas ibu maka akan semakin banyak pula ibu akan memberikan ASI ekslusif kepada bayinya, sedangkan di kelurahan persiakan diketahui dari hasil penelitian paritas ibu tidak ada hubungan paritas dengan pemberian ASI Eksklusif. Berdasarkan pernyataan yang diperoleh dari ibu – ibu

yang memiliki bayi usia 6-12 bulan yang memiliki paritas tinggi tetapi tidak memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya mengatakan bahwa mereka tidak memberikan ASI Eksklusif karena faktor lain yaitu : Produksi ASI yang tidak baik, tidak dapat mengeluarkan ASI, Bayi tidak mau menyusui, Ibu tidak memahami tentang pemberian ASI Ekslusif.

c. Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian dari 62 ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan dikelurahan Persiakan wilayah kerja Puskesmas Pabatu Kota Tebing Tinggi diketahui bahwa ibu yang memiliki tingkat pendidikan “tinggi” yaitu sebanyak 15 orang (24,19%), diantaranya memberikan ASI Eksklusif sebanyak 14 orang (22,58%) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 1 orang (1,61%), memiliki tingkat pendidikan “menengah” yaitu sebanyak 35 orang (56,45), diantaranya memberikan ASI Eksklusif sebanyak 20 orang (32,26%) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 16 orang (225,81%), dan memiliki tingkat pendidikan “rendah” sebanyak 12 orang (19,35%), diantaranya memberikan ASI Eksklusif sebanyak 4 orang (6,45%) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 7 orang (11,29%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,07 nilai P value lebih kecil dari α 5 % (0,05) sehingga dinyatakan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan pemberian ASI Ekslusif pada bayi usia 6-12 bulan di kelurahan persiakan wilayah kerja Puskesmas Pabatu kota Tebing Tinggi 2013. Dari data diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di kelurahan Persiakan wilayah kerja Puskesmas Pabatu kota Tebing Tinggi maka semakin tinggi pula cakupan pemberian ASI Eksklusifnya.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan soehardjo (2005) yang mengatakan bahwa, dengan pendidikan seseorang mengetahui sesuatu hal, seseorang yang mempunyai pendididkan tinggi lebih cendrung mengetahui manfaat ASI di bandingkan dengan yang berpendidikan lemah, sebab dengan pendidikan seseorang dapat lebih mengetahui sesuatu hal.

Dari hasil penelitian Soeparmanto (2004) mengatakan bahwa, tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh ibu-ibu serta berpendidikan SD belum tamat dan tamat mempunyai kemungkinan menyusui ASI eksklusif 6 kali dibandingkan ibu yang baik tidak tamat atau tamat SD. Tingkat pendidikan merupakan salah satu aspek sosial yang dapat mempenggaruhi tingkah laku manusia. Pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka mereka yang tidak berpendidikaan, karena mereka yang berpendidikan tinggi mampu menghadapi tantangan dengan rasional.

d. Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian dari 62 ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan dikelurahan Persiakan wilayah kerja Puskesmas Pabatu Kota Tebing Tinggi diketahui bahwa ibu yang memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya memiliki pekerjaan “PNS” yaitu sebanyak 10 orang (16,13%), diantaranya yang memberikan ASI Eksklusif yaitu sebanyak 9 orang (14,52%) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 1 orang (1,61%), memiliki pekerjaan “Swasta/Wiraswasta” sebanyak 25 orang (40,32%), diantaranya memberikan ASI Eksklusif sebanyak 10 orang (16,13%) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 15 orang (24,19%), dan memiliki pekerjaan “tidak

bekerja/IRT” yaitu sebanyak 27 orang (43,55%), diantaranya yang memberikan ASI Ekslusif yaitu sebanyak 19 orang (24,19%) dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 8 orang (12,90%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,010 nilai p value lebih kecil dari α 5 % (0,05) sehingga dinyatakan ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI Ekslusif pada bayi usia 6-12 bulan di kelurahan Persiakan wilayah kerja Puskesmas Pabatu kota Tebing Tinggi 2013. Dari data diatas dapat dilihat bahwa ibu yang memilik bayi usia 6-12 bulan

di kelurahan Persiakan wilayah kerja Puskesmas Pabatu yang tidak memiliki pekerjaan/IRT lebih banyak memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya dibandingkan dengan ibu yang memiliki pekerjaan sebagai PNS dan Swasta/Wiraswasta.

Hal tersebut terjadi dikarenakan hampir semua ibu rumah tangga melaksanakan aktifitas pekerjaan utamanya yaitu pekerjaan dalam mengasuh anak, membersihkan rumah dan melaksanakan pekerjaan rumah tangga lainnya yang menjadi tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga. Jenis pekerjaan yang seperti ini tidak terlalu melelahkan tenaga dan pikiran ibu sehingga proses menyusui pun dapat berjalan dengan baik (Supriyadi, 2002).

Menurut penelitian Anggraini (2005), mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan ibu-ibu juga mempunyai hubungan bermakna dengan pemberian ASI eksklusif. Proporsi menyusui ASI eksklusif pada ibu rumah tangga lebih besar dibandingkan ibu yang mencari nafkah dan membantu mencari nafkah. Aktivitas dan pekerjaan yang dilakukan ibu terkadang melupakan ibu bahkan tidak dapat meluangkan sedikit waktu untuk menyusui bayinya.

Pekerjaan terkadang mempengaruhi keterlambatan ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif. Secara teknis hal itu dikarenakan kesibukan ibu sehingga tidak cukup untuk memperhatikan kebutuhan ASI. Pada hakekatnya pekerjaan tidak boleh menjadi alasan ibu untuk berhenti memberikan ASI secara eksklusif. Untuk menyiasati pekerjaan maka selama ibu tidak dirumah, bayi mendapatkan ASI perah yang telah diperoleh satu hari sebelumnya (Satoto, 2009).

Fenomena yang terjadi khususnya di kota-kota besar, para ibu yang aktif melakukan kegiatan komersial, seperti bekerja dikantor atau pabrik, menjalankan usaha pribadi sebagai tambahan penghasilan, serta berkecimpung dalam kegiatan sosial yang banyak menyita waktu diluar rumah, memilih untuk menggunakan susu formula lantaran dianggap lebih menguntungkan dan membantu mereka (Prasetyono, 2009).

Dokumen terkait