4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.4. Pembahasan Umum
Budidaya tanaman di dalam rumah tanaman (greenhouse) ditujukan untuk memperoleh lingkungan tumbuh yang optimal bagi tanaman. Karakteristik iklim mikro (microclimate) di dalam rumah tanaman bersifat khas, karena berada pada lingkungan yang terkendali. Intensitas radiasi surya, suhu dan kelembaban udara yang tercatat di dalam rumah tanaman berfluktuasi dari hari ke hari tergantung cuaca harian.
Budidaya tanaman tomat di dalam rumah tanaman dimaksudkan untuk memperoleh pertumbuhan dan hasil tanaman tomat yang optimal dalam lingkungan yang terkendali. Dengan adanya rumah tanaman, tanaman tomat dapat terhindari dari radiasi surya yang berlebihan, intensitas curah hujan yang tinggi dan gangguan dari hama penyakit tanaman.
Rata-rata intensitas radiasi surya di dalam rumah tanaman selama penelitian berlangsung yaitu 9.3 MJ/m2/hari, sedang rata-rata intensitas radiasi surya di luar rumah tanaman yang tercatat di Stasiun Cikeumeh, Bogor tercatat 12.72 MJ/m2/hari. Rata-rata intensitas radiasi surya yang ditransmisikan ke dalam rumah tanaman adalah 63%. Radiasi surya yang ditransmisikan ke dalam rumah tanaman ini lebih rendah sebagaimana hasil penelitian Impron (2011) di rumah tanaman (greenhouse) Purwakarta, Jawa Barat sebesar 70%.
Intensitas radiasi surya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, utamanya pada spektrum radiasi PAR (400-700 nm). Radiasi PAR sangat dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Darmawan dan Baharsjah (2010) mengemukakan apabila intensitas cahaya cukup tinggi, maka makin tinggi suhu, makin tinggi laju fotosintesis. Akan tetapi apabila intensitas cahaya rendah, maka kenaikan suhu tidak diikuti oleh kenaikan fotosintesis, karena pada keadaan demikian reaksi terang tidak berlangsung cukup. Ada tiga
ciri dari cahaya yang mempengaruhi fotosintesis, yaitu intensitas cahaya, kualitas cahaya dan lama penyinaran.
Selain mempengaruhi fotosintesis, cahaya mempengaruhi perkembangan tanaman dengan cara menyebabkan fototropisme. Artinya, sebagian besar efek ini mengendalikan wujud tanaman yaitu perkembangan struktur atau morfogenesisnya. Proses morfogenik bermula dari perkecmbahan biji dan perkembangan kecambah hingga mencpai puncaknya pada pembentukan bunga dan biji yang baru. Kecambah yang tumbuh dalam gelap akan teretiolasi, saat batangnya harus menerobos tanah dan dedaunannya perlu mencapai cahaya untuk mengembangkan daun dan akar dan juga untuk membentuk klorofil (Salisbury dan Ross 1992).
Rata-rata suhu udara di dalam rumah tanaman selama penelitian berlangsung yaitu 27.1 oC, suhu udara maksimum 38.5 oC dan suhu udara minimum yaitu 21.2 oC. Tanaman tomat dapat tumbuh dan berproduksi pada rentang suhu 10 – 40 oC, tetapi tanaman ini tumbuh dan berproduksi optimal pada kisaran suhu udara 14 – 17 oC (malam hari) dan 14 – 17 oC (siang hari) (Geisenberg dan Stewart 1986 dalam Impron (2011). Rata-rata suhu udara dalam rumah tanaman yang tercatat 27.1 oC termasuk suhu udara optimum untuk tanaman tomat (Yamaghuci, 1983). Salisbury dan Ross (1995) menjelaskan tentang termoperiodisme yaitu suatu fenomena yang menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman ditingkatkan oleh suhu siang dan malam yang bergantian. Pembentukan buah tomat ditingkatkan oleh suhu malam yang rendah.
Bila dibandingkan dengan suhu udara di luar rumah tanaman selama penelitian berlangsung, yakni yang tercatat di Stasiun Cikemeuh, rata-rata suhu udara di dalam rumah tanaman lebih besar 1.1 oC dibanding suhu udara di luar rumah tanaman. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh efek rumah kaca (greenhouse effect), radiasi surya yang ditransmisikan dalam rumah tanaman menyebabkan panas terperangkap dalam rumah tanaman yang mengakibatkan naiknya suhu udara dibanding lingkungan sekitarnya.
Suhu mempengaruhi kecepatan pertumbuhan maupun sifat dan struktur dari tanaman. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan antara lain : laju
pertumbuhan, transpirasi dan penyerapan hara. Hasil dari fotosintesis yang dipengaruhi oleh suhu menentukan perkembangan jaringan meristem, baik pada ujung akar maupun ujung dahan yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan ke bawah dan ke atas yang disebut pertumbuhan primer (Darmawan dan Baharsjah 2010).
Dalam model simulasi, suhu udara sangat penting artinya karena suhu udara merupakan penduga suhu tanaman dan suhu tanah yang mempengaruhi laju proses biokimia. Kelembaban udara menentukan kapasitas udara untuk menampung uap air sehingga laju kehilangan air dari tanaman (transpirasi) sangat tergantung kelembaban, yang selanjutnya dapat mempengaruhi tegangan air daun (leaf water potential). Kelembaban udara juga memegang peranan penting dalam hal pendugaan tingkat serangan hama dan penyakit tanaman. Kelembaban udara erat kaitannya dengan suhu udara. Semakin tinggi suhu udara, makin besar kapasitas udara untuk menampung uap air per satuan volume udara.
Rata-rata kelembaban udara 74.2%, kelembaban udara maksimum 96% dan kelembaban udara minimum 24%. Gardner et al. (1991) mengemukakan tingkat kelembaban udara menentukan : 1). berbagai proses yang berhubungan dengan pergerakan atau perpindahan air (dalam bentuk gas, cair maupun padat, di dalam tanaman dan di luar tanaman), yakni evaporasi dan transpirasi, translokasi hara dan hara, membuka dan menutupnya stomata. 2). pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme di lingkungan tanaman, baik yang merugikan (patogen, penyebab penyakit) maupun yang menguntungkan.
Kelembaban udara berhubungan dengan tingkat radiasi surya sebagai sumber energi panas, sehingga berkaitan juga dengan suhu udara. Kelembaban udara dapat ditingkatkan dengan mengurangi intensitas cahaya (pemberian naungan) sebagaimana dilakukan dalam penelitian ini.
Radiasi surya dan suhu udara mempengaruhi pertumbuahn vegetatif tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlahn tangkai daun), yang pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan generatif tanaman (waktu pembungaan dan masak fisiologis). Darmawan dan Baharsjah (2010) mengemukakan perubahan meristem vegetatif menjadi meristem generatif membawa perubahan besar terhadap perkembangan tanaman, antara lain :
asimilasi meningkat, respirasi meningkat, dan kecepatan pengangkutan air dan hara ke arah organ bunga juga meningkat. Selanjutnya disebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembungaan antara lain : 1). intensitas cahaya matahari : pembungaan dari banyak jenis tanaman dirangsang oleh intensitas cahaya. 2). kualitas cahaya : Terutama bagian sinar jingga sampai merah adalah yang terbanyak mempengaruhi pembungaan. 3). panjang hari : Ada jenis-jenis tanaman yang dirangsang pembungaannya oleh hari pendek (tanaman hari pendek) dan ada yang dirangsang oleh hari panjang (tanaman hari panjang). Tanaman tomat termasuk tanaman hari netral. 4). suhu : pengaruh suhu berhubungan juga dengan pengaruhnya terhadap pembentukan zat tumbuh dan pengaruh fotoperiodisitas; jadi, pengaruh suhu terutama adalah pengaruh terhadap reaksi biokimia. 5). metabolisme karbohidrat dan nitrogen. Walaupun pembungaan terutama dirangsang oleh hormon, namun perbandingan antara C dan N tampaknya juga mempengaruhi pembungaan. Dalam batas-batas tertentu nisbah C/N yang rendah merangsang pertumbuhan vegetatif, dan nisbah C/N yang tinggi merangsang pembungaan. 6). zat-zat kimia tertentu juga dapat merangsang pembungaan.
Tomat merupakan buah klimakterik dimana respirasi tetap berlangsung sehingga proses kematangannya tergantung pada reaksi enzimatik yang dicirikan dengan peningkatan kadar gula, tekstur, dan warna buah. Hasil analisis laboratorium menunjukkan kadar gula pada saat tanaman tomat masak fisiologis adalah 9.22 mg/gBB. Gardner et al (1991) mengemukakan pertumbuhan suatu organ, termasuk buah dicirikan oleh suatu kurva baku yang berbentuk kurva sigmoid. Suatu buah dianggap dewasa apabila telah dicapai ukuran maksimal dan laju pertambahan berat keringnya menjadi nol. Buah yang dewasa (matang) melalui serangkaian peristiwa enzimatis dan biokimia yang berakibat terjadinya perubahan komposisi kimia. Pada pemasakan, system enzim yang tua menurun dan system enzim yang baru dihasilkan, yang menyebabkan pelunakan dan pengubahan tepung menjadi gula pada buah yang berdaging. Darmawan dan Baharsjah (2011) menyebutkan setelah buah mencapai ukuran optimal, maka pemasakan buah terjadi dengan terbentuknya gas etilen yang mempercepat proses pemasakan buah. Perubahan dalam kematangan dikaitkan dengan laju respirasi yang relatif tinggi pada buah klimakterik (matang cepat).
Campbell (2003) mengemukakan bahwa dalam tahap akhir pematangan biji akan mengalami dehidrasi sampai kandungan airnya sekitar 5 – 15% dari bobotnya. Embrio ini akan berhenti tumbuh sampai biji berkecambah. Kematangan buah umumnya pada saat biji yang dikandungnya hamper menyelesaikan perkembangannya. Umumnya terjadi perubahan warna dari warna hijau ke warna lainnya seperti merah, oranye atau kuning. Buah akan menjadi lebih manis setelah asam organik atau molekul pati diubah menjadi gula, yang bisa mencapai konsentrasi sebesar 20 % pada buah matang. Dalam penelitian ini, masak fisiologis tanaman diamati secara visual dengan mengamati perubahan warna buah dan analisis kadar gula.
Satuan kalor (heat unit) yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan masak fisiologis tanaman tomat sejak dari semai sebesar 1661 oC hari. Satuan kalor tersebut diperoleh dari perhitungan akumulasi suhu rata-rata harian dengan suhu dasar untuk rentang maksimum suhu dasar tanaman tomat yakni 10 oC (Perry et al. 1997 dalam Impron 2011). Satuan kalor tidak dipengaruhi oleh perbedaan lokasi dan waktu tanam (Koesmaryono et al. 2002). Laju perkembangan tanaman terjadi bila suhu udara rata-rata harian melebihi suhu dasar.
Tanaman tomat merupakan tanaman hari netral (day-natural vegetable) yang tidak terpengaruh oleh panjang hari (Yamaguchi 1983). Karena tanaman tomat adalah tanaman netral; laju perkembangan dan kejadian fenologinya didekati dengan konsep satuan panas (heat unit) atau degree-day.
Dari pemodelan ANN untuk memprediksi waktu pembungaan dan masak fisiologis tanaman digunakan parameter pertumbuhan seperti tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah tangkai daun. Ketiga parameter pertumbuhan tersebut diamati dan dimasukkan dalam pemodelan ANN digabungkan dengan data iklim mikro (radiasi surya, suhu dan kelembaban udara). Pada stadia pertumbuhan vegetatif maksimum (6 MST) simulasi model ANN dapat digunakan untuk memprediksi masak fisiologis.
Rata-rata waktu pembungaan tanaman tomat berdasarkan hasil pengukuran di lapangan yakni 34 hari setelah tanam (HST) atau dengan satuan panas 590 oC hari, sedangkan waktu pembungaan tanaman tomat mengacu pada simulasi model
ANN yakni 31 HST atau dengan satuan panas 539 oC hari. Meskipun nilai korelasi (R) 0.51 atau dengan nilai koefisien determinasi (R2) 0.26 untuk prediksi waktu pembungaan termasuk kecil, namun model ini masih dapat digunakan untuk memprediksi waktu pembungaan. Kecilnya nilai koefisien determinasi karena masih kurangnya jumlah data yang dipakai.
Berdasarkan arsitektur jaringan pemodelan ANN untuk memprediksi masak fisiologis tanaman tomat, parameter tanaman yang digunakan yaitu waktu pembungaan. Dengan mendapatkan informasi waktu pembungaan, maka dapat diprediksi waktu masak fisiologis. Berdasarkan data hasil pengukuran waktu masak fisiologis tanaman tomat sekitar 49 hari setelah pembungaan (HSP) atau dengan satuan panas 863 oC hari, hasil prediksi waktu masak fisiologis dengan mengacu pada hasil simulasi model ANN yaitu 49 HSP atau dengan satuan panas 863 oC hari. Dari nilai koefisien korelasi (R) 0.63 dan nilai koefisien determinasi (R2) 0.4 hasil prediksi masak fisiologis dengan pemodelan ANN menunjukkan bahwa model ANN belum efektif dalam memprediksi waktu masak fisiologis tanaman tomat. Namun demikian, pemodelan ANN masih dapat digunakan untuk memprediksi waktu pembungaan dan masak fisiologis tanaman tomat jika pengamatan parameter pertumbuhan tanaman dapat dilakukan secara lebih tepat dengan jumlah contoh tanaman yang lebih memadai.
Dalam penelitian ini hubungan antara unsur-unsur cuaca/iklim mikro di dalam rumah tanaman (suhu udara, kelembaban udara, intensitas radiasi surya) dan faktor-faktor agronomis tanaman tomat di dalam rumah tanaman dibangun dengan pendekatan black box.
Dalam proses pelatihan (training) dan pengujian (testing) secara umum jumlah iterasi yang digunakan yaitu 1500 – 3000. Parameter input akan mengirimkan sinyal ke lapisan tersembunyi (hidden layer), selanjutnya dari hidden layer ke lapisan output. Nilai-nilai numerik yang telah diberi bobot akan dikenali oleh sistem. Bila kurva dalam proses sudah cenderung mendatar, maka iterasi dengan sendirinya akan berhenti sesuai dengan jumlah iterasi yang telah ditetapkan.
Output dari pemodelan ANN dapat dimanfaatkan untuk perencanaan musim tanam, estimasi waktu panen, mengatur masa tanam yang tepat sesuai
permintaan pasar, memudahkan pengembangan rumah tanam untuk meningkatkan produksi yang berkelanjutan (sustainable), dan dapat mensuplai tomat secara terus menerus tanpa kendala musim.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari uraian dan pembahasan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan : 1. Satuan panas (heat unit) tanaman tomat yang ditumbuhkan di dalam rumah
tanaman sejak semai sampai masak fisiologis tercatat 1661 oC hari, dengan rata-rata suhu udara selama pertumbuhan 27.1oC, rata-rata kelembaban udara 74.2% dan rata-rata intensitas radiasi surya 9.3 MJ/m2/hari.
2. Metode Artificial Neural Network dapat memprediksi waktu pembungaan dan masak fisiologis tanaman tomat dengan nilai koefisien korelasi (R) masing-masing 0.51 dan 0.63 atau dengan nilai koefisien determinasi (R2) masing-masing 0.26 dan 0.4 dengan nilai RMSE masing-masing-masing-masing 4.88 dan 2.1.
3. Metode ANN belum efektif dalam memprediksi waktu pembungaan dan masak fisiologis tanaman tomat dengan menggunakan data iklim mikro dan data parameter pertumbuhan tanaman. Untuk memperoleh hasil prediksi ANN yang lebih akurat dibutuhkan jumlah sampel yang lebih banyak dengan melakukan penanaman beberapa kali musim tanam sehingga akurasi ANN untuk memprediksi waktu pembungaan dan masak fisiologis tanaman tomat dapat ditingkatkan.
5.2. Saran
Untuk penelitian selanjutnya disarankan dengan melakukan penanaman tanaman tomat di luar rumah tanaman, selain fokus utama di luar rumah tanaman sehingga waktu pembungaan dan masak fisiologis tanaman dapat dibandingkan..
Daftar Pustaka
Adam SR, Chocksull KE, Cave CRJ. 2001. Effect of temperature on the growth and developmental of tomato fruits. Annals of Botany, 88, 869-877. Bowden GJ, Dandy GC, Maier HR. 2004. Input determination for neural network
models in water resources application. Part 1 – background and methodology. J. Hydrology 301 (75-92).
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2003. Biologi. Edisi kelima, Erlangga, Jakarta.
Chang JH, 1968. Climate and Agriculture. Chicago, Aldine.
Chozin. 2006. Peran ekofisiologi tanaman dalam pengembangan teknologi budidaya pertanian (Orasi Ilmiah Guru Besar). Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Cravener TL dan Roush WB, 2001. Prediction of amino acid profiles in feed ingredients : genetic algorithm of artificial neural network. J. Animal feed sci and tech. 90 (2001) : 131-141.
Darmawan J dan Baharsjah J, 2010. Dasar-Dasar Fisiologi Tanaman. SITC, Jakarta.
Doorenbos J dan Kassam AH. 1979. Yield resposes to water. FAO Irrig and Drain. Paper No. 33. FAO, Rome, Italy.
Elizondo DA, Clendon RWMc, Hoogenboom G. 1994. Neural network models for predicting flowering and physiological maturity of soybean. J. American Society of Agricultural Engineers. 37 (3) :981-988.
Faisal A. 1984. Pengaruh Naungan, Mulsa, dan Pupuk Terhadap Pertumbuhan Tanaman Lada (Piper ningrum L.) var Bulok Belatung [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Fausett L. (1994). Fundamentals of Neural Networks: Architectures, Algorithms and Applications. Prentice Hall, Inc. New Jersey.
Fu, G. 1994. Falsafah Dasar : System Pengendalian Proses. PT Elex Komputindo, Jakarta.
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press, Jakarta.
Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta.
Han H and Felher P. 1997. Estimation of daily soil water evaporation using an artificial neural network. J. Arid Envirol (1997) 37 : 251-260.
Haraguchi T, K. Saptomo S. Inosako K, Yuge K, Mon K, Nakano Y. 2005. Numerical estimation of evapotranspiraton rate in a greenhouse. J. Agric. Meterol. 60 (5) : 669-672, 2005.
Impron, 2011. A Greenhouse Crop Production System for Tropical Lowland Condtition. PhD thesis. at Wageningen University..
Jones H.G, 1992. Plants and Microclimate. Cambridge: Cambridge Univ Pr. 411 p.
Kaul M, Hill RL, Walthall C. 2004. Artificial neural network for corn and soybean yield prediction. J. Agric. System 85, p 1-18.
Koesmaryono Y, Sugimoto, H., Ito, D., Sato, T. and Haseba, T. 1997. The influence of differet climatic conditions on the yield of soybeans cultivated under different population densities. J Agric. Meteorology, 52 (5), 717-720.
Koesmaryono Y, Sangaji S, June T. 2002. Akumulasi Panas Tanaman Soba (Fagopyrum esculentum cv. Kitaware) pada Dua Ketinggian di Iklim Tropika Basah. J. Agromet Indones. 15 (1):8 – 13.
Koesmaryono Y, Las I, Runtunuwu E, June T, dan Pramudia A, 2007. Analisis dan Prediksi Curah Hujan untuk Pendugaan Produksi Padi Dalam Rangka Antisipasi Kerwanan Kekeringan. Institut Pertanian Bogor (Laporan Akhir Penelitian KP3T). Kerjasama antara IPB dengan Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Kok R, Lacroix R, Clarck G, Toillefer E, 1994. Imitation of procedural greenhouse model with an artificial neural network. J Agric. Eng. V 36 :.2.
Kristanto, A., 2004. Jaringan Syaraf Tiruan (Konsep Dasar, Algoritma dan Aplikasi). Penerbit Gaya Media, Yogyakarta.
Lee S, Cho S, and Wang PM, 1998. Rainfall prediction using ANN. J of Geographic Informasion and Decision Analysis. 2 (2) : 233 – 242.
Liu J, Goering CE, Tian L. 2001. A neural network for setting target corn yields. J. American Society of Agricultural Engineers. 44 (3) : 705-71.
Nasir A.A, 1999. Hubungan iklim dan tanaman. Kumpulan makalah pelatihan dosen-dosen perguruan tinggi negeri Indonesia bagian barat dalam bidang agroklimatologi. Editor : Yonny Koesmaryono, Impron, Y. Sugiarto. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Noor Z. 2006. Produktivitas dan Mutu Paprika (Capsicum annum L) Dalam Sistem Hidroponik Di Dataran Rendah Pulau Batam Pada Berbagai Tingkat Naungan dan Pemupukan. [Disertasij. Bogor :Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Rich E dan Knight K, 1983. Artificial Intelligent. Second edition. Mc Graw-Hill Inc. Singapore
Ross, 1975. Radiative transfer in plant communities. Vegetation and the atmosphere volume I. Monteith, J.L (Ed). Academic press, London.
Rowland J, Andrews WS, Creber KAM, 2004. A neural network approach to selecting indicators for a sustainable ecosystem. J. Environ Eng. Sci : S 129-136.
Salisbury F dan Ross C. 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid II. ITB, Bandung
Siang JJ. 2005. Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrograman Menggunakan Matlab. Cetakan pertama, Andi Offset, Yogyakarta.
Suhardiyanto H, Arif C, Suroso, 2006. Fertigation Scheduling in Hydroponics System for Cucumber (Cucumis sativus L) Using Artificial Neural Network and Genetic Algorithms. Bul. Agron. (36) (I) 92 – 99.
Suhardiyanto H, Suroso, Nuryawati T. 2007. Pengembangan model jaringan syaraf tiruan untuk pendugaan suhu udara di dalam rumah kaca. Jurnal keteknikan pertanian, 2 (1) : 67-74.
Suhardivanto H. 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk Iklim Tropika Basah. Bogor, IPB Press.
Sumiati E dan Filman Y, 1994. Pertumbuhan dan Hasil Cabai Paprika Kultivar Blue Star yang Ditanam Di bawah Berbagai Bentuk dan Arah Penempatan Plastik Transparan. Bull. Penel. Hort. 17(1): 19-26.
Syakur A, Koesmaryono Y, Hidayati R. 2003. Respon tanaman tomat terhadap radiasi surya dan suhu udara pada penggunaan plastik berproteksi UV. J. Agric Meteorol 17(1-2): 12-20.
Yang CC, Prasher SO, Mehuys GR, Patni NK. 1997. Application of artificial neural network for simulation of soil temperature. J. American Society of Agric. Eng. (1997) : 649-656.
Yamaguci M. 1983. World vegetables : principle, production and nutritive values. AVI Publishing company, Inc. Westport, Connecticut.
Yao Jingtao, Chew Lim Tan dan Hean-Lee Poh. 1999. Neural networks for technical analysis : A study on KLCI. International Journal of Theoretical and Applied Finance. l2 ( 2) : 221-241.
Yushardi, 2007. Model Spektrum Radiasi Surya dan Suhu di Rumah Plastik. [Disertasi]. Bogor. Program Studi Agroklimatologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1. Denah tanaman tomat di dalam rumah tanaman
25 tanaman 25 tanaman
Keterangan : A : tomat varietas Arthaloka M : tomat varietas Marglobe
A M A M A M A M A A A A A M M M M A A M M A A M M
Lampiran 2. Bahasa program untuk waktu pembungaan Q=Cek(:,1:15)';
TQ=Cek(:,16)';
%Membentuk Jaringan Basis Radial net=newrbe(P,T,4)
%melihat bobot-bobot awal input, lapisan & bias BobotAwal_Input = net.IW{1,1}
BobotAwal_Bias_Input = net.b{1,1} BobotAwal_Lapisan = net.LW{2,1} BobotAwal_Bias_Lapisan = net.b{2,1}
%Melakukan simulasi data training a=sim(net,P);
H=[(1:size(P,2))' T' a' (T'-a')];
sprintf('%5d %9.2f %9.2f %9.2f\n',H')
%Melakukan simulasi data testing b=sim(net,Q); L=[(1:size(Q,2))' TQ' b' (TQ'-b')]; sprintf('%5d %9.2f %9.2f %9.2f\n',L') %Menggambar Grafik k = [1:size(T,2)]'; t = [1:size(Q,2)]'; [m1,c1,r1]=postreg(a,T) pause; plot(k,T,'bo',k,a,'m*');
title('Hasil pengujian dgn data checking: Target(o) & ouput (*)'); xlabel('Data ke-');
ylabel('target atau ouput'); grid ; pause; [m2,c2,r2]=postreg(b,TQ)
pause;
plot(t,TQ,'go',t,b,'r*'); text(t,b,int2str(t));
title('Hasil pengujian data checking: Target(o), ouput (*)'); xlabel('Data ke-'); ylabel('target/ouput'); grid ;
Lampiran 3. Bahasa program untuk masak fisiologis Q=Cek(:,1:15)';
TQ=Cek(:,16)';
%Membentuk Jaringan Basis Radial net=newrbe(P,T,6)
%melihat bobot-bobot awal input, lapisan & bias BobotAwal_Input = net.IW{1,1}
BobotAwal_Bias_Input = net.b{1,1} BobotAwal_Lapisan = net.LW{2,1} BobotAwal_Bias_Lapisan = net.b{2,1} %Melakukan simulasi data training a=sim(net,P);
H=[(1:size(P,2))' T' a' (T'-a')];
sprintf('%5d %9.2f %9.2f %9.2f\n',H') %Melakukan simulasi data testing b=sim(net,Q); L=[(1:size(Q,2))' TQ' b' (TQ'-b')]; sprintf('%5d %9.2f %9.2f %9.2f\n',L') %Menggambar Grafik k = [1:size(T,2)]'; t = [1:size(Q,2)]'; [m1,c1,r1]=postreg(a,T) pause; plot(k,T,'bo',k,a,'m*');
title('Hasil pengujian dgn data checking: Target(o) & ouput (*)'); xlabel('Data ke-');
ylabel('target atau ouput'); grid ; pause; [m2,c2,r2]=postreg(b,TQ)
pause;
plot(t,TQ,'go',t,b,'r*'); text(t,b,int2str(t));
title('Hasil pengujian data checking: Target(o), ouput (*)'); xlabel('Data ke-'); ylabel('target/ouput'); grid ;
];
Q=Cek(:,1:15)'; TQ=Cek(:,16)';
%Membentuk Jaringan Basis Radial net=newrbe(P,T,4)
%melihat bobot-bobot awal input, lapisan & bias BobotAwal_Input = net.IW{1,1}
BobotAwal_Lapisan = net.LW{2,1} BobotAwal_Bias_Lapisan = net.b{2,1} %Melakukan simulasi data training a=sim(net,P);
H=[(1:size(P,2))' T' a' (T'-a')];
sprintf('%5d %9.2f %9.2f %9.2f\n',H') %Melakukan simulasi data testing b=sim(net,Q); L=[(1:size(Q,2))' TQ' b' (TQ'-b')]; sprintf('%5d %9.2f %9.2f %9.2f\n',L') %Menggambar Grafik k = [1:size(T,2)]'; t = [1:size(Q,2)]'; [m1,c1,r1]=postreg(a,T) pause; plot(k,T,'bo',k,a,'m*');
title('Hasil pengujian dgn data checking: Target(o) & ouput (*)'); xlabel('Data ke-');
ylabel('target atau ouput'); grid ; pause; [m2,c2,r2]=postreg(b,TQ)
pause;
plot(t,TQ,'go',t,b,'r*'); text(t,b,int2str(t));
title('Hasil pengujian data checking: Target(o), ouput (*)'); xlabel('Data ke-'); ylabel('target/ouput'); grid ;
Lampiran 4. Foto rumah tanaman di Balitklimat, Cimanggu, Bogor.
flowering time and physiological maturity of tomato plants by using heat unit and artificial neural network method. Supervised by YONNY KOESMARYONO, HERRY SUHARDIYANTO and MUNIF GHULAMAHDI
The objective of the research was to analyze the microclimate in a greenhouse in order to predict flowering time and physiological maturity of tomato by using heat unit and artificial neural network method. The research was conducted at Indonesian Agroclimate and Hydrology Research Institute (IAHRI), Cimanggu, Bogor during the period of August – December 2010. Determining heat unit was done by using temperature daily average data, and artificial neural network (ANN) by using Matlab software. Measured data were divided into two parts: one part was for training data, and the other part was for testing. The performance of ANN model was described by the value of correlation coefficience (R). The validation process that were ANN performance test on sample data never used before in the training was done by calculating the RMSE (Root Mean Square Error), Standard Error of Prediction (SEP) and Coefficient Variation (CV). The result indicated that the heat unit during the growth of the plants was 1661 oC day while the average temperature inside the greenhouse during the research was 27.1 oC, the average humidity was 74.2 %, and solar radiation intensity was 9.3 MJ/m2/day. The R values based on the prediction of flowering time was 0.51, with value of RMSE, SEP and CV were 4.88, 26.43 and 69%. The R values based on the physiological maturity was 0.63 while RMSE, SEP and CV were 2.1, 4.63 and 9 %, respectively.
The result of mesurement in the field indicated that the average flowering time in the greenhouse was 34 dap (days after planting), and based on ANN simulation model flowering time was 31 dap. The result of measurement indicated that of physiological maturity was 49 daf (day after flowering), and based on ANN simulation model was 48 daf.