• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Umum

Dalam dokumen V. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 31-39)

Alternatif IV : Partisipasi masyarakat dalam menentukan pengelolaan lahan

5.2. Pembahasan Umum

Untuk nenentukan arahan strategi kebijakan digunakan metode AHP yang diolah dengan software expert choice 2000 dalam menganalisis peran kelompok stakeholders, prioritas aspek dan alternatif kebijakan. Metode yang digunakan ialah comparative

judgment atau skala banding secara berpasangan, prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitanya dengan tingkat di atasnya. Nilai bobot dari bobot 1-9. Nilai bobot 1 menggambarkan sama penting, ini berarti atribut yang sama skalanya, nilai bobotnya 1, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan kasus atribut yang penting absolut dibandingkan dengan yang lainnya.

Stakeholders yang menjadi responden meliputi PEMDA, perusahaan, LSM, PT/LP dan masyarakat setempat. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1211.

K/008/M.PE/1995 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum, KEPDIRJEN Pertambangan Umum No. 336. K/271/DDJP/1996 tentang jaminan reklamasi serta UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pasal 22 menjadi penyebab pemerintah daerah memiliki kekuasaan penuh untuk melakukan pengelola lahan pasca penambangan. Hasil analisis AHP dengan indeks inkonsistensi 0,02 menunjukan PEMDA merupakan stakeholders yang paling berperan dalam pengelolaan lahan pasca penambangan karena fungsinya sebagai regulator dan pemantauan merupakan kunci dalam pengelolaan lahan pasca penambangan.

Menurut Steni (2004) fungsi dan kewenangan PEMDA, yakni (1) fungsi dan kewenangan teknis pengelolaan SDA. Ini erat kaitannya dengan kebijakan berupa ijin untuk penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan SDA di daerah dan (2) fungsi dan kewenangan mengatur dan mengurus sumberdaya alam yang merupakan satu kesatuan yang utuh baik pengelolaan yang meliputi perencanaan, pemanfaatan/pengelolaan, pemantauan, pemulihannya (konservasi), maupun kelembagaan, administrasi dan penegakan hukum dalam pengelolaan lahan pasca penambangan yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat. Perusahaan sebagai pemegang ijin kuasa penambangan diharapkan bersama-sama dengan PEMDA untuk melakukan fungsi dan kewenangan pengelolaan/pemanfaatan, pemantauan dan pemulihan lahan pasca penambangan.

Dengan demikian jelaslah bahwa dalam persoalan ekologis, peranan pemerintah sangat penting, khususnya dalam merumuskan atau menciptakan berbagai instrumen hukum untuk menangkal kemungkinan timbulnya perusakan dan pencemaran oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Atau dengan kata lain, pemerintah dituntut untuk dapat merealisasikan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development) secara konsekuen.

Rasdiani (2005) menyatakan peranan pemerintah daerah maupun pusat dalam perumusan kebijakan pengelolaan sumber daya alam serta lingkungannya harus dioptimalkan. Sumberdaya alam penting peranannya dalam peningkatan pendapatan daerah apabila penggunaan sumberdaya alam terencana baik sesuai dengan kaidah-kaidah lingkungan. Selain itu juga peranan pihak swasta sangatlah penting dan diharapkan, yang pada dasarnya akan tergantung pada rumusan

137

kebijakan pemerintah yang ada, serta suatu kesadaran akan terlaksananya suatu

environmental corporate governance yang baik. Kontrol masyarakat, LSM dan

PT/LP (stakeholders) serta penegakan hukum dalam pengalolaan sumberdaya alam dan lingkungannya merupakan hal yang sangat penting. Sistim hukum yang diperlukan dalam pengelolaan lingkungan hidup harus dapat menerapkan kaidah

environmental good governance.

Masing-masing stakeholders memiliki peran dan fungsi, namun dalam pelaksanaan setiap peran memiliki tingkat efektivitas yang berbeda-beda. PEMDA dengan peran merumuskan dan menetapkan PERDA efektivitasnya sebesar 0,8. Peran perusahaan dalam menyediakan modal dan teknologi memiliki efektivitas sebesar 1,8. Stakeholders berikutnya LSM, sebagai lembaga independen aktif mendorong keterbukaan PEMDA dalam pengambilan kebijakan contohnya saat penyampaian AMDAL oleh perusahaan maupun seminar tentang pertambangan dan lingkungan, LSM ikut terlibat dengan efektivitas peran sebesar 1,5. Peran Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian untuk mendorong partisipasi stakeholders dalam pengelolaan lahan pasca penambangan dengan menyediakan paket-paket IPTEKS (TTG) memiliki efektivitas 1,3. Serta masyarakat sebagaikomponen yang terkena dampak secara langsung akibat adanya kegiatan penambangan berperan efektif dalam partisipasi langsung dan mendorong stakeholders dalam pengelolaan lahan pasca penambangan dengan efektivitas 1,6.

Tahapan analisis selanjutnya adalah analisis untuk prioritas aspek yang meliputi aspek ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Lraian hasil analisis terhadap nilai prioritas aspek dengan indeks inkonsistensi 0,02 menunjukkan aspek ekologi menempati urutan pertama dengan bobot nilai 0,324, diikuti oleh aspek ekonomi dengan bobot nilai 0,311, selanjutnya aspek sosial dengan bobot nilai 0,260 dan aspek yang terakhir atau aspek keempat adalah kelembagaan dengan bobot nilai 0,105. Kondisi ekologi menjadi pendukung dan penentu dari keberlanjutan kehidupan masyarakat sekitarnya karena sumberdaya alam pertambangan memiliki sifat yang tidak dapat diperbaharui namun perlu dijaga dan dilestarikan Orientasi pada aspek ekonomi didasari atas pertimbangan bahwa peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat dipengaruhi oleh kontinuitas roda perekonomian pasca penambangan. Dalam kaitanya dengan aspek sosial,

pengelolaan lahan pasca penambangan memungkinan untuk terjadi konflik sosial sehingga aspek ini perlu mendapat perhatian nantinya bagi para stakeholders. Perencanaan dan pengelolaan aspek-aspek tersebut di atas sangat di dukung oleh aspek kelembagaan, sebab aspek kelembagaan terkait dengan kebijakan dan struktur manajemen instansi.

Menurut Badri (2004) perubahan lahan pasca penambangan sangat khas, untuk itu agar lahan dapat di manfaatkan kembali dan upaya untuk mempercepat revegetasi, dilakukan teknik reklamasi lahan dengan memberikan inokulan pada tanaman kehutanan (akasia, gamal, lamtoro dan sengon) dengan pertimbangan tanaman tersebut relatif untuk beradaptasi dan cepat tumbuh untuk mengembalikan kondisi ekologi. Dalam merehabilitasi lahan pasca penambangan hal penting yang diperhatikan adalah menciptakan kondisi tanah yang mendukung untuk tumbuhnya tanaman, sehingga tujuan rehabilitasi dalam memperbaiki kondisi ekologi dapat tercapai.

Lahan pasca penambangan merupakan sumber dan tata kehidupan yang memberikan manfaat ekologi (ecological benefit}, manfaat ekonomi (economical

benefit}, dan manfaat sosial (social benefit}. Tiga pilar tersebut menjadi sumber dari

tata keberlanjutan kehidupan bagi masyarakat maupun bagi keberlangsungan ekologi itu sendiri. Tiga pilar ini merupakan rantai keberlangsungan bagi kehidupan masyarakat dan pembebanan yang paling mempengaruhi kesejahteraan masyarakat adalah bersumber pada ekologi yang memberi efek pada kemakmuran ekonomi dan sosial budaya. Ekonomi tidak akan bergerak tanpa sumberdaya alam, berbeda dengan pembangunan yang secara drastis mengubah dan menghilangkan nilai ekologi sumberdaya alam. Perkembangan ekologi justru memerlukan waktu jangka panjang. Banyak komponen ekologi adalah milik umum seperti tanah, laut, udara, angin dan air. Komponen-komponen inilah modal untuk kegiatan penambangan oleh PT. Aneka Tambang Tbk, namun manfaat dan kerugian lingkungan selalu berada di luar perhitungan (exter-nality) biaya perusahaan. Ekologi harus dipandang sebagai aset utama di dalam proses ekonomi yang berdampak pada kehidupan sosial budaya masyarakat. Dengan pertimbangan tersebut diatas maka PEMDA sebagai stakeholders yang berperan penting sebagai regulator pengelolaan lahan pasca penambangan perlu menyelaraskan aspek ekologi dan aspek ekonomi, serta di dukung oleh aspek sosial dan kelembagaan.

139

Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999, pemerintah pusat berhak menentukan hutan negara dan merencanakan penggunaan hutan Sementara UU No. 22 Tahun 1999 dan No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah memberikan kekuasaan atas berbagai sumberdaya alam kepada pemerintah daerah (80%). Terkait UU otonomi daerah maka PEMDA memberikan ijin kuasa pertambangan (KP) KW97PP0443 pada PT. Aneka Tambang Tbk di atas tanah negara. Ijin tersebut dalam tata ruang provinsi Maluku Utara telah ditetapkan sebagai areal untuk penggunaan lain/APL yang dibuat berdasarkan UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

Sejak Tahun 2001 PT. Aneka Tambang Tbk telah memulai kegitan penambangan nikel di Tanjung Buli. Penambangan tersebut telah mengakibatkan terjadinya degradasi ekologi. Apabila kondisi ekologi ini telah sedemikian melemah, maka kesejahteraan yang dicapai rmsyarakat menjadi tidak bermakna. Sebab, kesejahteraan tadi harus dibayar dengan recovery cost untuk memulihkan dan menjaga kelestarian lingkungan dan bahkan social cost yang sulit dihitung tingkat kerugiannya. Persoalan ekologi pasca penambangan memerlukan peran pemerintah dalam hal ini PEMDA dalam merumuskan berbagai instrumen hukum untuk meminimilasir degradasi ekologi dan pencemaran lingkungan lebih lanjut atau dengan kata lain, pemerintah dituntut untuk dapat merealisasikan kebijakan yang berkonsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development} secara konsekuen. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa menurunkan atau merusak kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002).

Menurut Siahaan (2004), azas-azas penyelenggaraan negara yang baik dalam mengelola lingkungan dengan prinsip keberlanjutan sumber daya {sustainability) disebut dengan prinsip good governance (GEG). Prinsip GEG ini didasarkan pada pasal 8 ayat 2 UU Pengelolaan Lingkungna Hidup (UUPLH) No. 23 Tahun 1997. Prinsip GEG menurut pasal 8 UUPLH No. 23/ 1997, yaitu kekuasaan dan kompetensi Negara (dalam konteks ini diartikan sebagai pemerintah daerah) menguasai serta mempergunakan sumberdaya alam demi kemakmuran rakyat, menyebutkan bahwa pemerintah mengatur dan mengembangkan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup (pasal 8 ayat 2 butir a, b, c dan d). Pemerintah mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup,

mengendalikan kegiatan-kegiatan yang mempunyai dampak sosial, disamping mengembangkan pendanaan bagj upaya pembinaan fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya seperti terlihat pada Gambar 9, Bab IV Halmahera Timur memiliki potensi mineral dan pertambangan yang sangat bervariasi, meliputi batu gamping, kromit, magnesit, minyak bumi, nikel, pasir besi, talk dan tembaga. Pada Gambar 15 dan Gambar 16, Bab IV potensi Halmahera Timur dari bidang petanian, kelautan dan kehutanan sangat besar. Ketiga bidang tersebut dapat menjadi alternatif pembangunan ekonomi. Kawasan-kawasan yang strategis dan cepat tumbuh ini perlu dikenali dan selanjutnya ditumbuhkan dengan berbagai upaya pengembangan kegiatan ekonomi, seperti pengadaan terminal agribisnis, pasaflelang hasil tangkap atau olahan tangakapan, pengerasan jalan, pelatihan bisnis dan promosi. Pengembangan kawasan-kawasan strategis dan cepat tumbuh ini perlu dilakukan bersamaan dengan upaya peningkatan keterampilan, pengembangan usaha dan penguatan keberdayaan masyarakat.

Pemerintah daerah dan pengusaha adalah dua kelompok yang paling berpengaruh dalam menentukan corak pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah daerah mempunyai kelebihan dalam satu hal dan tentu saja keterbatasan dalam hal lain, demikian juga pengusaha. Sinergi antara keduanya untuk merencanakan bagaimana ekonomi daerah akan diarahkan perlu menjadi pemahaman bersama. Pemerintah daerah mempunyai kesempatan membuat berbagai peraturan, menyediakan berbagai sarana dan peluang serta membentuk wawasan orang banyak, tetapi pemerintah daerah tidak mengetahui banyak bagaimana proses kegiatan ekonomi sebenarnya berlangsung. Pengusaha mempunyai kemampuan mengenali kebutuhan orang banyak dan dengan berbagai insiatifnya berupa modal usaha serta teknologi, memenuhi kebutuhan itu. Aktivitas memenuhi kebutuhan itu membuat roda perekonomian berputar, menghasilkan gaji dan upah bagi pekerja serta pajak bagi pemerintah daerah. Dengan pajak, pemerintah daerah berkesempatan membentuk kondisi agar perekonomian daerah berkembang lebih lanjut.

Hasil comparative judgment oleh masing-masing aktor stakeholders dengan indeks inkonsistensi 0,02 menunjukkan kebijakan pengelolaan lahan pasca penambangan berbasis lingkungan dan berkelanjutan (PLPPL) mendapatkan

141

prioritas pertama. Arahan strategi kebijakan melakukan reklamasi lahan pasca penambangan yang bernilai ekonomis bagi masyarakat setempat (MRLPE) mendapat prioritas kedua, sedangkan dari aspek kelembagaan, kebijakan reklamasi harus memperhatikan rencana kerja dari pemerintah setempat dalam hal pengelolaan lahan pasca penambangan (RMRKP) menjadi prioritas ke tiga dan yang terakhir/keempat yaitu partisipasi masyarakat dalam menentukan pengelolaan lahan pasca penambangan (PMPLP). Nilai pembobotan PLPPL sebesar 0,285 prioritas pertama, prioritas kedua MRLPE dengan pembobotan 0,304, prioritas ketiga adalah RMRKP dengan nilai pembobotan 0,229 serta prioritas keempat/terakhir adalah PMPLP dengan nilai pembobotan 0,182.

Reklamasi yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan dengan menanam berbagai jenis tanaman (Tabel 26, Bab IV) menjadi jawaban pengelolaan lahan pasca penambangan dari aspek ekologi. Dari aspek ekonomi, nilai non pasar tanaman reklamasi tersebut diukur dengan menebang dan menjual batang/buah/daunya saja, sdangkan tanaman yang dibiarkan tumbuh dianggap tak memiliki nilai ekonomis sama sekali, sedangkan nilai non pasar tanaman dari aspek ekologi diukur dari kegunaanya misalnya untuk keteduhan, kesejukan, kesuburan tanah, konservasi lahan, tempat bersarang berbagai burung dan hewan serta keseimbangan dan kelestarian alam. Selanjutnya, dengan mempertimbangkan nilai ekonomi dan nilai ekologi suatu tanaman maka dari beberapa jenis tanaman reklamasi tersebut dipilih tanaman yang memiliki nilai ekonomis untuk dikembangkan, misalnya pohon jati (batangnya bernilai ekonomis), jambu mete (bijinya bernilai ekonomis), kelapa (seluruh bagian tanaman bernilai ekonomis) dan nangka (batang dan buahnya bernilai ekonomis).

Untuk potensi perikanan tangkap terdapat di sepanjang perairan pantai utara dan timur Kabupaten Halmahera Timur. Hal ini terkait dengan potensi sumberdaya alam dan karakter penduduk yang cenderung menggantungkan hidup langsung pada hasil alam, sedangkan potensi perikanan budidaya terdapat di sepanjang perairan Teluk Kao wilayah Wasile dan Wasile Selatan (pantai barat).

Jenis produk perikanan tangkap unggulan di wilayah Kabupaten Halmahera Timur adalah tenggiri, cakalang, tuna, lajang, hiu, teri, kakap, julung-julung dan kerapu. Potensi ikan budidaya yang dapat dikembangkan meliputi jenis ikan mas,

ikan bandeng dan ikan nila. Produk budidaya non-perikanan meliputi udang, teripang, mutiara, lobster, cumi pena dan kepiting kenari.Potensi sumber daya perikanan di daerah yang memiliki wilayah laut cukup luas ini yang dikembangkan yaitu usaha penangkapan ikan, udang, rumput laut dan teripang (BKPM Maluku Utara, 2007).

Menyokong konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, berbekal pengetahuan alam masyarakat lokal, didukung pengembangan IPTEKS oleh PT/LP secara berkesinambungan dan di dukung baik oleh PEMDA maupun perusahaan serta bantuan kontrol atau panduan oleh LSM maka diharapkan arahan strategi kebijakan pengelolaan lahan pasca penambangan yang bernilai ekologi dan ekonomis dapat diimplementasikan secara optimal.

Kelompok stakeholders mengharapkan arahan strategi kebijakan pengelolaan lahan pasca penambangan berbasis lingkungan dan berkelanjutan serta bernilai ekonomis bagi masyarakat setempat karena perekonomian masyarakat mengandalkan sumberdaya alam sebagai sumber penyedia bahan mentah untuk kelangsungan hidup. Mengacu pada sifat sumberdaya alam pertambangan yang tidak dapat di perbaharui maka reklamasi dengan tanaman untuk memperbaiki kondisi ekologi perlu menjadi perhatian awal dari stakeholders. Disamping itu, kebijakan reklamasi harus memperhatikan rencana kerja dari pemerintah setempat dalam hal pengelolaan lahan pasca penambangan agar sesuai dengan tata ruang dan peruntukannya. Partisipasi masyarakat dalam menentukan pengelolaan lahan pasca penambangan perlu dilibatkan karena subjek redistribusi lahan pasca penambangan adalah masyarakat itu sendiri.

Dengan mempertimbangkan potensi pertanian, perkebunan dan perikanan serta sosial masyarakat maka alternatif pengembangan yang menggabungkan aspek ekologi dan ekonomi di lokasi lahan pasca penambangan di Halmahera Timur adalah :

1. Menanam komoditi perkebunan berbasis sumberdaya lokal yang bernilai ekonomi.

2. Pengembangan perikanan tangkap sepanjang perairan pantai utara dan timur Halmahera Timur.

3. Peningakatan nilai tambah hasil-hasil alam (produk pertanian, perikanan dan kelautan) dengan melakukan pengolahan pasca panen/tangkap contohnya pembangunan home industry.

143

Menunjang alternatif pengembangan tersebut, maka langkah kongkrit arahan strategi kebijakan pengelolaan reklamasi lahan pasca penambangan dalam aspek ekologi yang dapat dilakukan adalah :

1. Melaksanakan forum/pelatihan dalam rangka pengelolaan lahan pasca penambangan antar stakeholders bertujuan untuk mengembangkangkan kesepakatan dan kesepahaman stakeholders dalam pengelolaan alternatif potensi alam pasca penambangan.

2. Pembatasan pemberian KP kepada investor untuk mencegah eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan dan pencemaran lingkungan hidup, khususnya di kawasan pengembangan pertanian dan perikanan.

3. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lahan yang telah direklamasi, yang dipandu oleh tim fasilisator.

Selanjutnya langkah konkrit arahan strategi kebijakan dari aspek ekonomi untuk menunjang alternatif pengembangan diatas diarahkan untuk meningkatkan keterampilan, pengembangan usaha, dan penguatan keberdayaan masyarakat. Langkah kongkrit yang dapat dilakukan adalah :

(1) Meningkatkan kredit modal dan teknologi di bidang pertanian terpadu dan kelompok nelayan contohnya melalui program kredit tanpa agunan atau agunan lunak.

(2) Mengembangkan home industry untuk memberi nilai tambah hasil-hasil alam (produk pertanian, perikanan dan kelautan).

(3) Reformasi perizinan investasi, misalnya adanya sistem satu atap dalam hal legalitas/pemberian izin usaha/kegiatan.

(4) Publikasi potensi pertanian dan perikanan melalui media elektronik (TV, radio dan website) dan media cetak (koran dan majalah).

(5) Peningakatan partisipasi masyarakat, petani dan nelayan dalam LITBANG, pelatihan/seminar untuk pengelolaan usaha yang berkelanjutan.

(6) Peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana wilayah, misalnya pengadaan terminal agribisnis.

Dalam dokumen V. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 31-39)

Dokumen terkait