D. Komponen kualitas buah tomat
5 PEMBAHASAN UMUM
Kondisi ternaungi merupakan merupakan salah satu kondisi cekaman lingkungan. Tanaman akan melakukan upaya adaptasi pada kondisi tersebut. Tanaman akan melakukan perubahan karakter morfologi, fisiologi dan produksi tanaman sebagai bentuk mekanisme adaptasi terhadap cekaman naungan.
Naungan menyebabkan perubahan produksi pada tomat. Naungan 25% menyebabkan peningkatan produksi tomat pada sebagian besar genotipe yang diuji. Pemberian naungan 0%-50% menghasilkan produksi yang lebih tinggi dibanding naungan 75%. Hal ini diduga pada naungan 75% ketersediaan energi
25 cahaya menurun sehingga proses fotosintesis terhambat yang mengakibatkan produksi menurun.
Produksi relatif adalah persentase terhadap kontrol. Produksi relatif merupakan salah satu dasar penentuan tingkat toleransi tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi relatif tomat pada naungan 25% memiliki nilai diatas 100% pada sebagian besar genotipe yang diuji. Namun, pada naungan 50% mulai terlihat terjadinya penurunan produksi relatif. Oleh karena itu, naungan 50% dipilih untuk menyaring genotipe tomat toleran naungan. Hal ini sesuai dengan penelitian Djukri dan Purwoko (2003) yang menggunakan naungan 50% sebagai dasar penentuan tingkat toleransi pada tanaman talas.
Tingkat toleransi tanaman tomat dikelompokkan menjadi tiga kelompok genotipe, yaitu genotipe peka, toleran, dan senang naungan. Kelompok genotipe moderat tidak digunakan pada penelitian ini karena hanya terdapat satu genotipe yaitu T1, sehingga digabungkan dengan kelompok genotipe peka. Genotipe peka terdiri atas tiga genotipe yaitu T1, T23, dan T84. Genotipe toleran terdiri atas sembilan genotipe yaitu T3, T21, T33, T34, T53, T60, T80, T83, dan T86. Genotipe senang naungan terdiri atas delapan genotipe yaitu T6, T13, T30, T43, T57, T64, T82, dan T85.
Pemberian naungan 50% pada kelompok genotipe peka dan toleran menurunkan produksi per tanaman tomat. Namun pada naungan 50%, produksi tomat per tanaman pada genotipe toleran lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe peka. Genotipe toleran memiliki kemampuan aktivitas fotosintesis yang relatif tinggi pada kondisi ternaungi sehingga dapat menghasilkan fotosintat yang memadai untuk pertumbuhan dan produksi tanaman dibamdingkan genotipe peka. Kemampuan genotipe toleran menghasilkan produksi per tanaman yang lebih tinggi diduga karena kemampuannya dalam mempertahankan jumlah buah per tanaman tetap tinggi. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 5 yaitu genotipe peka menurunkan jumlah buah lebih besar yaitu 46% dibandingkan dengan genotipe toleran yaitu 24% pada naungan 50%. Jumlah buah per tanaman berkorelasi positif terhadap produksi per tanaman, sehingga semakin tinggi jumlah buah maka produksi semakin meningkat.
Genotipe senang naungan meningkatkan produksi per tanaman hingga 33% pada naungan 50%. Hal ini diduga dipengaruhi oleh faktor genotipe. Genotipe senang naungan menghasilkan produksi relatif diatas 100% pada naungan 50%, hal ini diduga karena genotipe tersebut peka terhadap cahaya tinggi sehingga produksi per tanaman pada kondisi naungan 0% lebih rendah. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 4 yang menunjukkan bahwa rata-rata produksi per tanaman pada genotipe toleran dan peka lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe senang naungan pada kondisi naungan 0%. Selain itu peningkatan produksi pada genotipe senang naungan diduga dipengaruhi oleh peningkatan komponen hasil tanaman pada naungan 50%. Dugaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa naungan 50% meningkatkan jumlah buah, diameter buah, dan bobot per buah masing-masing sebesar 5%, 7%, dan 21% (Tabel 5).
Tanaman yang mendapat naungan sejak awal penanaman mengalami etiolasi yang sangat terlihat dibandingkan dengan tanaman tanpa naungan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap tinggi tanaman terlihat bahwa semua kelompok genotipe mengalami peningkatan yang nyata dengan perlakuan naungan 50% (Tabel 7). Tanaman pada naungan 50% memiliki tinggi tanaman
26
yang lebih tinggi dan umumnya tidak didukung oleh batang yang kuat dibandingkan pada kondisi tanpa naungan. Namun pada genotipe senang naungan terlihat bahwa dengan meningkatnya tinggi tanaman maka diameter batang juga meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe senang naungan tumbuh lebih baik pada kondisi ternaungi. Peningkatan tinggi tanaman pada kondisi ternaungi disebabkan terjadinya proses pemanjangan sel. Auksin yang tertimbun di sisi batang dengan penangkapan cahaya yang rendah, mengakibatkan pemanjangan yang lebih cepat sehingga terjadi etiolasi dalam naungan (Salisbury dan Ross 1995).
Luas daun yang meningkat merupakan upaya tanaman dalam mengefesiensikan penangkapan cahaya untuk melaksanakan proses fotosintesis secara normal pada kondisi intensitas cahaya rendah. Daun yang ternaungi menjadi lebih tipis dan daun permukaan menjadi lebar. Hal ini dikarenakan daun yang ternaungi memiliki struktur sel-sel palisade lebih pendek (terdiri atas satu lapis) dan ukurannya tidak jauh berbeda dengan sel-sel bunga karang, sehingga daun lebih tipis (Salisbury dan Ross 1992, Taiz dan Zeiger 2002). Daun yang ternaungi umumnya hanya terdiri atas satu lapisan akibatnya kloroplas akan lebih terkonsentrasi ke permukaan adaksial daun sehingga penangkapan cahaya akan lebih efisien. Selain itu, sintesis palisade yang pendek dan hanya satu lapis akan mengefisienkan penggunaan fotosintat. Tabel 7 menunjukkan bahwa pada naungan 50%, genotipe senang naungan dan toleran, meningkatkan luas daun dan menurunkan ketebalan daun lebih tinggi dibandingkan genotipe peka.
Klorofil sebagai pigmen pemanen cahaya berperan penting dalam proses fotosintesis pada kondisi ternaungi. Klorofil b berfungsi sebagai antena yang mengumpulkan cahaya untuk kemudian ditransfer ke pusat reaksi. Klorofil a berfungsi sebagai pusat reaksi dan mengubah energi cahaya menjadi kimia (Taiz dan Zeiger 2002). Tabel 7 menunjukkan bahwa naungan 50% menyebabkan kadar klorofil a dan klorofil b meningkat dan nisbah klorofil a/b menurun pada semua kelompok genotipe. Penurunan nisbah klorofil a/b merupakan salah satu karakteristik adaptasi tanaman terhadap naungan (Hidema et al. 1992). Penurunan nisbah klorofil a/b disebabkan oleh peningkatan klorofil b yang lebih tinggi daripada peningkatan klorofil a. Lebih tingginya peningkatan klorofil b diduga karena pembentukannya tidak dipengaruhi cahaya, dan sebaliknya pada klorofil a. Selain itu hal ini berkaitan dengan peningkatan protein klorofil a/b sehingga akan meningkatkan efisiensi fungsi antena fotosintetik pada light harvesting complex II (LHC II) pada kondisi ternaungi.
Tabel 7 juga menunjukkan bahwa genotipe toleran pada naungan 50% mengalami peningkatan klorofil a tertinggi dibandingkan dengan genotipe peka dan senang naungan. Hal ini yang menyebabkan lebih tingginya nisbah klorofil a/b pada genotipe toleran. Hal ini menunjukkan bahwa klorofil a sebagai pigmen utama pemanenan cahaya sangat menentukan kemapuan adaptasi genotipe toleran terhadap naungan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perubahan karakteristik morfologi, fisiologi, dan produksi sebagai mekanisme adaptasi terhadap naungan. Naungan 50% menyebabkan adanya perubahan karakter jika dibandingkan dengan tanpa naungan (0%). Mekanisme toleransi pada tanaman tomat ditunjukkan dengan cara adaptasi melalui penghindaran (avoidance). Penghindaran dilakukan dengan meningkatkan tinggi tanaman, meningkatkan luas
27 daun, menurunkan ketabalan daun, meningkatkan kadar klorofil, dan menurunkan nisbah klorofil a/b, serta mempertahankan jumlah buah, bobot per buah sehingga menghasilkan produksi yang tinggi.
Selain mempengaruhi morfologi, fisiologi, dan produksi tanaman tomat, naungan juga mempengaruhi kualitas hasil tomat (Wada et al. 2006, Gent 2007). Kualitas hasil tomat dapat terlihat dari kekerasan buah, padatan total terlarut, dan total asam tertitrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi ternaungi yang terjadi adalah buah akan semakin lunak dan kandungan padatan total terlarut akan menurun.
Tabel 8 menunjukkan bahwa genotipe toleran mengasilkan buah yang lebih lunak dibandingkan dengan genotipe peka pada naungan 50%. Hal ini disebakan oleh jumlah buah yang dihasilkan genotipe peka lebih sedikit sehingga hasil fotosintat yang dihasilkan dari proses fotosintesis akan ditranslokasi secara maksimal pada buah tersebut. Hal tersebut yang menjadikan daging buah pada genotipe peka semakin tebal dan keras.
Padatan total terlarut buah adalah pengukuran terhadap kandungan gula tereduksi dalam daging buah. Naungan 50% menurunkan kandungan PTT buah pada semua genotipe. Hal ini dikarenakan naungan menghambat proses fotosintesis sehingga menurunkan akumulasi glukosa dan fruktosa dalam buah-buahan, dan mengubah padatan total terlarut buah.
Nilai total asam tetitrasi buah dipengaruhi oleh asam organik buah. Menurut beberapa penelitian, belum diketahui pasti apakah naungan mempengaruhi nilai TAT secara langsung. Hal ini juga terlihat pada Tabel 8 yang menunjukkan hasil yang berbeda antar genotipe. Asam organik buah dapat dipengaruhi oleh buah itu sendiri maupun kondisi lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilai asam tetitrasi lebih dipengaruhi oleh genotipe.
6 SIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh pada penelitian ini adalah :
1. Sebagian besar genotipe yang diuji menunjukkan peningkatan produksi per tanaman pada naungan 25%, sedangkan pada naungan 50% menunjukkan keragaman antar genotipe yang tinggi.
2. Berdasarkan produksi relatif, pada tingkat naungan 50%, dari 20 genotipe yang diuji, dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu, genotipe peka (Intan, Rempai dan Delana), toleran (GIK, Roma, SSH 9, SSH 10, Bogor, Kediri 1, Montero, Ratna, Mawar), dan senang naungan (SSH 3, Karina, Apel, M4HH, Medan 4, Papua 2, Fatma, Palupi).
3. Produksi per tanaman tomat dipengaruhi oleh komponen hasil tanaman terutama jumlah buah per tanaman.
4. Perlakuan naungan 50% memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, luas daun, tebal daun, klorofil a dan b, dan nisbah klorofil a/b pada semua kelompok genotipe.
5. Perlakuan naungan 50% memberikan pengaruh nyata terhadap padatan total terlarut dan total asam tertitrasi buah tomat, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekerasan buah pada genotipe senang naungan.
28