Nomor varietas dan galur padi Tabela
PEMBAHASAN UMUM Pengembangan Budidaya Padi Tabela
Banyak varietas dan galur yang dikembangkan saat ini sesuai untuk Tapin, tetapi tidak semua cocok untuk Tabela karena mensyaratkan adanya karakter morfologi pendukung seperti vigor benih yang tinggi dan tumbuh dengan baik dalam kondisi tergenang, anakan sedang, tipe malai berat, tidak mudah rebah dan hasil GKG tinggi.
Kondisi lahan sawah yang tergenang air setelah benih padi Tabela disebar dan berlangsung lama menjadi masalah dalam pengembangan padi Tabela. Oleh karena itu banyak peneliti yang menyarankan agar benih padi disebar dalam kondisi lahan macak-macak (De Datta dan Nantasomran 1991, Biswas et al. 1998). Kondisi lahan yang tergenang menyebabkan banyak diantara varietas dan galur padi tidak tumbuh dan atau tumbuh tetapi mengalami etiolasi, mudah rebah, hasil dan mutu gabah rendah. Dengan demikian sangat perlu dilakukan seleksi varietas dan galur padi yang mengarah pada kondisi sub optimal sebagaimana yang disarankan Makmur (1980), untuk mendapatkan varietas dan galur padi yang cocok dikembangkan dengan cara budidaya Tabela, sekaligus dapat mengurangi kompetisi gulma dan gangguan hama tikus/burung dapat dihindarkan.
Benih padi yang disebar pada kondisi lahan macak-macak dapat tumbuh dengan baik tetapi investasi gulma tertentu seperti Monochoria vaginalis, Ludwigia octovalvis, Limnocharis flava, Fimrbristylis littoralis dan Echinocloa crus-galli lebih tinggi sehingga sulit dikendalikan secara manual, kecuali dengan herbisida. Untuk mengurangi kompetisi interspesifik gulma-tanaman, gulma harus dikendalikan (Pane et al. 1990; Utomo dan Chozin 1997). Pada kondisi lahan yang digenangi 2-4 cm benih padi dapat tumbuh dengan baik, pertumbuhan dan penampilan lebih baik dan hasil gabah tinggi serta investasi gulma berkurang. Sebaliknya penggenangan yang lebih dalam 4-6 cm menyebabkan banyak benih tidak dapat tumbuh, tanaman padi mengalami etiolasi, mudah rebah dan hasil gabah rendah.
Hasil seleksi terhadap 64 varietas dan galur padi pada tinggi genangan 2 - 4 cm, telah didapatkan 26 jenis padi (10 varietas dan 16 galur) yang cocok dikembangkan secara Tabela sebar yang memiliki karakter morfologi utama:
lxxxiv Hasil gabah tinggi, anakan sedang, tinggi sedang, daun bendera lebar dan panjang, waktu membentuk malai sedang, kerapatan tinggi pada kondisi tergenang, tahan rebah dan gabah tidak mudah rontok. Varietas dan galur yang mudah rebah dan bulir padi tidak rontok dan memiliki potensi hasil gabah tinggi, dapat dikembangkan secara Tabela dengan cara mengatur kerapatan populasi tanaman optimum, melakukan modifikasi cara tanam Tabela dan pemupukan urea yang tepat.
Budidaya padi Tabela sebar hanya dapat menghasilkan gabah yang tinggi apabila jumlah benih yang disebar lebih banyak (kerapatan populasi tinggi), tetapi akibatnya dari kerapatan populasi yang terlampau tinggi, terjadi kompetisi intraspesifik antara individu tanaman padi dalam ruang terbatas sehingga tanaman mengurangi anakan/rumpun dengan sendirinya (self thinning), tanaman mengalami etiolasi dan akibatnya tanaman padi cenderung mudah rebah, meskipun varietas/galur yang ditanam tahan rebah. Sebaliknya dengan kerapatan populasi tanaman rendah, kerebahan dapat dikurangi tetapi hasil dan mutu gabah menjadi rendah. Kerebahan padi Tabela sebar yang tinggi menjadi penyebab gagalnya pengembangan padi Tabela sebagaimana hasil penelitian yang dilaporkan banyak peneliti (De Datta 1981; Lim et al. 1991; Fagi dan Zaini (1996).
Jumlah benih padi Tabela sebar adalah 60 - 80 kg/ha (kerapatan populasi tinggi) menghasilkan gabah yang tinggi terutama pada varietas/galur padi yang tahan rebah, sebaliknya jumlah benih 40 kg/ha (kerapatan populasi rendah), tidak menghasilkan gabah yang tinggi karena populasi tanaman padi tersebut tidak dapat mengkompensasi hasil gabah yang tinggi, tetapi dapat mengurangi kerebahan varietas/galur yang mudah rebah. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilaporkan Burhan (1994) bahwa jumlah benih 40 – 80 kg/ha sudah cukup untuk Tabela sebar. Dengan jumlah benih 60 kg/ha padi Tabela sebar dapat dikembangkan dengan persiapan lahan OTS dan OTM, tetapi kurang sesuai dengan persiapan lahan TOT karena banyak benih padi tidak tumbuh akibat adanya singgang atau jerami padi dan sisa gulma menutupi sebagian permukaan tanah, yang bertindak sebagai penghalang benih berkecambah. Meskipun demikian apabila dilakukan modifikasi cara tanam Tabela untuk mengurangi kerebahan dan hasil gabah tetap tinggi, maka budidaya Tabela dapat dikembangkan dengan persiapan lahan TOT.
Cara tanam padi Tabela sebar 1 m dengan jumlah benih 50 kg/ha lebih sesuai dengan persiapan lahan TOT, OTM dan OTS karena dapat mengurangi kerebahan varietas/galur padi yang mudah rebah dan dalam penerapannya lebih baik dibanding Tabela sebar karena dengan adanya tanaman pinggir yang tumbuh kokoh (stand up plant) diantara lajur petak Tabela sebar 1 m selebar 40 cm berperan sebagai penghalang kerebahan serta memudahkan pemeliharaan tanaman padi.
Budidaya padi Tabela kuadrat menggunakan benih 25 kg/ha sesuai untuk persiapan lahan TOT, OTM dan OTS dan mampu mengurangi kerebahan varietas IR 64 padi dan galur S.3383-1d-Pn-41-3-1 yang mudah rebah, karena dengan ruang tumbuh yang tersedia (jarak tanam 25 cm x 25 cm) tanaman padi membentuk sistem perakaran baik, pertumbuhan dan penampilan tanaman lebih baik serta tumbuh secara kokoh, diameter batang yang lebih besar dan ruas batang lebih pendek. Selain itu dengan cara tanam Tabela kuadrat, tidak mengalami stagnasi dalam pertumbuhannya sehingga waktu panen lebih cepat, gabah hampa rendah, hasil dan mutu gabah tinggi.
Tidak seperti cara tanam Tapin, bibit yang dipindahkan mengalami stagnasi sehingga umur panen lebih lama, hasil gabah lebih rendah dan gabah yang panen tidak matang seragam (mutu gabah rendah). Hasil GKG yang rendah pada Tapin disebabkan karena tanaman padi mengalami stagnasi pada saat bibit dipindahkan, sebagaimana hasil penelitian yang dilaporkan oleh De Datta (1981). Tabela kuadrat menghasilkan GKG yang lebih tinggi dengan persiapan lahan OTS (6.414 ton/ha) dan pada persiapan lahan TOT (6.234 ton/ha), sedangkan Tapin lebih rendah (5.489 ton/ha) pada persiapan lahan OTS. Galur S.3383-1d- Pn-41-3-1 yang mudah rebah ditanam secara Tabela kuadrat menghasilkan GKG yang lebih tinggi (6.281 ton/ha) dibanding dengan Tapin (6.160 ton/ha).
Mineral tanah tidak menghasilkan N dan sangat mudah hilang sehingga suplai dari luar sangat diperlukan. Untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik dan hasil gabah yang tinggi, tanaman padi Tabela kuadrat membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah optimal. Tetapi jika dosis berlebihan tanaman padi mengalami etiolasi, mudah rebah, hasil GKG dan indeks panen menjadi rendah. Persiapan lahan TOT secara terus menerus (3 musim tanam padi), banyak bahan organik dari singgang/jerami padi dan gulma telah terakumulasi sehingga sifat fisik tanah menjadi lebih baik. Sebaliknya dengan persiapan lahan OTS dan
lxxxvi OTM, dekomposisi bahan organik lebih cepat terjadi. Tanah menjadi retak-retak dan membentuk bongkahan pada saat sawah dikeringkan. Bahan organik yang terakumulasi dengan nisbah C/N yang tinggi setelah 3 musim tanam persiapan lahan TOT, menyebabkan dosis pupuk urea yang dibutuhkan lebih tinggi, karena bahan organik yang terakumulasi lambat terdekomposisi dan hasilnya tidak sempurna, maka kemungkinan N yang ditambahkan sebagian dimanfaatkan oleh mikroorganisme dekomposer sehingga N mengalami imobilisasi. Menurut Stevenson (1994 dalam Isnaini et al. 1999), dibutuhkan N yang cukup besar oleh mikroorganisme dalam menyusun tubuhnya untuk melakukan perombakan bahan organik tersebut sehingga menyebabkan imobilisasi N di dalam tanah. Sehubungan dengan hal tersebut, makin tinggi nisbah C/N bahan organik maka semakin sulit terdekomposisi dan semakin tinggal lama di dalam tanah (Sanchez 1976; Utomo 1994; Tjitrosemito 2005), sehingga produktivitas tanah sawah banyak ditentukan oleh kandungan bahan organik tanah (Yosida 1981 dalam Isnaeni et al. 1999).
Pemupukan urea dengan dosis tinggi (300 kg/ha) menghasilkan pertumbuhan vegetatif padi Tabela kuadrat berlebihan, tetapi tidak diikuti dengan peningkatan hasil GKG, namun dengan pemupukan urea optimum, pertumbuhan padi Tabela kuadrat lebih baik dan menghasilkan GKG yang tinggi. Dari hasil percobaan ini diketahui bahwa dosis optimum pupuk urea untuk menghasilkan pertumbuhan dan hasil gabah yang tinggi relatif sama antara satu persiapan lahan dengan persiapan lahan lainnya. Dosis optimum untuk persiapan lahan TOT adalah 191.9 kg/ha dengan produksi GKG adalah 6.044 kg/ha. Hasil percobaan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan Ardjasa et al. (1999), bahwa untuk mencapai hasil GKG yang tinggi sekitar 6.0 – 6.1 ton/ha, dibutuhkan urea 187 – 191 kg urea/ha.
Pengembangan Budidaya Kedelai Setelah Padi Sawah
Kedelai PTR-6 yang digunakan pada percobaan adalah satu dari beberapa jenis kedelai PTR berumur dalam yang telah dikembangkan Dr. Fred Rumawas sejak tahun 1980an di Institut Pertanian Bogor. Kedelai PTR-6 termasuk kedelai yang memiliki potensi hasil yang tinggi dibanding jenis kedelai lainnya seperti varietas Willis, Orba dan Lumajang Bewo serta NS.
Dampak dari cara persiapan lahan yang berbeda, menyebabkan pertumbuhan tanaman kedelai dan infestasi gulma berbeda. Persiapan lahan
OTS atau OTM ternyata menyebabkan infestasi gulma lebih banyak berasal dari biji (seed bank), sebaliknya dengan persiapan lahan TOT, memacu pertumbuhan gulma dari perenating part. Dengan demikian pengendalian gulma disesuaikan dengan kondisi persiapan lahan.
Persiapan lahan secara OTM untuk budidaya kedelai masih mungkin untuk dilakukan, tetapi dengan cara OTS sulit dilakukan, karena tidak efisien dari segi biaya dan waktu serta tidak dapat mengkonservasi tanah dan air untuk jangka panjang. Umumnya persiapan lahan untuk sawah dilakukan secara OTS, dimana kondisi tersebut tidak mendukung pertumbuhan kedelai secara optimal, karena kedelai tumbuh tidak merata, mengalami kekeringan dan bahkan mati sebelum dipanen sebagai akibat dari kandungan bahan organik rendah, tanah yang kering, keras dan retak-retak serta air tanah tidak cukup menunjang pertumbuhannya. Kandungan bahan organik yang rendah setelah padi sawah OTS menyebabkan pupuk yang diberikan terutama P dan N untuk kedelai menjadi tidak efisien, karena lebih banyak dimanfaatkan oleh mikro organisme dibanding yang dimanfaatkan oleh tanaman kedelai. Dengan demikian manajemen serasah (bahan organik) pada lahan sawah perlu dilakukan.
Persiapan lahan TOT dapat memperbaiki sifat fisik tanah melalui penambahan bahan organik dari singgang padi dan gulma serta meningkatkan ketersediaan air tanah. Ditinjau dari aspek kepadatan tanah, persiapan TOT tidak berbeda dengan OTS. Nilai kekerasan tanah atau bobot isi tanah tidak berbeda antara OTS dengan TOT selama 4 musim tanam (Isnaeni et al. 1999). Sifat fisik tanah yang terpengaruh oleh sistem pengolahan tanah konvensional adalah kepadatan tanah (bulk density), diamana kepadatan tanah yang tinggi mempengaruhi infiltrasi dan aerasi tanah (Phillips et al. 1980; Utomo 1994).
Setelah 3 musim tanam padi sawah TOT (dalam kondisi basah), bahan organik banyak terakumulasi, maka setelah lahan ditanami kedelai (kondisi berubah menjadi kering), bahan organik tersebut segera didekomposisi (dirombak) oleh mikroorganisme dekomposer. Untuk merombak bahan organik, mikroorganisme membutuhkan sumber energi dan N untuk mengembangkan dirinya sehingga menyebabkan imobilisasi N, dan segera tersedia setelah mikroorganisme tersebut mati.
Tanaman kedelai menambat (mengikat) nitrogen dari udara dengan bantuan bakteri Rhizobium pada bintil akarnya sehingga suplai nitrogen dari luar
lxxxviii hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit “sebagai starter”. Peningkatan jumlah bintil akar pada kedelai dapat meningkatkan indeks polong isi. Bintil akar kedelai yang terbentuk berperan penting dalam mensuplai kebutuhan nitrogen untuk pertumbuhan dan pembentukan polong isi. Nodulasi pada akar kedelai akan mulai efektif setelah tanaman kedelai berumur dua minggu, maka pemberian N sangat dianjurkan (Somaatmadja 1985), dan mencapai puncaknya pada umur 8 minggu setelah tanam untuk kedelai berumur dalam seperti PTR 332 (Ghulamahdi 1999). Bintil akar kedelai sangat diperlukan perannya terhadap suplai hara N dari hasil fiksasi N udara untuk menghasilkan biji dan meningkatkan indeks panen kedelai.
Pemupukan urea dengan dosis tinggi (100kg/ha) menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang baik, tetapi tidak diikuti dengan peningkatan komponen hasil dan hasil biji kedelai kecuali dengan pemupukan urea optimum. Kebutuhan pupuk urea untuk menghasilkan pertumbuhan dan hasil biji kedelai yang tinggi ternyata lebih rendah pada persiapan lahan TOT (47.1 kg/ha) daripada OTS dan OTM, untuk mencapai hasil biji kedelai 2.844 kg/ha.