• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan domba lokal memiliki potensi yang besar khususnya sebagai produksi daging merah untuk penyangga kebutuhan swasembada daging sapi yang selama ini masih harus diimpor. Keunggulan domba lokal adalah sifat prolifik (beranak kembar), relatif lebih tahan terhadap penyakit serta proses produksi yang relatif lebih cepat, beberapa kelemahan domba lokal yang perlu dibenahi antara lain performa pertumbuhan, serta kualitas karkas dan daging yang masih rendah. Karakterisasi domba lokal sangat diperlukan, baik terkait dengan keragaman genetiknya maupun keragaman performa produksi dan produktivitasnya.

Performa pertumbuhan domba lokal pada penelitian ini khususnya pertambahan bobot badan harian terhitung masih rendah, namun variasi pertumbuhannya cukup beragam. Berdasarkan variasi pertumbuhan yang cukup tinggi (37.67 – 169.50 g/ekor/hari), memungkinkan pemanfaatan program seleksi baik secara konvensional maupun melalui pendekatan seleksi dengan bantuan marka DNA.

Gen kalpastatin (CAST) sebagai salah satu kandidat gen untuk sifat pertumbuhan dan kualitas karkas diketahui memiliki keragaman yang cukup tinggi pada populasi domba lokal dengan ditemukannya tiga macam alel (CAST- 1, CAST-2 dan CAST-3). Jumlah alel tersebut kemungkinan bisa bertambah jika jumlah sampel dan populasi yang diidentifikasi lebih tersebar lagi. Alel yang umum ditemukan di populasi adalah CAST-1 dan CAST-2, sedangkan alel CAST-3 cenderung lebih langka dan hanya ditemukan pada populasi DET dengan frekuensi yang cukup rendah (4.2%). Berdasarkan analisis hubungan antara keragaman gen CAST dengan performa pertumbuhan diperoleh hasil bahwa genotipe CAST-23 dan CAST-33 yang membawa alel CAST-3 nyata memiliki pertambahan bobot badan yang relatif lebih tinggi dibanding genotipe lainnya.

Hubungan positif keragaman gen CAST terhadap perbedaan pertambahan bobot badan harian pada domba lokal menunjukkan bahwa alel gen CAST khususnya alel CAST-2 dan CAST-3 atau kombinasinya (genotipe CAST-23) kemungkinan potensial untuk digunakan sebagai marker seleksi guna

mendapatkan domba yang cepat tumbuh, yang implikasinya pada usaha penggemukan domba adalah peningkatan efisiensi usaha yang berasal dari margin pertumbuhan domba yang lebih cepat dengan lama penggemukan yang relatif lebih singkat untuk menghasilkan domba dengan bobot akhir (bobot potong) yang sama.

Alel CAST-3 kemungkinan merupakan alel yang potensial dan terkait dengan sifat pertumbuhan pada domba lokal, namun karena frekuensinya yang relatif rendah dalam populasi maka verifikasi lebih lanjut untuk sifat karkas dan dagingnya tidak dapat dilakukan. Rendahnya frekuensi alel CAST-3 dalam populasi kemungkinan akibat seleksi negatif, ternak-ternak dengan performa unggul ini kemungkinan banyak terjual atau dipotong.

Keragaman gen CAST yang diidentifikasi tidak mempengaruhi sifat kualitas daging khususnya keempukan (tenderness) pada domba lokal. Kalpastatin mengontrol kualitas daging khususnya keempukan pasca pemotongan (postmortem) melalui pengaturan aktivitas enzim kalpain yang mengontrol proses degradasi protein miofibril. Keempukan daging dapat pula dipengaruhi oleh kandungan lemak dalam daging khususnya lemak intramuskuler. Beberapa penelitian terkait dengan polimorfisme gen-gen pengontrol lemak seperti gen FABP4 (Xu et al. 2011) dan DGAT1 (Xu et al. 2008) menunjukkan hubungan positif antara variasi gen-gen tersebut dengan kandungan lemak intramuskuler yang terkait dengan sifat keempukan pada daging domba. Penelitian ini merupakan langkah awal dalam mengkarakterisasi sifat kualitas daging pada domba lokal, sehingga potensi untuk mengidentifikasi gen-gen potensial lain yang terkait dengan kualitas daging masih terbuka.

Proporsi dan distribusi komponen karkas seperti daging, lemak dan tulang adalah faktor utama penentu kualitas karkas. Hasil menunjukkan bahwa CAST-22 memiliki proporsi daging yang lebih bagus hampir di semua potongan utama karkas, dengan perlemakan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan CAST- 11, namun tidak berbeda dengan CAST-12. Umumnya pada beberapa negara termasuk Indonesia, konsumen lebih memilih karkas yang lebih ringan dibandingkan karkas yang lebih berat. Hal tersebut terkait dengan sifat komponen karkas, bahwa karkas yang lebih berat cenderung memiliki perlemakan

yang lebih tinggi, sebaliknya karkas yang lebih ringan umumnya memiliki indeks perdagingan yang lebih bagus dengan kandungan lemak yang lebih rendah (Macit 2002).

Implikasi hasil dengan pengembangan sistem produksi dan perbibitan pada domba lokal dapat ditempuh dengan pengembangan sistem produksi yang fleksibel. Sistem produksi yang fleksibel dalam artian bahwa jika ingin memproduksi domba dengan proporsi daging dalam karkas yang lebih tinggi maka domba yang membawa genotipe CAST-22 lebih menguntungkan untuk diproduksi, namun jika menginginkan karkas domba yang lebih berat dengan perlemakan tertentu maka domba lokal dengan genotipe CAST-11 yang akan lebih menguntungkan untuk diproduksi. Upaya untuk mengurangi perlemakan pada daging domba mungkin dapat meningkatkan efisiensi produksi serta persepsi konsumen akan makanan yang lebih sehat, namun lemak pada daging domba sangat terkait dengan sifat kualitas daging seperti keempukan dan juiciness

(Lambe et al. 2009).

Aplikasi hasil di lapangan khususnya usaha perbibitan domba baik yang ada di masyarakat peternak maupun milik pemerintah dapat diterapkan melalui sinergi program seleksi dengan hasil yang diperoleh saat ini. Kendala yang dihadapi pada saat ini adalah masih terbatasnya usaha perbibitan atau lembaga yang khusus menekuni perbibitan domba di Indonesia belum berkembang, namun melalui sinergi dengan usaha penggemukan yang saat ini cukup berkembang dapat dilakukan introduksi teknologi seleksi untuk peningkatan akurasi metode seleksi yang selama ini hanya berbasis pada pengalaman (indigenous knowledge) berdasarkan nilai kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat. Penerapan lebih jauh dapat pula dilakukan pada unit Village Breeding Centre (VBC) yang saat ini banyak tersebar di perdesaan. Namun, aplikasi di VBC harus didukung dengan pelaksanaan Good Breeding Practice yang meliputi pencatatan (recording), seleksi dan kontrol inbreeding. Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan adalah manajemen pencatatan (recording) yang benar sehingga aplikasi teknologi MAS di lapangan dapat lebih efisien dan efektif.

Penelitian lanjutan yang dapat dilakukan berbasis hasil penelitian ini antara lain uji penerapan MAS berdasarkan marka gen CAST yang diketahui memiliki hubungan positif dengan sifat pertumbuhan dan kualitas karkas. Aplikasi tersebut dapat dimulai dengan seleksi dan perbanyakan individu domba yang membawa alel langka atau alel yang diinginkan melalui pola perkawinan yang didesain khusus atau melalui aplikasi bioteknologi reproduksi. Bioteknologi reproduksi seperti inseminasi buatan (IB) maupun embrio transfer meskipun belum umum dilakukan pada domba namun dapat menjadi alternatif teknologi untuk mempercepat intrograsi alel gen CAST yang diinginkan.

Dokumen terkait